nur berkali kali mencoba memfokus kan diri ke masakan yang ada di hadapan nya, menghalau segala pernyataan Gus Naufal, agar hatinya tak terlalu sakit bila mengingat secara terus menerus. Hatinya terlalu banyak bertanya tanya, sampai ia sendiri tak menyadari, apa saja yang ada di sekitar nya."Nur, ini bau apa?" Gus Naufal tergopoh gopoh menghampiri nur, dengan bergerak cepat ia menghalau tubuh nur mengambil alih istri nya untuk mematikan kompor.nur menatap lauk di hadapan nya. Warna nya coklat kehitam hitaman, suram, tanpa ada selera menatap nya, seruram hidup nur pula. "Astaghfirullah, aduh, maaf, Gus__" nur tak melanjutkan ucapan nya, segera ia menunduk, lalu menghampiri tempe yang sudah berwarna kehitaman itu, lalu mengangkat meniris kan ke atas piring dan bersiap nur untuk membuang ke tempat sampah yang tak jauh dari nur dan Gus Naufal berdiri.Gus Naufal mencegah tangan sivna. "Mau di apain?"nur masih menunduk dengan perasaan kacau. "Di buang Gus, kan udah gosong."Gus Naufal m
Zulaikha nuralifiyah sabbath.'gus saya minta cerai, ceraikan saya saja, saya ikhlas.'nur hanya bisa menjerit di dalam hati. Ia ingin berkata lebih dari itu, lalu menuang kan segala gundah nya ke hadapan sang suami. Namun, perasaan itu menguar begitu saja, seiring dengan tatapan heran Gus Naufal ke arah kantong lusuh, berisikan beberapa potong baju yang tak nilai keindahan, bila di bandingkan potongan baju Zahra.Gus Naufal mendekat ke arah benda yang membuat nya penasaran di dekat almari, dia harus berjongkok demi melihat isi nya. "Apa ini nur?" Tanya Gus Naufal membuat jantung nur berdetak lebih kencang. "Lap-lap meja ini mau kamu bawa kemana?" Gus Naufal berniat bercanda. Bukan malah mengundang tawa, justru nur malah memanyunkan bibir nya tak suka."Hehe, maaf bercanda, ini baju baju kamu mau kamu kemanain? Kamu mau pergi dari ku?" Gus Naufal menatap nur, dengan tatapan seolah mengiba, tak ingin nur jauh dari nya.Susah payah nur menelan Saliva Nya sendiri. Harus jawab apa dia? Ju
Lelaki dengan tinggi 165 cm dengan wajah teduh dan kulit putih nya itu sedang menyodorkan sapu tangan yang baru saja ia ambil dari saku baju nya, beliau memang terbiasa membawa sapu tangan sendiri, di samping lebih terjaga kebersihan nya. Juga memang beliau tidak terlalu suka mengotori lingkungan dengan banyak nya sampah sampah tisu.nur bergeming cukup lama, memandang sapu tangan itu. Bibir nya bergerak gerak, seolah berucap tanpa suara."Bisakah kau ambi." Gus Adnan mulai mengeluhkan, tentu tanpa menatap nur yang masih berjongkok, menatap dasar lantai, seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainan nya. "Tangan ku capek sekali."nur hendak menerima nya, menjulurkan tangan nya malu malu. "Di liatin itu! Awas nanti kena tangan ku, kita bukan mahrom."nur mencebik. Sungguh, Gus Adnan sangat menyebal kan detik ini. Padahal, mereka sangat jarang berbicara berdua seperti ini, sekali ia bicara, sungguh Gus Adnan sangat menyebalkan."Te-terima kasih." nur menerima nya dengan sedikit gu
nur menghela nafas panjang, dia menarik salah satu kursi, lalu meletakkan kitab serta ponsel nya di atas meja. "Alhamdulillah, hari ini jam ngajar sudah selesai. Capek banget, ma!" nur mengeluhkan rasa capek pada sahabat nya. Seharian dia harus naik turun tangga, ada kelas yang di lantai bawah, ada yang di lantai atas. Belum termasuk, harus cari bahan referensi mengajar di perpustakaan, lantai bawah paling pojok.Rahma menyodorkan es jerus pada sahabat nya. "Minum dulu, lah. Nggak puasa, kan?"nur menerima dengan senang hati, lalu meminum nya dengan beberapa tegukan saja sudah habis setengah. "Makasih"nur lalu meraih ponselnya yang dari tadi berdering karena pesan masuk. Dia lekas mengecek nya, ternyata pesan dari Gus Naufal Wajah yang mulai tenang kembali menyiratkan aura mendung di wajah ayu wanita berlesung pipi itu."Kenapa? Ada masalah?" Rahma menangkap aura yang berbeda dari sehabat nya itu.nur bergeming, tak ada rasa keinginan menjawab teman nya itu."Pasti dari Gus naufal,
"Buku, gus. Itu semua buku yang pernah njenengan kasih kan kepada saya."Hening, tak ada sahutan sama sekali dari lelaki yang sudah mengganti pakaian nya dengan sarung dan kaos biasa untuk bersantai.nur yang masih berdiri, berinisiatif untuk meletakkan nya di lantai, karena tak kunjung ada jawaban dari Gus Adnan."Terima kasih semua saya kembali kan, termasuk buku tentang__" nur berhenti sejenak, mengatur nafas. Sejujurnya, berat juga melepas buku buku itu. Kalimat demi kalimat yang di tulis beberapa penulis muslim terkenal, sudah lama menemani hari hari nya saat menimba ilmu di pesantren."Buku yang kemarin, tentang Yusuf dan Zulaikha, juga sudah saya masukkan.""Kenapa? Itu kado ulang tahun kamu? Dan... Itu juga baik untuk hubungan mu dengan mas Naufal." Akhirnya Gus adnan bertanya dan terheran heran.nur menggeleng lirih, tetap dengan pandangan menunduk. Gadis itu memilin-milin ujung kerudung nya, guna meredam kegugupan."Saya tidak ingin menyimpan nya. Saya khawatir, ada kesalahp
Baru saja bu nyai serta putra nya sampai di depan ruangan Zahra, mereka di kejut kan dengan suara menyanyat hati dari suara yang seperti nya mereka kenal."Astaghfirullah, astaghfirullah." Berkali kali lafadz istighfar terucap seolah sedang berlomba lomba dengan air mata nya yang berjatuhan. Gadis dengan memakai hijab syar'i berwarna kuning gading itu, mengaitkan kedua tangan nya. Sangat kentara sekali, bila dia sedang di Landa kegelisahan.Gus Naufal mengernyitkan kening, lalu memicingkan mata, memfokuskan pada satu pandangan. "Bukannya itu Rahma, mik? Teman, nur?" Duga Gus Naufal , karena laki laki itu hanya samar samar melihat wanita yang ia duga sahabat sang istri.Terlebih punggung gadis tambun itu, berbalik di lorong yang berbeda. "Kamu mungkin salah lihat, le. Wes, ayo cepetan, masuk!" Sanggah Bu nyai yang di jawabi anggukan Gus Naufal . "Semoga saja begitu, Mik!"Di dalam kamar, Zahra sedang berusaha duduk saat melihat mertua nya datang."Hati hati!" Pekik Gus Naufal seraya me
Tepat saat adzan ashar di kumandang kan, lelaki yang berpenampilan layak nya seorang santri, sampai di depan kamar yang di tuju Rahma.Tanpa ada yang meminta, dengan sopan Rahma maju ke depan, membuka pintu perlahan, dan memperlihatkan gadis kurus yang sudah beberapa hari ini mengusik tidur lelaki bergelar suami nya, sedang tak sadar kan diri di atas ranjang pasien.Terlihat tak jauh dari tubuh kurus itu, seorang perempuan yang masih cantik di usia senja nya, sedang mengusap air mata. "Istri mu cuman Ndak sadar kan diri, Le. Kata pak di dokter tadi, juga nggak apa, cuman memang kaki sama tangan kanan nya harus di perban kayak gitu." Bu nyai Halimah menunjukan salah satu kaki dan tangan gadis yang di perban itu.Lekas, Gus Naufal melangkah cepat, menuju gadis kurus yang terbaring lemah tak berdaya. Ada setitik rasa khawatir yang menyelinap ke dasar ulu hati nya.Perlahan, lelaki itu mengelus kening nur. Hangat, dan .... Ah, ini susah di jelas kan. Mata Gus Naufal turun ke bawah, menyus
Surga nya santri pas saat liburan ngaji. Perumpamaan seperti itu seperti nya sangat cocok dengan keadaan kediaman nur yang baru saja ia tempati. Tempat nya berada di dekat madrasah, dekat dengan salah satu gerbang pintu keluar para santri. Bukan gerbang utama, melainkan salah satu gerbang alternatif saja.Di pesantren Al khudori sebenarnya ada dua gerbang, yang pertama dekat dengan ndalem utama, dan yang kedua dekat gedung sekolah formal dan informal.Dan rumah nur, masih satu area di gedung tingkat yang bisa di gunakan para santri untuk menuntut ilmu dari pagi sampai sore hari. Letak nya tak terlalu dekat dengan jalanan setapak yang biasa di lewati para santri dan beberapa warga desa yang ikut ngaji rutin kitab Mukhtar dan tafsir jalalain.Hari ini adalah hari Jumat, dimana hari yang begitu menyenangkan bagi sebagian santri. Hari di mana mereka sedikit terbebas dari segala hiruk piruk jadwal pondok yang padat merayap. Ya, biasa kalau di luar pesantren, hari Ahad adalah hari weekend m
Memendam cinta sangat menyakitkan, namun juga mengasyikkan."Keluarga dari pasien!" Suara dari belakang seketika membuat gadis berlesung pipi itu mengalihkan pandangan.Dia urung melanjutkan niatnya, memilih berjalan berat ke arah perawat. "Saya Zulaikha nuralifiyah sabbath ." Tuturnya. "Istri pasien," tambah nya seraya menepuk nepuk dada nya lembut.Wanita berbaju hijau tua itu mengarahkan tangannya ke bagian yang tak jauh dari nurberdiri. "Silahkan kebagian administrasi, untuk mendaftarkan pasien ke ruang inap."Kening gadis berlesung pipi itu berkerut, "Ru-ruang inap?" Tanyanya dengan bibir bergetar, sebagai nurmaju ke posisi yang lebih dekat ke arah perawat muda itu. "Apa suami saya sangat parah? Dia kenapa?" nurmelirik sebentar gus Naufal yang masih terbaring kaku. "Bukankah lukanya sudah di obati?"Perawat yang masih nampak muda, mengangguk cepat. "Benar, tapi__"Belum sempat perawat menjelaskan, nursudah mengejar lagi. "Suami saya kenapa suster?"Gus adnanyang masih terpaku di
"Berhenti, Zahra!""Diam di tempat mu!""Viona, bawa dia kembali ke kamarnya!" Suara dari lelaki dibelakang hijab biru, tak menyurutkan niatnya untuk trs berjalan tertatih tatih menggunakan tongkatnya, ia trs berjalan meski berat hingga hampir sampai ke ambang pintu.Cengkraman tangan kekar terasa memanas di tangannya. "Mau kemana kamu?" Lalu lelaki bertubuh atletis itu menengok ke belakang, menghadap gadis manis nan seksi itu mematung, memegangi bahu kursi. "kenapa kamu diam saja, Vi!" Sentak nya dengan nada penuh amarah.Gadis dengan manik mata indah nya menutup bibir ranumnya rapat. "Lepasin, sakit, mas!" Rengek nya diantara buliran air mata yang merembes di pipi mulusnya."Nggak!" Sentaknya. "Kamu nggak boleh samperin lelaki brengsek itu!""Dia suamiku!" Sanggah wanita itu tak terima. "Kamu jahat! Apa yang kamu lakukan padanya?"Dia membuang muka, memiringkan kepala lalu melirik ke belakang. "Cepet ke sini! Atau ku suruh sopir pulangin kamu!"Viona menegang, tak ada pilihan lain s
Lelaki dengan berbaju wayang di dada sedang melajukan mobil melatik merahnya di antara guyuran hujan yang begitu deras. Hingga terpaksa lelaki berjambang tipis itu menepikan mobilnya diantara pepohonan yang tumbuh.Nampak, angin seolah sedang mempermainkan mereka. Meliukkan ke kanan dan ke kiri lalu merontokkan beberapa dedaunannya.Gus Naufal membuka jendela, lalu memandang langit hitam yang seolah blm selesai menuntaskan semua isinya. Lelaki dengan perawakan tegap itu menjulurkan sedikit tangannya, rasa sesak yang diberikan gadis berlesung pipi, membuat pikirannya tak fokus pada kemudi."nur, benar tentang hujan ini." Ucapnya masih dengan pandangan yang sama. Sesaat dia terdiam dengan pikiran yang terus menari nari, Lalu dengan resah lelaki itu menyandarkan kepalanya ke bahu kursi belakang, sambil matanya terpejam. "Selama ini dia menderita bersamaku. Tapi, kenapa harus Adnan yang harus menjadi tempat nya berkeluh? Tak adakah orang lain selain dia?"Matanya terpejam, inginnya mengha
Ahmad Naufal Yusuf."Astaghfirullahal'adzim." Lelaki dengan atasan batik bergambar wayang di dadanya, dan beroutfit sarung itu menepuk jidatnya perlahan, begitu melihat ponselnya yang hampir mati dan kontak mobil yang sama sekali belum ia masukkan ke dalam saku baju paling depan.Baru saja lelaki berjambang tipis itu menyelesaikan kegiatan mengajar nya, dan berniat untuk melesak ke rumah Zahra untuk berusaha menjemput wanita bermata indah itu. Namun, semua gagal karena kecerobohan nya. Dia butuh charger untuk segera mengecas ponsel tang tinggal beberapa persen itu.Lelaki berjambang tipis itu memutuskan lewat jalan pintas yang cepat terhubung, memutuskan segera masuk lewat pintu belakang rumah agar cepat sampai, dan biasanya memang jarang di kunci saat pagi hari, demi memudahkan santri ndalem yang memang biasa bertugas membersihkan rumah masuk ke dalam.Langkah lelaki itu baru saja sampai ke pintu Belakang rumah sederhana milik Zulaikha nuralifiyah sabbath. Rumah yang dahulu penuh den
Wajah yang tak begitu asing bagi Felix bramaji tercetak jelas saat dia memalingkan wajahnya ke belakang. Wajah yang dahulu ia sayangi seperti saudara nya sendiri, kali ini malah membuatnya semakin risih. Namun, dia mencoba bertahan atas nama hutang Budi.Felix menghadapkan wajahnya ke depan, lalu serta Merta dia membuang nafas jengah secara perlahan dari mulutnya."Kamu jahat banget sih!" Wanita itu memukul mukul punggung Felix dengan sekenanya. "Kenapa jarang banget hubungin aku. Di chat nggak di bales, di email juga nggak pernah ada balesan. Apalagi di telpon."Felix memejamkan mata. Mengatur emosi yang sesaat hampir saja mendominasi otaknya. "Aku sibuk Vi! Kerjaan ku banyak banget!"Gadis manis dengan tahi lalat kecil di bagian kelopak mata nya itu, nampak memanyunkan bibir, lalu ia bersedekap tak terima. "Itu kan salah satu rumah sakit, calon mertua kamu, bilang aja gitu!" Usulnya kekanakan."biar mereka nggak mempekerjakan calon mantu bos mereka seenaknya."Viona, nama gadis itu.
Jam dinding berdecak secara beraturan, seiring dengan langkah seorang gadis yang bergerak seringan kapas menghampiri sang pemilik hati.Dengan gusar gadis pemilik bibir terbelah laksana buah delima itu mensejajari lelakinya. Dalam keterbatasan nya dia berusaha menyiapkan air hangat serta kain bersih guna mengobati luka di sudut bibir manusia yang mana Allah letakkan syurga dalam Ridho nya itu.Wanita yang sudah mengganti hijabnya dengan warna maroon berusaha duduk sejajar dengan sang suami.Luka di kaki dan tangannya sudah cukup membaik, meski dia belum yakin meski dirinya bisa berjalan nyaman tak bersandar menggunakan tongkat. Beruntung, Kiya, adik pantinya, telah mengembalikan tongkat itu, tak berselang lama dengan kepergian Gus naufal.Entah keberanian dari mana, gadis sang pemilik senyum indah itu menarik dagu suaminya, perlahan ia dekatkan ke wajah, dekat dan semakin dekat hingga nafas mereka satu sama lain pun bisa mereka rasakan masing masing di kulit wajah masing masing, teras
Suara sepatu cukup tenang seirama dengan langkah sesosok lelaki bertubuh tinggi dan tegap, dengan kedua mata yang tajam, membuat siapapun yang menatapnya akan setuju bila lelaki di hadapannya cukup bisa diperhitungkan keberadaannya, sosok lelaki itu berjalan ke arah Zahra."Stop!" Wanita bernama Zahra hatmajaya mengarahkan tangannya ke depan, menolak lelaki itu mendekat, sosok tinggi itu seolah menulikan semuanya. "Aku bilang stop! Jangan Deket Deket sama aku." Zahra meraung cukup keras, air mata turun berjatuhan, hingga lengan dan bahu nya terguncang hebat.Lelaki itu berjongkok, mensejajarkan diri dengan wanita Yang sangat berantakan dengan hijabnya."kau marah padaku?" Tanyanya Dan Di jawab anggukan Zahra dengan tangisan Yang cukup menyayat hati.Lelaki itu mendengkus perlahan, "Aku nggak ngarep Kamu bakal maafin." Sosok lelaki itu menjeda ucapan nya. Dia memandang langit Dari kaca jendela Yang cahaya nya cukup bisa menerpa Indra penglihatan nya."Syukur Kamu sadar!" Ketus Zahra mem
"Anda akan kena dosa karena mengganggu rumah tangga orang!" Gus Naufal mulai meninggi dan jengah, dia melangkah tajam seraya mengacungkan jari telunjuknya ke arah depan, tepat di wajah lelaki bermata elang itu. "Jangan mengusik rumah tangga saya. Atau kau akan menyesal." Gertak nya.Lelaki bernama Felix itu tersenyum miring. Lelaki Dengan badan tegap, serta tubuh atletis, seolah sedang meremehkan ancaman lawan debat nya. "Kau sedang mengancam ku? Atau menceramahi ku?" Tanya nya dengan tatapan mengejek.Gus Naufal mendengus kesal. Dan berusaha kembali bersikap tenang, meski seolah hawa di sekeliling nya terasa memanas, terbakar oleh amarah yang tercipta oleh mereka. Nyatanya, hembusan angin yang melewati pepohonan di pinggir jalan seolah tetap tak mampu menghalau suasana mencekam itu.Zahra segera menurunkan kaca mobil, lalu memiringkan kepala ke sisi belakang, guna memfokuskan ke arah dua manusia itu.Wanita bermata indah dengan alis melengkung itu harap harap cemas. "Felix, ayo pergi
Seorang wanita cantik dengan tinggi 174 cm menatap keluar lewat Jendela mobil dengan tatapan sendu nya. Wajah yang terbiasa terhias seulas senyum, kini hanya terlihat begitu murung.Sesaat wanita itu terpaku melihat cuaca di luar yang nampak terik oleh cahaya matahari, berbeda dengan keadaan di dalam dada nya yang seolah turun hujan badai petir berkilatan saling bersahut sahutan.Gadis bermata indah dengan bulu mata lentik yang menjulang, menatap keluar jendela dengan sedih dan begitu marah. Bagaimana suami yang sangat ia cintai bisa melakukan ini pada nya? Apa pendapat orang orang yang melihat dirinya yang seorang mantan modelis harus di sandingkan dengan mantan khodimah pesantren?Zahra memejamkan mata, berusaha menahan laju air mata yang terus merengek keluar tanpa ia sendiri memintanya. Dia menaruh jari jemari nya di bawah hidung, tepat di atas bibir merah laksana ceri merah milik nya, seraya menatap cemburu pasangan yang baru saja melintas, sang wanita melingkar kan tangan nya pa