Share

Bab 2

Sejak berhenti dari pekerjaan sampingan sebagai kurir, aku mulai bekerja lebih keras. Tidak hanya efisiensi kerjaku meningkat, tetapi karierku juga berkembang pesat. Dalam beberapa bulan, aku sudah pindah ke perusahaan baru, dan gajiku pun berlipat ganda.

Bosku bernama Candra Kusuma, seorang pria yang mengenakan kacamata dengan bingkai emas dan terlihat sangat bijaksana.

Pada hari pertama bekerja, aku menambahkan kontaknya.

Ketika nomor telepon yang tidak asing itu muncul di depan mata, jantungku berdebar kencang.

Dengan tidak percaya, aku membuka album foto dan melihat angka yang persis sama.

Bosku, Candra Kusuma ... adalah pelanggan yang memesan mainan seks hari itu.

Yang lebih mengejutkanku adalah, ketika sekretaris bosku masuk, aku langsung mengenalinya.

Candra dengan sopan memperkenalkan kami, "Ini Jodi, kepala departemen yang baru datang. Jodi, ini Citra Yanuar, sekretarisku, sekaligus istriku."

Melihat wanita muda yang mengenakan setelan jas profesional dan memiliki penampilan menarik di depanku, aku merasa agak terkejut.

Meskipun malam itu wanita tersebut mengenakan penutup mata, tahi lalat di lehernya dan gelang giok di pergelangan tangannya masih membuatku mengenalinya. Citra yang berdiri di depanku adalah wanita di malam itu.

Perasaan cemas muncul dalam hatiku. Keraguan pun memenuhi benakku.

Sepertinya Citra tidak mengenaliku. Dia tersenyum dan menjabat tanganku, dengan ramah menyapaku sebagai Pak Jodi.

Suara lembut dan tangan yang lemah gemulai itu membuat pikiranku kembali melayang ke malam yang penuh gairah itu.

Tenggorokanku terasa kering, dan sebuah perasaan aneh muncul dalam hatiku, seolah-olah ada sehelai bulu halus yang mengusap lembut di hatiku.

Dari sudut mata, aku melihat Candra berdiri di sana sambil tersenyum dengan ekspresi aneh. Perasaan aneh yang kurasakan makin kuat.

Pak Candra ini, yang menjadikan istrinya sebagai sekretarisnya, memang cukup aneh.

Untungnya, sepertinya mereka tidak mengenaliku, dan tidak membuat masalah tentang hal ini. Jadi, aku anggap saja tidak ada yang terjadi.

Namun, setelah itu Candra mulai secara sengaja atau tidak sengaja meningkatkan kontak antara aku dan Citra.

Saat membawa sarapan, dia memintaku membawakan satu untuk Citra juga. Setiap kali aku mendapat proyek, dia selalu mengatur agar Citra membantuku, dan beberapa kali dia memintaku mengantar Citra pulang dengan alasan dia sendiri sedang sibuk.

Meskipun aku agak bingung, tetapi karena dia tampaknya ingin mempromosikan aku dan memberikan proyek bagus, aku pun mengabaikan tindakan-tindakan kecilnya itu.

Namun, dengan cara seperti itu, hubunganku dengan Citra mau tak mau menjadi makin dekat.

Suatu hari, aku menerima proyek yang mengharuskan aku untuk melakukan perjalanan dinas ke luar kota.

Di perjalanan menuju bandara, Candra menelepon.

"Halo, Jodi, proyek kali ini harus kamu kerjakan dengan baik. Kalau berhasil, bonusnya lumayan, haha."

"Tenang saja, Pak Candra, aku pasti nggak akan mengecewakanmu."

Setelah berbasa-basi, dia menyampaikan maksud sesungguhnya.

"Untuk memastikan pekerjaan berjalan lebih efektif, perusahaan memutuskan untuk mengirim Citra sebagai perwakilanku, untuk selalu mencatat perkembangan pekerjaan."

Setiap kali, Candra mengatasnamakan perusahaan untuk memenuhi keinginan pribadinya. Aku mendengus pelan, mengganti tiket pesawat, dan kembali untuk menjemput Citra.

Setelah pesawat mendarat, saat itu sudah pukul tiga pagi.

Kami sampai di hotel yang ditunjuk perusahaan, dan baru menyadari ada yang tidak beres.

Karena perjalanan ini mendadak, perusahaan tidak memesan kamar untuk Citra, dan kebetulan kamarku adalah kamar dengan satu tempat tidur double.

Lokasinya terpencil, dalam radius 3 kilometer hanya ada satu hotel mewah ini, sementara yang lainnya adalah penginapan kecil dengan keamanan yang tidak jelas.

Namun, tidak ada lagi kamar kosong di hotel ini malam ini.

Citra menatapku dengan mata yang bening dan bertanya dengan putus asa, "Kak Jodi, bagaimana ini?"

Tidak tahu harus bagaimana, aku hanya bisa menggelengkan kepala, "Besok pagi kita harus bertemu dengan klien. Sekarang sudah terlalu larut, rasanya sulit untuk mencari kamar yang lebih baik. Kamarku ini kamar dengan dua tempat tidur. Kalau nggak keberatan, kamu bisa tidur di sini sementara."

Citra menggigit bibirnya, terlihat ragu. Lalu, dia mengeluarkan ponsel dan mengirimkan beberapa pesan.

Aku melihat nama panggilan "Suami" di atas kotak obrolan, dan menebak dia pasti sedang meminta pendapat Candra.

Candra, seperti dugaanku, menyetujui, bahkan menenangkan Citra dan mengatakan bahwa aku orang yang jujur, jadi dia tidak perlu khawatir, dan bisa tidur sementara di kamarku.

Setelah masuk ke kamar, aku membereskan barang-barangku sedikit. Rasa lelah perjalanan segera menyergap.

Aku duduk di ranjang, mengeluarkan suplemen melatonin yang biasa kukonsumsi, meminum satu tablet, dan bersiap tidur.

Saat itu, Citra baru saja selesai mandi dan keluar dengan mengenakan jubah sutra. Jubah yang lembut itu membalut tubuhnya yang anggun, memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan jelas, membuat mataku melotot.

Dia mendekat dengan penasaran, mengamati botol melatonin yang kupegang. Matanya bulat dan agak terangkat seperti mata kucing.

Karena membungkuk, pemandangan dadanya terlihat samar-samar, dan tubuhnya yang putih mulus dengan sedikit rona merah memancarkan kehangatan dan wangi sabun mandi, membuatku merasa agak pusing.

"Kak Jodi, kamu makan apa?"

"Ini melatonin. Biasanya aku agak susah tidur. Kalau makan ini bisa tidur lebih nyenyak," aku menjelaskan.

Dia tersenyum manis, "Tidur sampai pagi, ya?"

"Iya, tidur sampai pagi."

Setelah percakapan singkat itu, aku berbaring di ranjang. Pikiranku kacau, dan tanpa sadar teringat kembali ke hari itu.

Citra yang patuh dan lembut seperti kucing ini benar-benar berbeda dari wanita yang penuh gairah malam itu.

Aku tidak bisa memahaminya, jadi aku harus berpura-pura bahwa malam itu hanyalah mimpi indah dan tertidur ....

Aku tidak tahu berapa lama tidur, tetapi aku terbangun karena kepanasan. Saat aku membuka mata, aku terpana dengan pemandangan yang kuhadapi.

Citra duduk mengangkangiku dengan punggung menghadap ke arahku. Kali ini dia bahkan tidak mengenakan celana dalam, dan jari-jari putihnya dengan panik membelai di sana .…

Tangan satunya masih memegang ponsel tinggi-tinggi, seolah-olah sedang melakukan panggilan video dengan seseorang.

Aku memicingkan mata dan mengintip, dan wajah Candra tiba-tiba muncul di layar ponsel. Aku terkejut dan segera memejamkan mata.

Aku mencubit tanganku dengan keras di bawah selimut. Rasa sakit yang tajam terasa jelas di tanganku, mengingatkan aku bahwa ini bukan mimpi.

Apa yang terjadi? Apa mereka menganggapku sebagai alat untuk mencari romansa dan kegairahan antara suami dan istri?

Apa menurutmu melatonin yang aku konsumsi adalah obat tidur?

Aku tidak bisa membayangkan betapa memalukannya pemandangan yang akan kualami jika aku terbangun saat ini. Untuk menghindari masalah, aku memejamkan mata rapat-rapat dan terus berpura-pura tertidur.

Tetapi, Citra tidak menganggap itu cukup menarik. Jadi, dia menjauhkan jari-jarinya yang bergerak dengan panik, dan bokongnya perlahan mendekati wajahku ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status