Semua Bab I Love You My Secret Daddy: Bab 71 - Bab 80

89 Bab

Jangan ambil nyawa putraku!

Zaara yang sudah berjalan ke arah tempat parkir dengan berlinang bulir bening yang membasahi wajahnya, menghapus air mata yang ada di pipinya. Karena ia tidak ingin semakin larut dalam kesedihan dan ingin fokus pada putranya. "Aku harus melupakan daddy Arkan. Selama ini aku bisa hidup dengan baik tanpanya. Yang harus aku pikirkan hanyalah Arza. Sadarlah Zaara ... sadar!" Menepuk jidatnya berkali-kali untuk menyadarkan kebodohannya. Willy yang sudah tiba di parkiran, bisa melihat sosok wanita yang tengah berdiri di sebelah motornya dan sibuk memukul kepala. Ia buru-buru menahan tangan Zaara dan menatapnya tajam. "Berhenti menyalahkan dirimu, Zaara! Ini semua bukan salahmu, tetapi takdir yang telah mempermainkanmu. Jadi, jangan salahkan dirimu atas penculikan Arza. Mengerti!" Tanpa memperdulikan ancaman dari pria yang terlihat sangat murka padanya dan ia bisa melihat wajah lebam yang sudah membiru di tulang pipi itu, Zaara semakin menyalahkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-01
Baca selengkapnya

Membutuhkan darahmu

Semua orang yang tak lain adalah pengunjung taman, kini berkerumun untuk melihat pemandangan menyedihkan dari seorang ibu yang tengah bersimpuh di jalanan sambil memeluk putranya yang masih balita sudah bersimbah darah. Bahkan suara tangisan menyayat hati itu berhasil membuat beberapa wanita sudah meneteskan air mata. Sementara itu, Willy yang samar-samar mendengar suara dari Zaara, langsung mencari sumber suara dan mulai berlari untuk mencari wanita yang sangat dicintainya tersebut. Hingga ia mencurigai saat ada kerumunan orang yang tak jauh dari tempatnya berdiri. "Zaara, apakah dia yang tengah menangis?" Berjalan ke arah kerumunan orang dan membulatkan kedua matanya saat melihat wajah mengenaskan yang sudah banjir air mata saat memeluk bocah laki-laki bersimbah darah tersebut. Refleks ia langsung berteriak,  "Astaghfirullah, apa yang terjadi dengan putraku?" Tanpa bisa ditahannya, Willy pun k
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-03
Baca selengkapnya

Harus bagaimana

Flashback on ... Selama di dalam mobil yang membawanya menuju ke arah hotel Arwana, Arkan tidak berhenti memikirkan cara untuk membuat Rini mengatakan keberadaan Arza. Karena baru saja ia mendapat kabar dari Krisna bahwa Rini hanya sendirian di hotel. Namun, beberapa saat yang lalu sudah menyuruh seorang pria untuk membawa anak kecil tidak berdosa itu keluar dari hotel. Dan sebuah kabar yang lainnya adalah mendengar bahwa Rini dan pria tersebut menginap di kamar yang sama. "Sepertinya Rini sudah benar-benar gila, karena berpikir aku akan menikahinya setelah semalaman ia bersenang-senang dengan pria lain. Astaga, rasanya aku ingin sekali membunuhnya!" geram Arkan yang sudah mengepalkan kedua tangannya. Tidak lupa rahangnya yang mengeras dan giginya yang saling beradu saat merasa murka. Masih dengan menatap frustasi ke arah kendaraan yang melintas di jalanan kota kembang tersebut, Arkan tidak berhenti mengumpat kebodohanny
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-04
Baca selengkapnya

Jatuh pingsan

Zaara yang berada di depan ruangan operasi, terlihat berjalan mondar-mandir dengan pandangan terfokus ke arah koridor rumah sakit. Hatinya merasa sangat gelisah saat menunggu kedatangan dari sosok pria yang sangat berarti untuknya untuk menyelamatkan Arza. Sementara itu, Willy jauh lebih mengenaskan keadaannya saat menganggap dirinya sama sekali tidak berguna di saat genting untuk menyelamatkan Arza yang sudah dianggap seperti putra kandungnya sendiri. "Di saat seperti ini, baru kusadari bahwa aku memang tidak mempunyai hak sama sekali untuk mengakui Arza adalah putraku. Karena aku memang sama sekali tidak berguna. Dasar bodoh, kamu Willy! Lihatlah nasibmu yang sangat menyedihkan ini," lirih Willy yang menatap ke arah sosok wanita cantik tak jauh darinya. Meskipun keadaan Zaara terlihat sangat mengenaskan. Yaitu, wajah sembab dengan rambut kusut dan gaun penuh dengan darah dari Arza, tidak menghilangkan aura kecantikan y
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-07
Baca selengkapnya

Aku akan membunuhmu!

Arkan dan Willy yang saat ini sama-sama tengah menahan tubuh mungil yang hampir jatuh terhempas ke lantai saat kehilangan kesadarannya. Keduanya pun langsung saling ber-sitatap dan seolah ingin menunjukkan kuasanya masing-masing atas diri sosok wanita dengan wajah sangat pucat yang seperti mayat hidup itu. Willy yang ingin melindungi sosok istri yang sudah dinikahinya selama 3 tahun. Sedangkan Arkan semakin merasa berkuasa atas diri Zaara setelah hari ini. Karena ia adalah ayah biologis dari Arza dan kini baru mengetahui alasan wanita yang sangat dicintainya itu menikah dengan sosok pria yang saat ini ditatapnya dengan sangat tajam. "Lepaskan tanganmu dari ibu anakku!" hardik Arkan dengan menepuk cukup kuat pundak Willy. "Biar aku yang membawa Zaara ke ruangan yang akan ditempati oleh putraku." Kalimat menohok dari pria yang semakin tidak bisa dilawannya itu, seolah seperti sebilah belati yang kini tepat menghujam jantun
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-10
Baca selengkapnya

Memberikan hukuman

Flashback on ...Arkan tadinya ingin melepaskan tangannya dari telapak tangan wanita yang masih kehilangan kesadarannya tersebut. Tentu saja, ia ingin duduk di sebelah putranya yang terbaring di sebelah ranjang perawatan Zaara. Namun, ia melihat pergerakan dari jemari lentik yang dari tadi dipegangnya. Akhirnya ia bisa bernapas lega saat melihat Zaara beberapa kali mengerjapkan mata. Tadinya ia fokus mengamati putranya yang baru saja dipindahkan ke dalam ruangan. Status barunya sebagai seorang ayah, benar-benar membuat perasaan membuncah dan berkecamuk. Hingga ia yang tidak pernah menangis, kini sampai berkali-kali mengeluarkan air mata."Sayang, syukurlah kamu sudah sadar." Mengusap lembut pipi putih Zaara dengan ibu jari sambil menyunggingkan seulas senyum. Awalnya, Zaara yang baru saja membuka kedua matanya, mengamati suasana di sekitar. Hingga ia langsung mengingat tentang kejadian mengerikan yang terjadi di depan matanya. Refleks ia langs
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-10
Baca selengkapnya

Harus menceraikan

Zaara yang saat ini tengah memegang pergelangan telapak tangan mungil dari putranya, tidak berkedip menatap ke arah balita dengan berbagai macam peralatan medis di tubuhnya tersebut. Tidak lupa suara dari monitor yang saat ini berbunyi memecahkan keheningan di dalam ruangan perawatan yang saat ini merupakan sebuah ruangan terbaik di rumah sakit.  "Cepatlah bangun, Sayang. Mama tidak bisa hidup tanpa Arza. Ada papamu yang sangat menyayangimu, Sayang. Papamu akan melakukan semua yang terbaik untukmu. Apa Arza tidak ingin bertemu papa kandung yang sangat menyayangimu?" Bulir bening lolos dari bola matanya. Entah sudah berapa kali ia mengeluarkan air matanya hari ini yang tidak kunjung kering meskipun sudah beberapa kali menganak sungai di pipinya. Saat Zaara menghapus air matanya, indera pendengarannya menangkap suara bariton dari seseorang yang sangat dihafalnya. "Seperti suara papa." Zaara berkali-kali menggelengkan kepalanya menanggapi
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-11
Baca selengkapnya

Amnesia

Endang Susanti yang merasa sangat terkejut dengan perbuatan dari pria yang merupakan bukan orang sembarangan itu, refleks langsung mundur ke belakang. Bukan hanya itu saja, tangannya kini sudah membekap mulutnya saat mendengar kalimat terakhir dari pria yang masih tidak berpindah dari posisinya saat berlutut di bawah kakinya. "Astaghfirullah, apa yang Anda lakukan? Lebih baik Anda cepat berdiri. Tidak pantas orang miskin yang berasal dari rakyat jelata seperti kami mendapatkan perlakuan seperti ini." Endang Susanti berniat untuk membantu pria yang masih menundukkan kepala di hadapannya. Berbeda dengan yang dirasakan oleh Willy, ia merasa sangat terhina saat atasannya itu seolah menganggapnya mudah dibeli dengan uang. Dengan menahan tangan sang ibu yang hendak membantu Arkan berdiri, Willy mengarahkan tatapan menusuk pada Arkan setelah sebelumnya memberikan sebuah kode pada sang ibu untuk mengurungkan niatnya. "Biarkan sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-12
Baca selengkapnya

Melamar

Zaara menggerakkan telapak tangannya sesekali. Saat ia masih belum membuka kelopak matanya, samar-samar terdengar suara bariton seorang pria yang tengah menjelaskan tentang amnesia.  Saat kesadarannya mulai terkumpul, ia membuka mata dan bisa dilihatnya 3 sosok pria yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat tengah memunggunginya. Karena sedang mendengarkan dengan sangat serius penjelasan dari dokter mengenai putranya.  Sehingga ia refleks perlahan bangkit dari posisinya yang dari tadi berbaring di atas ranjang. "A-apa, Dokter? Puteraku kini mengalami amnesia?" Refleks semua orang yang awalnya dari tadi sibuk mengamati bocah laki-laki yang sudah kembali tertidur tersebut. Karena diberikan obat penenang agar beristirahat dan tidak bergerak karena menangis. Semua orang menoleh ke arah Zaara yang sudah berusaha untuk turun dari atas ranjang. Awalnya Arkan ingin membantu Zaara, tetapi ia m
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-13
Baca selengkapnya

Satu lagi penghalang

Arkan yang saat ini tengah menopang kaki dengan kedua lututnya di atas lantai dingin, sesekali mengusap lembut punggung tangan dengan jemari lentik di atas gaun selutut yang penuh dengan noda darah tersebut. Ia sama sekali tidak merasa jijik saat melihat bekas darah yang sudah mulai mengering dari penampilan sosok wanita yang terlihat beberapa kali mengerjapkan mata. Karena ia yang sudah mendongak, menatap ke arah wajah sembab yang sangat kusut tersebut. "Sayang, aku ...." Refleks Zaara langsung melepaskan kasar telapak tangan yang dari tadi ada dalam kuasa jemari dengan buku-buku kuat tersebut. Dengan mengarahkan tangan ke depan wajah pria yang ia potong ucapannya, Zaara buru-buru mengungkapkan apa yang ada di otaknya. "Stop! Aku belum siap, Daddy Arkan." Sementara itu, Arkan yang saat ini tengah menaikkan kedua alisnya, merasa kebingungan dengan apa yang barusan diungkapkan oleh Zaara. "Belum siap?
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-15
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status