Nova telah menerima Liana menjadi sekretarisnya, Nova menerima Liana dengan sangat berat hati. Jangan khawatir, Nova sudah merencanakan sesuatu. Hari ini dia mulai memberi tugaskepada Liana. Tugas yang banyak dan berat. Nova yakin, Liana tidak akan kuat bekerja menjadi sekretarisnya karena Liana memberi tugas yang sulit untuk dilaksanakan dan menuntut pekerjaan.Nova memberikan tugas tersebut kepada Liana. Dia berkata panjang lebar, tanpa mengulang sepatah kata pun. "Liana, mulai sekarang kamu akan menjadi sekretaris Lian. Panggilan khusus untukmu, Lian, oke! Dan, jangan panggil aku Pak," jelas Nova."Ya?" Liana bingung. "Lalu aku harus memanggilmu siapa?" Liana sedikit mengangkat kepalanya, menatap lurus ke wajah Nova yang terlihat malas-malasan. "Tuan? Bapak? Boss?" tebak Liana.Nova menggeleng. "Bukan! Tetapi panggil aku, Direktur Nova." Nova mulai berdiri dari duduk dan mengelilingi ruangan bercat putih, menekankan bahwa dia tidak suka menelepon seseorang tetapi tidak pernah mengan
Hutang ayah Liana seperti gunung membuat Liana kesal, karena Liana harus bertanggung jawab untuk melunasi hutang ayahnya.Liana tidak tahu bagaimana caranya untuk melunasi hutang. Tabungan tidak cukup untuk membayar hutang. Jadi, terpaksa Liana harus meminjam uang. Dia harus meminta pinjaman kepada Direktur Nova. Semoga Direktur Nova bersedia meminjamkan uang. Liana masuk ke dalam ruang kerja Nova. Liana mengetuk pintu dan Nova menyuruh Liana masuk. Tarik napas panjang, Liana memberanikan diri berucap, “Maaf, Direktur. Aku membutuhkan gaji, hari ini.” Bukankah sejak tadi pagi Liana sudah merencanakan meminjam uang? Bukan meminta upah kerja bulan ini. Waduh, Liana sepertinya salah berkata. Tak apa, meminta gaji bulanan lebih baik dari pada memimjam uangNova bingung. Sekretarisnya meminta gaji? Nova tertawa ngakak. "Apa? Baru bekerja satu minggu sudah meminta upah kerja? Tanggal gaji bulanan kamu masih lama, Lian. Kamu bercanda?" "Aku tidak bercanda, Direktur," jawab Liana."Tidak b
Pujian itu tidak mampu membuat Liana melayang, malahan terdengar jijik di telinga.Liana tersenyum sinis. Lelaki itu sepertinya harus mendapatkan pukulan darinya.Lelaki itu mengendus-endus tubuh Liana dan menyentuh kulit mulus Liana. “Aku sangat menyukai harum parfummu,” katanya. Dia membisikan lagi sambil mengikuti gerakan Liana berjoget. “Kamu memakai parfum apa?”Liana menggeleng kepala lalu menjawab, “Aku tidak pernah menggunakan parfum, itu bau jeruk dari sampo rambutku.”Lelaki itu tersenyum. "Benarkah?" Liana mengangguk.Di tengah malam dengan cahaya lampu bekelap kelip. Kedua mata Liana melihat lelaki dan wanita berjoget setengah sadar, karena efek terlalu banyak meminum alkohol. Bahkan ada yang bercumbu mesra, berciuman penuh napsu tanpa ada rasa malu, lalu kedua pasangan itu berlanjut menaiki lantai atas—menyewa kamar.Perut Liana seketika mual, setelah melihat adegan mesum yang tidak pantas dilakukan di depan publik seperti ini. Tetapi wajar bagi mereka. Di sini adalah clu
“BERHENTI, HEI! WANITA JALANG!”Teriakan dari David seperdetik membuat Liana langsung menolehkan kepala. David mengejar Liana dengan keadaan sudah sedikit mabuk efek alkohol. Dengan tenaga yang tersisa—Liana berlari, menelusuri lorong club, dia mencari pintu utama.Liana mendengar dia memanggilnya jalang? Liana tersenyum sinis. Berani sekali David memanggil Liana sebutan jalang, jajaran wanita kurang belaian dan sentuhan? Oh, No. Liana bukan wanita jalang. Dia hanya wanita pengecut karena menerima phobia sex, tetapi terus menghindar dari phobia sex. Liana berharap, suatu saat nanti. Yeah. Liana yakin, ada lelaki yang bisa menyembuhkan phobia sexnya.“Hey! Tangkap gadis wanita itu!” teriak David menggema lorong. “Jangan biarkan dia kabur!” kata David kepada lelaki penjaga club malam. Lelaki itu berdiri tepat di depan pintu masuk.Liana menghentikan langkah kaki, dia terdiam. Di sana dengan jarak tidak cukup jauh, ada dua lelaki bertubuh besar tengah bersiap-siap menangkap Liana. Dua le
“Ya! Bagaimana bisa kalian kalah!” David berteriak marah. David kembali ke masuk club—Dia tidak peduli lagi, target wanita sudah kabur. “Sialan kau, Liana.” Sepanjang jalan David menggerutu.“Anda bilang tidak kenal dengan wanita jalang itu. Lantas kenapa membantu dia untuk kabur?” sinis lelaki itu kepada Nova. Kedua lelaki itu sama-sama menyentuh hidung yang berdarah. "Anda harus bertanggung jawab."Jika wanita bisa mengalahkan dua lelaki berbadan besar, tentunya dia laki-laki—Nova—dapat mengalahkan mereka berdua bukan?“Dua lawan satu wanita? Banci kalian!” kata Nova mengejek. “Maju! Lawan aku!”Nova sudah bersiap, mamasang kuda-kuda dan berniat memukul salah satu dari mereka.... Hanya saja, Nova memukul udara karena tidak mengenai salah satu tubuh lelaki itu ...Dua lelaki itu hanya tertawa remeh melihat kehebatan pukulan Nova. Saking hebat hingga tidak mengenai tubuh salah satu lelaki itu. Nova tidak putus asa, dia kembali memukul tapi tetap saja tidak mengenai mereka.Pada akhirn
Sebagai orang tua selalu menginginkan terbaik untuk anaknya. Masa depan cerah dan karir yang sukses. Demikian dengan ayah Nova, dia mempunyai satu anak yang pemalas. Siapa lagi kalau bukan Nova? Presdir Dika menunggu Nova pulang, dia duduk di ruang keluarga, menonton televisi untuk menghilangkan bosan. Sudah malam, Nova belum pulang ke rumah. Dika mulai marah dan kesal karena terlalu lama. menunggu Nova pulang. Kemana Nova pergi? Sebenarnya Presdir Dika mengikuti kebiasaan Ibunya, menunggu sang anak pulang ke rumah. Dika akan meminta maaf kepada Nova, karena sikap Dika kepada Nova terlalu keras dan sering memukul, mendidik terlalu keras hingga Nova tumbuh menjadi anak bandel dan nakal. Dika mengakui kesalahan, akhirnya setelah menunggu satu jam—Nova kembali ke rumah.“Nova," panggil Dika, suaranya lembut."Ya, Ayah? Ada apa?" Kaki Nova berhenti berjalan dengan keadaan setengah mabuk, tetapi Novaa masih sadar. Aneh, Nova tidak berani melihat Dika yang sedang duduk di sofa."Dari mana
Di televisi ada berita tentang seorang anak pemilik perusahaan AD (Andromeda Company) berita itu sudah menyebar luas. Kejadian perkelahian dan pertengkaran di club malam menarik sorotan media, mulai dari TV, koran dan radio.Siapa yang tidak malu? Melihat wajah anak Presdir Dika di layar televisi dan koran?“Astaga! Ada apa ini?” tanya Presdir Dika pada diri sendiri, melihat wajah Nova di televisi. Dika langsung mematikan televisi. Suasana pagi telah buruk. Sekretaris Andra datang ke rumah Dika membawa koran. "Selamat pagi, Presdir. Saya membawa koran terbaru hari ini. Berita buruk! Berita buruk! Liatlah ini." Sekretaris Andra menyodorkan koran kepada Dika.Dika semakin marah. Nama Nova dan wajah Nova ada di koran tersebut. Terlibat kejadian di club malan. “Anak nakal itu!” Dika menggertakkan gigi dengan kesal. Lalu Dika merobek koran menjadi serpihan kertas tidak terbentuk.Wajah Dika bertambah garang melihat sang anak keluar dari kamar, turun dari tangga dengan ekspresi tidak bersal
"Ah...." Nova tidak mempunyai energi. Direktur Nova mendesah berkali-kali, memikirkan kenapa setiap hari mendapatkan kesialan atau sudah takdir Nova? Hari yang buruk. "Apa yang semalam aku lakukan? Apa aku sudah gila?" "Direktur kenapa?"Nova tidak menjawab.Nova melangkahkan kaki masuk ke perusahaan pimpinan ayahnya. Sekretaris baru—Liana—siap taat dengan perintah dari Direktur dan sungguh melakukan pekerjaan. Sesuai janji, datang ke kantor tidak terlambat lagi seperti kemarin.Wanita itu menggunakan rok ketat pink muda dengan blouse putih serta rambut diikat satu, wajah Liana lebih anggun dan menarik. Sedangkan, Nova? Tidak rapih, penampilan tidak rapih. Hihi rambutnya, seperti sarang burung, dan dia tidak memakai dasi. Liana melihat Nova dari ekor matanya, melihat luka lebam di wajah Nova. Dia merasa bersalah dengan kejadian di club dan Liana ingin meminta maaf. “Direktur. A—aku—”“Berhenti! Kamu jangan bertanya tentang lukaku," kata Nova cepat. “Aku tahu. Kamu sudah melihat be
Dan Liana membuat daftar; dia mengajak Nova untuk mendaki gunung besok. Iya! Besok! Haha, Liana jadi bersemangat.Di sisi lain. Presdir tahu Evan menyukai Liana; dia menilai sikap Evan. Saat berada di lift, Dika memuji Evan."Aku baru tahu bahwa kamu adalah anak yang baik dalam menilai seorang wanita. Sepertinya kamu mencintai wanita tidak hanya dari sudut pandang fisik atau kekayaan."Presiden Dika memuji Evan sebagai orang yang tepat, dan dia tidak mengkhawatirkan Evan lagi. Evan hanya mengangguk sopan, tapi dia tidak mengerti apa yang dikatakan Presiden Dika.Lol.****Keesokan harinya, Nova dan Liana pergi ke pegunungan. Kesempatan bagi Liana untuk mencoba mencari informasi dari Nova. Mereka berbincang-bincang dalam perjalanan ke atas bukit, dengan kaos pendek berwarna putih yang dikenakan Liana membuatnya terlihat seksi. Jaket rajut merah muda diikatkan di pinggangnya. Sepatu bot hitam tingginya dua sentimeter, dan dia mengenakan j
Kata-kata Dika sedikit menusuk hati Liana. Sakit? Ya. "Aku tahu. Aku sadar akan diriku dan hidupku, Presdir." Liana tidak pernah mau menerima perasaan Nova, cinta dari Nova. "Saya tidak akan pernah menikah dengan orang kaya," kata Liana.Liana mengaku tidak memiliki perasaan pada Nova dan tidak memiliki perasaan pada Nova atas perintah Dika yang hanya menjadikan Nova orang sukses dan sekretarisnya."Hari demi Hari aku tidak bisa menepati janjiku, tidak punya perasaan cinta atau ketertarikan pada Nova. Tapi aku akan berusaha menyingkirkan perasaan itu."Namun, dia tidak bisa menerima perasaan Nova, tetapi dia akan berusaha menghilangkan perasaan itu.Direktur Utama Dika berpesan agar Liana berusaha keras bahkan untuk menyelesaikan tugasnya sebagai sekretaris. “Ingat, kamu hanya sekretaris. Kamu harus bekerja keras untuk membantu Nova sembuh dari fobia,” kata Dika."Oke Pak Direktur, saya akan bekerja keras dan tidak akan mengeluh," kata Liana, mengerti a
Liana hanya menunduk, ketakutan."Semua orang membuatku kesal! Kenapa hanya aku yang tidak tahu masalah sebenarnya dari Nova dan Evan!” bentaknya.Dika sejak awal curiga, tapi dia mengabaikan pikiran itu."Sekretaris Liana, jawab dengan jujur. Apakah Nova dan Evan menyukaimu pada saat bersamaan ?"Diam. Liana tidak bisa berkata-kata. Tidak tahu apa yang akan dia jawab. Jadi, Liana diam saja."Kenapa diam saja? Tidak menjawab pertanyaanku?""Tidak seperti itu." Liana mengelak. "Saya tidak tahu—”"Berhenti berbicara!" ucap Dika memotong ucapan Liana. Tak hanya Nova, Evan juga menyukai wanita itu. "Jawab dengan jujur, sekretaris Liana!"“Iyaa,” jawab Liana, perlahan menundukkan kepalanya, suaranya nyaris tak terdengar karena terlalu kecil untuk didengar.Namun, Dika juga mengakui bahwa dia menyukai dan tergoda kepada Liana.
Ternyata Presdir Dika tidak datang ke tempat kerja Nova; dia hanya menelepon Liana dan mulai menginterogasinya. Kejadian aneh dan dia masih tidak bisa mempercayainya. Dika selalu bertanya-tanya, siapakah sebenarnya wanita yang menyebabkan Nova dan Evan bertengkar? Masalah pekerjaan? Dika sedikit tidak yakin. Maka, Dika memanggil Liana untuk bertanya dan menginterogasi.Liana bingung. Mengapa Dika menyuruhnya pergi ke tempat kerjanya? Apakah ada masalah atau sesuatu?Liana duduk di tempat kerja Dika dengan canggung. Dua cangkir teh di depan mereka untuk mencairkan suasana agar tidak canggung. Presdir Dika duduk di kursi khusus, dan Liana duduk di kursi panjang khusus untuk tamu."Maaf, kenapa Anda menelepon saya?" tanya Liana memecah kesunyian. "Saya tidak tahu mengapa Anda menyuruh saya datang ke sini."Dika menghela napas. Ia ingin bertanya pada Liana dan ingin menanyakan jawaban yang jelas. “Rumor yang beredar itu
"Akhh !!! Jangan sentuh rambutku! Sekretaris Liana! Sakit—"Sakitnya, apalagi Liana sebagai wanita yang jago beladiri. Liana tidak peduli dengan Nova yang berteriak kesakitan. "Dasar Direktur mesum!"Awalnya, Nova mengeluh kesakitan, tapi kemudian dia tertawa. "Hei! Apa maksudmu? Mesum? Serius. Aku benci otak kotormu, Sekretaris Liana!" Nova mencibir.Mendengar perkataan Nova, pipi Liana memerah dan malu. Dia mundur selangkah, membuang muka.Nova merapikan baju putihnya sedikit berantakan gara-gara Liana. "Liana, apa kamu merasa gugup?" Nova bertanya. Sedetik dia menyadari apa yang dia katakan. "Umm ... maksudku, apa kamu gugup saat melihat wajahku?" Nova menjelaskan, mengulangi kata-katanya.Apa? Apa yang Nova bicarakan? Tidak gugup tapi malu. Tentu saja, Liana membantah dan menjawab dengan alasan lain. Sekarang dialah yang tertawa dengan aneh. "Gugup? Bagaimana menurutmu Direktur. Aku tidak pernah
Nova mengabaikan kata-kata Liana, membuatnya semakin berani dan mendekat. Hanya berjarak satu langkah, punggung Liana bertabrakan dengan pintu. Nova dengan berani mendekatkan wajahnya ke wajah Liana, Liana memejamkan mata karena tidak berani menatap wajah Nova sedekat ini.Dan .... Sebaliknya, Nova mengalami nasib buruk. Saat Nova menatap wajah Liana sedekat ini, dadanya mulai berdebar kencang. Pria itu memegangi dadanya, tidak menyangka reaksinya akan seperti ini. Liana dengan berani membuka kelopak matanya sedikit, mengintip. Keduanya saling bertatapan, tanpa sadar Nova mendekat ke wajah Liana. Keduanya saling menatap dengan tatapan bertabrakan. Kemudian Liana membuka matanya lebar-lebar saat wajah Nova berada lima sentimeter darinya.DOENK !!Liana beraksi dengan membenturkan kepalanya ke kepala Nova lalu meraih lengan Nova dan menjambak rambut Nova. "Apa-apaan ini, Direktur! Kamu mau menciumku ya?! Dasar Direktur mesum," kata Li
Di balik pintu ternyata Nova mendengarkan semua perkataan Liana dan Nova sangat tersinggung.Usai berdebat dengan sekretaris senior, Liana masuk ke ruang kerja Nova dengan membawa cemilan dan air. Melihat wajah Nova yang tidak enak dipandang dan sedang dalam mood yang buruk, Liana menyangka Nova sedang memikirkan berita buruk di media sosial dan informasi di luar kantor."Ada apa, Direktur? Aku membawa makanan ringan untuk mengganjal perutmu." Liana meletakkan cemilan dan air di atas meja."Aku sedang tidak mood untuk makan dan minum."Liana menghela nafas dan mencoba menghiburnya dan bertanya mengapa. Tapi Nova sama sekali tidak memikirkannya. Nova bangkit dan mendekati Liana dan terus berjalan ke depan hingga Liana terpaksa berjalan mundur secara teratur."Apa yang akan dilakukan Direktur?"Tatapan Nova tidak berkedip sama sekali, melihat Liana dari kejauhan yang dibuat hanya lima langkah le
Sekretaris senior membahas hubungan Liana dan Nova yang seperti ada hubungan khusus. Mereka beranggapan Nova tidak akan dekar dengan wanita miskin seperti Liana dan Nova sang pewaris. Itu membuat Liana sedih. Karena hubungan mereka tidak mungkin terjadi. Lalu bagaimana jika mereka saling jatuh cinta?"Haha, tidak mungkin Direktur Nova jatuh cinta pada Sekretaris Vita yang lebih seperti perempuan jalang?""Tentu saja tidak cocok. Sekretaris Vita tidak punya harga diri.""Ngomong-ngomong rumor tentang pertengkaran Direktur Nova dengan Direktur Evan karena masalah wanita.""Hah? Kudengar, memperebutkan posisi pekerjaan?""Tidak. Jangan mau ditipu. Siapa lagi selain pelaku dari masalah Sekretaris wanita jalang itu." Tanpa rasa takut, sekretaris menunjuk Liana yang sedang duduk di kursi kerja Liana.Mendengarkan kata-kata mereka Liana langsung menggebrak meja karena tak tahan lagi dihina
Rapatnya sudah selesai.Liana menyapa Nova, dan Evan menanyakan bagaimana pertemuannya. "Bagaimana? Apakah pertemuannya menyenangkan dan berjalan dengan baik?" Tanya Liana bersemangat."Jangan tanya ke Nova, mungkin Nova tidak tahu, karena dia tidur," jawab Evan.Nova baru saja menguap."Direktur, kenapa Anda tidur saat rapat?" Liana bertanya bagaimana Nova bisa tidur dalam pertemuan sepenting itu."Semua karena kamu," kata Nova kesal. "Kamu membuatku tidak bisa tidur sepanjang malam!" Nova menjawab dengan jujur.Presdir Dika keluar dan ikut memarahi Liana. "Itu benar? Kamu membuat Nova tidak tidur tadi malam? Kamu sebagai sekretaris harus tegas dengan Nova! Kalau kamu bisa memukul bocah nakal itu."Liana tidak menjawab. Dia kesal karena dia disalahkan. Ada apa dengan dia? Dia membuat Nova tidak bisa tidur? Ah ... Presdir bercanda dengan Liana? Liana tidak tahu apa