Home / Pernikahan / Jerat Cinta Lelaki Pengganti / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Jerat Cinta Lelaki Pengganti: Chapter 11 - Chapter 20

79 Chapters

Belum Sepenuhnya Dewasa

"Apa kau mengenal Pak Instruktur? Dari cara dia melihatmu, sepertinya kalian saling mengenal. Kau hebat sekali bisa mengenal lelaki tampan seperti dia," ujar Nelda kepada Anggita. Saat ini wanita itu sangat tertarik untuk mencari tahu hubungan antara Anggita dengan Mahesa yang menjadi pengajarnya. Tetapi sayang, Anggita menyangkal telah mengenal lelaki itu sebelumnya. Ya, walau dia pernah tidak sengaja bertemu, tetapi Anggita benar-benar tidak mengenal Mahesa. Lagi pula pertemuan mereka tidak meninggalkan kesan yang baik. "Aku tidak mengenalnya," jawabnya jujur. "Memang kami pernah bertemu. Dia yang sudah membuat cincin pernikahanku tenggelam bersama ombak." Mimik wajah Anggita berubah masam saat mengingat kejadian hari itu. Mahesa tiba-tiba muncul dan menariknya saat ia hendak mengambil cincinnya yang terjatuh hingga akhirnya dia kehilangan benda berharga itu. "Dia melakukannya? Kenapa begitu?" Neld
Read more

Lemparan Telur

Setelah selesai mandi dan mengganti pakaian, Mahesa langsung pergi ke kamar Sabiya. Dia tidak boleh membuat gadis kecil itu menunggu terlalu lama. Malam sudah larut dan gadis kecilnya itu harus segera tidur. Sabiya tidak akan bisa tidur jika ia tidak menemani dan membacakan sebuah dongeng. "Pa, tadi pulang sekolah aku dijemput sama Tante Luna." Sebuah kerutan halus terlihat di dahi Mahesa. Dia sedikit merasa tertegun mendengar cerita Sabiya, Aluna datang untuk menjemput gadis kecil itu. "Oh ya?" ucap Mahesa bersikap tenang. Gadis kecil itu mengangguk mengiakan. "Iya, Tante Aluna juga menemaniku mengerjakan PR," ucap Sabiya polos. Mahesa hanya tersenyum tipis sebagai respons atas cerita putri kecilnya itu. Dia mengusap puncak kepala Sabiya dengan lembut dan sayang. "Tante Aluna baik, dia juga cantik. Menurut Papa, Tante Aluna seperti apa?" tanya Sabiya lagi.
Read more

Laki-laki Aneh

Anggita membayangkan tubuhnya akan terjatuh ke lantai. Wanita itu memejamkan mata bersiap menerima rasa sakit akibat benturan tersebut. Tapi setelah beberapa detik berlalu, tak ada rasa sakit yang diterimanya.   Perlahan Anggita membuka mata dan terkejut saat melihat wajah Mahesa yang pertama kali dia lihat. Yang lebih mengejutkannya lagi ketika sebuah telur pecah tepat pada wajah laki-laki itu hingga pecahannya mengenai wajahnya juga.   Setelah kesadarannya terkumpul, Anggita segera membenarkan posisinya dan menjauh dari Mahesa yang sedang memeluknya. Dia merasa sangat malu lagi-lagi berurusan dengan Mahesa.   "Haisss ...." Mahesa mendesis kesal sambil mengelap wajahnya dengan tangan.   Dia menatap wajah para wanita yang ada di sana dengan sorot dipenuhi kekesalan. Mahesa menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar. Tanpa berbicara laki-laki itu beranjak pergi dari sana.  
Read more

Bertemu Keluarga Radeya

Sebuah mobil berwarna merah berhenti di depan halaman sebuah rumah yang cukup luas. Tak lama kemudian seorang wanita cantik turun dari mobil itu. Dia merogoh ponsel di dalam tas untuk menghubungi seseorang."Aku sudah di depan rumahmu," ujarnya pada seseorang yang sedang menerima telepon darinya.Aluna langsung memutus panggilan ponselnya setelah memberitahukan pemilik rumah bahwa dirinya sudah tiba di sana. Tak lama kemudian, seorang gadis kecil ke luar dari dalam rumah diikuti seorang laki-laki di belakangnya. Aluna mengulas senyum hangat menyambut ayah dan anak itu."Kau tidak lupa kan, sekarang kita akan pergi menemui ayahku?" tanya Aluna kepada Mahesa."Hm, aku ingat. Aku baru saja akan menitipkan Sabiya pada Ibu," sahut Mahesa tenang.Aluna mengangguk-anggukkan pelan kepalanya. Kemudian dia menundukkan pandangan menatap wajah Sabiya."Sayang, Tante pinjam papamu dulu sebentar, ya. Kamu tidak keberata
Read more

Emosi Yang Tak Terbendung

Hari ini bisa dikatakan hari yang cukup baik. Praktek membuat roti yang diajarkan Mahesa berjalan dengan lancar tanpa keributan seperti yang pernah terjadi di hari sebelum-sebelumnya. Meski mereka masih belum bisa menciptakan sebuah hasil karya yang sesuai dengan harap.   Seperti biasanya Laras dan Anggi yang lebih menonjol kemampuannya dibandingkan yang lainnya. Dua wanita yang terlihat seperti ibu dan anak itu bekerja dengan sungguh-sungguh sehingga mereka dengan cepat bisa mencerna materi yang diajarkan oleh instrukturnya.   "Penampilannya menarik dan rasanya juga lumayan enak. Terus kembangkan bakatmu agar bisa menghasilkan roti dan kue yang lezat," ujar Mahesa kepada Anggita.   Wanita itu tersenyum senang mendengar pujian yang dilontarkan oleh instrukturnya. Ah, tidak. Bukan soal pujiannya. Tetapi tentang kemampuannya dalam membuat roti. Jika dia berhasil bisa membuat sebuah roti yang lezat, dia memiliki harapan unt
Read more

Dia Bukan Tipe Papaku!

Anggita terduduk lemas di dalam sebuah ruangan sempit sendirian. Dia memeluk dan membenamkan wajah pada kedua lututnya yang ditekuk. Petugas menghukum wanita itu karena telah berulah dan membuat kekacauan kepada seorang pengusaha ternama di Ibu Kota.Anggita menolak meminta maaf kepada Radeya. Itu sebabnya dia di pisahkan dari teman-teman sekamarnya agar ia bisa berintrosfeksi diri atas perbuatannya. Dalam hati dan pikiran Anggita masih dipenuhi amarah dan kebencian. Dia bahkan sama sekali tidak merasa menyesal telah meludahi wajah laki-laki paruh baya yang licik itu."Kau akan kami diamkan di sana selama satu minggu agar kau bisa merenungi kesalahanmu dan tidak mengulanginya lagi di lain waktu," ujar penjaga kepada Anggita. Beberapa saat kemudian dia pergi bersama temannya meninggalkan Anggita.Nelda dan Laras terheran-heran karena sudah hampir malam tapi petugas tidak mengembalikan Anggita ke ruangannya. Mereka terlihat sangat mencemaskan wan
Read more

Maafkan dan Lupakan Masa Lalu

Meja yang biasa ditempati oleh Anggita terlihat kosong selama dua hari ini. Hal tersebut menarik perhatian laki-laki yang menjadi pengajarnya. Entah, serasa ada yang kurang saat wanita yang memiliki talenta baik dalam mengikuti pelajarannya itu tidak hadir.Kehampaan juga tak hanya dirasakan oleh Mahesa. Teman-teman Anggita juga merasakan hal yang kurang saat melihat meja itu kosong terutama untuk Laras dan Nelda. Mereka tidak tahu separah apa kekacauan yang dilakukan oleh Anggita sehingga membuatnya harus menerima hukuman dari penjaga. Padahal sejak awal wanita itu masuk tidak pernah sekalipun melakukan keributan dan berulah."Menurut penjaga, Anggita sedang dihukum karena perbuatan tidak menyenangkan kepada seorang pengusaha ternama di sini. Kami tidak tahu lebih tepatnya apa yang sudah dia lakukan," aku Laras saat Mahesa mencari tahu keberadaan Anggita yang tidak lagi mengikuti pelajaran.Mahesa mengernyitkan dahinya. "Apa maksud Ibu pengusa
Read more

Merindukannya

Seminggu berlalu tanpa kehadiran Anggita di kelas. Konsentrasi Mahesa terbagi antara mengajar muridnya dan kabar Anggita. Dia selalu mengingat wanita itu setiap kali melihat ke arah mejanya yang kosong.Senyum dan sorot teduh wanita itu selalu terlintas dalam benaknya. Mahesa berkali-kali menggelengkan kepalanya untuk menepis bayangan itu agar kembali konsentrasi pada aktivitasnya saat ini."Pak Instruktur, aku perhatikan sedari tadi kau melihat ke arah meja Anggita terus. Apa kau sedang merindukannya?" ucap Cece yang menyadari gerak-gerik Mahesa yang selalu melihat ke arah meja Anggita."Cieee ...." serentak yang lainnya menyoraki. Tingkah para wanita itu seperti remaja yang sedang menggoda temannya saat ketahuan sedang kasmaran.Suasana dalam kelas itu berisik dengan suara gaduh dari para wanita yang sedang menggoda instrukturnya. Mereka sangat mendukung bila terjadi cinta lokasi antara Mahesa dengan Anggita. Keduanya dinilai pas
Read more

Salam Perpisahan

"Aku senang kau sudah bisa mengikuti kelasku lagi," ucap Mahesa kepada Anggita.Wanita itu merespons dengan tersenyum tipis. Meski Mahesa cukup sering menyemangati dan memberikan nasihat-nasihat padanya. Namun hubungan di antara keduanya hanya sebatas guru dan murid. Anggita memasang dinding yang kuat untuk menjaga jarak.Begitupun dengan Mahesa. Lelaki tampan itu juga menganggap hubungannya dengan Anggita sebatas guru dan murid. Dan sebagai seorang guru yang baik, ia ngerasa wajib memberikan nasihat-nasihat positif untuk muridnya. Bukan hanya kepada Anggita, tapi juga ke semua murid lainnya.Hari demi hari Mahesa lalui sebagai instruktur pengajar. Secara perlahan muridnya sudah cukup menguasai materi yang ia berikan. Mereka juga sudah bisa mempraktekannya dengan baik.Tanpa terasa sudah tiga bulan berlalu. Hari yang awalnya Mahesa anggap sulit dan berat harus menghadapi para wanita tahanan dengan kasus dan juga karakter yang berbe
Read more

Mantan Narapidana

Seorang wanita membawa tas berukuran sedang di tangannya baru saja ke luar dari pintu gerbang. Dia memejamkan matanya menikmati semilir angin yang menerpa mengenai wajahnya. Dua tahun sudah dilalui Anggita dengan tidak mudah berada di dalam tahanan bersama penghuni lain dengan kasus yang berbeda-beda. Pengalaman membuat wanita itu mengambil banyak pelajaran hidup baik dan buruknya agar tidak sampai terjatuh pada kesalahan yang sama. Tepat hari ini, Anggita resmi dibebaskan dari masa hukumannya. Wanita itu sudah bisa menghirup udara segar dengan leluasa. Panas terik mata hari menyilaukan indera penglihatannya yang sudah lama tidak bisa melihat keindahan tersebut secara langsung. Kedua sudut bibir tipis nan sedikit pucat itu melengkung mengembangkan sebuah senyum manis. Lega. Dia masih memiliki kesempatan untuk melihat keindahan dunia yang luas ini. Meski belum tahu ke mana langkah kaki akan membawanya pergi, tetapi setida
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status