Share

Bab 2

Aku kembali menghubungi menara kontrol. Sheldon berkata dengan tidak sabaran, "C2991 lagi ada masalah, harus mendarat lebih dulu! Kalian tunggu dulu sambil putar-putar di udara."

Dengan tegas aku menjawab, "Ada indikasi badai petir di sekitar posisi kami ...."

Sheldon tertawa sinis, "Sudahlah, Jeanette. Demi keselamatanmu sendiri, kamu bisa ngarang kebohongan apa saja! Apa sekarang sudah nggak ada alasan putrimu hampir mati?"

Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha keras mengendalikan emosiku, "Sheldon, kamu sedang melakukan pelanggaran prosedur. Ada lebih dari 300 nyawa di pesawat ini!"

"Kamu juga nggak menghargai 300 lebih nyawa di pesawat lainnya!" jawab Sheldon dengan nada tajam, "Sejak awal, yang kamu pikirkan hanya keselamatanmu sendiri. Egois sekali kamu!"

Di sisi lain, terdengar suara lembut dari Wina, "Wah, Kak Sheldon, jadi ini menara kontrol ya. Aku belum pernah ke sini sebelumnya ...."

Hatiku yang kupikir tak akan lagi terusik, seketika hancur berkeping-keping.

Putriku dulu sangat penasaran dengan tempat kerja ayahnya dan berkali-kali dia meminta untuk melihatnya. Di hari ulang tahunnya yang ke-6, aku membantunya mengajukan permintaan itu sebagai hadiah ulang tahun.

Namun, Sheldon menolak tanpa ragu, "Dia sudah sebesar itu, kenapa masih saja kekanak-kanakan begini? Itu bukan tempat yang bisa dimasuki orang sembarangan!"

Namun sekarang, putriku bahkan belum lama meninggal, Sheldon justru membawa Wina masuk ke menara kontrol. Dengan suara dingin, aku berkata, "Sheldon, kalau pesawat ini mengalami kecelakaan, kamu juga akan mendapatkan sanksi!"

"Kamu tahu seberapa besar usahaku dulu supaya kamu bisa tetap kerja di bandara ini setelah sanksi yang kau dapatkan?"

"Omong kosong!" Sheldon menyela dengan tawa sinis.

Di hadapan mikrofon, dia berbicara dengan nada keras, "Jeanette, kamu benar-benar menjijikkan! Kamu kira aku nggak tahu semuanya? Kalau bukan karena Wina yang mengurus sanksi itu, aku mungkin sudah kehilangan pekerjaan dari dulu!"

"Sedangkan kamu ... dulu kamu bukan cuma mengabaikanku, sekarang malah mengaku-ngaku itu jasamu. Menjijikkan sekali!"

Dengan tidak percaya, aku berbalik bertanya padanya, "Kamu bilang itu berkat dia? Mana mungkin. Jelas-jelas waktu itu ...."

Namun, sambungan komunikasi kembali terputus. Semua penjelasan yang ingin kusampaikan tak pernah sempat didengar olehnya. Aku tahu, selama ada Wina di sampingnya, dia tidak akan mendengarkan ucapanku sama sekali meskipun telah kujelaskan berkali-kali.

Ketika menikah dengan Sheldon, aku sama sekali tidak tahu bahwa dia menyimpan perasaan pada orang lain. Aku memberikan seluruh cintaku sepenuhnya untuk suamiku. Aku berpikir kami akan menua bersama. Di mata orang lain, kami adalah keluarga kecil yang harmonis dan bahagia.

Namun ketika putri kami berusia 5 tahun, Wina kembali ke negara ini. Awalnya, Sheldon hanya sering melamun dan pulang semakin larut. Karena kepercayaanku padanya, aku tak pernah menanyakan lebih jauh.

Sampai suatu hari, Sheldon tiba-tiba membuat kesalahan besar. Katanya, dia melamun saat mengatur lalu lintas udara yang hampir menyebabkan dua pesawat bertabrakan.

Kesalahan ini begitu serius hingga pihak bandara langsung menangguhkan Sheldon dan membuatnya terancam kehilangan pekerjaannya. Demi mempertahankan pekerjaannya, aku meminta bantuan dari berbagai pihak.

Aku bahkan berkali-kali minum hingga mabuk berat dan mengalami pendarahan lambung hingga harus dirawat di rumah sakit dan hampir kehilangan nyawa.

Aku harus mengambil cuti seminggu penuh untuk dirawat dan tidak berani memberi tahu Sheldon mengenai hal itu. Aku berbohong padanya dengan mengaku sedang berlibur. Hanya dengan usaha keras itu, dia bisa mempertahankan pekerjaannya meskipun tetap menerima satu sanksi.

Namun, siapa yang menyangka bahwa kini Sheldon menganggap jasa itu sebagai milik Wina? Tak heran, sejak saat itu, Sheldon mulai memperlakukanku dengan sangat dingin. Sebaliknya, Wina menjadi prioritas utamanya dalam segala hal.

Saat jari Wina terluka, dia meninggalkan putri kami yang sedang demam tinggi dan segera pergi menemuinya. Ketika Wina merasa tertekan, Sheldon yang tak pernah memasak sebelumnya, rela turun ke dapur untuk menyiapkan makanan demi menghiburnya.

Di kehidupan sebelumnya, setelah Wina mengalami insiden, Sheldon hanya terdiam lama tanpa berkata apa pun. Aku berpikir, mungkin dia akhirnya sadar bahwa kami adalah keluarganya. Namun, kenyataan baru menyadarkanku saat dia mengunciku dan putri kami di rumah.

Dia tidak pernah berubah pikiran. Yang dia lakukan hanyalah menunggu kesempatan untuk membalas dendam demi wanita yang dicintainya.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
mampuslah wanita begok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status