Home / Romansa / Pernikahan Dini : Brittle / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Pernikahan Dini : Brittle : Chapter 31 - Chapter 40

60 Chapters

Season II : Masalah Anna

       Anna menuntun Biya menuju taman belakang, sore yang cerah mungkin bisa membuat mood Biya semakin baik. Anna pun ingin perpisahannya dengan Biya akan terus terkenang. "Kenapa kamu putusin tinggal di sini daripada di kota?" Biya duduk di sebrang samping Anna. "Enak, bisa liat yang langka kayak gini.. Udaranya juga sehat.." Anna menatap lurus pemandangan di depannya. "Iyah, aku setuju.." Biya menghirup udara segar dengan dalam dan penuh penghayatan. "Aku lagi bimbang, Biya.." Anna menunduk sekilas sebelum kembali menatap pemandangan di depannya. Biya menoleh sekilas."Bimbang? Soal apa?" tanyanya. Anna tersenyum tipis saat melihat anak - anak desa bermain di sawah."Bimbang karena Zared ajak aku nika
Read more

Season II : Fantasi Liar Biya

      Zared menuntun Anna menuju kamar dengan terlihat marah. Zared merasa kecewa karena ketidak jujuran Anna, seolah - olah dia tidak percaya padanya. "Jadi, semua gara - gara itu.." Zared masih memunggungi Anna, tidak ingin menampilkan wajah penuh amarahnya pada wanita kesayangannya itu. "Kamu terus nolak.." tambahnya dengan senyum kecut menghiasi bibir Zared. Anna menunduk, memainkan tali di pakaiannya. Anna hanya bisa menggigit daging dalam pipinya. "Aku pikir kita udah kenal, ternyata waktu yang panjang engga jamin kita kenal.." nada suara Zared terdengar dingin dan kecewa."aku kecewa, jujur aja.." lanjutnya. Anna menghela nafas pelan."Kamu tahu, Zared.. Cerita kayak tadi ke Biya rasanya sama aja buka luka lama yang kia
Read more

Season II : Bertemu Vina

        Brian menyeka peluh di pelipis Biya, tatapannya terlihat khawatir. Apa dia terlalu keras? Apa dia menyakiti Biya dan baby? "Apa ada yang sakit, sayang?" Brian membingkai wajah Biya, mengecup dagunya dengan sebelah tangan mengusap perut yang sudah besar itu. Biya menggeleng dengan tersenyum tipis."Maaf, aku jadi gampang cape.." akunya dengan suara lemah saking lemasnya. "Kenapa minta maaf, sayang.. Aku yang salah, harusnya_" "Aku yang mau.." potong Biya seraya mengusap rahang Brian dengan lembut. Brian tersenyum, merapihkan rambut Biya dengan penuh perhatian."Cantik banget sih kamu, mama.." di coleknya hidung Biya sekilas. Biya tersipu lemah dengan jantung berdebar. 
Read more

Season II : Saling membutuhkan

     Biya menunjuk makanan yang tersaji cukup banyak di depannya."Mau itu.." pintanya sedikit manja. Brian mengulum senyum, dalam hati dia terkekeh geli. Biya tidak manja, tidak banyak merengek dan hari ini sebaliknya. Brian sadar, Biyanya tengah menunjukan kalau dia miliknya pada Vina. Oh manisnya... Batin Brian mengerang haru nan gemas. "Ini sayang? Segini?" Brian bertanya seraya menyendokan beberapa sendok pada piring Biya. "Hm, udah cukup.." Biya menyetop Brian dengan mengusap lengannya. Ugh! Brian suka sentuhan kulit hari ini, begitu banyak Biya mengusap, menyentuhnya. Brian menyimpan piring lalu mendekat pada Biya dan berbisik mesra. "Aku punya kamu kok, sayang.. Ja
Read more

Season II : Bahagia

      Brian mengerutkan alisnya saat melihat Biya berbincang dengan Aldi, sepupunya yang baru pulang dari China. "Ngapain kesini?" tanya Brian tidak bersahabat. "Jenguk sepupu gue.." di liriknya perut Biya sekilas. "Oh, jangan lama - lama." balasnya dengan acuh. Aldi mengulum senyum geli, Brian tidak berubah sama sekali. Dia dan Brian memang selalu tidak akur dari zaman belum sekolah. "Ga kangen emang lo sama gue?" Aldi menaik turunkan alisnya dengan menyebalkan. "Ga." Brian mengusap perut Biya, malas jika harus bersinggungan dengan Aldi. Biya tersenyum tipis, kata Zela dia tidak usah aneh dengan tingkah keduanya. Walau sering bertengkar, mereka sebenarnya akur dan tidak salin
Read more

Season II : Pantas Jadi Mama.

      Biya sudah mulai bisa berjalan walau belum terlalu boleh aktif. Seminggu berlalu. Biya masih saja kaku, untung ada Zela yang siap membantu. "Mandiinnya pelan, lebih ke feeling, jangan terlalu tergesa sama ceroboh, harus lembut dan hati - hati.." Zela mengusap sabun bayi di tubuh Glen, menyiram air hangat lalu kembali mengusapnya. Biya terlihat mengamati dengan serius, Brian yang ada di samping Biya pun sama - sama mengamati. "Cucu, nenek baik banget, ga rewel kaya papanya dulu.." kata Zela membuat Glen tersenyum, seolah mengerti kalau dia tengah di puji. Biya dan Brian ikut tersenyum, anaknya begitu tampan dan murah senyum. Brian melihatnya seperti, Biya.
Read more

Season II : Masalah Aldi dan sakitnya Glen

      Aldi terlihat tengah bersantai di taman belakang rumah Brian dan Biya. Tatapannya terlihat lurus menerawang. Alasan dia pulang ke tanah kelahirannya karena dia sedang ada masalah. "Ngapain masih di sini?" nada sewot Brian terdengar menghibur di telinga Aldi. Aldi terkekeh pelan seraya menoleh ke arah Brian yang baru duduk di kursi sampingnya. "Ga bisa beli tiket, gue lagi bokek, Bri." Aldi jelas saja bercanda, dia memang sedang tidak ingin kembali ke China. "Alah! Sewa kupu - kupu setiap malem bisa, masa beli tiket ga bisa." Brian jelas saja tidak percaya dengan omongan Aldi. "Itu kebutuhan, lebih di utamain kali." balas Aldi dengan santai. "Lo masih muda, doyan banget jajan, sperma lo di buang - buan
Read more

Season II : Kebahagiaan sederhana.

        Aldi keluar dari pekarangan rumah Brian, dia ingin jalan - jalan sambil membeli mie ayam yang ada di depan gang perumahan. Langkahnya terus terayun santai, Aldi melirik gadis kecil berkucir kuda yang tengah memanjat pohon mangga itu. Aldi menghentikan langkahnya, mengamati sesaat. Senyum tanpa sadar terbit dari bibirnya. Sepertinya, gadis itu sedang ke susahan turun. Naik bisa dan turun tidak bisa. Dia pernah di posisi itu saat mencuri jambu bersama Brian dulu, sebelum masuk taman kanak - kanan. Sungguh nakal sekali. "Dek, ngapain?" Aldi mendekat, menatap wajah menggemaskan itu dengan hangat. "Anu, om—Ana, lupa caranya turun gimana." suaranya terdengar serak, seperti ingin menangis. 
Read more

Season II : Kabur

     Brian menggeleng pelan, baru turun dari mobil dia sudah di suguhkan pemandangan Aldi yang tengah berbincang dengan Ana. Brian tidak mau mengganggu, walau dia agak heran karena tumben Ana di lepas begitu saja. "Sayang aku pulang." Brian memasuki rumah, mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Biya dan sang bayi—Glen. "Sayang, kamu di man—" Brian tersentak pelan saat berpapasan dengan Biya di belokan sebelum pintu kamar. "Kaget!" Biya memukul manja bahu Brian. "Sama, sayang." Brian meraih kepala Biya, mendaratkan kecupan di pipi dan bibirnya sekilas. "Tumben udah pulang?" Biya mengusap pipi Brian sekilas. "Udah beres, ga sabar juga mau main sama Glen." Brian
Read more

Season II : Aldi berulah, Brian marah.

          Ana melirik Aldi yang tengah berbincang dengan teman yang di temuinya. Ana melirik jus jeruk dan lalu minuman Aldi yang lebih menggiurkan itu. Aldi terus saja berbincang, membahas soal pengalaman - pengalaman di China hingga tidak sadar kalau Ana sudah mabuk di tempatnya karena meneguk minuman Aldi. "Ana cape." racaunya seperti berkumur. Aldi yang samar mendengar sontak menoleh, lalu membolakan matanya kaget."Ana? Kamu kenapa?—" di liriknya gelas minumannya."astaga! Kamu habisin—" Aldi memutuskan menggendong tubuh menggeliat Ana. ***Ana meringis, menggeliat seperti cacing kepanasan di atas kasur hotel itu. Aldi terlihat mondar - mandir. Di li
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status