Home / Fantasi / My Husband is The King of Wizard / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of My Husband is The King of Wizard: Chapter 11 - Chapter 20

34 Chapters

Bab 11 : Makan Malam Tak Terduga

Setelah kejadian itu, aku sering sekali diperhatikan oleh karyawan cewek yang begitu menyukai Regan. Tak jarang dari divisi lain mampir kemari hanya untuk melihat aku yang katanya cewek paling diinginkan pak Regan seentero Syahrend Group yang memiliki banyak cabang di seluruh Indonesia. Aku tidak terlalu yakin, tapi Sisi menceritakan hal ini berulang kali dan menggebu-gebu. Seperti saat ini, sepertinya kami harus lembur dan setiap hari harus lembur. Ini sebenarnya bagus, karena aku tidak perlu pusing-pusing untuk menghindari makan malam dengan keluarganya Okta. Aku juga lelah melihat kak Disa berakting atau Okta yang tidak bisa sadar jika pada akhirnya ia harus lebih memperhatikan kak Disa dari pada aku. Meskipun pada akhirnya Okta selalu mengirim pesan untuk membuatku segera berhenti dari pekerjaan ini. Aku selalu mengabaikannya, lama-lama aku merasa risih juga dengan bom pesan darinya. “Ada apa? Kelihatannya kamu
Read more

Bab 12 : Cukup Tahu Diri

Saat acara makan dimulai, rasanya susah untuk membuka mulutku karena ia terus menatapku dengan tatapan yang benar-benar menusuk. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan saat ia berhasil menunjukkan tatapan seperti itu. Maksudku, bisa dikatakan kami hanya bertemu beberapa kali tapi ia seolah tahu segalanya tentangku. “Jadi Okta itu siapa? Pacar kamu?” Sisi yang tidak peka ini bertanya dengan sangat lantang dan jelas, membuatku harus melirik pada Regan serta Guntur. Namun, ini bagus juga maksudku aku bisa sekaligus menjelaskan jika saat di depan kantor waktu itu bukanlah acara pacaran. “Bukan, dia calon tunangan kakakku,” kataku dan aku harap ia akan berhenti membulliku setelah mendengarkan hal ini. Namun, apa yang aku dapat? Ia tersenyum sinis. “Jadi kau bertemu dengan tunangan kakakmu secara diam-diam?” Ia mencoba menebak sekaligus membuat masalah denganku. 
Read more

Bab 13 : Penghalang?

Setelah mengatakan kata-kata yang tidak pernah ku katakana sebelumnya, aku memilih memasuki toilet dan duduk termenung di atas wc duduk. Penyesalan tiba-tiba saja datang dan merasa tak sepantasnya aku berbicara seperti itu kepada kak Disa dan Okta. Entah mengapa, aku merasa lelah harus menghadapi sikap sok polos mereka. Membiarkan diriku sendiri menahan segala emosi pun terasa tidak adil. Mereka bisa bertingkah bebas sesuka hati, sementara diriku harus terus berupaya untuk menjadi manusia yang baik. Setelah perenungan, aku memilih untuk keluar dari toilet dan aku sedikit bingung saat para cewek tersenyum sembari berbisik yang sedikit ku dengar membahas cowok ganteng yang sedang berdiri di depan toilet wanita. “Siapa ya ceweknya?” “Beruntung banget ya ceweknya.” Aku melihat beberapa yang masuk ke dalam toilet dan sepertinya aku juga penasaran. Seberapa ganteng cowok itu sampai
Read more

Bab 14 : Serangan Mendadak

Pukul lima pagi aku sudah selesai sholat dengan agenda lanjutan untuk beres-beres rumah. Semalam aku harus pulang jam sebelas malam dengan berbagai hal yang harus ku kerjakan. Seluruh tubuhku lelah, tetapi aku tidak akan menyerah hanya karena ini. Sembari mencuci piring, aku memikirkan beberapa hal. Salah satunya dengan sikap aneh bosku itu. Maksudku, kenapa ia terus-terusan menggangguku seperti itu? “Dara ….” Aku menoleh dan mama sudah bangun, berdiri di sampingku. “Iya, ada apa Ma?” tanyaku dan mama tersenyum. Aku sudah bisa menebak, kata apa yang selanjutnya mama akan katakana. “Seminggu lagi Disa tunangan sama Okta dan papa memutuskan acaranya akan diadakan di rumah kita,” kata mama yang aku tahu apa yang membuat papa mengatakan ini, semua karena keluarga om Obi sudah berbuat terlalu banyak untuk kita. Seharusnya kita semua mandiri, sesulit apa pun ekono
Read more

Bab 15 : Kamu Mudah di Takhlukan

Sudah lebih dari tiga puluh menit setelah kak Monica dipanggil dan tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Aku memandangi semua orang-orang yang berada di ruangan divisi pemasaran ini, mereka sama cemasnya sepertiku.Namun, tak lama pak Santoso datang dan berjalan mendekatiku. Ekspresi ketakutannya jelas dan aku rasa ia akan memarahiku habis-habisan karena semua ini terjadi karena aku yang kata orang menyita perhatian pak Regan sialan itu. Padahal, cowok itu yang bersikap berlebihan denganku.Sekarang aku jadi mengerti, yang Sandy maksud dengan posessif gila dan tidak mau Bagas menjadi cowok seperti itu. Tetapi, ironisnya aku dan Regan tidak memiliki hubungan apa pun? Seharusnya pemikiran ini tidak benar, kan? Mungkin saja ia sedang berusaha untuk mendisiplinkan kak Monica.“Dara …,” panggil pak Santoso. Aku mendengarkan helaan napasnya yang panjang. Mungkin dalam sejarah hidupnya selama bekerja, ini pertama kalinya ia menangani kasus dimana dua
Read more

Bab 16 : Merendam Lara

Tidak ada kata yang pantas untuk menggambarkan perasaan berkecambuk dalam diri. Selama berhari-hari aku berusaha menghindarinya untuk melarikan diri dari perasaan terhina. Aku memang bukan siapa-siapa yang patut untuk ia hargai, hanya saja ini tak terlalu adil karena aku tidak pernah berusaha untuk mengganggunya dalam hal apa pun. Tetapi kenapa? Aku harus terus menerima hinaan darinya?“Kenapa kita harus makan sembunyi-sembunyi?” Sisi menatapku bingung, sudah tiga hari ini ia bertanya dan aku tak menjawabnya.Aku bahkan juga tidak ambil pusing dengan hari pertunangan kak Disa yang semakin dekat dan mama yang terus mendesakku untuk mendapatkan uang dua puluh juta. Seolah aku merasa rela jika mereka bersama, setidaknya setelah ini aku tidak harus pusing menghadapi kak Disa yang selalu cemburu karena kedekatan kami.“Dara, kamu aneh setelah keluar dari ruang pak Regan. Apa yang terjadi saat itu?” tanyanya
Read more

Bab 17 : Bantuan dengan Syarat

Pada akhirnya aku harus menerima ajakannya untuk menantarkanku pulang, meskipun dengan segala kekesalan yang menumpuk karena sikapnya. Sepanjang perjalanan aku hanya bisa menghela napas untuk menetralkan segala kemarahan ini.“Bisa tidak kamu berhenti menghela napas?”Aku pun menoleh dan mendapati dirinya masih fokus memandangi jalanan yang gelap, hanya lampu jalanan sebagai penerang pendukung. “Aku nggak mengerti kamu, sama sekali. Bukannya kamu nggak suka deket-deket sama aku atau cewek sekantor dan sekarang apa? Jangan bilang ini hanya empati? Ayolah, aku tau kamu … ini bukan gayamu sama sekali untuk sok peduli sama siapa pun termasuk aku.” Ini adalah momentum yang tepat untuk mengatakan segala hal, sebab hanya ada kita berdua.Seketika Regan menghentikan mobilnya dan menatapku. “Maka jadilah wanita normal, jangan sering menyendiri dan mengekspresikan frustasimu dengan wajah itu. Aku tidak tahan melihatnya.”A
Read more

Bab 18 : Penjajahan Dimulai

Regan pulang, menyisahkan diriku yang sekarang terkepung dua wanita yang sedang gencar membujukku. Mau meminta bantuan papa juga tidak mungkin, terkadang aku merasa apa aku benar-benar anak keluarga ini? Mereka berdua sangat berisik dan tak mau mengalah.“Jadi kamu dikasih seratus juta nih?”Kak Disa terus-terusan bertanya tentang banyaknya nominal, aku yakin mereka berdua tidak akan rela dikasih dua puluh juta saja.“Ya kalau lebih dari dua puluh juta, mama nggak mau dikasih pas. Dilebihin boleh, buat sekalian beli baju baru, couple sekeluarga,” sahut mama yang kelewat semangat dan aku pasti kalah berdebat dengan mereka berdua yang akan menerorku setiap waktu.“Tiga puluh juta,” tawarku dan mama menggeleng bersamaan dengan kak Disa. Benar-benar, ini sebenarnya tawar menawar tentang apa sih?“Tambahin lagi dunk. Kita juga harus pergi ke salon biar cantik,” usul kak Disa yang membuatku memutar bola mat
Read more

Bab 19 : Perisai Yang Tangguh

Restaurant berbintang yang hanya akan dimasuki orang berkantong tebal. Kantong tipis sepertiku, orang kaya yang suka berhemat seperti Sandy atau Bagas tidak akan mau datang kemari. Bayangkan saja, menu minuman dan dessert saja diatas seratus ribu, belum menu makanan yang lainnya.Aku sudah menunggunya hampir sepuluh menit dan kenyataannya ia belum datang. “Jangan memesan makanan dulu sebelum pak Regan datang,” kata pelayannya yang sepertinya cukup mengenal Regan atau mungkin restaurant ini juga miliknya?Aku pun hanya bisa mengangguk sebelum akhirnya memilih menyandarkan diriku di sofa. Aku lelah dan perutku masih kosong, kelaparan saat pagi sudah menjadi hal biasa. Namun, aku malah disuruh untuk menunggunya, kalau tahu begini bukannya seharusnya aku makan saja dulu di rumah tadi.Tak lama, sosok Regan dan pria tua datang, di belakang mereka ada seorang wanita yang begitu cantik mengikuti. Melihat menampilan dan gestur mereka saja aku sudah merasa gu
Read more

Bab 20 : Ruangan Baru

Setelah hal yang menegangkan itu terjadi, kami kembali ke kantor. Beberapa tatapan tak biasa tentu menghujani kami dan sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan semuanya. Hanya saja, jika aku disuruh memilih, aku ingin menjadi karyawan biasa dengan ketenangan kemana pun aku pergi.Entah semenjak kapan? Ketenanganku terusik olehnya! Regan Syahrendra yang bagi orang lain dekat dengannya adalah sebuah keberuntungan, tapi bagiku dekat dengannya adalah petaka yang tak kasat mata. Aku pun merindukan ketenangan saat aku bekerja part time dengan mengandalkan segala kemampuanku untuk mendapatkan hasil yang sempurna.“Kamu ikut ke ruanganku dan Guntur, panggil Santoso,” perintahnya pada Guntur yang selalu menjadi patung berjalan, sampai-sampai aku ingin sekali mendengarkan suaranya lebih lama. Terkadang aku berpikir, bagaimana ia bisa mengatasi Regan yang cukup kritis dan menyebalkan itu? Apa hanya dengan pura-pura tuli atau mengabaikannya? Sepertinya aku dan Guntur
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status