Home / Romansa / WHEN TEARS FALL INTO RAIN / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of WHEN TEARS FALL INTO RAIN : Chapter 21 - Chapter 30

51 Chapters

NOTE 20 TANGISAN KEHILANGAN 2

“Bukankah kamu berjanji akan pulang, Kiran? Bukankah kamu berjanji akan bermain lagi bersamaku, Kiran? Dua puluh tahun aku menunggumu, Kiran. Dua puluh tahun juga, aku mengharapkanmu pulang.”Nanda terus bernyanyi tidak mempedulikan suara Eesha. Tidak berani berharap bisa bersamamu. Hanya bisa menyembunyikan cintaku darimu. Bahkan jika air mata jatuh menjadi hujan. Bahkan jika kata – kata sedingin es. Jika kekasih tidak bisa saling melupakan, kita akan saling mengenang di dalam hati. Eesha masih terus mengeluarkan semua kata – kata yang dipendamnya di dalam hatinya selama ini. “Kiran, kamu selalu menepati janjimu padaku. Kenapa kali ini kamu tidak menepatinya? Kamu jahat, Kiran. Kamu benar – benar jahat, Kiran.” Lebih baik melihatmu dari jauh, tidak berani berharap bisa bersamamu.&nbs
Read more

NOTE 21 KONEKSI 1

Begitu melihat Bundanya jatuh tertidur karena obat penenang, Eesha menarik lengan Amartya dan keluar dari ruangan tempatnya Bundanya sedang tertidur. “Kenapa kamu menarikku?” Amartya mengernyitkan alisnya melihat lengannya yang sedang ditarik oleh Eesha. “Antar aku pulang sekarang juga, aku harus memeriksa kebenaran dari ucapan Bunda padaku.” Eesha melepaskan genggamannya di lengan Amartya. “Siapa yang kamu ajak kemari hingga Bibi berhalusinasi dan mengatakan bahwa Kiran masih hidup?” Amartya bertanya dengan wajah penuh rasa penasaran. “Aku akan mengatakannya nanti jika aku sudah benar – benar memastikan bahwa ucapan Bunda itu salah. . .” Amartya dan Eesha kemudian berpamitan kepada Eila, Ibu Eesha dan segera bergegas berangkat menuju ke rumah Eesha. Amartya dengan sengaja meminta Ravindra tetap berada di rumah sakit untuk berjaga – jaga jika Ishya bangun dari
Read more

NOTE 22 KONEKSI 2

Satu persatu kejadian yang baru saja terjadi antara Eesha dan Nanda kini berputar kembali dalam pikiran Eesha.  “Apakah sebanding Kiran dengan semua tragedy yang terjadi sebelum ini dan yang mungkin akan terjadi setelah ini? Dua korban sudah jatuh karena pencarianmu ini. Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti alasan dari pembunuhan ini, tapi banyak orang menduga lagu itu adalah penyebabnya. Penantianmu terhadap Kiran dan korban – korban yang berjatuhan, apakah itu sebanding?”  Eesha mengingat lagi pertanyaan Nanda kepada dirinya mengenai penantiannya terhadap Kiran dan korban – korban yang berjatuhan. Perlahan air mata mengalir di wajah Eesha sama seperti hujan yang jatuh membasahi jendela kaca taksi tempat Eesha berada sekarang.  Penantian itu sebanding, Kiran.  Kenangan kejadiannya bersama terus mengalir dalam pikiran Eesha.  “Mungkin kamu benar. Tapi, setidaknya ada satu orang yang tidak menyur
Read more

NOTE 23 SANG PENULIS LAGU 1

Dengan mobilnya, Nanda dan Eesha akhirnya sampai di depan rumah sakit tempat Bunda Eesha dirawat. Nanda turun lebih dulu dari mobilnya dan bergegas menuju ke pintu di mana Eesha akan turun dari mobil. Sebelum Eesha membuka pintu, lebih dulu Nanda telah membukakan pintu untuk Eesha. Mobil tipe jib milik Nanda ukurannya lebih tinggi dibandingkan mobil – mobil lainnya dan mobil yang biasa Amartya miliki. Sepatu yang dalam keadaan basah oleh hujan membuat Eesha yang hendak turun dari mobil Nanda sedikit tergelincir dan nyaris membuat Eesha jatuh. Melihat Eesha yang hampir terjatuh, Nanda dengan cepat menangkap tubuh Eesha ke dalam pelukannya dan Eesha secara tidak sengaja menarik kepala Nanda karena berusaha menemukan pegangan. “Kamu baik – baik saja?” tanya Nanda yang membantu Eesha berdiri tegap menemukan keseimbangannya. Eesha menganggukkan kepalanya. “Aku baik – baik saja. . . maaf.” Eesha melirik kepal
Read more

NOTE 24 SANG PENULIS LAGU 2

Ravindra segera bergegas menuju lokasi tempat Tuannya berada ketika selesai mengantarkan Eila pulang ke rumahnya dengan selamat seperti permintaan Eesha padanya. Untuk pertama kalinya, Ravindra dibuat terkejut oleh kelakuan Tuannya ketika mendapat telepon sesaat setelah sampai di depan rumah Eesha. Setelah berpamitan dengan sedikit tergesa – gesa kepada Eila, Ravindra masuk ke dalam mobil dan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju sebuah bar di kota. Meski dengan wajah yang sedikit heran dan tidak percaya, Ravindra yang baru saja turun dari mobil tetap melangkah masuk berusaha menjemput Tuannya, Amartya. Benar saja seperti yang diucapkan oleh pelayan Bar dalam panggilannya tadi, Tuannya, Amartya saat ini sedang duduk dalam keadaan mabuk di salah satu meja di bar tersebut. Melihat Tuannya dalam keadaan mabuk untuk pertama kalinya, Ravindra segera berlari menghampiri Tuannya dan berusaha untuk berbicara kepada Tuannya memastikan tingka
Read more

NOTE 25 KISAH CINTA YANG TAK BERAKHIR BAHAGIA 1

JANUARI, 1988 Ishya yang baru saja keluar dari kelasnya, ditarik oleh sahabatnya, Rieta. Tanpa bertanya dan tanpa meminta izin darinya, Rieta terus menarik Ishya dan memaksanya berlari bersama dengan dirinya. Berlari terus keluar gerbang sekolah hingga melewati beberapa blok bangunan di samping bangunan sekolahnya.  Setelah beberapa menit berlari tanpa persiapan dan mengatur nafasnya, Ishya yang nyaris kehabisan nafasnya melihat Rieta menghentikan langkah larinya dan berhenti di depan sebuah cafe kecil yang lokasinya tidak jauh dari bangunan sekolah. Dengan wajah tersenyum, Rieta kemudian melepaskan genggaman tangannya pada tangan Ishya dan memandang ke arah penyanyi yang sedang bernyayi di panggung kecil cafe. Dengan gitarnya dan suara yang merdu, membuat Ishya dalam sekejap terpesona sama seperti yang Rieta rasakan.  Dalam diam, Ishya dan Rieta seakan terhipnotis dan hanya b
Read more

NOTE 26 KISAH CINTA YANG TAK BERAKHIR BAHAGIA 2

“Itulah yang Bunda pikirkan saat itu. Siapa yang tidak terkejut, ketika sahabatku Rieta yang pergi ke luar kota untuk kuliah pulang dan mengatakan bahwa Varron telah tewas dalam kecelakaan dua bulan sebelum waktu yang dijanjikan Varron pada kedua orang tua Bunda. Mendengar kabar itu, Bunda syok dan sempat jatuh sakit selama sebulan lamanya. Alsaki yang sangat mencintai Bunda bahkan memanggil banyak dokter dari luar kota hanya untuk menyembuhkan penyakit Bunda. Alsaki terus berada di samping Bunda dan berusaha untuk menghibur Bunda yang telah kehilangan keinginan untuk hidup.”  “Apakah setelah itu Bunda akhirnya menikah dengan Ayah Kiran?” tanya Eesha yang merasakan kesedihan Bundanya dari raut wajah Bundanya.  Ishya menganggukkan kepalanya dan memberikan jawaban untuk pertanyaan Eesha. “Sebulan setelah Bunda sembuh dari sakit Bunda, keluarga Bunda meminta Bunda untuk menerima lamaran Alsaki. Saat itu. Bunda sudah kehabisan akal untuk menolak permintaan kelu
Read more

NOTE 27 MOTIF 1

“Bunda. . .” panggil Eesha.  “Ya, sayang. . .”  “Jika saat itu pria bernama Varron Arvind membuat sepasang gelang dengan gantungan teratai merah dan memberikan salah satunya kepada Bunda, di mana gelang milik Bunda berada? Eesha tidak menemukannya di dalam kotak dengan hiasan teratai merah?”  “Bunda kehilangan gelang itu saat Bunda sembuh dari sakit parah setelah menerima kabar kematian Varron. Waktu itu, Bunda berusaha mencarinya ke seluruh bagian ruangan di rumah Bunda. Namun, gelang itu tidak pernah ditemukan.”  “Lalu mengenai hilangnya Kiran? Apa mungkin Bunda pernah membuat dugaan bahwa.. . . .” Eesha menghentikan kalimatnya karena tidak berani membuat dugaan yang mungkin akan menyakiti hati Bundanya. Akan tetapi, Ishya yang selalu bersikap bijak mengerti maksud dari ucapan Eesha yang terhenti sebelum selesai diucapkannya. 
Read more

NOTE 28 MOTIF 2

Eesha kemudian memberikan segelas air kepada Bundanya dan mengambil segelas air untuk dirinya sendiri. “Ini, Bunda.” Setelah meminum segelas air pemberian Eesha, Ishya kini memberanikan diri menanyakan pertanyaan yang semalam belum sempat dijawab oleh Eesha. “Sayang. . .” Eesha meletakkan gelas minumannya dan menatap Bundanya. “Eesha tahu apa yang ingin Bunda tanyakan pada Eesha. . .” “Kamu pasti sudah menebaknya, sayang. Bunda ingin tahu siapa anak muda yang datang bersamamu kemarin? Bagaimana kamu bisa bertemu dengannya dan mengenalnya?” Ishya tidak lagi bisa menahan rasa ingin tahunya terhadap pria muda yang datang bersama dengan Eesha kemarin. “Nama pria itu Nanda, Bunda. Itulah nama yang aku tahu saat kami berdua berkenalan. Awalnya kami berdua bertemu secara tidak sengaja di cafe hujan di kota. Nanda adalah penyanyi yang bekerja di cafe itu. Perkenalan kami dimulai sa
Read more

NOTE 29 SATU LANGKAH DI BELAKANG

Amartya membuka matanya dan merasakan pusing yang hebat. Kepalanya serasa dipukul oleh seratus palu di saat yang bersamaan membuat Amartya yang baru membuka kedua matanya tidak sanggup bangkit dari tidurnya.  Butuh waktu sekitar setengah jam bagi Amartya untuk bangkit dari tidurnya dan duduk di pinggir ranjangnya.  Apa yang terjadi padaku kemarin? Amartya berusaha mengingat – ingat apa yang dilakukannya kemarin hingga kepalanya terasa begitu menyakitkan. Beberapa penggalan ingatan secara samar mulai muncul di dalam kepala Amartya.  Sial. . . Lain kali, aku harus menjauhkan diriku dari minuman keras. Atau setidaknya aku hanya akan minum beberapa gelas saja.  Amartya mengumpat kesal kepada kebodohan dirinya sendiri.  Tok. . . tok. . . Suara ketukan pintu membuyarkan pikiran Amartya yang sedang kesal kepada dirinya sendiri. Dengan segenap kekuatannya, Amartya mengeluarkan suaranya berta
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status