Semua Bab It's Okay That's Love (INDONESIA): Bab 11 - Bab 20

57 Bab

11. Dia Manis

Sial! Liana selalu bangun siang. Sudah ke berapa kali dia berangkat ke kontor terlambat? Kalau dihitung sudah puluhan kali, sebelum Liana bekerja di perusahaan Andromeda Company, dia memang mempunyai hobi terlambat bekerja. Bangun kesiangan menjadi sering terburu-buru. Hal itu membuat Liana selalu mendapatkan teguran dari senior.Yap! Sudah bisa dipastikan hari ini Liana akan mendapatkan teguran karena telat.Dengan kekuatan super, Liana berlari ke kantor perusahaan dan langsung menuju ke kantor Direktur yang baru, menjadi sekretaris baru. Di sinilah Liana berada, di depan lift yang tadi mengantarkan Pevita ke ruangan divisi sekretaris. Kedatangan Liana di sambut wanita bermake up tebal, ke dua tangan berkacak pinggang, memandang Liana garang dan tanpa berkedip. Liana menelan ludahnya sendiri, kikuk. Dia menggaruk-garuk rambutnya ketika seorang wanita berdiri dihadapannya. "Maaf, Bu. Saya terlambat," tutur Liana lirih, mengucapkan kata maaf karena telah terlambat berangkat kerja."Ya
Baca selengkapnya

12. Peraturan

Nova telah menerima Liana menjadi sekretarisnya, Nova menerima Liana dengan sangat berat hati. Jangan khawatir, Nova sudah merencanakan sesuatu. Hari ini dia mulai memberi tugaskepada Liana. Tugas yang banyak dan berat. Nova yakin, Liana tidak akan kuat bekerja menjadi sekretarisnya karena Liana memberi tugas yang sulit untuk dilaksanakan dan menuntut pekerjaan.Nova memberikan tugas tersebut kepada Liana. Dia berkata panjang lebar, tanpa mengulang sepatah kata pun. "Liana, mulai sekarang kamu akan menjadi sekretaris Lian. Panggilan khusus untukmu, Lian, oke! Dan, jangan panggil aku Pak," jelas Nova."Ya?" Liana bingung. "Lalu aku harus memanggilmu siapa?" Liana sedikit mengangkat kepalanya, menatap lurus ke wajah Nova yang terlihat malas-malasan. "Tuan? Bapak? Boss?" tebak Liana.Nova menggeleng. "Bukan! Tetapi panggil aku, Direktur Nova." Nova mulai berdiri dari duduk dan mengelilingi ruangan bercat putih, menekankan bahwa dia tidak suka menelepon seseorang tetapi tidak pernah mengan
Baca selengkapnya

13. Godaan

Hutang ayah Liana seperti gunung membuat Liana kesal, karena Liana harus bertanggung jawab untuk melunasi hutang ayahnya.Liana tidak tahu bagaimana caranya untuk melunasi hutang. Tabungan tidak cukup untuk membayar hutang. Jadi, terpaksa Liana harus meminjam uang. Dia harus meminta pinjaman kepada Direktur Nova. Semoga Direktur Nova bersedia meminjamkan uang. Liana masuk ke dalam ruang kerja Nova. Liana mengetuk pintu dan Nova menyuruh Liana masuk. Tarik napas panjang, Liana memberanikan diri berucap, “Maaf, Direktur. Aku membutuhkan gaji, hari ini.” Bukankah sejak tadi pagi Liana sudah merencanakan meminjam uang? Bukan meminta upah kerja bulan ini. Waduh, Liana sepertinya salah berkata. Tak apa, meminta gaji bulanan lebih baik dari pada memimjam uangNova bingung. Sekretarisnya meminta gaji? Nova tertawa ngakak. "Apa? Baru bekerja satu minggu sudah meminta upah kerja? Tanggal gaji bulanan kamu masih lama, Lian. Kamu bercanda?" "Aku tidak bercanda, Direktur," jawab Liana."Tidak b
Baca selengkapnya

14. Perut Mual

Pujian itu tidak mampu membuat Liana melayang, malahan terdengar jijik di telinga.Liana tersenyum sinis. Lelaki itu sepertinya harus mendapatkan pukulan darinya.Lelaki itu mengendus-endus tubuh Liana dan menyentuh kulit mulus Liana. “Aku sangat menyukai harum parfummu,” katanya. Dia membisikan lagi sambil mengikuti gerakan Liana berjoget. “Kamu memakai parfum apa?”Liana menggeleng kepala lalu menjawab, “Aku tidak pernah menggunakan parfum, itu bau jeruk dari sampo rambutku.”Lelaki itu tersenyum. "Benarkah?" Liana mengangguk.Di tengah malam dengan cahaya lampu bekelap kelip. Kedua mata Liana melihat lelaki dan wanita berjoget setengah sadar, karena efek terlalu banyak meminum alkohol. Bahkan ada yang bercumbu mesra, berciuman penuh napsu tanpa ada rasa malu, lalu kedua pasangan itu berlanjut menaiki lantai atas—menyewa kamar.Perut Liana seketika mual, setelah melihat adegan mesum yang tidak pantas dilakukan di depan publik seperti ini. Tetapi wajar bagi mereka. Di sini adalah clu
Baca selengkapnya

15. Di Club

“BERHENTI, HEI! WANITA JALANG!”Teriakan dari David seperdetik membuat Liana langsung menolehkan kepala. David mengejar Liana dengan keadaan sudah sedikit mabuk efek alkohol. Dengan tenaga yang tersisa—Liana berlari, menelusuri lorong club, dia mencari pintu utama.Liana mendengar dia memanggilnya jalang? Liana tersenyum sinis. Berani sekali David memanggil Liana sebutan jalang, jajaran wanita kurang belaian dan sentuhan? Oh, No. Liana bukan wanita jalang. Dia hanya wanita pengecut karena menerima phobia sex, tetapi terus menghindar dari phobia sex. Liana berharap, suatu saat nanti. Yeah. Liana yakin, ada lelaki yang bisa menyembuhkan phobia sexnya.“Hey! Tangkap gadis wanita itu!” teriak David menggema lorong. “Jangan biarkan dia kabur!” kata David kepada lelaki penjaga club malam. Lelaki itu berdiri tepat di depan pintu masuk.Liana menghentikan langkah kaki, dia terdiam. Di sana dengan jarak tidak cukup jauh, ada dua lelaki bertubuh besar tengah bersiap-siap menangkap Liana. Dua le
Baca selengkapnya

16. Bodoh!

“Ya! Bagaimana bisa kalian kalah!” David berteriak marah. David kembali ke masuk club—Dia tidak peduli lagi, target wanita sudah kabur. “Sialan kau, Liana.” Sepanjang jalan David menggerutu.“Anda bilang tidak kenal dengan wanita jalang itu. Lantas kenapa membantu dia untuk kabur?” sinis lelaki itu kepada Nova. Kedua lelaki itu sama-sama menyentuh hidung yang berdarah. "Anda harus bertanggung jawab."Jika wanita bisa mengalahkan dua lelaki berbadan besar, tentunya dia laki-laki—Nova—dapat mengalahkan mereka berdua bukan?“Dua lawan satu wanita? Banci kalian!” kata Nova mengejek. “Maju! Lawan aku!”Nova sudah bersiap, mamasang kuda-kuda dan berniat memukul salah satu dari mereka.... Hanya saja, Nova memukul udara karena tidak mengenai salah satu tubuh lelaki itu ...Dua lelaki itu hanya tertawa remeh melihat kehebatan pukulan Nova. Saking hebat hingga tidak mengenai tubuh salah satu lelaki itu. Nova tidak putus asa, dia kembali memukul tapi tetap saja tidak mengenai mereka.Pada akhirn
Baca selengkapnya

17. Anak Durhaka

Sebagai orang tua selalu menginginkan terbaik untuk anaknya. Masa depan cerah dan karir yang sukses. Demikian dengan ayah Nova, dia mempunyai satu anak yang pemalas. Siapa lagi kalau bukan Nova? Presdir Dika menunggu Nova pulang, dia duduk di ruang keluarga, menonton televisi untuk menghilangkan bosan. Sudah malam, Nova belum pulang ke rumah. Dika mulai marah dan kesal karena terlalu lama. menunggu Nova pulang. Kemana Nova pergi? Sebenarnya Presdir Dika mengikuti kebiasaan Ibunya, menunggu sang anak pulang ke rumah. Dika akan meminta maaf kepada Nova, karena sikap Dika kepada Nova terlalu keras dan sering memukul, mendidik terlalu keras hingga Nova tumbuh menjadi anak bandel dan nakal. Dika mengakui kesalahan, akhirnya setelah menunggu satu jam—Nova kembali ke rumah.“Nova," panggil Dika, suaranya lembut."Ya, Ayah? Ada apa?" Kaki Nova berhenti berjalan dengan keadaan setengah mabuk, tetapi Novaa masih sadar. Aneh, Nova tidak berani melihat Dika yang sedang duduk di sofa."Dari mana
Baca selengkapnya

18. Berita di Televisi

Di televisi ada berita tentang seorang anak pemilik perusahaan AD (Andromeda Company) berita itu sudah menyebar luas. Kejadian perkelahian dan pertengkaran di club malam menarik sorotan media, mulai dari TV, koran dan radio.Siapa yang tidak malu? Melihat wajah anak Presdir Dika di layar televisi dan koran?“Astaga! Ada apa ini?” tanya Presdir Dika pada diri sendiri, melihat wajah Nova di televisi. Dika langsung mematikan televisi. Suasana pagi telah buruk. Sekretaris Andra datang ke rumah Dika membawa koran. "Selamat pagi, Presdir. Saya membawa koran terbaru hari ini. Berita buruk! Berita buruk! Liatlah ini." Sekretaris Andra menyodorkan koran kepada Dika.Dika semakin marah. Nama Nova dan wajah Nova ada di koran tersebut. Terlibat kejadian di club malan. “Anak nakal itu!” Dika menggertakkan gigi dengan kesal. Lalu Dika merobek koran menjadi serpihan kertas tidak terbentuk.Wajah Dika bertambah garang melihat sang anak keluar dari kamar, turun dari tangga dengan ekspresi tidak bersal
Baca selengkapnya

19. Kartu Keluarga

"Ah...." Nova tidak mempunyai energi. Direktur Nova mendesah berkali-kali, memikirkan kenapa setiap hari mendapatkan kesialan atau sudah takdir Nova? Hari yang buruk. "Apa yang semalam aku lakukan? Apa aku sudah gila?" "Direktur kenapa?"Nova tidak menjawab.Nova melangkahkan kaki masuk ke perusahaan pimpinan ayahnya. Sekretaris baru—Liana—siap taat dengan perintah dari Direktur dan sungguh melakukan pekerjaan. Sesuai janji, datang ke kantor tidak terlambat lagi seperti kemarin.Wanita itu menggunakan rok ketat pink muda dengan blouse putih serta rambut diikat satu, wajah Liana lebih anggun dan menarik. Sedangkan, Nova? Tidak rapih, penampilan tidak rapih. Hihi rambutnya, seperti sarang burung, dan dia tidak memakai dasi. Liana melihat Nova dari ekor matanya, melihat luka lebam di wajah Nova. Dia merasa bersalah dengan kejadian di club dan Liana ingin meminta maaf. “Direktur. A—aku—”“Berhenti! Kamu jangan bertanya tentang lukaku," kata Nova cepat. “Aku tahu. Kamu sudah melihat be
Baca selengkapnya

20. Pulang Bersama

Menghapus nama keluarga? Nova menggeleng tidak mau. Lelaki itu sudah membayangkan betapa menderitanya ketika namanya dihapus oleh sang Ayah. Lagian ada-ada saja Presdir Dika ingin penghapusan nama Nova di kartu keluarga. ***Pintu lift terbuka dan Liana sadar dari lamunan. Liana masuk ke dalam lift, telinganya mendengar suara familiar, menyapa Liana . Suara itu .... Liana tahu pemilik suara tidak asing baginya.“Hai, kita satu lift lagi. Mungkin kita berjodoh dengan lift ini.”Gombalan? Ah, kenapa Evan selalu membuat Liana tertawa.Tanpa melihat, Liana tahu suara yang menyapa malam ini dari dalam lift adalah Direktur Evan. Lelaki yang terjebak di lift bersama Liana tempo hari lalu.Deg ... deg ... deg. Om my god, jantung Liana berdebar kencang melihat senyuman manis Evan. Dia tidak pernah lagi merasakan debaran jantung berpacu cepat, kecuali ketika bersama Revan. "Hai." Liana menyapa Evan dengan canggung dan gugup. Satu lift lagi bersama Evan? Ah... Seperti mimpi. "Oke, Lian. Ayolah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status