Pada akhirnya aku harus menerima ajakannya untuk menantarkanku pulang, meskipun dengan segala kekesalan yang menumpuk karena sikapnya. Sepanjang perjalanan aku hanya bisa menghela napas untuk menetralkan segala kemarahan ini.
“Bisa tidak kamu berhenti menghela napas?”
Aku pun menoleh dan mendapati dirinya masih fokus memandangi jalanan yang gelap, hanya lampu jalanan sebagai penerang pendukung. “Aku nggak mengerti kamu, sama sekali. Bukannya kamu nggak suka deket-deket sama aku atau cewek sekantor dan sekarang apa? Jangan bilang ini hanya empati? Ayolah, aku tau kamu … ini bukan gayamu sama sekali untuk sok peduli sama siapa pun termasuk aku.” Ini adalah momentum yang tepat untuk mengatakan segala hal, sebab hanya ada kita berdua.
Seketika Regan menghentikan mobilnya dan menatapku. “Maka jadilah wanita normal, jangan sering menyendiri dan mengekspresikan frustasimu dengan wajah itu. Aku tidak tahan melihatnya.”
A
Regan pulang, menyisahkan diriku yang sekarang terkepung dua wanita yang sedang gencar membujukku. Mau meminta bantuan papa juga tidak mungkin, terkadang aku merasa apa aku benar-benar anak keluarga ini? Mereka berdua sangat berisik dan tak mau mengalah.“Jadi kamu dikasih seratus juta nih?”Kak Disa terus-terusan bertanya tentang banyaknya nominal, aku yakin mereka berdua tidak akan rela dikasih dua puluh juta saja.“Ya kalau lebih dari dua puluh juta, mama nggak mau dikasih pas. Dilebihin boleh, buat sekalian beli baju baru, couple sekeluarga,” sahut mama yang kelewat semangat dan aku pasti kalah berdebat dengan mereka berdua yang akan menerorku setiap waktu.“Tiga puluh juta,” tawarku dan mama menggeleng bersamaan dengan kak Disa. Benar-benar, ini sebenarnya tawar menawar tentang apa sih?“Tambahin lagi dunk. Kita juga harus pergi ke salon biar cantik,” usul kak Disa yang membuatku memutar bola mat
Restaurant berbintang yang hanya akan dimasuki orang berkantong tebal. Kantong tipis sepertiku, orang kaya yang suka berhemat seperti Sandy atau Bagas tidak akan mau datang kemari. Bayangkan saja, menu minuman dan dessert saja diatas seratus ribu, belum menu makanan yang lainnya.Aku sudah menunggunya hampir sepuluh menit dan kenyataannya ia belum datang. “Jangan memesan makanan dulu sebelum pak Regan datang,” kata pelayannya yang sepertinya cukup mengenal Regan atau mungkin restaurant ini juga miliknya?Aku pun hanya bisa mengangguk sebelum akhirnya memilih menyandarkan diriku di sofa. Aku lelah dan perutku masih kosong, kelaparan saat pagi sudah menjadi hal biasa. Namun, aku malah disuruh untuk menunggunya, kalau tahu begini bukannya seharusnya aku makan saja dulu di rumah tadi.Tak lama, sosok Regan dan pria tua datang, di belakang mereka ada seorang wanita yang begitu cantik mengikuti. Melihat menampilan dan gestur mereka saja aku sudah merasa gu
Setelah hal yang menegangkan itu terjadi, kami kembali ke kantor. Beberapa tatapan tak biasa tentu menghujani kami dan sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan semuanya. Hanya saja, jika aku disuruh memilih, aku ingin menjadi karyawan biasa dengan ketenangan kemana pun aku pergi.Entah semenjak kapan? Ketenanganku terusik olehnya! Regan Syahrendra yang bagi orang lain dekat dengannya adalah sebuah keberuntungan, tapi bagiku dekat dengannya adalah petaka yang tak kasat mata. Aku pun merindukan ketenangan saat aku bekerja part time dengan mengandalkan segala kemampuanku untuk mendapatkan hasil yang sempurna.“Kamu ikut ke ruanganku dan Guntur, panggil Santoso,” perintahnya pada Guntur yang selalu menjadi patung berjalan, sampai-sampai aku ingin sekali mendengarkan suaranya lebih lama. Terkadang aku berpikir, bagaimana ia bisa mengatasi Regan yang cukup kritis dan menyebalkan itu? Apa hanya dengan pura-pura tuli atau mengabaikannya? Sepertinya aku dan Guntur
Semenjak aku pindah ke ruangan yang berbeda dari divisi pemasaran, aku merasa terisolasi seolah aku terjangkit virus covid atau seperti aku terjebak dalam ruang waktu, merasa kelelahan sendiri dan tidak ada teman untuk mengobrol membuatku semakin kesal saja pada Regan.Semua yang terjadi kepadaku ini hanya karena uang senilai seratus juta dan seharusnya saat ini aku bisa lembur dan berbincang tentang banyak hal dengan Sisi, tapi aku malah harus berada di sini. Mengalam segala kesialan.TokTokAku segera mendongak dan aku melihat Guntur berdiri dengan wajah datarnya. Sudah sangat lelah dan aku sekarang harus melihat wajah Guntur yang menyebalkan itu, bagaimana aku tidak bertambah frustasi?“Segera pulang, jam lembur sudah selesai,” katanya dengan sangat formal dan datar. Dasar manusia robot! Apa dia tidak bisa sedikit lebih akrab dalam berbicara. Kita ini adalah rekan kerja, tidak perlu sekaku ini bukan?Aku pun mencoba tersenyum
“Apa yang terjadi?”Suara seseorang mengalihkan pembicaraanku dengan Guntur, membuat kami harus menoleh dan seseorang familiar datang mendekat. Regan datang dengan pemandangan yang luar biasa karena ia tidak lagi memakai jas seperti ceo pada umumnya. Regan yang aku lihat adalah seperti sosok pangeran jaman majapahit atau kerajaan lainnya.Tubuhnya yang tertutup oleh kemeja, benar-benar terekspos. Otot kekar, belum lagi abs pada perutnya sungguh memukai. Ah, kenapa aku menjadi mesum seperti ini? Tapi, kalau aku boleh jujur dia berkali-kali lipat lebih tampan dari sebelumnya. Aku yakin, karyawan wanita seisi kantor akan menjerit melihat ini semua. Ya Tuhan, kenapa aku menjadi seperti sekarang?“Kamu, bagaimana bisa berada di sini?” Aku terkejut saat Regan sudah berada di depanku begitu dekat, bahkan tangganya sudah menggenggam erat tanganku.Tatapannya tetap tajam seperti biasanya. Hanya saja, kali ini ia begitu serius membuatk
Sebuah lembah dengan berdirinya sebuah padepokan, itu kata yang berulang kali mereka ucapkan saat saling berbicara. Saat berkeliling tadi aku melihat beberapa murid mencoba untuk mempelajari sihir. Tidak menggunakan tongkat seperti Harry Potter, hanya mereka yang berada di tingkat dasar yang masih menggunakan mantra. Sementara tingkat di atasnya sudah mulai membaca mantra dalam hati.Bahkan, untuk tingkat jagat dan sukma, mereka bisa mengeluarkan sihir hanya dengan matanya. Benar-benar luar biasa tapi juga membuatku hampir gila karena masih tidak dapat mempercayai semuanya yang terjadi di sini.“Sebaiknya kamu kembali ke kamar!” Aku menoleh dan mendapati Regan datang bersama dengan Guntur, lalu pria tua beruban itu siapa?“Yang mulia, ini ….?” Pria tua itu menanyakan siapa diriku. Tentu saja ia tidak tahu, semenjak datang tadi Regan sudah mengurungku di dalam kamar. Untung saja aku bisa keluar lewat jendela.“Ia manusi
Setelah peristiwa itu, aku pingsan dan setelah sadar ternyata aku sudah berada di kamarku. Aku tidak tahu bagaimana Regan membawaku pulang, yang pasti aku merasa harus memintanya untuk tak memecatku karena aku tahu rahasia terbesarnya. Meskipun aku takut, tapi aku harus bertahan karena keadaan ekonomi keluarga kami yang memburuk. Mungkin ia menganggapku sebagai wanita yang plin plan, aku tidak peduli. Jadi, sekarang aku harus menyusun sebuah rencana yaitu berpura-pura menyerahkan surat pengunduran diri dari pekerjaanku.Maka, hari ini akan ku pergunakan waktuku untuk membuat surat pengunduran diri. Dia tidak mudah ditangani dengan sikap lembah lembut, maka aku akan menggunakan taktik ini. Aku berharap ini berhasil. Aku bersumpah tidak akan peduli tentang asal usulnya atau apa pun yang terjadi kemarin. Aku percaya, ia masih membutuhkanku untuk menangangi beberapa wanita pengganggu. Perjanjian seratus juta itu akan membuatnya rugi jika ia memecatku sekarang.&ldquo
“Jangan berharap!”Aku pun berhak untuk menolaknya bukan? Sepahit apa pun sebuah ingatan, aku tidak akan berusaha menghapusnya, karena dengan ini kita bisa mengingat dan belajar dari hal itu untuk lebih hati-hati terhadap apa pun. Bisa disebut juga dengan pengalaman yang sangat berharga, meskipun terkesan cukup gila untuk di ingat.Ekspresi Regan masih terlihat datar setelah mendengarkan penolakanku, tapi aku jadi berpikir jika ia sedang memikirkan sebuah cara agar aku mau menerimanya. Sepertinya sedikit demi sedikit aku mulai memahaminya.“Bagaimana kalau sebuah kontrak perjanjian?” serunya.Aku tak menyangka hal ini yang ia pikirkan. Menjebakku dengan sebuah penghapusan ingatan, lalu saat aku menolaknya ia memberikan alternative lain dengan kontrak perjanjian? Jangan-jangan, ia sedang merencanakan sesuatu yang merugikanku.“Kontrak perjanjian bagaimana?” Aku mencoba untuk menelusurinya, agar aku tidak ter
Kami sudah sampai di sebuah restauran yang cukup mewah dan tentunya hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk kemari. Tempatnya begitu elegan dan dengan ornamen-ornamen tak kalah mewah. Sejujurnya aku tidak bisa tinggal terlalu lama di tempat yang terlalu mahal ini. Aku takut nantinya, malah aku tidak sibuk mencicipi makanannya, tapi malah bingung dengan seberapa banyak uang yang dihabiskan. Sungguh, ini terlihat seperti pemborosan dilevel yang tak biasa menurutku. Dengan langkah per langkah yang semakin memberatkan kakiku untuk melangkah terlalu dalam. Hanya saja, lagi-lagi Regan mundur dan merangkulku kembali, membuatku harus terus mengikuti langkah kakinya. "Kalau kamu tidak mempercepat langkahmu, aku akan langsung menggendongmu," tuturnya dengan tenang dan tingkat kedataran yang menyebalkan.Aku malas untuk menjawab perkataannya dan memutuskan untuk diam, meskipun aku merasa jika ia sedang merencanakan sesuatu. Entah itu apa? Yang pasti, aku merasa jika ia akan menumbalkanku unt
Masih jam delapan pagi, saat mobil kami telah sampai di depan perusahaan. Sungguh, sebenarnya aku tidak ingin satu mobil dengannya dan menyebabkan kegaduhan. Tapi, ia mengatakan jika ini adalah sesuatu yang lumrah jika sekertaris datang ke kantor dengan bosnya karena mungkin saja mereka beranggapan jika kita memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan.Aku berjalan beriringan dengannya, lebih tepatnya aku berusaha untuk mengimbangi langkahnya yang lebar itu. Belum lagi aku harus membawa dokumen yang dibutuhkan untuk hari ini yang sudah dapat dipastikan akan menjadi hari yang berat. Kalau dipikirkan dengan baik, tidak ada jadwal yang tidak padat. Mungkin, jika dulu aku tidak mengetahui identitasnya yang bukan manusia, aku akan menjulukinya sebagai manusia yang kuat. Namun, sekarang aku tahu siapa dia, hal semacam ini tentunya bukan perkara yang sulit. Hanya saja yang membuatku dongkol bukan main adalah ia tidak sadar jika menjadikan kami manusia biasa sama seperti dirinya.
Aku tidak dengan hidup yang seperti temperature kadang dingin, kadang panas, kadang panas dingin beraduk menjadi satu. Aku juga tidak mengerti kenapa aku mengatakan hal semacam ini dan semua itu penyebabnya karena sehabis menikah aku berada di ruang kerja Regan dan harus mengetik beberapa laporan ditengah-tengah kelelahan mendera.“Kalau keybord itu rusak, kamu harus menggantinya,” katanya yang memandangku dengan datar. Menyebalkan! Masih untung aku sedikit menekannya dalam menggunakannya, bagaimana kalau aku lemparkan semuanya bersama laptop mahal ini.“Aku lelah, bisa tidak aku tidur? Masih ada besok kan untuk mengerjakannya?” mohonku dan ia yang juga mengetik menghentikan aktifitasnya.Lihatlah wajahnya yang masih segar itu, semua itu adalah kecurangan. Bagaimana dia bisa membandingkan diriku dengannya? Aku hanya manusia biasa yang membutuhkan istirahat dan yang seorang penyihir jelas bisa bertahan sampai kapan pun.“Tidur
Pernikahan telah berlalu beberapa saat yang lalu, saat ini aku hanya memakai gaun yang disiapkan oleh kak Diandra tadi. Meskipun tidak ada tamu, kami sekeluarga berbincang panjang lebar dan aku sedikit sedih Sandy dan Bagas tidak bisa hadir. Tadi pagi, ia menangis ditelepon karena tidak bisa pulang dan menyaksikan pernikahanku, tapi aku mengatakan itu bukan masalah besar. Mungkin, nanti masih ada perayaan yang bisa mengundang kerabat dan teman yang lebih banyak lagi.Cukup hebat aku bisa bersandiwara seperti itu, mengingat pernikahanku dengannya hanya pura-pura, tapi seolah sekarang aku menunjukkan pernikahan sungguhan dengan mengatakan hal seperti ini. Sungguh ironis dan mengesalkan dalam bersamaan.“Dara, sepertinya nak Regan lelah. Ajak istirahat di kamarmu sana!” ujir mama yang membuatku ingin sekali mengomeli mama, tapi itu tidak mungkin.Apa lagi saat tangan Regan menyenggolku beberapa kali dan bergumam, “kalau kau tak melakukannya, aku a
Tidak pernah terbayangkan bagiku untuk merasakan hal yang tidak nyaman sampai membuatku tidak bisa tidur sedikit pun. Pikiranku kalut, bahkan di otakku hanya tertulis kata-kata besok aku akan menikah. Menikah dengan Regan, makhluk tidak jelas yang berasal dari dunia antra brata yang sekarang sedang berusaha untuk menjajahku. Membayangkan kebebasanku akan direnggut begitu saja olehnya dengan pernikahan yang seharusnya menjadi impian yang indah setiap wanita dimuka bumi ini. Namun, karena Regan sialan itu, aku harus terjebak dalam pernikahan gila yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam benakku.“Ah, sial!” Aku menghentakkan kakiku beberapa kali pada kasur. Aku tidak peduli jika itu terdengar sampai luar, aku hanya ingin mengekspresikan kekesalanku hari ini karena besok aku akan menjadi istri orang.“Ya Allah, istri orang!” gumamku lagi yang tak percaya sekaligus tak rela. Aku benar-benar akan gila hanya dengan memikirkannya saja.&ldq
“Dara, kamu mau pergi kemana nak?” Papa ternyata telah bangun dan berusaha untuk mengejarku. Aku benar-benar merasa bingung dengan semuanya. Aku merasa kasihan kepada ayah tapi aku tidak bisa lagi tinggal di rumah yang tidak nyaman untukku karena terus dicurigai oleh kak Disa dan tererpihakan mama.Mereka berdua terlihat khawatir dan tidak ingin aku pergi. “Kalau papa dan mama mencegah Dara pergi, aku yang akan pergi!” teriak kak Disa diambang pintu. Tentu papa dan mama tidak akan bisa membiarkan kak Disa yang tidak dewasa itu pergi. Dari pada papa dan mama mendapatkan pilihan yang begitu sulit, sebaiknya aku akan mempermudah pilihan mereka.“Aku saja yang akan pergi, kalian tidak perlu khawatir,” kataku yang tidak bisa sesantai biasanya. Tentunya rasa sakit ini masih bergemburu di sana. Hanya saja, aku memiliki dilema sebagai seorang anak yang seharusnya tidak menyusahkan orang tua.“Disa, ada nak Regan. Seharusny
“Aku tidak akan pergi, sebelum Dara mau pulang bersamaku!” Kekeras kepalaan Okta disertai rasa cemburunya membuatku tidak bisa mengatakan apa pun kecuali marah.Aku melihat Regan tersenyum, seolah menertawai sikap kekanakan Okta. Benar, ia sangat kekanakan dan egois. Berbeda dengan Regan yang sepertinya masih memiliki pengertian bagaimana keadaanku di tengah-tengah keluargaku.Sepertinya, aku harus mengambil sikap. Tidak akan ku biarkan lagi ia bertindak dengan kekanakan seperti ini. “Pak, bisa antar saya pulang?” mohonku pada Regan yang tentu membuat pria tampan ini terkejut, kemudian segera menarik tanganku.“Dara! Kamu harus pulang denganku!” Okta pun mencegahku dengan menarik tanganku juga. Jadilah aksi tarik-menarik yang membuat tanganku sakit.Bahkan keduanya lagi-lagi menatap dengan tajam. “Berhentilah berbuat keonaran!’” ucap Regan dengan penuh penekanan dan Okta nampaknya tidak akan pernah men
Hari-hari dengan petaka ini terus berlanjut, terkadang aku harus bagun jam satu malam untuk mengecek beberapa dokumen dan mengirimnya lewat email kepada Regan. Sungguh, aku merasa heran, maksudku apa dia tidak tidur sema sekali? Ia selalu meneleponku dengan suara khasnya, tidak ada suara parau sehabis tidur. Sepertinya ia memang tidak pernah tidur, atau mungkin itu menjadi kebiasaan para penyihir tersebut.Dari semua hari, mungkin ini akan menjadi hari terberat, sebab aku harus ikut dengan Regan bersama kak Diandra untuk mengerjakan beberapa hal di masionnya. Aku pun terpaksa ikut mereka dalam mobil lemosin ini.“Apa semua berkas yang ku inginkan sudah kamu siapkan?” tanya Regan pada kak Diandra dan wanita ini pun mengangguk.“Ya pak, kami sudah menyiapkannya. Kita hanya perlu mengerjakannya tepat waktu,” tanggapnya yang selalu membuatku kagum. Kak Diandra sangat professional dan tangkas dalam hal apa pun. Aku sedikit bersyukur meskipun p
Langit terlihat suram ditemani polusi udara yang tak pernah berakhir. Aku berjalan kaki, sembari menunggu taksi. Pekerjaan pagi ini membuatku sedikit terlambat untuk berangkat ke kantor. Aku yakin pasti Regan sudah berpikir macam-macam tentunya. Tapi, bukankah ia bilang jika Guntur akan selalu mengintaiku? Seperti seorang predator yang menakutkan, tapi saat ingatanku kembali pada saat kami berada di Mayapada, kedua pria itu sangat-sangat menawan.Mungkinkah kemarin ia hanya berusaha untuk menggertakku? Aku sudah beberapa kali memeriksanya, tapi aku tidak melihat ada Guntur di sini. Apa mungkin aku harus memiliki sihir seperti mereka? Setidaknya berada di tingkat dasar, agar aku bisa melihat Guntur bergentayangan mencoba untuk mengikutiku. Sungguh, aku tidak bisa membayangkannya, maksudku itu pasti lucu jika membayangkan Guntur tak memakai pakaian jaman dulu dan berteleport di sekitarku.Tiit“Astaga!” Aku hampir saja terjungkal, high heel ini sungguh