Sudah hampir pukul dua belas malam, Ruin masih berada di rumah sakit, di ruangan pribadinya. Ia sedang mengkhawatirkan ibunya. Meski tidak banyak yang ibunya katakan siang tadi saat mengunjunginya, wanita tua itu secara tak langsung membicarakan anaknya yang hilang puluhan tahun lalu. Mungkin ibu ingin menjaga perasaan dokter itu ketika tidak meminta Ruin menyelidikinya, bahwa hal ini sudah sering mereka perdebatkan, sering juga menemukan kegagalan hingga membuat mereka kecewa. Ruin tidak ingin hal ini menjadi beban berkepanjangan. Ia ingin meminta ibunya merelakan kakaknya yang hilang itu. Tapi, itu tidak pernah diucapkan Ruin karena ia tak tahu persis bagaimana perasaan seorang ibu terhadap anaknya. Setiap malam ibunya berdoa untuk keselamatan putranya yang tidak ia lihat selama puluhan tahun. Ia sadar, seberapa pun senyum yang diperlihatkan ibunya setiap kali mereka bertemu, tetap terasa ada yang tidak sempurna dari senyum itu. Ada yan
Read more