Home / Romansa / A Gentle Kiss / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of A Gentle Kiss: Chapter 11 - Chapter 20

35 Chapters

11. Trauma

Raina tidak bisa dipaksa. Bukan hanya karena Raina tidak suka. Akan tetapi traumanya bisa saja kembali jika diperlakukan kasar. Bayangan kejahatan Dhaka bisa muncul, membuat dada terasa sesak. Raina akan mengalami ketakutan berlebihan. Semua itu terjadi saat ini. Dan Devan tidak menyadari itu.Dua detik setelahnya, Devan melepas cengkramannya pada Raina. Merasa Raina semakin menjadi untuk menolaknya, dia menyerah. Devan beranjak dari ranjang lalu keluar kamar. Pintu yang tidak berdosa jadi sasarannya, saat tertutup dengan kuat.Raina terperanjat mendengar suara pintu itu. Rasa kesal suaminya sampai pada hatinya. Mungkin Devan akan pergi lagi seperti biasa. Raina menyibak selimut bergegas mengikuti Devan.Dugaan Raina salah, Devan tidak ke mana-mana hanya duduk di sofa. Raina melihat sudah ada segelas air putih di meja, bekas Devan minum.Raina menatap Devan lekat, sampai Devan p
Read more

12. Hilangnya Kepercayaan

Devan sedang berada di Restoran tempat dia biasa makan siang. Saat menunggu menu pesanan datang, dia membuka ponsel untuk mengecek CCTV yang terhubung ke ponselnya. Beberapa hari lalu, dia sengaja memasang di rumahnya. Berharap memergoki Dhaka datang ke rumah, tapi hal itu tidak terjadi. Malahan yang ada, dia merindukan Raina yang terlihat mondar mandir di rumah sambil menjaga Zian. Dia melihat wanita itu memainkan gitar saat Zian terlelap tidur. "Boleh duduk?"Devan mendengar suara anggun seorang wanita menyapanya. Dia mendongak meskipun hafal suara siapa itu. "Kamu ... kenapa bisa ada di tempat ini?""Aku tahu kamu suka makan siang di sini."Devan mendengkus, dia menyesap kopi yang datang lebih dahulu dari tadi.Kirana duduk berhadapan dengan Devan, meskipun dia sendiri tidak mendengar Devan mengijinkannya duduk.
Read more

13. Wanita Lain

Ponsel Raina berbunyi, itu chat dari Naya. Biasanya teman Raina itu cuma mengirim pesan jika sedang ingin curhat antara dia dan pacarnya. Namun kali ini beda, Raina hampir saja menjatuhkan ponsel sesaat setelah membaca ponsel itu.   "Rain, barusan aku lihat lakimu masuk ke restoran bareng cewek cantik."   "Yang benar? Kamu salah lihat kali." Raina membalas dengan tangan bergetar.   "Awalnya aku juga takut salah orang, tapi setelah diteliti emang itu suamimu."   "Ada fotonya, gak?"  
Read more

14. Kesalahan Fatal

Devan terbangun dari tidur. Dia mendapati Raina masih memeluk dirinya.  pegal. "Rain, minggir aku mau mandi!"Raina tidak merespon, napasnya yang berburu tidak beraturan menandakan dia masih pulas. Devan perlahan melepas tangan Raina yang melingkar  ke perutnya.Devan duduk di kasur dengan rambut yang acak-acakan. Dia tidak langsung turun untuk mandi malahan menatap ke arah istrinya yang masih pulas. Wajah wanita itu seperti kesejukan di pagi hari, menenangkan mata yang melihatnya.Devan tertegun mengingat dia sudah gagal melindungi wanita itu. Sebelum dia bicara langsung dengan Dhaka, dia tidak pernah bisa puas. Rasa cemburu menguasai diri, menjadikan dirinya sangat egois.Devan baru sadar, salah satu foto di kamar ini hilang. Ada bagian dinding yang kosong yang harusnya di isi satu foto lagi. Dia mencoba mengingat foto yang mana yang hilang. Akan tetapi lamunannya bu
Read more

15. Menyerah

"Kita harus pergi sekarang, sayang." Raina menatap Zian sendu, sambil memakaikannya baju setelan gambar super hero. Bagaimana pun juga, hari di mana dirinya menepati janji akan tiba. Raina sudah lelah dengan sikap Devan. Dia juga tak bisa jujur tentang Dhaka, khawatir ancaman Dhaka menjadi kenyataan. Dan yang lebih dia khawatirkan adalah, Devan berpihak pada adiknya tersebut karena hubungan kekeluargaan.  Namun sebenarnya, dia tak tahu harus kemana saat ini. Raina memiliki kesepakatan aneh dengan keluarga angkatnya. Kesepakatan yang terlalu menyudutkan Raina, saat dirinya tidak boleh kembali pulang ke keluarga Pak Arman setelah menikah. Mungkin istilah kasarnya adalah, keluarga Pak Arman membuangnya. Di dalam keluarga itu, Satu-satunya orang yang mengingin
Read more

16. Kenangan Pahit

Pada akhirnya, mereka hanya akan menjadi kisah masa lalu, dengan sisa-sisa kenangan yang tertinggal di sudut kamar. Foto pernikahan mereka tidak berpindah, begitupun baby walker milik Zian yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Semua dibiarkan pada tempatnya, seolah sisa-sisa kenangan itu sebagai teman di malam sunyi yang sepi.Jam sepuluh malam, pria itu berbaring akan tidur, namun niatnya ditanggalkan. Dia meraih gawai pada nakas menulis pesan pada orang yang baru satu bulan dia lepaskan. Baru satu bulan dan dia ternyata tidak sanggup untuk tidak melihatnya. Devan harus memastikan Raina dalam keadaan baik-baik saja."Selamat malam! Raina, gimana kabarmu dan Zian? Gimana juga kabar mamah dan papahmu? Zian di rumah kakek neneknya pasti betah, ya?"Devan menulis pesan di papan smart phone, hingga beberapa menit dia berdiskusi dengan dirinya sendiri untuk mengirim pesan atau tidak. Dan a
Read more

17. Raina Menghilang

Devan kembali ke tempat itu. Tempat di mana Raina mengajak Zian bermain. Datang ke sana, adalah satu-satunya cara agar Devan mengetahui kabar Raina, karena jika datang langsung ke rumah wanita itu, dia tidak siap untuk bertemu Ayahnya Raina. Mungkin, dia hanya bersedia bertemu dengan ayah mertuanya jika saat sidang perceraian nanti.Devan terlalu percaya diri Raina akan datang setiap akhir pekan, tapi ternyata tidak. Sudah beberapa jam Devan duduk di bangku taman Senopati, dan ternyata Raina tidak ada.Begitu pun minggu berikutnya. Sudah 3 kali setiap minggu Devan ke tempat yang sama, dan Raina masih tidak ada.Saat perjalanan pulang dari taman Senopati yang sia-sia, Devan menoleh ke arah rumah Raina saat mengemudi. Sebenarnya, untuk ke taman Senopati dia akan selalu melewati rumah itu. Namun, tidak ada niat di hati Devan untuk mampir walau sebentar.20 menit kemudian dia tiba d
Read more

18. Kehilangan Jejak

Rachel menutup pintu dengan kencang, menimbulkan getaran yang lumayan mengganggu pendengaran Devan. Devan ingin mengumpat pada orang yang sudah dengan lancang mengusirnya, tapi yang dia hadapi adalah seorang wanita. Devan menahan diri dari emosi, terlebih Rachel masih ibu mertuanya karena Devan masih belum mengurus perceraian dengan Raina. Devan memutar badan, berjalan lunglai hingga menuju tempat di mana mobilnya terparkir. Dia bersandar pada mobil, masih enggan menaikinya. Dia masih butuh waktu untuk berpikir, apakah Rachel berbohong atau jujur tentang keberadaan Raina. Lagipula, mau ke mana lagi Raina jika bukan ke rumah orang tuanya. Dan lagi-lagi, Devan merasakan sesak di dadanya. Rasa cemburu mengubur akal sehatnya. Entah keyakinan dari mana, hingga dia bisa berpikir Raina berada di kediaman Dhaka. Pikirannya terbayang-bayang bahwa Raina dalam dekapan pria itu.  Devan membuka aplikasi W******p, dia membuka kembali pesan dari Arka. Hampir saja, Deva
Read more

19. Berbeda Ibu

Ada satu hal yang membuat Devan dan Dhaka memiliki sifat yang berbeda meskipun mereka adalah kakak beradik. Yaitu, kisah keluarga mereka. Masa lalu Petra sebagai ayah dari kedua anak itu. Petra merasa tertipu, dia salah menikahi seorang wanita, Lusi ternyata seorang wanita penghibur yang diam-diam masih bertemu pria lain di belakangnya. Petra tidak segan membawa anak mereka Dhaka pergi bersamanya. Petra berpikir, bahwa Dhaka lebih baik hidup terpisah dengan ibunya yang memiliki pergaulan bebas. Saat itu Dhaka masih kecil, dia tidak mengerti mengapa Petra meninggalkan Lusi. Dhaka bertanya pada ayahnya, tapi Petra tidak pernah memberi jawaban yang pasti. Jawaban yang tidak bisa memuaskan hati Dhaka.  "Ayah, Aka pengen ketemu sama mama." Dhaka mengguncang lengan Petra, merajuk minta keinginannya dipenuhi. Petra yang sedang menatap layar laptop, menunda kegiatannya dia mengelus kepala anaknya yang masih balita. "Nanti kita ketemu mamah mu pas lebaran
Read more

20. Kerinduan yang Percuma

Devan pergi ke rumah Raina, tidak lebih hanya untuk mengajaknya pura-pura baikan di hadapan Petra. Akan tetapi ternyata wanita itu tidak ada di rumah orang tuanya. Bahkan di rumah Dhaka sekali pun. Mendadak Devan gelisah. Seharian dia memikirkan Raina. Devan menghempaskan diri di sofa setibanya di rumah. Jemarinya menutupi mata yang sedang terpejam. Pikirannya kacau karena dirinya tidak tahu di mana Raina berada. Dia sudah menghubungi beberapa teman lama Raina, tetapi tidak ada yang tahu. Arka yang saat itu sedang bersama Devan ikut duduk, dia menepuk-nepuk bahu Devan. "Kita nanti cari ke tempat teman Raina yang lain." "Gua gak kenal teman-teman Raina, selain yang tadi kita temui." "Iya, nanti gua ba
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status