Semua Bab PERNIKAHAN YANG TERNODA: Bab 81 - Bab 90

126 Bab

81. MAAFIN GUE, KI!

"Gue jadi curiga kalau kematian Kiara itu nggak bener-bener murni aksi bunuh diri," gumam Aksel di sela-sela pikirannya. Tatapannya jauh ke depan. Dengan ke dua tangan yang terlipat di dada. "Maksud lo?" tanya Marcel tak mengerti. "Seperti penjelasan Pak Gun tadi ke gue, saat dia kembali melihat bekas luka di leher Kiara, seperti sebuah luka yang sejak awal memang sudah ada sebelum dia gantung diri. Pak Gun bilang, jarang kasus orang bunuh diri, luka di lehernya sampai mengeluarkan darah seperti yang terjadi pada Kiara," Aksel masih berpikir. "Apa mungkin, ini ada sangkut pautnya dengan kasus pemerkosaan Raline?" Mendengar kalimat pemerkosaan, mata Marcel sontak melebar. "Raline di perkosa? Sama siapa?" tanyanya kaget. Aksel menatap Marcel dengan mata yang menyipit. "Lo bisa jaga rahasia?" tanyanya ragu. "Emang gue cewek, mulutnya lemes?" protes Marcel tidak terima. "Raline di perkosa sama Bastian!" ucap Aksel singkat. Hanya ingin meng
Baca selengkapnya

82. TUMPUAN HARAPAN

Matahari masih setia bertahta pada singgasananya. Memancarkan sinar keemasan yang menguasai langit. Ke dua manusia itu terlihat begitu asik menatap angkasa. Tangan si lelaki terlihat melingkar di bahu wanitanya. Senja hampir saja tiba, di mana piringan matahari secara keseluruhan akan menghilang dari b. Dan ke dua sejoli itu tak ingin melewati detik-detik indah itu. Matahari semakin condong ke barat dan berwarna kemerahan. Indah sekali. Menara Eiffel pada malam hari juga dihiasi oleh kerlap-kerlip lampu yang menawan. Dan lampu itu akan menyala saat senja mulai berakhir. Dari atas menara eiffel, Basti dan Raline menikmati suasana kota Paris yang begitu menawan di malam hari. "Aku suka banget sama senja di sini, Bas... Indah banget..." seru Raline seraya menunjuk pada satu titik keemasan nunjauh di sana. "Biasa aja sih menurut aku, lebih indah saat menatap kamu," ucap Basti dengan tatapannya yang berbinar pada Raline di sisinya. Raline mengulum
Baca selengkapnya

83. PERANTARA

Selimut duka masih terus menyelubungi keadaan rumah Raline pasca pemakaman sang Ayah dan adiknya Kiara kemarin. Usai tahlilan bersama yang dihadiri oleh warga setempat, rumah Raline terlihat sunyi. Mobil Bayu masih terparkir di sana. Bahkan sejak kemarin malam. Bayu sama sekali tidak pulang, padahal Raline sudah menyuruhnya pulang berkali-kali, tapi Bayu tidak juga pergi. Sampai akhirnya Raline lelah dan membiarkan Bayu melakukan apapun yang dia inginkan dirumahnya. "Aku bantu ya, Lin?" ucap Bayu yang menghampiri Raline di dalam kamar Kiara. Saat itu, Raline sedang membenahi barang-barang Kiara dan memasukannya ke dalam kardus. Raline menoleh sekilas tanpa minat sama sekali. "Nggak usah, Bay. Aku bisa sendiri," ucapnya datar. Sebenarnya, Raline tak ingin bersikap kasar pada Bayu, hanya saja keberadaan Bayu di sini membuatnya tidak nyaman. Raline sadar Bayu hanya berniat membantu, bahkan saat pemakaman pun Bayu bersedi
Baca selengkapnya

84. SEPERTI BUMI DAN LANGIT

"Jadi siapa orangnya?" tanya Bayu dingin. "Kakakmu!" jawab Raline singkat. Dia mengalihkan pandangannya dari Bayu saat menjawab pertanyaan itu. Berat rasanya untuk kembali menyebut-nyebut nama laki-laki itu. "Apa Lin? Basti maksud kamu?" tanya Bayu tak percaya. Bayu melengos satu kali lalu tertawa pelan. Seolah-olah apa yang dikatakan Raline itu hanyalah sebuah lelucon. Sejauh ini Raline tidak menjawab. Baginya cukup jelas semua yang dikatakannya pada Bayu. Dan Raline berharap Bayu bisa menyadari kesalahan yang telah dia lakukan selama ini, terhadap sang Kakak. "Kamu masih mencintai Basti, Lin?" tanya Bayu yang mendapati gelagat berbeda dari wajah Raline saat ini. Raline yang seolah sedang menutupi perasaannya malam ini. "Aku lagi nggak mau bahas masalah itu, Bay." tolak Raline mengelak. Dia hendak pergi dari kamar Kiara. Namun langkahnya terhenti saat tiba-tiba lengannya di tahan oleh Bayu. "Aku tanya serius sama kamu, Lin. Apa kamu m
Baca selengkapnya

85. RENCANA JAHAT

Helen baru saja menjemput kebebasan Jonas dari penjara. Senyum cerah terus mewarnai wajahnya. Helen tak melepaskan sedikitpun genggaman jemarinya di lengan Jonas di sepanjang perjalanan mereka menuju rumah sakit. Rencananya Jonas akan langsung melihat keadaan Basti saat ini. Laki-laki itu sudah tidak sabar ingin memeluk Basti seperti dulu saat Basti selalu merengek manja padanya. Basti itu adalah sosok anak laki-laki yang pemberani. Dia itu kuat, dia tidak cengeng, meski dia itu sangat manja pada Jonas, tapi Basti tak pernah membuat Jonas marah. Basti itu anak yang sangat baik di mata Jonas. Namun sayang, sejak kematian Jennie itulah, Jonas terus mendapat aduan tidak menyenangkan dari Kisyan tentang Basti. Dan Jonas sangat menyayangkan hal itu. Perasaan bersalahnya kian menjadi-jadi. Jonas merasa gagal menjadi seorang Ayah yang baik bagi putra tersayangnya itu. "Sampai detik ini aku belum bertemu Bayu, Mas. Aku sudah mencoba bicara padanya untuk tidak mengganggu Rali
Baca selengkapnya

86. PENYUSUP

Semua barang-barang Kiara sudah di kemas rapi di dalam beberapa kardus, juga pakaian-pakaian Ibnu. Rencananya semua barang-barang itu akan Raline sumbangkan ke yayasan yatim piatu. Tanpa sadar, tatapan Raline tertuju pada sebuah kotak kado berwarna ungu yang terletak di atas tumpukan kardus-kardus pakaian Kiara. Tangan Raline perlahan meraih kotak itu. Tertulis sebuah tulisan di atas kotak itu 'Happy Birthday My Sister'. Ini adalah kado yang Raline beli di Maldives untuk Kiara. Karena Raline tahu, malam kepulangannya dari Eropa hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun adiknya. Dan naasnya, isi kado itu, bukan dia yang memilih. Tapi laki-laki itu... * "Aku bingung deh sayang, beliin apa ya untuk kado ulang tahun Kiara? Yang aneh-aneh gitu, yang nggak ada di Indonesia," Raline terkekeh di akhir kalimatnya. Kini mereka sedang berada di Club Med Kani Maldives. Setiap weekend, di t
Baca selengkapnya

87. INGATAN YANG MENIPU

"Bayu?" Raline yang terlihat begitu shock langsung menyambar handuknya di lantai. Karena saat itu dia baru saja selesai mengenakan bawahan. "Ngapain kamu di sini Bay? KELUAR BAYU!" teriak Raline saat itu juga. Tangannya menghentak dengan telunjuk yang mengarah ke pintu kamarnya. "KELUAR BAYU! KALAU NGGAK AKU AKAN TERIAK!" bentak Raline lagi. Dia berjalan cepat menuju pintu tempat di mana Bayu kini berdiri. Namun naas bagi Raline, saat dia mendekat dan hendak membuka pintu kamarnya, Bayu sigap mengunci tangan Raline. Handuk yang membalut tubuh Raline terjatuh karena Raline yang panik hanya melilit asal handuk itu tadi. Dan saat Raline hendak berteriak, Bayu langsung membekap mulut Raline dengan satu tangannya yang lain. Raline terus berontak dan berteriak tertahan saat Bayu menggiringnya ke atas kasur lantai di dalam kamar Raline. Tatapan Bayu terus mencuri pandang pada ke dua gundukan bukit kembar Raline yang kini hanya terhal
Baca selengkapnya

88. TERSIMPAN RAPAT

Kedatangan Jonas dan Helen sungguh tepat waktu. Helen yang terkejut saat mendengar suara teriakan Raline yang meminta tolong dari dalam kamarnya langsung menerobos masuk ke dalam rumah bersama Jonas dan Hans, sebab pintu rumah Raline pun dalam keadaan terbuka saat itu. Dengan sigap, Jonas mengangkat tubuh Basti yang pingsan, sementara Hans membantu Bayu bangkit untuk kemudian memapah Bayu berjalan menuju mobil. Bayu saat itu masih dalam keadaan sadar. Namun dia terlihat sangat lemah karena sudah kehilangan begitu banyak darah. Jonas dan Hans langsung berangkat menuju rumah sakit. Jonas mengerti, Helen masih harus menenangkan Raline. Meski dia sendiri belum tahu apa yang telah terjadi di kamar itu tadi. Sementara itu, Helen yang masih berada di dalam kamar bersama Raline, terlihat mendekat ke arah Raline dan mencoba menenangkan menantunya yang menangis shock di pojok ruangan. "Tenang, sayang. Ada Mamih di sini," ucap Helen seraya memeluk Raline
Baca selengkapnya

89. KEBENARAN

Sampai detik ini, Basti belum juga sadarkan diri. Sementara kondisi Bayu sudah terlihat jauh lebih baik. Bahkan dia sudah bisa berjalan ke kamar mandi sendiri tanpa perlu di bantu oleh siapapun. Ya, jelas Bayu tidak akan meminta Bantuan siapapun saat ini. Sebab yang ada di dalam ruangannya sejak dia sadar tadi hanya seorang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit putih setengah bule, dengan senyumnya yang terlihat ramah. Tapi Bayu terus berusaha menyangkal hal itu. Dia tahu, bahwa semua hal yang ada di dalam diri laki-laki itu palsu. Bahkan senyumnya itu hanyalah kiasan untuk menutupi kebusukannya. Bayu sendiri harus terus waspada sekarang. Bisa saja, keberadaan laki-laki itu di sini karena berniat untuk melenyapkan dirinya. Dasar, manusia busuk! Bayu benar-benar muak pada lelaki bernama Jonas itu. Laki-laki yang terus berpura-pura baik dihadapannya sejak tadi. Menawarkan Bayu makanan ini dan itu. Menawarkan bantuan saat Ba
Baca selengkapnya

90. PENYESALAN BAYU

"Benar Bos, hari ini Jonas bebas dari penjara. Dia mendapatkan keringanan masa tahanan karena berkelakuan baik semasa dia mendekam di penjara, lalu bagaimana dengan rencana kita selanjutnya, Bos? Apa kita harus melaksanakan plan B?" ucap suara seorang laki-laki dari seberang. "Apa? Jonas sudah bebas?" teriak Aldri menjawab telepon itu. Aldri beranjak dari atas tempat tidurnya. Gairahnya untuk meniduri jalang murahan yang kini tertidur di sebelahnya tiba-tiba saja menguap entah kemana, saat orang suruhannya memberitahukan kabar terburuk yang harus dia dengar malam ini. "Kenapa, Om? Kok berhenti? Tanggung... Om..." suara lembut wanita jalang itu terdengar menggoda. Bahkan tubuh bugil itu kini beranjak mendekati Aldri yang terduduk di sisi ranjang. Tubuh Aldri pun sudah hampir bugil, hanya menyisakan sebuah celana dalam abu-abu yang masih melekat di tubuh atletisnya yang semakin terlihat matang di usianya yang sudah melebihi kepala lima. Aldri menepis tangan pel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status