ใgadis 16 ะผฮนโัฮฑัใ
"Cukup!" Ali menarik smartphone dari telinga kiri Manda. Wanita itu tampak ketakutan dan menangis memohon kepada Ali untuk dilepaskan.
"Please, Om. Aku beneran nggak tau apa-apa soal Lili. Setelah kejadian itu, dia nggak ada kabar sama sekali. Kita lost contact dan---"
"Jangan harap aku percaya bualanmu!" potong Ali.
Manda sudah kehabisan kata-kata. Tak tau lagi harus menjelaskan seperti apa. Ali sama sekali tidak mempercayainya dan satu-satunya yang bisa menjelaskan hanyalah Lili.
Hanya Lili harapan Manda.
ใgadis 16 ะผฮนโัฮฑัใ"Siapa Delisia Xiena?"Jantung Lili terasa berhenti berdetak untuk beberapa detik. Kedua matanya melebar. Sementara Manda hanya terdiam di tempatnya. Ia tidak berani bergerak sedikitpun karena moncong pistol itu masih melekat di pinggangnya.Delisia Xiena? Gumam Manda dalam hati. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan dan siapa Delisia Xiena? Kenapa dirinya harus ikut dalam masalah mereka berdua?"A-aku bener-bener nggak tau siapa itu Delisia Xiena!"Ali mengerutkan keningnya. Kepalanya menoleh ke samping dan menatap tajam ke arah Manda
ใgadis 16 ะผฮนโัฮฑัใLili duduk termenung di tepi tempat tidur. Perlahan kepalanya menoleh ke belakanh, menatap ke arah wajah Ali yang tampak terlelap. Wajah Lili kemudian menunduk, pandangan matanya menatap tubuhnya yang hanya terbalut selimut tebal.Lili mendesah panjang. Semua ini ia lakukan agar bisa menyelamatkan Sisi. Tapi sampai kapan?Lili kembali mendesah. Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Menscroll layar ponselnya, mencari nama Abdul. Ia lalu melekatkan benda pipih itu ke telinga kanannya, menunggu Abdul menjawab panggilannya."Bagaimana?"Suara yang begitu tiba-tiba mem
ใgadis 16 ะผฮนโัฮฑัใ"Aku seneng banget tau nggak sih. Akhirnya kamu bisa bebas juga." ungkap Lili sambil menatap ke arah Nick.Laki-laki itu mengulas senyum manisnya. Jemari tangannya sibuk membelai rambut Sisi, gadis kecil yang sedari tadi memilih duduk di pangkuannya."Itu semua juga karena usaha kamu sama Pak Syamsul." timpal Nick.Lili menganggukkan kepalanya beberapa kali. Ya, semua berkat kerja keras Pak Syamsul menguak fakta yang sebenarnya. Diam-diam Lili melamun, memorinya berputar pada kejadian beberapa waktu yang lalu. Saat bersama Ali."Tentu dong, Sayang. Iya kan, Li?" tanya Nick tiba-ti
ใgadis 16 milyarใLili menatap sebuah wajah cantik yang saat ini tengah tertidur pulas di balik selimut tebal berwarna biru. Seorang gadis kecil dengan bulu mata lentik dan alis tebal menghiasi wajah putih mulusnya. Hidung mancung dan bibir merah tipis semakin menambah sempurna pahatan diwajahnya.Airmata Lili perlahan menetes, teringat akan tindakan gegabah yang hampir saja membunuh nyawa gadis kecilnya."Biarin gue sendiri, Nick!" teriakLili kala itu. Tangan kanannya menggenggam beberapa butir obat sakit kepala dan tangan kirinya memegang sebuah gelas berisikan air putih.Nick tau betul apa yang akan dilakukan Lili waktu itu. L
ใgadis 16 milyarใLili membuka kaca mobilnya dan mendapati Sisi berjalan gontai kearahnya. Gadis kecil itu tampak mengerucutkan bibirnya dengan pandangan mata menunduk ke bawah."Halo, Sayang. Anaknya Bunda udah pulang!" sapa Lili saat mendapati anak gadisnya duduk di jok sebelahnya. "Hari ini belajar apa, Sayang?"Sisi menjawabnya hanya dengan menggelengkan kepalanya. Matanya tampak merah dan berkaca-kaca lalu sedetik kemudian tangisnya pecah."Loh, anak Bunda kenapa nangis? Ada apa, Sayang?" Lili merengkuh tubuh mungil Sisi, menariknya dan meletakan Sisi diatas pangkuannya. "Princessnya Bunda kenapa? Hm?""Bunda. Ayah Nick kenapa dibawa sama Pak Polisi?" tanyanya polos.Lili terdiam seketika. Matanya menatap bolamata coklat milik Sisi. Kenapa dengan gadis kecilnya?"Kenapa Ayah Nick nggak tinggal sama Bunda d
ใgadis 16 milyarใSetelah puas menatap wajah gadis kecil yang tersimpan pada memori kameranya, Ali memutar badannya dan bergegas pergi. Tugasnya hari ini sudah selesai dan ia sudah bisa mengambil keputusan untuk konsep foto besok.Ali masuk ke dalam mobil hitamnya dan di dalam sana sudah ada Adam yang duduk di balik setir kemudinya. "Sudah, Rey?" tanya Adam saat melihat Ali masuk dan duduk di sebelahnya."Sudah. Kita langsung ke hotel!" Ali menarik sabuk pengaman dan memakainya."Aku ada info untukmu!" seru Adam membuat kepala Ali menoleh seketika."Katakan!"Adam mengambil sebuah map yang tergeletak di jok belakang dan menyerahkannya pada Ali."Apa ini?" Ali membukanya langsung."Aku mencoba mencari tau tentang perusahaan keluarga Rezvan yang ada di Bali dan hasilnya----" Adam menggelengkan ke
ใgadis 16 milyarใAli membuka pintu kamar hotel dengan kasar lalu melangkah masuk dengan langkah tergesa. Meletakkan tas ransel berisi kamera di atas nakas, tangannya kemudian menyambar laptop silvernya dan membawanya duduk diatas tempat tidur dengan posisi kali menyilang.Semua aktifitas Ali tak luput dari pengamatan Adam yang tampak sibuk dengan laptopnya."Kau kenapa, Rey?" tanya Adam sambil mengalihkan pandangannya dari layar laptop.Ali tak langsung menjawab tapi jemarinya menari diatas keyboard laptop dengan sangat lincah.Lili Rezvan Azkadina.Tapi mesin pencari di layar laptopnya tak menampakkan hasil apapun. Ali kembali mencoba menulis lagi.Asprilia Rezvan.Tapi lagi-lagi tak menemukan hasil. Ali mengerang frustasi sambil
ใgadis 16 milyarใ"Finally. I found you!"Kedua mata Ali menatap Sisi dari kejauhan. Sebenarnya ia ingin menghampiri gadis kecil itu tapi Ali ragu, takut jika gadis itu menolak bertemu dengannya. Lagipula, tempat juga menjadi alasan utama Ali mengamati Sisi dari kejauhan."Ayo, Non Sisi. Masuk!" seru Luna saat taxi pesanannya menepi dan berhenti tepat di depan mereka.Sisi menurut dan masuk lebih dulu sementara Luna menyusul. "Jalan, Pak!" ucap Luna setelah duduk di sebelah Sisi.Taxi biru itu melaju perlahan begitu juga mobil hitam di belakangnya."Siapa dia, Rey?" tanya Adam saat melihat Ali tampak fokus mengikuti taxi di depannya. "Apakah dia Delixia Xiena?"Ali menggeleng pelan. "Bukan!" jawab Ali singkat.Kening Adam seketika mengkerut. "Lalu?""Entahlah!" Ali menga