Home / Romansa / menjadi yang kedua / bab 2 masalalu

Share

bab 2 masalalu

Author: Lembayung senja
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Bagaimana Gus?" nur bertanya dengan gelisah. Sedari tadi dia mencoba membuka pintu, tapi tetap saja tak bisa. Meski berpuluhan kali pun hasil nya akan tetap sama, tak terbuka. Sedangkan gagang pintu tergeletak begitu saja di lantai.menandakan diri nya sudah tak layak mengabdi pada tuan nya.

"Rusak Gus, pintunya."

"Dobrak saja!"

"Sudah, tetap tidak bisa, Gus!."

Dari dalam Gus Naufal menjambaki rambut nya, mengerang frustasi. Udara dingin dari balik celah ventilasi kamar mandi membuat tubuh Gus Naufal menjadi tak karuan rasanya.hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh membuat Gus Naufal sedikit menggigil.

"Kamu coba dobrak!" Titah Naufal .

nur mengangguk, berusaha lebih keras lagi untuk mendorong. Tapi sia sia belaka.

"Tunggu, saya Carikan Gus adnan dulu."

Kesunyian menggiring langkah cepat nur menuruni anak tangga menuju ke ruangan depan, dimana lelaki yang pernah mencuri tidur tenang nya selama sekian purnama biasa nya berada untuk menghabiskan sisa subuh dengan menekuri lembar demi lembar kitab kuning di sana.

"Gus..."

Lelaki yang bernama adnan itu seketika berpaling ke arah asal suara, diam menatap tanpa berkedip sedetik pun, dan seharusnya nur segera menunduk untuk menghindari tatapan lelaki yang kini telah menjadi adik ipar nya. Namun, nur belum mampu mengalihkan pandangan nya yang terpaku pada pria yang berwajah tampan itu, yang dahulu ia pernah meminta ke ikhlasan nya melepas diri nur menikahi lelaki lain.

Udara dingin yang berhembus melalui pintu utama yang terbuka, mampu membawa ingatan nur pada senyuman itu, membuat semua tulang tulang kaki nur lemas, tak berdaya. Meski dia berusaha melupakan senyuman itu dengan sikap dingin lelaki lain. Tapi tetap saja, senyuman milik lelaki pertama yang hanya bisa menari nari di pelupuk mata nya. Meski bayangan itu tak sekuat dahulu.

Pada detik di mana teriakan dari kamar atas lebih kencang, nur menyadari akan tujuan nya. Menghampiri lelaki di masa lalu nya.

"Gus, tolong! Gus Naufal ke kunci di kamar mandi!"

Gus adnan segera berdiri, berlalu dari nur dengan wajah gusar.

"Kok bisa kenapa, nur?"

Bahkan hanya dengan panggilan sebuah nama saja, nur masih merasakan getaran halus itu. Getaran yang sering ia rasa dulu, ketika dia di panggil untuk menyiapkan makan siang keluarga kyai nya.

"nur, makan siang nya sudah siap?"

Atau...

"Piring dan sendok belum ada nur!"

Kini di saat saat genting sekalipun, getaran halus itu masih tersisa. Masih dengan rasa yang sama meski tak sekuat seperti dahulu kala.

"Gagang pintu nya rusak, Gus!" nur, menjawab dengan halus seperti biasa nya.

adnansegera melasak ke dalam kamar nur yang memang sama sekali tak terkunci. Suara dari dalam kamar mandi semakin lemah.

"Tolong!"

"Mas, ini Khoirul!"

Gus Naufal dari dalam seakan malaikat penyelamat telah mendatangi nya.

"Minggir dari sana! Biar adnandobrak!"

adnan membentur bentur kan tubuh nya ke pintu, berulang kali pula ia menambahkan dorongan kuat agar pintu lekas terbuka.

nur, menanti dengan harap harap cemas tak jauh di belakang Gus Khoirul.

"Alhamdulillah" spontanitas nur kala pintu kamar mandi terkuak. Tampak lah Gus Naufal yang terduduk lemas di atas lantai.

"Astaghfirullah" nur segera menghampiri suami nya dengan segala berusaha mengangkat tubuh lelaki itu. Naluri manusia nya jauh lebih kuat di banding kan rasa cinta sendiri.

"Pelan pelan Gus!" Ujar nur sembari berusaha memapah tubuh suaminya yang memang masih belum pulih benar.

Gus adnanmengalih kan pandangan nya, dia tak mampu melihat pemandangan yang membuat hatinya tersayat sayat sembilu.

Bukan karena ia membenci nur dan kakak nya sendiri, melainkan ia membenci diri nya sendiri. Mengapa ia blm bisa melupakan nur, mengapa dahulu bukan ia saja yang menikah dengan nur, mengapa dia harus terlambat berbicara kepada umi nya tentang perasaan cinta nya kepada seorang santriwati abdi ndalem bernama nur mahzuniatus Salamah, mengapa dan mengapa dengan inti pertanyaan yang sama terus bergelayut dalam pikiran Khoirul.

Hingga ujung mata nya menatap sesuatu yang tak wajar di atas sajadah, dekat kasur dimana nur membaring kan tubuh suami nya.

"Zahra?" Tanya Gus adnandi dalam hati.

Kemudian tatapan nya kembali ke arah gadis yang malang itu. Gus adnanpun ikut merasakan sakit hati nya melihat foto Zahra tergeletak di atas sajadah kakak nya itu. Dia tahu persis, bila itu sajadah kesayangan kakak lelaki nya. Tak mungkin pula foto itu tergeletak begitu saja di atas sajadah secara rapi, bila tak ada tangan yang menginginkan hal itu.

"Harusnya dia lebih bisa menjaga perasaan, nur." Lirih Gus adnan nyaris tanpa suara

"Saya ambil kan sarung dan baju baru nya Gus, nanti njenengan bisa ganti di dalam. Tak perlu di kunci, biar saya saja yang keluar kamar." nur berkata cepat tanpa ia sadar bahwa Gus adnan masih di ruangan yang sama dengan diri nya.

Gus adnan merasa sedikit curiga dengan gelagat aneh dari nur usai berkata demi kian. Naufal yang menyadari letak kesalahan istrinya, segera menyuruh nur mendekat.

"Sudah, di sini saja temani aku. Aku butuh nya cuman kamu aja sekarang!" Titah Naufal dengan di jawab anggukan oleh nur.

"Saya keluar dulu mas! Saya suruh kang Kholid betul kan pintu itu!" Ucap Gus adnan akhirnya karena tak enak.

"Terimakasih nan. Terima kasih banyak, Ya. Kalo nggak ada kamu, pasti mas mu ini seharian kekurung.

adnanpun berusaha tersenyum, meski di dalam hati nya merasakan perih tiada Terkira. "Pintu kenapa bisa rusak, mas? Apa habis tarik ulur gagang pintu?" Ujar adnan melempar canda.

"Nggak ada lah, rul. Mungkin itu mbak ipar mu terlalu kencang buka pintu nya kemarin kemarin, atau mungkin sudah takdir nya gagang pintu rusak!" Naufal berbicara secara menatap nur dengan senyuman manis nya. Ingin memperlihatkan keharmonisan mereka berdua.

nur pun membalas senyuman itu, lalu buru buru kembali menunduk.

"Ya sudah, adnankeluar dulu mas, assalamualaikum."

"Wa'alaikummussalam warahmatullah," jawab nur dan Mubarok hampir bersamaan.

Usai kepergian Gus Khoirul, nur bergegas menyiap kan air hangat, mengganti keset lama dengan keset baru dan mengambil kan baju bersih Gus Naufal . Tapi, tetap saja Naufal tak bergeming atau berucap terima kasih. Justru dia asik berselancar di dunia maya.

"Sudah, Gus." Ucap nur tanpa berani menatap suami nya. Dia masih sama seperti nur yang dahulu, gadis yang sekian tahun mengabdi pada keluarga pesantren tanpa berani mengangkat pandangan.

Suara deru mobil terdengar memasuki halaman rumah. Membuat Gus Naufal menghentikan langkahnya.

"Siapa yang bertamu sepagi ini?"

"Maaf, Gus. Saya juga Ndak tahu! Barangkali itu Bu nyai!" Jawab nur sopan.

"Ah, mana mungkin. Umik pulang nya besok"

Gus Naufal mendekati nur dengan langkah santai. Badan nya masih terasa lemas efek dari pola hidup nya yang kacau Minggu Minggu ini. Biasanya, bila Zahra ada di dekat Gus Naufal , dia akan menjadi wanita cerewet yang mengingatkan suami nya tentang pola hidup sehat.

"Andai saja Zahra ada di sini! Pasti aku tak akan jatuh sakit seperti ini," lirih Gus Naufal namun, masih bisa di dengar oleh nur.

nur semakin menunduk, merasai ada yang sakit di dalan dasar hatinya. Pun tak terasa air mata yang berusaha ia tahan kembali, akhirnya menetes secara perlahan, melalui pipi mulus nya. nur tak mengerti kenapa hidup nya selalu berteman dengan air mata, mulai jadi yatim piatu, hidup serba kekurangan di panti, terpisah dengan saudara kembar nya hingga akhirnya dia memilih menetap di pesantren saja. Hanya dengan mengaji dan membayang kan Gus Khoirul, nur merasa tenang dan tentram, seolah dia sendiri sedang berada di taman surga yang tiada kesedihan di dalam nya.

"Kamu bisa keluar kamar sekarang!" Suara dari Gus Naufal membuat nur bergegas membuang wajah nya, guna menutupi air mata yang semakin deras. nur sendiri bingung, mengapa dia sangat sangat sakit bila tak di pedulikan oleh Gus Naufal . nur seolah di ombang ambingkan oleh perasaan nya sendiri. Tak ia pungkiri, hidup sebulan lebih bersama dengan Gus Naufal dalam satu kamar., Membuat nya terkadang bahagia, namun tak jarang dia merasa nelangsa.

nur keluar kamar tanpa berkata apapun. Segera ia menghapus air mata tepat di depan pintu dengan ujung jilbab nya.

"nur, ada apa dengan mu? kenapa kau menangis?" Suara dari belakang membuat detak jantung nur berdetak hebat.

Related chapters

  • menjadi yang kedua   bab 3 kado

    Bu nyai Halimah baru saja tiba dari perjalanan ziaroh bersama suami serta jama'ah pengajian kitab Al Mukhtar Min kalamil Akhyar, kitab tasawuf yang menjelas kan ucapan ucapan positif para waliyullah."Bah!, Kenapa sepi sekali. Biasa nya jam jam segini Khoirul ngaji kitab di depan, naufal akan ngajar ngaji di masjid. Tapi, kenapa sepi ya, bah?" Bu nyai mengutarakan kegundahan hati nya, pada kyai Amir suami nya."Mungkin, mereka lagi ada kepentingan." Kyai Amir menjawab dengan tenang dengan tangan tak berhenti memutari tasbih, serta hati yang senantiasa berdzikir.Tak berselang lama, Gus Adnan muncul dari balik pintu samping. Gegas dia menyalami umi serta Abah nya."Dari kamar kang kholid umi! Bagaimana umi dan Abah, sehat? Ndak capek. Kan?""Alhamdulillah sehat, le!"Kyai Amir tersenyum dengan bibir yang terus merapal dzikir."Abah, istirahat saja di kamar dulu. Umik mau lihat naufal sama nur dulu ke atas. Nggak tau kenapa, perasaan umi nggak enak!"Kyai Amir menurut berlalu menuju kam

  • menjadi yang kedua   bab 4 tak sesuai kenyataan

    Degup jantung nur mulai terpacu kuat, sedikit demi sedikit ia melangkah memasuki area ndalem melewati pintu samping. Meski di belakang nya sudah ber tengger tas ransel yang ia pinjam, guna menutupi dua kotak spesial itu. Namun, tetap saja dia harus waspada."nur"Suara panggilan dari belakang membuat nur terpaksa berhenti. Sambil mengatur detak jantung nya, dia berbalik ke belakang mentap perempuan yang ber- gelar mertua nya sedang berjalan mendekat ke arah nya. Wanita yang bersahaja di usia nya yang tak lagi muda, tersenyum menatap nur."Umik hanya mau kasih tau kamu, jika kita nggak jadi ke kota. Abah mu lagi kurang enak badan, lagian kamu juga sudah di belikan mas mu gaun bagus, nduk,""Nggeh, umik. Mboten nopo""Ya, sudah umik balik ke kamar dulu ya, nduk.""Nggeh, umik!"Sedetik kemudian, Bu nyai dengan langkah halus kembali masuk ke dalam kamar, sedikit pun beliau tak menaruh curiga terhadap isi ransel yang menantu nya bawa.Sepeninggal Bu nyai, nur mengernyitkan dahi, "daun da

  • menjadi yang kedua   bab 5 kejutan

    Kedatangan Gus naufal dengan kondisi wajah babak belur mengundang tanda tanya dari nur yang ada di dalam kamar Gus naufal. Lelaki itu berjalan dengan langkah gontai seolah di pundak nya terdapat Godam besar yang menjadi beban hidup nya. Awal nya nur tak berani mendekat. Namun, saat melihat Gus naufal meringis kesakitan. Secepat kilat dia mendekat."Duduk dulu Gus, saya obati dulu." Titah nur yang di jawab penolakan halus oleh Gus Naufal "tidak perlu, terima kasih."nur menebal kan telinga nya, tak mau menuruti perkataan Gus Naufal kali ini. Dia segera keluar kamar menuju dapur bersih di dekat kamar. Sengaja ruangan sebelah ia sulap menjadi dapur, meski hanya ada satu kompor dan beberapa panci saja.Gus Naufal menatap kepergian nur ke luar kamar. Istri yang baik dan selalu perhatian. Dia bukan wanita jahat sebenarnya, tapi karena nya Gus Naufal harus menerima pukulan demi pukulan dari rayyan demi mempertahankan posisi nur."Sebaik nya kau cerai kan adik ku saja."Kata kata itu seperti

  • menjadi yang kedua   bab 6 sebuah penantian

    nur terkadang bertanya tanya pada diri nya sendiri, benarkah kebahagiaan itu benar benar ada di dalam hidup nya? Tidak memiliki orang tuang sedari kecil, hingga terpaksa ia berpisah dengan saudara kembar nya, yang sering ia panggil kang badruz, dan kini, setelah hati nya mulai merasa sedikit berdenyut dengan sikap Gus naufal, seolah semesta tak mengijin kan ia barang sedikit mencicip kebahagiaan lebih lama.nur menghela nafas untuk kesekian kali nya, kala pikiran buruk itu mulai menyerang. Tak sepatut nya kita seorang hamba yang lemah, mengeluh kan garis takdir sang penguasa. Bukan kah sudah puluhan kali dia mendengar pengajian kyai, bahwa semua yang terjadi dalam hidup semua ada hikmah yang tersembunyi di dalam nya. Terkadang, kita tahu akan suatu ilmu suatu perkara dan suatu hukum, tetapi akan mudah lalai kala masalah demi masalah yang menghantam."Astaghfirullahal'adzim...Astaghfirullahal'adzim.." lirih nur sambil terpejam. Tangan nya tak berhenti mencengkeram gamis nya, seolah di

  • menjadi yang kedua   bab 7 harapan

    Udara malam yang menusuk tulang , semakin membuat ngilu persendian nur. Awalnya, dia masih bisa sedikit menahan, namun, kediaman Hani tidak hanya menusuk tulang belaka, melain kan juga dasar hati nur yang sempat sedikit berbunga."Mbak? Jadi benar? Bukan Gus Naufal kan?" nur mengulangi nya lagi karenna lekas tak ada gerak bibir dari wanita yang bergeming itu. Perempuan itu terlihat tegang dan tangan nya tak berhenti mencengkram sarung batik nya. Wajah nya kentara sekali menyiratkan keraguan.nur rasa dia sudah tau jawaban nya. Segera ia berbalik lagi untuk merapikan pekerjaan yang sempat tertunda. Dia tak boleh terlihat marah, apalagi sampai membuat perempuan itu gemetar. "Mbak Hani, besok Abah sama umi enak nya di masakin apa?"Tergagap, perempuan santun itu menjawab."belum tahu, neng.""Soto, gimana? Biar besok aku aja yang masak. Kamu masak buat lauk santri saja.""Nggeh, neng."nur membalikkan badannya kembali. Wanita cantik berusia 23 tahun itu menatap hangat wanita di depan nya

  • menjadi yang kedua   bab 8

    Rayyan Abdullah hatmajaya, merasa ia sedang dalam emosi cukup tinggi, wajah nya memerah dengan nafas memburu. Dengan sekali gerakan saja, ia mendorong tubuh adik ipar nya, Gus Naufal terjerembab ke dasar tembok rumah sakit yang cukup dingin karena udara malam bercampur dengan terpaan angin.Gus Naufal sedikit meringis, kesakitan. Diam seribu bahasa, bukan karena ia tak bisa melawan, namun, dia sadar betul siapa lelaki yang ada di hadapan nya itu. Gus Naufal masih bisa kendalikan kemarahannya.Rayyan sangat keterlaluan. Tak sampai di situ, lelaki berahang tegas dengan bada tegap dan kekar itu dengan berani menjepit salah satu lengan nya ke leher Gus Naufal ."Bisakah kau cerai kan adik ku?"Gus Naufal meringis, kesakitan, jepitan lengan yang lebih mendekat cekikan. Berhasil membuat nya meraung Raung, mengemis udara."lepas!" Gus Naufal sedikit mendorong tubuh kekar itu. Meski badan lawan nya jauh lebih besar, namun untuk urusan tenaga seperti Gus Naufal sedikit unggul. Meski dia seoran

  • menjadi yang kedua   bab 9

    nur berkali kali mencoba memfokus kan diri ke masakan yang ada di hadapan nya, menghalau segala pernyataan Gus Naufal, agar hatinya tak terlalu sakit bila mengingat secara terus menerus. Hatinya terlalu banyak bertanya tanya, sampai ia sendiri tak menyadari, apa saja yang ada di sekitar nya."Nur, ini bau apa?" Gus Naufal tergopoh gopoh menghampiri nur, dengan bergerak cepat ia menghalau tubuh nur mengambil alih istri nya untuk mematikan kompor.nur menatap lauk di hadapan nya. Warna nya coklat kehitam hitaman, suram, tanpa ada selera menatap nya, seruram hidup nur pula. "Astaghfirullah, aduh, maaf, Gus__" nur tak melanjutkan ucapan nya, segera ia menunduk, lalu menghampiri tempe yang sudah berwarna kehitaman itu, lalu mengangkat meniris kan ke atas piring dan bersiap nur untuk membuang ke tempat sampah yang tak jauh dari nur dan Gus Naufal berdiri.Gus Naufal mencegah tangan sivna. "Mau di apain?"nur masih menunduk dengan perasaan kacau. "Di buang Gus, kan udah gosong."Gus Naufal m

  • menjadi yang kedua   bab 10

    Zulaikha nuralifiyah sabbath.'gus saya minta cerai, ceraikan saya saja, saya ikhlas.'nur hanya bisa menjerit di dalam hati. Ia ingin berkata lebih dari itu, lalu menuang kan segala gundah nya ke hadapan sang suami. Namun, perasaan itu menguar begitu saja, seiring dengan tatapan heran Gus Naufal ke arah kantong lusuh, berisikan beberapa potong baju yang tak nilai keindahan, bila di bandingkan potongan baju Zahra.Gus Naufal mendekat ke arah benda yang membuat nya penasaran di dekat almari, dia harus berjongkok demi melihat isi nya. "Apa ini nur?" Tanya Gus Naufal membuat jantung nur berdetak lebih kencang. "Lap-lap meja ini mau kamu bawa kemana?" Gus Naufal berniat bercanda. Bukan malah mengundang tawa, justru nur malah memanyunkan bibir nya tak suka."Hehe, maaf bercanda, ini baju baju kamu mau kamu kemanain? Kamu mau pergi dari ku?" Gus Naufal menatap nur, dengan tatapan seolah mengiba, tak ingin nur jauh dari nya.Susah payah nur menelan Saliva Nya sendiri. Harus jawab apa dia? Ju

Latest chapter

  • menjadi yang kedua   bab 28

    Memendam cinta sangat menyakitkan, namun juga mengasyikkan."Keluarga dari pasien!" Suara dari belakang seketika membuat gadis berlesung pipi itu mengalihkan pandangan.Dia urung melanjutkan niatnya, memilih berjalan berat ke arah perawat. "Saya Zulaikha nuralifiyah sabbath ." Tuturnya. "Istri pasien," tambah nya seraya menepuk nepuk dada nya lembut.Wanita berbaju hijau tua itu mengarahkan tangannya ke bagian yang tak jauh dari nurberdiri. "Silahkan kebagian administrasi, untuk mendaftarkan pasien ke ruang inap."Kening gadis berlesung pipi itu berkerut, "Ru-ruang inap?" Tanyanya dengan bibir bergetar, sebagai nurmaju ke posisi yang lebih dekat ke arah perawat muda itu. "Apa suami saya sangat parah? Dia kenapa?" nurmelirik sebentar gus Naufal yang masih terbaring kaku. "Bukankah lukanya sudah di obati?"Perawat yang masih nampak muda, mengangguk cepat. "Benar, tapi__"Belum sempat perawat menjelaskan, nursudah mengejar lagi. "Suami saya kenapa suster?"Gus adnanyang masih terpaku di

  • menjadi yang kedua   bab 27

    "Berhenti, Zahra!""Diam di tempat mu!""Viona, bawa dia kembali ke kamarnya!" Suara dari lelaki dibelakang hijab biru, tak menyurutkan niatnya untuk trs berjalan tertatih tatih menggunakan tongkatnya, ia trs berjalan meski berat hingga hampir sampai ke ambang pintu.Cengkraman tangan kekar terasa memanas di tangannya. "Mau kemana kamu?" Lalu lelaki bertubuh atletis itu menengok ke belakang, menghadap gadis manis nan seksi itu mematung, memegangi bahu kursi. "kenapa kamu diam saja, Vi!" Sentak nya dengan nada penuh amarah.Gadis dengan manik mata indah nya menutup bibir ranumnya rapat. "Lepasin, sakit, mas!" Rengek nya diantara buliran air mata yang merembes di pipi mulusnya."Nggak!" Sentaknya. "Kamu nggak boleh samperin lelaki brengsek itu!""Dia suamiku!" Sanggah wanita itu tak terima. "Kamu jahat! Apa yang kamu lakukan padanya?"Dia membuang muka, memiringkan kepala lalu melirik ke belakang. "Cepet ke sini! Atau ku suruh sopir pulangin kamu!"Viona menegang, tak ada pilihan lain s

  • menjadi yang kedua   bab 26

    Lelaki dengan berbaju wayang di dada sedang melajukan mobil melatik merahnya di antara guyuran hujan yang begitu deras. Hingga terpaksa lelaki berjambang tipis itu menepikan mobilnya diantara pepohonan yang tumbuh.Nampak, angin seolah sedang mempermainkan mereka. Meliukkan ke kanan dan ke kiri lalu merontokkan beberapa dedaunannya.Gus Naufal membuka jendela, lalu memandang langit hitam yang seolah blm selesai menuntaskan semua isinya. Lelaki dengan perawakan tegap itu menjulurkan sedikit tangannya, rasa sesak yang diberikan gadis berlesung pipi, membuat pikirannya tak fokus pada kemudi."nur, benar tentang hujan ini." Ucapnya masih dengan pandangan yang sama. Sesaat dia terdiam dengan pikiran yang terus menari nari, Lalu dengan resah lelaki itu menyandarkan kepalanya ke bahu kursi belakang, sambil matanya terpejam. "Selama ini dia menderita bersamaku. Tapi, kenapa harus Adnan yang harus menjadi tempat nya berkeluh? Tak adakah orang lain selain dia?"Matanya terpejam, inginnya mengha

  • menjadi yang kedua   bab 25

    Ahmad Naufal Yusuf."Astaghfirullahal'adzim." Lelaki dengan atasan batik bergambar wayang di dadanya, dan beroutfit sarung itu menepuk jidatnya perlahan, begitu melihat ponselnya yang hampir mati dan kontak mobil yang sama sekali belum ia masukkan ke dalam saku baju paling depan.Baru saja lelaki berjambang tipis itu menyelesaikan kegiatan mengajar nya, dan berniat untuk melesak ke rumah Zahra untuk berusaha menjemput wanita bermata indah itu. Namun, semua gagal karena kecerobohan nya. Dia butuh charger untuk segera mengecas ponsel tang tinggal beberapa persen itu.Lelaki berjambang tipis itu memutuskan lewat jalan pintas yang cepat terhubung, memutuskan segera masuk lewat pintu belakang rumah agar cepat sampai, dan biasanya memang jarang di kunci saat pagi hari, demi memudahkan santri ndalem yang memang biasa bertugas membersihkan rumah masuk ke dalam.Langkah lelaki itu baru saja sampai ke pintu Belakang rumah sederhana milik Zulaikha nuralifiyah sabbath. Rumah yang dahulu penuh den

  • menjadi yang kedua   bab 24

    Wajah yang tak begitu asing bagi Felix bramaji tercetak jelas saat dia memalingkan wajahnya ke belakang. Wajah yang dahulu ia sayangi seperti saudara nya sendiri, kali ini malah membuatnya semakin risih. Namun, dia mencoba bertahan atas nama hutang Budi.Felix menghadapkan wajahnya ke depan, lalu serta Merta dia membuang nafas jengah secara perlahan dari mulutnya."Kamu jahat banget sih!" Wanita itu memukul mukul punggung Felix dengan sekenanya. "Kenapa jarang banget hubungin aku. Di chat nggak di bales, di email juga nggak pernah ada balesan. Apalagi di telpon."Felix memejamkan mata. Mengatur emosi yang sesaat hampir saja mendominasi otaknya. "Aku sibuk Vi! Kerjaan ku banyak banget!"Gadis manis dengan tahi lalat kecil di bagian kelopak mata nya itu, nampak memanyunkan bibir, lalu ia bersedekap tak terima. "Itu kan salah satu rumah sakit, calon mertua kamu, bilang aja gitu!" Usulnya kekanakan."biar mereka nggak mempekerjakan calon mantu bos mereka seenaknya."Viona, nama gadis itu.

  • menjadi yang kedua   bab 23

    Jam dinding berdecak secara beraturan, seiring dengan langkah seorang gadis yang bergerak seringan kapas menghampiri sang pemilik hati.Dengan gusar gadis pemilik bibir terbelah laksana buah delima itu mensejajari lelakinya. Dalam keterbatasan nya dia berusaha menyiapkan air hangat serta kain bersih guna mengobati luka di sudut bibir manusia yang mana Allah letakkan syurga dalam Ridho nya itu.Wanita yang sudah mengganti hijabnya dengan warna maroon berusaha duduk sejajar dengan sang suami.Luka di kaki dan tangannya sudah cukup membaik, meski dia belum yakin meski dirinya bisa berjalan nyaman tak bersandar menggunakan tongkat. Beruntung, Kiya, adik pantinya, telah mengembalikan tongkat itu, tak berselang lama dengan kepergian Gus naufal.Entah keberanian dari mana, gadis sang pemilik senyum indah itu menarik dagu suaminya, perlahan ia dekatkan ke wajah, dekat dan semakin dekat hingga nafas mereka satu sama lain pun bisa mereka rasakan masing masing di kulit wajah masing masing, teras

  • menjadi yang kedua   bab 22

    Suara sepatu cukup tenang seirama dengan langkah sesosok lelaki bertubuh tinggi dan tegap, dengan kedua mata yang tajam, membuat siapapun yang menatapnya akan setuju bila lelaki di hadapannya cukup bisa diperhitungkan keberadaannya, sosok lelaki itu berjalan ke arah Zahra."Stop!" Wanita bernama Zahra hatmajaya mengarahkan tangannya ke depan, menolak lelaki itu mendekat, sosok tinggi itu seolah menulikan semuanya. "Aku bilang stop! Jangan Deket Deket sama aku." Zahra meraung cukup keras, air mata turun berjatuhan, hingga lengan dan bahu nya terguncang hebat.Lelaki itu berjongkok, mensejajarkan diri dengan wanita Yang sangat berantakan dengan hijabnya."kau marah padaku?" Tanyanya Dan Di jawab anggukan Zahra dengan tangisan Yang cukup menyayat hati.Lelaki itu mendengkus perlahan, "Aku nggak ngarep Kamu bakal maafin." Sosok lelaki itu menjeda ucapan nya. Dia memandang langit Dari kaca jendela Yang cahaya nya cukup bisa menerpa Indra penglihatan nya."Syukur Kamu sadar!" Ketus Zahra mem

  • menjadi yang kedua   bab 21

    "Anda akan kena dosa karena mengganggu rumah tangga orang!" Gus Naufal mulai meninggi dan jengah, dia melangkah tajam seraya mengacungkan jari telunjuknya ke arah depan, tepat di wajah lelaki bermata elang itu. "Jangan mengusik rumah tangga saya. Atau kau akan menyesal." Gertak nya.Lelaki bernama Felix itu tersenyum miring. Lelaki Dengan badan tegap, serta tubuh atletis, seolah sedang meremehkan ancaman lawan debat nya. "Kau sedang mengancam ku? Atau menceramahi ku?" Tanya nya dengan tatapan mengejek.Gus Naufal mendengus kesal. Dan berusaha kembali bersikap tenang, meski seolah hawa di sekeliling nya terasa memanas, terbakar oleh amarah yang tercipta oleh mereka. Nyatanya, hembusan angin yang melewati pepohonan di pinggir jalan seolah tetap tak mampu menghalau suasana mencekam itu.Zahra segera menurunkan kaca mobil, lalu memiringkan kepala ke sisi belakang, guna memfokuskan ke arah dua manusia itu.Wanita bermata indah dengan alis melengkung itu harap harap cemas. "Felix, ayo pergi

  • menjadi yang kedua   bab 20

    Seorang wanita cantik dengan tinggi 174 cm menatap keluar lewat Jendela mobil dengan tatapan sendu nya. Wajah yang terbiasa terhias seulas senyum, kini hanya terlihat begitu murung.Sesaat wanita itu terpaku melihat cuaca di luar yang nampak terik oleh cahaya matahari, berbeda dengan keadaan di dalam dada nya yang seolah turun hujan badai petir berkilatan saling bersahut sahutan.Gadis bermata indah dengan bulu mata lentik yang menjulang, menatap keluar jendela dengan sedih dan begitu marah. Bagaimana suami yang sangat ia cintai bisa melakukan ini pada nya? Apa pendapat orang orang yang melihat dirinya yang seorang mantan modelis harus di sandingkan dengan mantan khodimah pesantren?Zahra memejamkan mata, berusaha menahan laju air mata yang terus merengek keluar tanpa ia sendiri memintanya. Dia menaruh jari jemari nya di bawah hidung, tepat di atas bibir merah laksana ceri merah milik nya, seraya menatap cemburu pasangan yang baru saja melintas, sang wanita melingkar kan tangan nya pa

DMCA.com Protection Status