“Selamat pagi, Presdir Dika,” sapa Liana sopan ketika bertemu dengan Dika di halaman kantor. “Semoga hari Presdir menyenangkan.” Liana tersenyum manis.Presdir Dika juga menyapa Liana dengan mengangguk sopan lalu melanjutkan langkah kaki di ikuti sekretaris Andra dari belakang. Langkah kaki Presdir Dika berhenti, dia baru saja mengingat sesuatu. Lelaki tua itu berbalik badan memanggil Liana. Liana segera berlari kecil menghampiri Presdir.“Ya? Presdir? Ada yang bisa Liana bantu?"“Sekretaris Liana, kenapa kamu berada di sini?” tanya Presdir Dika ke Liana lalu beralih ke sekretaris Andra. “Tolong bilang ke supir saya supaya mengantarkan sekretaris Liana.”Liana bingung, dahi berkerut. “Apa? Maksud dari Presdir apa?” tanya Liana.“Pergilah ke rumah saya, menjemput Nova. Jangan membuat dia bermalasan. Menggunakan kekuatan fisik tidak apa, saya sudah mencoba menggunakan kekuatan kekerasan. Tidak bisa merubah sikap dan sifat Nova. Jadi, jika tidak bisa menggunakan kekuatan pendidikan, pukul
Nova bingung dengan reaksi Liana."Kenapa? Ada apa sekretaris Liana?" Nova mulai mencari sesuatu kesalahan dalam dirinya, sedetik kemudian dia baru sadar. Dia memakai celana dalam bergambar Naruto di pantat Nova. Nova langsung terlonjak dan berteriak heboh, tangan Nova mengambil alih selimut—selimut di tangan Liana dan terjatuh ke lantai—lelaki itu langsung menutupi tubuhnya.Nova terkejut dan malu, dia sadar di dalam kamarnya ada Liana. “Kamu gila?! Mengapa kamu masuk ke kamar aku?!” tanya Nova tidak terima. “Wah, sekretaris Liana. Berani sekali kamu masuk ke kamar bossmu tanpa mengetuk pintu.” Nova menggerutu kesal, kepalanya menggeleng tidak percaya."Tidak, Direktur. Aku sudah mengetuk pintu, tetapi tidak ada jawaban. Aku datang ke rumahmu karena perintah dari Presdir Dika,” jawab Liana gugup. “Maaf, aku minta maaf Direktur,” kata Liana canggung. Dia mengintip Nova dari celah jari."Apa yang kamu lihat? Aku sudah menutupi dengan selimut," ujar Nova dengan nada lirih.Liana membuka
Liana berusaha menahan cengkraman tangan yang semakin kuat di area leher. Liana menggeleng kepala, matanya tersorot memohon. Permohonan Liana acuhkan Revan. Hingga wajahnya beberapa kali menghindar tidak beraturan, walaupun dipaksa untuk diam dan menikmati. Liana tidak mau.Langkah kaki Liana perlahan memundur, menghindari dari lelaki yang sedang dikendalikan oleh napsu. Sial, punggung Liana mengenai dinding, itu artinya posisi sedang terkunci.Dia marah.Lelaki itu menatap Liana dengan sorot mata elang yang tajam. “Kenapa kamu tidak mau. Kenapa kamu selalu menghindari! Lyn Liana! Bukalah mulutmu, balaslah lumatan bibirku. Ayolah, sayang. Jangan membuatku marah!” gertak Revan tidak sabar.Menjijikkan.Lagi-lagi Liana menggeleng tidak.“Kenapa?! Liana! Kita sudah berpacaran lima tahun, salahkah aku meminta ciuman walaupun cuma kecupan di bibirmu?”Lelaki itu, pacar Liana. Seharusnya Liana yang marah padanya, kenapa jadi dia yang marah-marah. Memang, sejak mereka pacaran tidak pernah m
Sepanjang perjalanan pulang guyuran hujan. Liana terus menangis terisak, meraung-raung membuat orang-orang yang melihatnya tertawa atau sedikit merasa iba dan kasihan.Tanpa tahu malu, Liana manangis. Jujur, dalam hatinya masih mencintai Revan. Dia berharap hubungan langgeng sampai ke pelamian dan Revan bersedia menyembuhkan phobianya. Tetapi, tidak sesuai keinginan Liana. Liana mengutuk mantan kekasih yang akan meraih kebahagiaanya, tetapi lelaki itu mempunyai niat merusak masa depan dan kehidupan Liana.“Revan! Brengsek!” Liana memaki menyebut Revan dengan kata brengsek. Dada Liana semakin bergemuruh tidak karuan dan sesak.“Aku kutuk, Revan menderita selamanya. Tidak punya anak, mandul sekalian baru tahu rasa,” kutuk Liana. “Kalau tidak, menjadi bujang lapuk. Tidak ada yang mau sama dia untuk menjadi suami, mampus!”Semakin tidak jelas berkata, Liana semakin tidak waras.Liana tidak sadar, ada seorang lelaki berdiri di belakangnya dengan memegang sebuah payung kuning. Lelaki itu ter
Di dalam ruang kerja, Direktur Nova berbicara panjang lebar, marah dan kesal kepada sekretaris. Karena Liana tidak menjawab panggilan ponselnya dan Nova berteriak tidak ada balasan dari Liana.Kemana Liana pergi?Nova berteriak di dalam ruang kerja. "Sekretaris Liana!" Untuk ke lima kali Nova berteriak keras memanggil nama sekretaris Liana. Di dalam hati Nova berkata kotor, hatinya sudah panas. Nova bertanya kepada diri sendiri, kemana perginya sekretaris Liana? Apakah Liana tidak membawa ponsel? Seharusnya, jika Liana pergi, harus meminta izin kepada boss atau menghubungi lewat ponsel, mengirim pesan. Jadi, Nova tidak kebingungan ketika membutuhkan dan mencari sekretaris.Boss pemalas itu harus berdiri dari duduk lalu keluar ruang kerja dan mencari Liana di meja kerja. Nova berdecak melihat meja kerja kosong, tidak ada Liana di sana. Tapi, tas dan ponsel tergeletak di atas meja. Itu artinya, Liana masih berada di kantor dan tidak pergi jauh. Huh. Nova menghembuskan nafas kasar. Nova
“So, it's a date?” tanya Evan dengan manis.Kencan? Liana mengedipkan mata, bingung dengan perkataan Evan. Liana make sure pertanyaan yang dibuat oleh Direktur Evan adalah untuk wanita itu.Evan tertawa kecil, dia mengelak lalu menjelaskan jika Evan ingin mengajak Liana makan siang di restourant. Tentu saja bukan date. “Bukan ... bukan date,” kata Evan berusaha meluruskan perkataan tadi. “Kita hanya makan siang di restourant, mungkin membuat otak akan lebih fresh atau segar dan melepaskan stres.”Senyum Liana memudar, dia mengutuk dirinya sendiri. Kenapa dia mengharapkan kencan bersama Evan? "Aha..." Liana malu.Evan lebih malu, dia telah berani bertanya, apakah ini sebuah date atau bukan. Pertanyaan tadi secara spontan saat mereka duduk di restourant yang berada tidak jauh dari kantor.“Aku hanya bertanya karena aku tidak tahu,” ungkap Evan jujur."I know." Liana terkekeh melihat ekspresi malu dan wajah Evan berwarna merah, lelaki itu berusaha menjelaskan. "Aku pikir, kamu mengajakku
Ekspresi wajah Nova masam dan depresi, Nova mengisyaratkan agar mereka berganti posisi. Nova di dalam dan Liana keluar dari restourant. "Keluar kamu sekarang!" perintah Nova.Di dalam restourant, Liana gelagapan dan gugup.Buru-buru Liana berkata kepada Evan bahwa dia tidak bisa menjawab sekarang karena pertanyaannya tidak sesederhana itu, dan dia akan segera diseret keluar dari restourant oleh Nova.“Maaf, Direktur. Aku tidak bisa menjawab sekarang. Akan aku jawab lain waktu,” kata Liana dengan suara lemah. Matanya kembali ke arah jendela kaca, melihat Nova sedang menunggu dengan kesal."Keluar sekarang!" Nova memberi isyarat lagi, tatapan mata Nova tajam.Liana menelan ludah. Nova pasti akan marah kepada Liana.Evan mengikuti pandangan Liana, dia tersenyum sinis melihat Nova di jendela kaca lalu tersenyum manis ke arah Liana. “Saya mengerti. Lain kali kita akan bertemu lagi dan ma
Evan tidak setuju dengan perkataan Nova. Menjadi lelaki tampan, kaya dan pintar, kehidupan tidak mudah untuk mendapatkan kekasih. Evan sudah bosan dan muak, semua mantan Evan bukan wanita yang baik, mereka memanfaatkan Evan karena mencintai uang.“Saya juga membutuhkan Liana.” Evan tidak akan membiarkan Nova memilik Liana, tidak mudah untuk selalu menjadi keren seperti dirinya, dan karena itulah dia membutuhkan Liana.LOL. Percayakan pada Evan untuk selalu narsis walaupun sedang memperjuangkan cintanya."Aku yang lebih membutuhkan dia!""Aku!""Aku!"Tidak ada yang mau mengalah dalam perang kata-kata, mereka memulai perang dengan saling pandangan mata, tatapan mata tajam. Dan kejadian itu tidak luput dari intaian Liana yang kembali lagi ke restourant karena khawatir kepada Nova dan Evan.“Apa kamu tidak mau melepaskan Liana?” Nova menanyakan sekali lagi,
Dan Liana membuat daftar; dia mengajak Nova untuk mendaki gunung besok. Iya! Besok! Haha, Liana jadi bersemangat.Di sisi lain. Presdir tahu Evan menyukai Liana; dia menilai sikap Evan. Saat berada di lift, Dika memuji Evan."Aku baru tahu bahwa kamu adalah anak yang baik dalam menilai seorang wanita. Sepertinya kamu mencintai wanita tidak hanya dari sudut pandang fisik atau kekayaan."Presiden Dika memuji Evan sebagai orang yang tepat, dan dia tidak mengkhawatirkan Evan lagi. Evan hanya mengangguk sopan, tapi dia tidak mengerti apa yang dikatakan Presiden Dika.Lol.****Keesokan harinya, Nova dan Liana pergi ke pegunungan. Kesempatan bagi Liana untuk mencoba mencari informasi dari Nova. Mereka berbincang-bincang dalam perjalanan ke atas bukit, dengan kaos pendek berwarna putih yang dikenakan Liana membuatnya terlihat seksi. Jaket rajut merah muda diikatkan di pinggangnya. Sepatu bot hitam tingginya dua sentimeter, dan dia mengenakan j
Kata-kata Dika sedikit menusuk hati Liana. Sakit? Ya. "Aku tahu. Aku sadar akan diriku dan hidupku, Presdir." Liana tidak pernah mau menerima perasaan Nova, cinta dari Nova. "Saya tidak akan pernah menikah dengan orang kaya," kata Liana.Liana mengaku tidak memiliki perasaan pada Nova dan tidak memiliki perasaan pada Nova atas perintah Dika yang hanya menjadikan Nova orang sukses dan sekretarisnya."Hari demi Hari aku tidak bisa menepati janjiku, tidak punya perasaan cinta atau ketertarikan pada Nova. Tapi aku akan berusaha menyingkirkan perasaan itu."Namun, dia tidak bisa menerima perasaan Nova, tetapi dia akan berusaha menghilangkan perasaan itu.Direktur Utama Dika berpesan agar Liana berusaha keras bahkan untuk menyelesaikan tugasnya sebagai sekretaris. “Ingat, kamu hanya sekretaris. Kamu harus bekerja keras untuk membantu Nova sembuh dari fobia,” kata Dika."Oke Pak Direktur, saya akan bekerja keras dan tidak akan mengeluh," kata Liana, mengerti a
Liana hanya menunduk, ketakutan."Semua orang membuatku kesal! Kenapa hanya aku yang tidak tahu masalah sebenarnya dari Nova dan Evan!” bentaknya.Dika sejak awal curiga, tapi dia mengabaikan pikiran itu."Sekretaris Liana, jawab dengan jujur. Apakah Nova dan Evan menyukaimu pada saat bersamaan ?"Diam. Liana tidak bisa berkata-kata. Tidak tahu apa yang akan dia jawab. Jadi, Liana diam saja."Kenapa diam saja? Tidak menjawab pertanyaanku?""Tidak seperti itu." Liana mengelak. "Saya tidak tahu—”"Berhenti berbicara!" ucap Dika memotong ucapan Liana. Tak hanya Nova, Evan juga menyukai wanita itu. "Jawab dengan jujur, sekretaris Liana!"“Iyaa,” jawab Liana, perlahan menundukkan kepalanya, suaranya nyaris tak terdengar karena terlalu kecil untuk didengar.Namun, Dika juga mengakui bahwa dia menyukai dan tergoda kepada Liana.
Ternyata Presdir Dika tidak datang ke tempat kerja Nova; dia hanya menelepon Liana dan mulai menginterogasinya. Kejadian aneh dan dia masih tidak bisa mempercayainya. Dika selalu bertanya-tanya, siapakah sebenarnya wanita yang menyebabkan Nova dan Evan bertengkar? Masalah pekerjaan? Dika sedikit tidak yakin. Maka, Dika memanggil Liana untuk bertanya dan menginterogasi.Liana bingung. Mengapa Dika menyuruhnya pergi ke tempat kerjanya? Apakah ada masalah atau sesuatu?Liana duduk di tempat kerja Dika dengan canggung. Dua cangkir teh di depan mereka untuk mencairkan suasana agar tidak canggung. Presdir Dika duduk di kursi khusus, dan Liana duduk di kursi panjang khusus untuk tamu."Maaf, kenapa Anda menelepon saya?" tanya Liana memecah kesunyian. "Saya tidak tahu mengapa Anda menyuruh saya datang ke sini."Dika menghela napas. Ia ingin bertanya pada Liana dan ingin menanyakan jawaban yang jelas. “Rumor yang beredar itu
"Akhh !!! Jangan sentuh rambutku! Sekretaris Liana! Sakit—"Sakitnya, apalagi Liana sebagai wanita yang jago beladiri. Liana tidak peduli dengan Nova yang berteriak kesakitan. "Dasar Direktur mesum!"Awalnya, Nova mengeluh kesakitan, tapi kemudian dia tertawa. "Hei! Apa maksudmu? Mesum? Serius. Aku benci otak kotormu, Sekretaris Liana!" Nova mencibir.Mendengar perkataan Nova, pipi Liana memerah dan malu. Dia mundur selangkah, membuang muka.Nova merapikan baju putihnya sedikit berantakan gara-gara Liana. "Liana, apa kamu merasa gugup?" Nova bertanya. Sedetik dia menyadari apa yang dia katakan. "Umm ... maksudku, apa kamu gugup saat melihat wajahku?" Nova menjelaskan, mengulangi kata-katanya.Apa? Apa yang Nova bicarakan? Tidak gugup tapi malu. Tentu saja, Liana membantah dan menjawab dengan alasan lain. Sekarang dialah yang tertawa dengan aneh. "Gugup? Bagaimana menurutmu Direktur. Aku tidak pernah
Nova mengabaikan kata-kata Liana, membuatnya semakin berani dan mendekat. Hanya berjarak satu langkah, punggung Liana bertabrakan dengan pintu. Nova dengan berani mendekatkan wajahnya ke wajah Liana, Liana memejamkan mata karena tidak berani menatap wajah Nova sedekat ini.Dan .... Sebaliknya, Nova mengalami nasib buruk. Saat Nova menatap wajah Liana sedekat ini, dadanya mulai berdebar kencang. Pria itu memegangi dadanya, tidak menyangka reaksinya akan seperti ini. Liana dengan berani membuka kelopak matanya sedikit, mengintip. Keduanya saling bertatapan, tanpa sadar Nova mendekat ke wajah Liana. Keduanya saling menatap dengan tatapan bertabrakan. Kemudian Liana membuka matanya lebar-lebar saat wajah Nova berada lima sentimeter darinya.DOENK !!Liana beraksi dengan membenturkan kepalanya ke kepala Nova lalu meraih lengan Nova dan menjambak rambut Nova. "Apa-apaan ini, Direktur! Kamu mau menciumku ya?! Dasar Direktur mesum," kata Li
Di balik pintu ternyata Nova mendengarkan semua perkataan Liana dan Nova sangat tersinggung.Usai berdebat dengan sekretaris senior, Liana masuk ke ruang kerja Nova dengan membawa cemilan dan air. Melihat wajah Nova yang tidak enak dipandang dan sedang dalam mood yang buruk, Liana menyangka Nova sedang memikirkan berita buruk di media sosial dan informasi di luar kantor."Ada apa, Direktur? Aku membawa makanan ringan untuk mengganjal perutmu." Liana meletakkan cemilan dan air di atas meja."Aku sedang tidak mood untuk makan dan minum."Liana menghela nafas dan mencoba menghiburnya dan bertanya mengapa. Tapi Nova sama sekali tidak memikirkannya. Nova bangkit dan mendekati Liana dan terus berjalan ke depan hingga Liana terpaksa berjalan mundur secara teratur."Apa yang akan dilakukan Direktur?"Tatapan Nova tidak berkedip sama sekali, melihat Liana dari kejauhan yang dibuat hanya lima langkah le
Sekretaris senior membahas hubungan Liana dan Nova yang seperti ada hubungan khusus. Mereka beranggapan Nova tidak akan dekar dengan wanita miskin seperti Liana dan Nova sang pewaris. Itu membuat Liana sedih. Karena hubungan mereka tidak mungkin terjadi. Lalu bagaimana jika mereka saling jatuh cinta?"Haha, tidak mungkin Direktur Nova jatuh cinta pada Sekretaris Vita yang lebih seperti perempuan jalang?""Tentu saja tidak cocok. Sekretaris Vita tidak punya harga diri.""Ngomong-ngomong rumor tentang pertengkaran Direktur Nova dengan Direktur Evan karena masalah wanita.""Hah? Kudengar, memperebutkan posisi pekerjaan?""Tidak. Jangan mau ditipu. Siapa lagi selain pelaku dari masalah Sekretaris wanita jalang itu." Tanpa rasa takut, sekretaris menunjuk Liana yang sedang duduk di kursi kerja Liana.Mendengarkan kata-kata mereka Liana langsung menggebrak meja karena tak tahan lagi dihina
Rapatnya sudah selesai.Liana menyapa Nova, dan Evan menanyakan bagaimana pertemuannya. "Bagaimana? Apakah pertemuannya menyenangkan dan berjalan dengan baik?" Tanya Liana bersemangat."Jangan tanya ke Nova, mungkin Nova tidak tahu, karena dia tidur," jawab Evan.Nova baru saja menguap."Direktur, kenapa Anda tidur saat rapat?" Liana bertanya bagaimana Nova bisa tidur dalam pertemuan sepenting itu."Semua karena kamu," kata Nova kesal. "Kamu membuatku tidak bisa tidur sepanjang malam!" Nova menjawab dengan jujur.Presdir Dika keluar dan ikut memarahi Liana. "Itu benar? Kamu membuat Nova tidak tidur tadi malam? Kamu sebagai sekretaris harus tegas dengan Nova! Kalau kamu bisa memukul bocah nakal itu."Liana tidak menjawab. Dia kesal karena dia disalahkan. Ada apa dengan dia? Dia membuat Nova tidak bisa tidur? Ah ... Presdir bercanda dengan Liana? Liana tidak tahu apa