Share

Bab 4

Aku menerima surat kematian yang terasa begitu ringan di tanganku. Seseorang yang pernah hidup, kini hanya tersisa sebagai selembar kertas. Dalam kebingungan, aku berbalik hendak pergi. Namun tiba-tiba, Sheldon mengulurkan tangan dan merampas kertas itu dariku.

Raut wajahnya tampak sedikit pucat. "Mana mungkin ...," gumamnya pelan.

Di sampingnya, Wina mendekat dan melihat surat itu, lalu menutup mulutnya dengan ekspresi terkejut, "Wah, stempelnya kelihatan asli. Jeanette, di mana kamu buat ini?"

Sheldon tampak tersadar. Tanpa berpikir panjang, dia langsung merobek surat kematian itu menjadi potongan-potongan kecil dan melemparkannya ke arahku! Ujung kertas yang tajam melukai pipi kananku.

Dia mengabaikan luka itu dan tertawa sinis, "Membuat surat kematian palsu adalah tindakan ilegal! Suster, kamu nggak takut terseret masalah kalau kerja sama dengan Jeanette untuk memainkan sandiwara ini?"

Perawat itu mengerutkan alisnya, "Kamu bicara apa? Putrinya memang sudah ...."

"Cukup," Sheldon memotongnya dengan kasar, lalu menatapku dengan kebencian mendalam, "Melihat wajah munafikmu saja sudah membuatku muak!"

Pada saat itu, rombongan wartawan menyerbu masuk. Mikrofon dan kamera langsung diarahkan ke wajahku.

"Bu Jeanette, sebagai pilot yang heroik. Apa ada yang ingin Anda sampaikan pada kami?"

"Kami dengar, putri Anda adalah satu-satunya korban dalam insiden ini. Apa yang Anda rasakan?"

"Tsk!"

Sebuah tawa dingin dari Sheldon tiba-tiba memecah suasana dan menarik perhatian semua orang. Mikrofon dan kamera pun beralih menyorotnya. Dengan alis yang terangkat sedikit, Sheldon berbicara dengan nada datar, "Kalian semua telah dibohongi olehnya!"

"Demi pujian, dia bahkan tega mengarang cerita tentang kematian putrinya sendiri dan kalian semua malah percaya begitu saja."

Seorang wartawan bertanya dengan kaget, "Maksud Anda, putri Bu Jeanette sebenarnya nggak meninggal?"

Pernyataan itu langsung membuat tatapan heran terarah padaku. Kerumunan mulai bergumam, orang-orang menunjuk dan memandangku dengan raut tak setuju.

Seorang wartawan yang berpikir kritis bertanya, "Pak, apa hubungan Anda dengan Bu Jeanette? Apa ucapan Anda bisa dipercaya?"

Sheldon menjawab, "Aku suaminya dan ayah dari anak yang kalian sebut-sebut sudah meninggal. Menurut kalian, apakah kata-kataku bisa dipercaya?"

Para wartawan langsung heboh.

....

Kerumunan mulai melontarkan hinaan yang tiba-tiba menghantamku. Mikrofon-mikrofon yang semakin agresif didorong ke wajahku, bahkan mengenai daguku. Beberapa orang mengeluarkan ponsel dan mulai menyiarkan secara langsung sambil mencaci maki diriku.

"Apa sebenarnya yang terjadi? Apa Jeanette sengaja mengarang cerita menyedihkan ini demi dianggap sebagai pahlawan?"

"Siapa tahu yang sebenarnya mendaratkan pesawat itu adalah kopilot, bukan dia? Hanya karena dia seorang perempuan, seberapa hebat sih kemampuannya!"

"Mungkin dia cuma ingin mencuri pujian, makanya berbohong kalau anaknya meninggal."

Jumlah penonton di ruang siaran langsung semakin membeludak, mencapai angka jutaan dalam sekejap. Komentar dari para penonton membanjiri layar.

[ Untuk jadi pahlawan, dia sampai tega merelakan anaknya sendiri. Memangnya ada ibu macam dia? ]

[ Benar-benar menjijikkan! Kasihan kopilot yang melakukan semua kerja kerasnya. ]

[ Kalian tahu nggak? Saat kejadian itu, cuaca sedang badai petir. Dia bohong soal anaknya kena serangan jantung supaya bisa mendarat lebih awal, tapi petugas menara kontrol nggak memedulikan permintaannya dan tetap mendarat sesuai giliran. Siapa sangka dia malah memutuskan kontak dan terbang sendiri ke tempat lain. ]

[ Ini benar-benar seram kalau dipikir-pikir. Artinya, kecelakaan pesawat ini mungkin saja akibat perbuatannya sendiri .... ]

[ Kita sudah memecahkan kasusnya! Demi dianggap sebagai pahlawan, dia mempertaruhkan nyawa 360 orang! ]

Emosi massa semakin membara dan aku terkepung di sudut ruangan. Berbagai benda seperti botol air mineral, gumpalan kertas, hingga kunci, dilemparkan ke arahku dan menyebabkan luka-luka di kepalaku.

Dengan kesakitan, aku hanya bisa meringkuk di sudut, mencoba menjelaskan dengan suara tinggi, "Tolong jangan termakan oleh provokasinya, anakku benar-benar sudah ...."

"Diam kau!"

Di saat itu, Wina, yang biasanya terlihat lembut, berpura-pura datang untuk membantuku berdiri. Namun, sambil berpura-pura berbisik di telingaku, dia berkata dengan suara rendah, "Jeanette, menyerahlah. Kau nggak akan bisa mengalahkanku."

"Lagi pula, di hati Sheldon, kamu ini cuma wanita yang memberinya aib ...."

Dengan mata terbelalak, aku menatapnya tajam. Dalam sekejap, kabut dalam pikiranku tersingkap dan kebenaran yang selama ini tersembunyi pun terungkap.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
bukan bicara malah meringkuk. anjing lah perempuan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status