Home / Romansa / First Love / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of First Love: Chapter 11 - Chapter 20

52 Chapters

11—Resmi

"Ra.""Ya?""Kamu pulang jam berapa?""Seperti biasanya kok, jam enam atau tujuh." Clara mengapit ponselnya diantara pundak dan kepalanya, sedangkan tangannya dengan cepat mengetik dokumen yang sudah diminta oleh atasannya."Kamu lagi sibuk ya?""Lumayan."Joy terdiam sejenak sebelum berkata. "Semangat ya, pacarku sayang."Clara menghentikan kegiatannya dan menggeram. "Joyyyy.""Hahaha. Iya, iya. Bye.""Bye."Sudah dua hari setelah hubungan mereka resmi menjadi sepasang kekasih, keduanya sama sekali belum bertemu tapi kekasihnya itu tidak pernah absen menghubungi Clara. Seperti minum obat, tiga kali sehari plus video call ketika keduanya sudah selesai dengan rutinitas malam sebelum tidur.Pak Irwan—Manager Operation—tadi memanggil dan meminta tolong Clara untuk dibuatkan rekapan hasil penggunaan jasa paid promote berharga fantastis dari infl
Read more

12—Remember That Day?

Begitu selesai membersihkan badan, ketika keluar kamar mandi arah pandangnya menyapu ke nakas yang berada di sebelah kiri kasurnya. Tepatnya, kotak kecil yang ada di samping nakas itu hampir tidak terlihat kalau tidak benar-benar dia perhatikan.Perlahan Clara mendekat dan mengambil kotak itu.Mungkin ketika beberapa minggu yang lalu ketika dirinya sedang pada mode 'Clara yang galau dan lebay' menangisi perihal perasaannya yang tak berbalas oleh lelaki yang dia cintai, membuatnya lupa akan kotak itu. Pasalnya setelah memangis, dia melempar asal karena saat itu pikiran untuk membuang kotak dan isinya sudah hampir terlaksana tapi apa daya, Clara yang sentimentil tidak akan semudah itu membuang barang berharganya.Deringan pada ponselnya membuat Clara dengan cepat menggeser gambar telepon ke kanan—tanda mengangkat panggilan tersebut."Hi."Clara tersenyum. "Hi."Hening sejenak. Clara bisa merasakan degup jantungnya perlahan semakin mening
Read more

13—First Date

“Maaf.”Clara yang semenjak masuk ke dalam mobil kekasihnya hanya terdiam. Bahkan beberapa kali pria itu berusaha mengajaknya bicara yang berakhir dengan dengan keheningan karena sepertinya tidak ada usaha gadis itu untuk melanjutkan percakapan.“Maaf kenapa?”Clara memalingkan muka ketika Joy melihatnya sekilas, karena Joy masih mengemudi.
Read more

14—Lebih Baik Kamu Pulang

Nggak apa-apa, Ra. Lo harus bersyukur.Nggak boleh sedih. Harus bersyukur.Jangan marah sama Joy. Harus bersyukur.Sudah ribuan kali kalimat-kalimat itu Clara ucapkan demi meredam banyaknya suara kekecewaan di hati dan benaknya. Sore tadi, setelah Clara menjawab dan gadis itu langsung mengajak pulang yang di iyakan oleh Joy.Setengah jam yang lalu lelaki itu pun baru selesai menelfonnya, seperti malam sebelumnya. Jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam tidak membuat Clara mengantuk.Badannya bergerak gelisah ke kanan dan ke kiri, akhirnya tangan kanannya memanjang ke nakas dan mengambil ponselnya.Begitu ponselnya berada di genggaman tangannya, po
Read more

15—Rasanya Begitu Tentram dan Damai

Clara menyantap makanannya dalam diam. Radit dan Joy asik mengobrol membahas game yang saat ini sedang menjadi trending topic karena level yang diciptakan oleh game developer-nya yang terus berkembang dan mengikuti keinginan para pemainnya. Dia tidak mengerti jadi memilih diam saja. Ketika Radit selesai makan, dia pun pamit pergi ke rumah temannya untuk mabar—main bareng—bersama teman-teman satu tongkrongannya. "Anak itu, bener-bener deh." Gumam Clara kesal. Mendorong kursinya, Clara bergerak untuk menumpuk piring-piring yang kotor. "Sini aku bantuin." Joy mengambil piring kotor, menumpukkannya lalu membawa ke washdisher
Read more

16—This Magical Feeling

Sudah masuk di bulan kedua. Hubungan Joy dan Clara masih berjalan tanpa ada hambatan. Clara bersyukur karena tidak ada tanda-tanda keanehan dari kekasihnya yang sempat membuat Clara ragu dan takut pada awal kedekatan pria itu. Yang juga menjadi peringatan dari sahabat-sahabatnya. Clara tersenyum ketika mobil Pajero hitam kekasihnya berhenti di depan lobi. "Pas banget aku baru sampe lobi dan kamu langsung dateng." Kalimat pertama yang Clara katakan ketika sudah berhasil masuk ke dalam mobil. Joy tertawa. "Pake dulu seatbelt-nya." "Iya." Sesudah Clara memasang seatbelt, Joy pun mulai membawa mobilnya kembali ke jalanan yang sudah dipadati oleh orang-orang yang baru pulang kantor. Sesekali Clara melirik ke arah tangan pria itu yang ada di atas kemudi mobil. Telah terbiasa digenggam, membuat Clara mencari jemari besar yang biasa menggenggamnya. "Kenapa?" Tanya Joy bingung ketika Clara menarik tangan kir
Read more

17—Kiss Me Till You Forget How To Breathe

"Radit, Mbak mau nginep di rumah temen dulu ya. Mau nenangin diri." Adalah pesannya pada adik bungsunya ketika melihat keributan tadi pagi.Adiknya yang memang tidak pernah ikut campur atau membantu, mengangguk ragu dan pergi dari kamarnya.Clara ingin menjerit.Pernah dengar kalimat ini?"Jangan tertalu banyak tersenyum, nanti bisa nangis."Dan itulah yang Clara lalukan. Semalaman tak henti-hentinya dia tersenyum karena pertama kalinya dalam hidupnya yang absurd ini, dia merasakan bahagia tak terhingga.Namun paginya, kebahagaian itu sirna tatkala ibunya menyeretnya dari atas ranjang dan mengguyurnya dengan air dingin tanpa alasan. Clara saja belum sepenuhnya sadar ketika kejadian itu terjadi. Selama 25 tahun hidupnya, pagi ini adalah titik lelahnya untuk bersabar.Mungkin ibunya itu berani karena ayahnya sedang dinas keluar kota tapi Clara masih belum bisa menebak kenapa ibunya bisa melakukan hal itu.Di samping kanannya suda
Read more

18—I'm Here For You No Matter What

Selesai berciuman yang diinisiasi oleh Clara, Clara langsung mendorong Joy sejauh-jauhnya dan dengan kikuk menyiapkan makanan di atas meja makan. Joy pun menikmati makan pagi yang dirangkum menjadi satu menjadi makan siang itu dan tak lupa, untuk menjahili Clara yang mukanya sudah semerah kepiting rebus.Setiap Joy mendekat, Clara pasti memalingkan muka dan berdalih ingin ke kamar mandi lah, mengambil ponselnya dan pura-pura sibuk dan banyak alasan lainnya.Sampai geram sendiri melihat tingkat malu yang menggemaskan Clara, ketika mereka sudah kenyang, Joy menyita ponselnya dan mengurung gadis itu di dalam dekapannya di sofa ber-letter L tersebut.Joy menawarkan Clara untuk menonton sesuatu yang langsung Clara setujui.Mata Clara terpaku pada televisi yang menayangkan dra
Read more

19—Don't Panic But I Think...

Selasa siang, Ica dan Clara bertemu di salah satu restoran di dekat kantor Ica. Kali ini mereka bertemu hanya dua personil saja karena Ghiffary masih dinas di Jogja. Entah mengapa, Clara merasa berbunga-bunga. Dia merasa akhirnya hidupnya seperti yang dia inginkan. Punya sahabat yang pengertian dan sayang dengannya, rekan kantor yang juga berakhir menjadi sahabatnya—minus mantannya yang tidak waras itu, juga seseorang yang dia cintai dari lama dan berakhir menjadi pacarnya—yang ternyata jauh lebih indah dan mendebarkan dibanding jutaan mimpinya, juga keluarga yang… ya syukurnya lengkap—minus ibunya yang selalu bersikap tidak adil dan selalu mencari kesalahannya. Clara merasa hidupnya sudah mencapai satu titik kebahagian tiada tara yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dengan senyum yang masih menghiasi wajah
Read more

20—Late Night Talk

Pukul sebelas malam Joy baru mengabarinya. Ada rasa sedih, kecewa, dan marah yang bercokol di dalam hatinya.Berlebihan kah, jika Clara menangis karena hal ini?Berlebihan kah, jika Clara merasa ditipu?Clara pernah percaya pada seseorang tapi kepercayaan itu dihancurkan. Clara pernah mencintai seseorang bertahun-tahun tapi berakhir sengsara bertahun-tahun lamanya juga, walau saat ini kenyataannya Clara bersama sang pujaan hati, hal itu tidak semata-mata membuatnya lega.Ketukan di pintu kamarnya membuat Clara dengan cepat menghapus air mata yang untungnya belum terlanjur deras keluar.“Masuk.”Radit masuk sambil membawa tteokbokki—kue beras,
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status