Home / Romansa / Dipaksa Menjadi Istri CEO / Chapter 11 - Chapter 16

All Chapters of Dipaksa Menjadi Istri CEO: Chapter 11 - Chapter 16

16 Chapters

Bab 10

Pagi Eiden diawali dengan kegabutan yang hakiki. Bagaimana tidak, gagal malam pertama, Kanaya menggodanya tapi tidak memuaskannya, ia ibarat ikan yang dipanggang di atas api yang sedang tamasya ke laut, apes sekali hidupnya sebagai suami. "Wajahmu kenapa?" Anita menghampiri meja makan sambil membawa sepiring lauk kesukaan putranya. "Memangnya wajahku kenapa, Ma?"Anita melihat dengan serius wajah putranya. "Seperti orang lagi menahan derita. Kalau sakit perut pergilah ke kamar mandi. Nanti kamu malah anu di sini." Eiden makin menekuk wajahnya yang tampan dan rupawannya dinistakan. Kanaya datang sambil membawa nasi dan meletakkan di meja makan. Eiden melirik istrinya yang sedang tersenyum bodoh, bahkan tidak meliriknya sama sekali, padahal Eiden sedang ingin menatap wajah yang selalu membuatnya terbayang siang dan malam."Hai, Istriku," ucap Eiden dengan nada geram yang dibuat terdengar manis. 
Read more

Bab 11

"Kenapa lagi dengan sekretarismu?" Angga duduk sambil meletakkan cangkirnya di meja. Eiden menghela napas, mengingat insiden kehilangan tender miliaran rupiah. Raut marah masih terlihat jelas di matanya. Masih untung dia memecat bukan membunuh wanita itu. Kewarasan masih menyuruhnya untuk sekadar marah. "Papa tau, proyek A&N Company hilang gitu aja. Padahal Eiden bekerja bagai kuda agar bisa memenangkan tender tersebut," terangnya dengan dramatis."Ini sudah kesepuluh kalinya, Ei." Anita datang dan meletakkan cemilan ke hadapan keduanya. "Mereka tidak ada yang kompeten sama sekali, Pa. Semuanya hanya menang tampang, tapi otak nihil!"Kanaya datang membawa minuman kemudian ikut duduk di ruang tamu tersebut. Anita melihat ke arah Kanaya dengan seksama. Ia sedang menilai, mana tahu bisa dijadikan sekretaris di perusahaan keluarga mereka."Kanaya kamu lulusan apa?" tanya Anita penasaran.
Read more

Bab 12

Kanaya termenung panjang di sudut kamar. Masa lalunya yang menyakitkan tak mampu ia lupakan sampai sekarang. Kilasan akan orang-orang yang sangat ia sayangi  terus mendoktrin pikirannya. Tanpa terasa sebulir air mengalir dari sudut matanya yang terlihat murung.  "Andai … mama dan papa masih hidup, aku tidak akan hidup seperti ini.” Tapi sosok mereka hadir dalam diri kedua mertuanya. Setidaknya bisa mengobati luka hati yang ia simpan sendirian tanpa sepengetahuan siapa pun. "Kana ...!" panggil sebuah suara. Kanaya mengusap air matanya, kemudian tersenyum polos. "Kana ...!" Wanita itu dengan segera membuka pintu kamarnya. Wajah pria tampan  terpampang nyata di hadapannya, maka dusta mana lagi yang kau inginkan. "Tara ...!" Kanaya dibuat kaget oleh ulah suaminya. "Suamimu yang tampan bawa sesuatu untukmu. Eits, jangan terharu dulu," ucap Eiden dengan jahil. Wajah Kanaya terli
Read more

Bab 13

Wajah Eiden terlihat kusut setelah pertemuannya dengan Risma. Wanita itu meskipun sangat dibenci olehnya. Tetap saja mereka memiliki kisah manis sebelum ia ditinggalkan. Kanaya masuk sambil membawa minumannya. "Kamu kenapa?" tanya Kanaya sambil duduk di pinggir ranjangnya. Eiden diam tanpa menjawab. Kanaya mengangkat bahu lalu memainkan ponselnya. Sesekali ia tertawa. Eiden yang sedang melamun seketika melirik ke samping. "Ada apa?" tanyanya sambil mengintip ponsel istrinya. Kanaya pura-pura tidak mendengar, ia membalikkan tubuhnya meski sedikit kesusahan akibat perutnya. Ia kembali tertawa, sesekali menyeka air matanya. Eiden menghela napas lelah. Ia tahu sudah salah karena mengabaikan istrinya, semua ini karena kehadiran Risma yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang."Sayang, maaf aku nggak bermaksud mengabaikan kamu barusan." Kanaya masih diam tidak menanggapi. Ia malah semakin tertawa menatap ponselnya, Eiden s
Read more

Bab 14

Fajar menyingsing menampakkan sinar keemasan. Kanaya membuka mata perlahan. Saat hendak turun, sepasang tangan besar melingkar di perutnya yang sudah berbentuk meskipun belum terlalu menonjol besar. Ia tersenyum menatap wajah damai Eiden yang snagat dekat dengannya, bahkan embusan napas suaminya mengelus lembut permukaan pipinya. "Morning, Istriku." Eiden membuka mata dengan mata sayu, bahkan tangannya belum ingin beranjak dari sana. "Pagi juga, Ei," balas Kanaya sambil menguap. "Bahkan napasmu tercium harum," gombal Eiden sambil memajukan bibirnya. Kanaya meniup napas ke telapak tangan lalu menciumnya. Ia sedikit mual. "Bau naga begini dibilang harum, dasar suami bucin!” ejek Kanaya."Tapi bagi diriku napasmu sangat harum, apalagi kalau benda kenyal milikmu dan milikku saling silaturahmi." Kanaya menatap lembut wajah suaminya, perlahan ia membiarkan Eiden mendekatkan bibirnya. Mendekati satu in
Read more

Bab 15

Perusahaan Eiden hampir saja mengalami masalah serius. Salah satu pegawai yang menjabat sebagai bendahara, berusaha membawa kabur uang perusahaan. Untungnya pegawai yang selama ini loyal terhadapnya segera melaporkan kejadian tersebut. Jika tidak maka perusahaannya di ambang kehancuran. Eiden keluar dari ruangannya, ia menatap Kanaya serius. "Kanaya, ikut saya!" perintahnya. Kanaya mengernyit bingung. Namun, tetap mengikuti langkah suaminya. Mereka berdua sudah sampai di ruang rapat. Pelaku yang selama ini menangani keuangan, tertunduk lesu dengan wajah sembab. Wajahnya yang cantik terlihat memerah menahan tangisan agar tidak keluar. Ia sangat menyesal melakukannya. Tapi saat itu dirinya sangat membutuhkan uang untuk biaya operasi ibunya yang bernilai ratusan juta rupiah. Eiden segera duduk di kursi kebesarannya, Kanaya juga duduk di sampingnya. "Jelaskan!" perintah Eiden dingin. Wajah tampannya terlihat mengetat menahan amarah. 
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status