Home / Pernikahan / Pesona Suami Kedua / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Pesona Suami Kedua : Chapter 11 - Chapter 20

41 Chapters

11. Ngidam

Hai! Keenan dan Khanza balik lagi. Sebelum baca, jangan lupa vote dan follow, ya. Makasih. Keenan duduk merenung di sudut ruangan masjid. Rambutnya masih basah bekas air wudhu. Ia baru saja selesai melaksanakan sholat Magrib dan berencana malam itu sebaiknya tidur di masjid saja. Sudah tiga hari dia meriang tidur di luar rumah. Gemuruh badai masih menguasai hati Khanza, sang istri.Duh, pingin banget makan rujak. Udah dicari ke sana kemari gak nemu 😢 mau keluar lagi, udah kecapekanItu WhatsApp story Khanza yang baru dibaca Keenan dari nomor lain yang tidak diketahui Khanza bahwa sebenarnya itu milik Keenan juga, karena nomor Keenan sudah diblokir. Segera saja Keenan mengirim pesan SMS pada Khanza menawarkan untuk membelikan rujak, tapi tidak ada jawaban. Dugaan Keenan, mungkin nomor ponselnya juga sudah diblok."Keras kepala," gumam Keenan lalu memakai jaketnya dan melangkah meninggalka
Read more

12. Tawaran Poligami

Kafe tempat Keenan membuat janji temu dengan Roman tidak begitu ramai. Mayoritas pengunjungnya adalah pekerja sibuk yang punya waktu sesaat sebelum kembali bekerja.  Keenan sudah menunggu Roman di salah satu meja di bagian pojok selama sepuluh menit. Tak lama Roman muncul dari pintu kafe. Segera Keenan membetulkan posisi duduknya dan tampak tegang.  Roman menyeringai begitu melihat Keenan lalu akhirnya duduk di hadapan laki-laki yang ingin sekali ia hajar. "Ngapain lu ajak gua ketemuan di sini? Mau berubah pikiran dan nyerahin Khanza sama gua?" ujar Roman.  Keenan mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya terlihat menonjol. "Sama sekali bukan. Tapi gua memang mau akhiri urusan sama lu," sahut Keenan yang kemudian meletakkan koper di atas meja dan membukanya. Tampak lembaran-lembaran uang tersusun di dalamnya.  Roman terperanjat dan memandang Keenan dan uang bergantian kelihatan heran dan tak menyangka. "Apa ini?" 
Read more

13. Rasa Iba

Kehamilan Khanza sudah memasuki usia tiga bulan. Selama itu pula kebahagiaan meliputi kehidupan Khanza dan Keenan. Tidak sedetik pun Keenan luput memperhatikan kebutuhan Khanza. Berbagai kebutuhan wanita hamil seperti makanan bergizi, vitamin, dan juga kegiatan yang menyenangkan untuk wanita hamil. Siang itu Keenan sengaja mengajak Khanza jalan-jalan ke mall untuk memilih beberapa keperluan bayi. "Ini bagus, Sayang. Cocok buat anak kita," ujar Keenan seraya menunjukkan box bayi berwarna biru kepada Khanza saat mereka ada di toko perlengkapan bayi. Khanza manyun lalu menunjuk ke arah box bayi lain yang berwarna merah muda. "Tapi aku sukanya yang itu, Sayang."Keenan malah tertawa. "Kok pink sih? Kalau anak kita cowok kan nggak banget. Masa jadi ehem ehem gimana gitu. Takara ah!"Khanza mencubit Keenan gemas. "Apaan sih? Ya jangan dong. Lagian kamu kok tahunya bahasa begituan? Jangan-jangan gaulnya sama lagibete! Atau jangan-jangan
Read more

14. Sabarlah, Mila

Sudah seminggu Mila tinggal di rumah Bu Ida, ibu Keenan. Selama itu juga Hani memperlakukan Mila dengan baik. Namun tidak dengan Bu Ida yang sejak kedatangan Mila hatinya berat menerima Mila.  Siang itu, Bu Ida sedang menyiapkan sop iga yang baru matang, menata rapi ke dari panci ke mangkuk. Hani datang menghampiri ibunya di dapur sambil membawa sayuran yang baru dibeli di pasar.  "Wah, kayaknya ada yang masak-masak enak nih." Hani dengan ceria menggandeng tangan ibunya.  Bu Ida menarik tangannya tidak sabar. "Haduh, kamu ini. Ya awas, nggak lihat apa ibunya lagi sibuk nyiapin makanan." "Tumben masak sop iga, Bu. Kan kita di rumah nggak ada yang doyan." Hani menatap bingung sop iga.  Bu Ida tersenyum sambil mengambil rantang empat susun dan mulai menempatkan sog iga ke salah satu rantang. "Ya memang bukan buat kita. Ini kan buat menantu ibu Khanza." Hani tersenyum. Ia mengerti ibunya begitu menyayangi Khanza kak
Read more

15. Penculikan

Mila dengan wajah murung keluar dari kamar sudah dengan pakaian rapi. Kemeja dan celana bahan yang agak ia turunkan di bagian perut, tetap saja terasa sesak karena perutnya sudah mulai membesar.Bu Ida mengerutkan alis melihat Mila. Mila tanpa mengurangi rasa hormat menyalami tangan Bu Ida."Mila pamit dulu ya, Bu," ujar Mila. "Lho? Kamu mau ke mana, Mila?" tanya Bu Ida dengan nada kurang senang. Matanya yang awas plarak plirik ke sekitar, takut banyak tetangga yang lihat dan mulai bergunjing lagi. "Ehm ... anu ... Mila mau ke pabrik tempat Mila kerja dulu. Mau ngelamar kerja lagi.""Lah dalah!  Emange mereka mau menerima perempuan hamil bekerja apalagi yang seperti ... kamu?" Mila sudah mau menangis lagi mendengar perkataan Bu Ida yang setajam sembilu, tapi ia berusaha tabah. "Nggak tahu, Bu. Mila cuma usaha aja. Siapa tahu bisa. Kalau Mila kerja, Mila jadi ada kegiatan dan bisa mandiri, nggak menyusahkan
Read more

16. Hasrat Lelaki Berbeda dengan Wanita

Keenan sedari tadi memandangi Khanza yang sedang sibuk beraktivitas membereskan pakaian bayi, memindahkan dan menata lagi pernak pernik di sekitar box bayi. Padahal sudah berulang kali kegiatan itu ia lakukan dan Keenan telah rampung membereskan semua termasuk memasang ulang box bayi yang menurut Khanza tidak bagus posisinya di dekat jendela kamar. "Za, udah deh. Udah bagus semua kok. Masa diotak Atik lagi? Lahirnya juga masih lama kan?" Keenan nggak tahan juga kalau nggak ngomong. Khanza melirik Keenan kesal. "Nggak terasa lho, Mas. Tinggal beberapa bulan lagi Dede lahir. Makanya harus dipersiapkan sebaik mungkin."Keenan berjalan mendekati Khanza lalu memeluk Khanza dari belakang. Napas Keenan berembus di leher jenjang Khanza. Khanza terdiam. Ia mengerti apa yang diinginkan Keenan. "Mas, sabar dulu dong. Aku kan masih beres-beres." Khanza berusaha melepaskan tangan Keenan. Jujur kegiatan seks di masa sekarang tidak terlalu
Read more

17. Ketabahan Hani

"Mas ... Mas ...." panggil Hani yang sedari tadi meringkuk kedinginan di sudut gudang."Apa? Mau sholat lagi lu? Udah di situ aja. Jangan bolak balik ke kamar mandi mulu!" bentak seorang brandal bertopeng muak.Hani tersentak kaget mendengar gelegar suara sang preman. Namun, gadis cantik yang kini kerudungnya sudah lusuh oleh debu berusaha menabahkan diri."Bukan, Mas. Saya permisi mau buang air kecil," kata Hani."Mau kencing ya kencing aja di situ! Gak usah banyak tingkah!" "Tapi nanti kotor, Mas. Saya jadi gak bisa sholat." Hani berbicara dengan bibir bergetar. Preman lain menyahut. "Heran gua. Perasaan nih orang kita culik jadi tawanan. Kerjaannya sholat melulu. Dikira ini masjid apa yak!" Mata Hani sudah sebak. "Saya mohon izinkan saya membersihkan diri dan tetap menjalankan sholat, Mas. Apa pun yang terjadi, saya nggak kepingin jauh dari Allah. Mas Mas semua juga pasti percaya Tuhan kan?" "Heleh! K
Read more

18. Stockhorm Syndrome

Sudah tiga hari berlalu. Luka-luka di tubuh Hani sudah mulai sembuh, hanya luka batin yang masih membekas kuat. Namun, Hani berusaha sabar dan menuangkan kesedihannya di atas sajadah, memohon pertolongan Allah agar Roman dilembutkan hatinya. Selesai sholat, terpincang-pincang Hani bergerak menuju ranjangnya. Ingin duduk di situ. Memang itu saja yang bisa ia lakukan selain berdoa. Roman tidak mengizinkannya pergi ke mana pun. Ke kamar mandi saja ia harus ditunggui oleh wanita penjaga. "Memangnya Tuhan bakal nurunin malaikat buat bawa kabur kamu dari tempat ini? Percaya gitu? Aku sih enggak. Kalau zaman dulu, mungkin. Mukjizat itu banyak di zaman nabi-nabi," celetuk Roman yang diam-diam sudah duduk di ruangan sambil merokok. Satu kakinya dinaikkan ke meja. Sedari tadi ia memperhatikan Hani yang sedang sholat.Hani tersenyum. "Percaya. Kalau nggak percaya sama Allah namanya Islam KTP, Kak. Mukjizat itu akan selalu ada selama Allah menghendaki."R
Read more

19. Efek

Hai, Sobat. Kembali lagi di kisah Keenan, Khanza, Mila, Roman, dan Hani. Maaf ya ku lama update karena sibuk mengurus baby 👶🏻😁 Mohon krisan dan support-nya ya gaes biar semangat nulisnya. Jangan lupa di-subscribe ya. Thanks.Sepekan berlalu setelah peristiwa penculikan Hani, tapi mendung di rumah keluarga Bu Ida belum juga sirna. Hani sudah beberapa kali memberikan pengakuan apa yang terjadi pada saat ia diculik. Keenan menangkap hal yang aneh dari Hani. Meskipun tahu Roman biang keladi, tapi adik cantiknya itu terkesan sama sekali tidak membenci Roman."Tolong cabut tuntutan Kak Roman, Mas. Biarkan dia bebas," pinta Hani dengan mata berbinar-binar penuh harap.Keenan kesal. "Cabut tuntutan? Kamu gimana sih, Han? Dia itu psyco! Dia udah culik kamu dan gara-gara dia kamu hampir aja hancur! Apa kamu nggak marah? Luka-luka di badan kamu aja belum kering tuh!"
Read more

20. Tetap Cinta, Jadi Backstreet Aja

Keenan menenggak kopi buatan Khanza dengan pikiran kacau. Aneh. Rasanya tidak seenak biasa. Entah karena Keenan sedang badmood. Khanza memandang Keenan cemas. Ia tahu suaminya itu jadi gelisah sejak kembali dari penjara dan bicara dengan Roman. "Roman memang gila! Bisa-bisanya punya pikiran buat nikah sama Hani!" seru Keenan masih kesal. Khanza menggigit bibir, memikirkan sesuatu yang sejak tadi berkecamuk dalam benaknya. Namun, ia takut untuk mengutarakan pada Keenan. Namun, akhirnya ia tidak tahan juga. "Tapi, Mas, gimana kalau Roman serius ingin menikahi Hani? Maksudnya dia memang sayang sama Hani makanya rela dipenjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya."Keenan mendelik menatap Khanza tak percaya. "Kamu ini ngomong apaan sih? Roman itu penjahat yang udah culik Hani, sayang darimana ya coba?" "Hani ada benarnya, Mas. Mas Roman lakuin semua itu juga pemicunya karena dendam sama kita. Sebenarnya dia jug
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status