Kedatangan Gus naufal dengan kondisi wajah babak belur mengundang tanda tanya dari nur yang ada di dalam kamar Gus naufal. Lelaki itu berjalan dengan langkah gontai seolah di pundak nya terdapat Godam besar yang menjadi beban hidup nya. Awal nya nur tak berani mendekat. Namun, saat melihat Gus naufal meringis kesakitan. Secepat kilat dia mendekat.
"Duduk dulu Gus, saya obati dulu." Titah nur yang di jawab penolakan halus oleh Gus Naufal "tidak perlu, terima kasih."nur menebal kan telinga nya, tak mau menuruti perkataan Gus Naufal kali ini. Dia segera keluar kamar menuju dapur bersih di dekat kamar. Sengaja ruangan sebelah ia sulap menjadi dapur, meski hanya ada satu kompor dan beberapa panci saja.Gus Naufal menatap kepergian nur ke luar kamar. Istri yang baik dan selalu perhatian. Dia bukan wanita jahat sebenarnya, tapi karena nya Gus Naufal harus menerima pukulan demi pukulan dari rayyan demi mempertahankan posisi nur."Sebaik nya kau cerai kan adik ku saja."Kata kata itu seperti petir yang meroboh kan jiwa nya, kini mata Gus Naufal dan rayyan saling berpandangan bersitegang."Mas, jaga ucapan mu. Dia istri ku, ini rumah tangga ku. Mas nggak berhak menentukan nasib rumah tangga saya. Dosa mas!""Lebih baik zahra kau ceraikan saja Gus. Dari pada kau madu kayak gitu, sakit hati keluarga saya. Meski papa dan mama saya setuju. Tapi tentu mereka sakit hati, gus. Malu sama saudara.""Maaf mas, saya nggak bisa"Rayyan menghembuskan nafas kasar nya, dengan berani dia berkata. "Bila Zahra bangun, maukah kau menceraikan istri baru mu itu, Gus?"Tubuh Gus Naufal seolah olah mati rasa, seakan akan dia terjebak dalam situasi yang sama sekali tak ia mengerti. Kepala nya pusing memikirkan masalah demi masalah. Mencerai kan nur tanpa sebuah alasan yang masuk akal, tentu itu hal yang di benci oleh Allah. Meski perceraian halal, tapi nyata nya tak semudah itu. Apalagi di pundak nya, membawa nama baik pesantren. Tentu umik sama Abah nya akan sangat kecewa bila Gus Naufal memilih jalan perceraian."Saya nggak bisa, mas!"Rayyan yang telah di lingkupi emosi yang membuncah, tak bisa ia kendalikan lagi emosi nya. Tangan yang sudah gatal sedari tadi, dia layang kan berkali kali ke wajah Gus Naufal. Meninju dan terus meninju meluap kan rasa kesal, malu dan kesal mengapa ia dahulu mendukung hubungan Zahra dan Gus Naufal. bila tau berakhir seperti ini, justru rayyan lah orang yang pertama menentang hubungan mereka."Santri mu yang buat adikku begini, semua salah kamu, Gus. Kamu lebih penting kan ngemong santri dari antar kan sendiri adik ku. Semua salah kamu!"Dalam ketidak berdayaan nya, Gus Naufal hanya bisa berucap lirih kata maaf dan maaf.nur memasuki kamar dengan tangan kanan membawa satu wajah kecil berisi air panas, dan handuk kecil di tangan kiri nya.Gus Naufal tak bisa melawan kala sapuan hangat itu menyentuh pelipis nya. Dia berusaha menahan sakit agar tak bisa menciptakan suara.nur menahan untuk tak bertanya, tapi, rasa penasaran nya jauh lebih kuat."Ya Allah, sakit ya, Gus. Lagian, siapa yang berani nonjok Gus Naufal gitu.""Nggak, perlu tahu." Dingin Gus Naufal.Sedikit kesal, nur memilih kembali fokus pada luka Gus Naufal, Percuma saja dia bertanya, bila akhirnya sama saja seperti hari hari biasa nya.Tangan nur beralih ke bibir Gus Naufal. Dia usap secara lembut hingga tak terasa ada desiran halus yang menelusup ke dalam dada nya.Iris mata mereka bertemu, nur yang kelabakan segera menunduk kan pandangan nya kembali."Maaf, untuk yang tadi siang.""Nggak apa apa, Gus.""Itu kado untuk anniversary untuk neng Zahra."nur memejam kan mata. Ada setitik rasa cemburu pada ucapan Gus Naufal barusan."Njeh, Gus." Sahut nur sambil menarik tangan nya. Dia berdiri hendak melangkah mengambil kotak p3k, namun, ia urungkan usai mendapati pertanyaan dari Gus Naufal."nur... Kenapa kau mau menerima perjodohan ini. Apa kau nggak takut bila suatu saat neng Zahra sadar.?"Pertanyaan tiba tiba dari Gus naufal, membuat nur tersentak kaget. Sejujurnya, dia sendiri takut bila suatu hari yang di ucapkan Gus Naufal akan jadi kenyataan. Tapi, ini semua sudah resiko atas semua pertimbangan yang dia pilih."Selama niat kita baik, Gus. In syaa Allah tidak akan terjadi apa apa. Bila kita mengandal kan amal baik untuk mencari ridho tuhan. Itu tidak lah cukup, gus. Kita perlu mencari pegangan juga pada para ulama, orang alim, itu yang dahulu pernah ibu asuh saya katakan. Dan ini, yang baru saja saya lakukan, yang Gus maksud itu." Ujar nur sembari berdiri hendak menerus kan langkah nya yang sempat tertunda.Diam diam Gus Naufal tersenyum lirih. Tak salah umik nya memilih nur sebagai istrinya. Dia memang gambaran dari santri yang ikhlas mengabdi. Berusaha tegar walau hanya sikap dingin dan beku yang selalu ia terima."Setelah ini, saya mau ngajar pondok, kamu segera bersiap. Kita akan pergi ke butik setelah aku ngajar. Kau boleh memilih gaun mana yang kau suka."nur menoleh menatap Gus Naufal . Ada binar binar kebahagiaan dari mata nya."Njeh, Gus." Malu malu nur menerus kan langkah nya kembali.*****Rintikan gerimis dan udara dingin tak menyurut kan niat hati Gus Naufal mengajak nur. Meski berulang kali nur menolak secara halus sekali pun."Nanti aku langsung ke mobil. Kamu yang pamit sama umik saja."Gus Naufal khawatir umi nya tahu bila kondisi wajah putra nya yang babak belur."Nggeh, Gus." Jawab nur, mengangguk, mengiyakan.Sesampainya di mobil, sengaja Gus Naufal tidak mengaktif kan ponsel nya. Dia memang punya kebiasaan, bila sedang bersantai lebih suka menonaktifkan ponsel."Sampun, Gus." Ujar nur usai sampai di dekat Gus Naufal , lalu perlahan berjalan ke arah belakang.Baru pertama kali nya bagi nur semobil dengan Gus Naufal berdua saja. Dia canggung bila harus duduk di kursi depan, nur sendiri sadar, siapa lah dia sebelum nya ini. Hanya khodimah miskin yang berasal dari panti."Kenapa duduk di belakang? Di depan saja." Lirih Gus Naufal masih bisa di dengar nur."Mboten Gus. Di belakang saja, enak!""Ya, wes. Terserah kamu. Senyaman kamu saja."Mobil mereka melaju dengan perlahan, karena melewati para santri yang sedang mendengarkan kajian Alfiah Ibnu Malik.Dari depan barisan para santri , Sepasang mata melirik dengan hati yang tak bisa di gambar kan rasa nya, kala melihat siapa dua manusia yang berada dalam mobil tersebut."Zulaikha ku" ucap nya dengan hati pedih.Kenangan itu nyata nya belum mampu sirna seutuh nya dalam benak Gus Adnan.*****"Langsung pulang, Gus?" Tanya nur dengan melirik sebentar Gus Naufal . Dia sedikit kecewa ternyata butik yang sudah ia bayangkan di pelupuk mata sudah tutup.Gus Naufal bergeming, tak menjawab. Bukan karena ia acuh, Melain kan karena ia tak mendengar nya. Pikiran nya sudah melayang layang memikir kan neng Zahra. Biasa nya wanita itu paling suka bila di ajak pergi malam. Karena bagi dia, itu sebuah kebebasan karena seharian ia terkurung di pesantren menunggui suami nya selesai mengajar.Gus Naufal menepikan mobil nya ke arah warung pecel lele yang terletak di pinggir jalan. Dia ingin sedikit bernostalgia dengan kenangan bersama Zahra."Turun, nur. makan dulu"nur mengekori langkah Gus Naufal dari belakang. Tampak di sana warung lusuh dengan lampu remang remang dan tikar seadanya tersaji dalam gelap nya malam. Namun, seperti nya tidak mengurangi cita rasa di sana. Terbukti banyak orang yang antri hanya untuk menikmati seporsi hidangan warung sederhana itu."Ma syaa Allah, mimpi apa aku semalam. Sudah lama nggak di datangi Gus Naufal ." Seloroh bapak paruh baya saat pertama kali melihat kedatangan Gus Naufal ."Alah, pak Karjo bisa saja. Pesan banyak biasa nya ya pak, dua Porsi.""Nggeh gus, siap. Saya pilih kan tikar yang bersih dulu ya gus. Nanti neng Zahra gatal gatal gimana kalau nggak bersih."Ternyata lelaki paruh baya itu masih belum sadar bila wanita di belakang nya bukan neng Zahra."Lah, seada nya saja pak! Ini nur, bukan Zahra. Dia masih sakit."Joko nampak memicing kan pandangan nya. Memfokuskan pada satu penglihatan ke wajah teduh ke belakang Gus nya.""Siapa, Gus?""Istri baruku"Entah, secara tiba tiba ada desiran halus menelusup dalam dada nur. Hati nya serasa berbunga bunga saat kata istri ku terucap dari bibir Gus Naufal . nur buru buru menunduk untuk menutupi senyum bahagia nya.Suara dering ponsel nur sesaat membuyar kan bunga bunga di hati nya. Pesan dari Gus Khoirul muncul di layar ponsel nur. Sudah lama sekali dia tak berkirim pesan pada Gus Khoirul. Apa gerangan yang membuat lelaki itu mengirim kan pesan pada nur."Aku buka nggak, ya?" nur ragu ragu antara membuka atau tidak.Menyadari kegalauan istri nya, lelaki berahang tegas dan berhidung mancung itu, menyuruh nur menjawab pesan nya terlebih dahulu. Gus Naufal tadi sesaat mendengar suara dering ponsel dari dompet nur."Nggeh, Gus"Rasa nya jantung nur seolah berhenti melihat pesan yang tertera di layar ponsel nya. Mulut nur diam seribu bahasa, dia tak bisa berbicara apapun, tangan nya lemas sampai sampai ponsel nya terjun bebas ke dasar tanah.Dengan langkah lemas, nur segera menghampiri suami nya yang masih berbincang bincang dengan Joko seputar bisnis warung lesehan. Naufal berniat untuk menekuni bisnis makanan atau paling tidak bisa jadi pemasok bahan utama."Gus kita harus cepat pergi ke rumah sakit!" Ucap nur dengan tangan mencengkram baju samping nya.Lelaki bermata hazel itu, mengernyitkan dahi "kenapa mendadak?"Ragu ragu nur berucap "neng Zahra sudah sadar, Gus"nur terkadang bertanya tanya pada diri nya sendiri, benarkah kebahagiaan itu benar benar ada di dalam hidup nya? Tidak memiliki orang tuang sedari kecil, hingga terpaksa ia berpisah dengan saudara kembar nya, yang sering ia panggil kang badruz, dan kini, setelah hati nya mulai merasa sedikit berdenyut dengan sikap Gus naufal, seolah semesta tak mengijin kan ia barang sedikit mencicip kebahagiaan lebih lama.nur menghela nafas untuk kesekian kali nya, kala pikiran buruk itu mulai menyerang. Tak sepatut nya kita seorang hamba yang lemah, mengeluh kan garis takdir sang penguasa. Bukan kah sudah puluhan kali dia mendengar pengajian kyai, bahwa semua yang terjadi dalam hidup semua ada hikmah yang tersembunyi di dalam nya. Terkadang, kita tahu akan suatu ilmu suatu perkara dan suatu hukum, tetapi akan mudah lalai kala masalah demi masalah yang menghantam."Astaghfirullahal'adzim...Astaghfirullahal'adzim.." lirih nur sambil terpejam. Tangan nya tak berhenti mencengkeram gamis nya, seolah di
Udara malam yang menusuk tulang , semakin membuat ngilu persendian nur. Awalnya, dia masih bisa sedikit menahan, namun, kediaman Hani tidak hanya menusuk tulang belaka, melain kan juga dasar hati nur yang sempat sedikit berbunga."Mbak? Jadi benar? Bukan Gus Naufal kan?" nur mengulangi nya lagi karenna lekas tak ada gerak bibir dari wanita yang bergeming itu. Perempuan itu terlihat tegang dan tangan nya tak berhenti mencengkram sarung batik nya. Wajah nya kentara sekali menyiratkan keraguan.nur rasa dia sudah tau jawaban nya. Segera ia berbalik lagi untuk merapikan pekerjaan yang sempat tertunda. Dia tak boleh terlihat marah, apalagi sampai membuat perempuan itu gemetar. "Mbak Hani, besok Abah sama umi enak nya di masakin apa?"Tergagap, perempuan santun itu menjawab."belum tahu, neng.""Soto, gimana? Biar besok aku aja yang masak. Kamu masak buat lauk santri saja.""Nggeh, neng."nur membalikkan badannya kembali. Wanita cantik berusia 23 tahun itu menatap hangat wanita di depan nya
Rayyan Abdullah hatmajaya, merasa ia sedang dalam emosi cukup tinggi, wajah nya memerah dengan nafas memburu. Dengan sekali gerakan saja, ia mendorong tubuh adik ipar nya, Gus Naufal terjerembab ke dasar tembok rumah sakit yang cukup dingin karena udara malam bercampur dengan terpaan angin.Gus Naufal sedikit meringis, kesakitan. Diam seribu bahasa, bukan karena ia tak bisa melawan, namun, dia sadar betul siapa lelaki yang ada di hadapan nya itu. Gus Naufal masih bisa kendalikan kemarahannya.Rayyan sangat keterlaluan. Tak sampai di situ, lelaki berahang tegas dengan bada tegap dan kekar itu dengan berani menjepit salah satu lengan nya ke leher Gus Naufal ."Bisakah kau cerai kan adik ku?"Gus Naufal meringis, kesakitan, jepitan lengan yang lebih mendekat cekikan. Berhasil membuat nya meraung Raung, mengemis udara."lepas!" Gus Naufal sedikit mendorong tubuh kekar itu. Meski badan lawan nya jauh lebih besar, namun untuk urusan tenaga seperti Gus Naufal sedikit unggul. Meski dia seoran
nur berkali kali mencoba memfokus kan diri ke masakan yang ada di hadapan nya, menghalau segala pernyataan Gus Naufal, agar hatinya tak terlalu sakit bila mengingat secara terus menerus. Hatinya terlalu banyak bertanya tanya, sampai ia sendiri tak menyadari, apa saja yang ada di sekitar nya."Nur, ini bau apa?" Gus Naufal tergopoh gopoh menghampiri nur, dengan bergerak cepat ia menghalau tubuh nur mengambil alih istri nya untuk mematikan kompor.nur menatap lauk di hadapan nya. Warna nya coklat kehitam hitaman, suram, tanpa ada selera menatap nya, seruram hidup nur pula. "Astaghfirullah, aduh, maaf, Gus__" nur tak melanjutkan ucapan nya, segera ia menunduk, lalu menghampiri tempe yang sudah berwarna kehitaman itu, lalu mengangkat meniris kan ke atas piring dan bersiap nur untuk membuang ke tempat sampah yang tak jauh dari nur dan Gus Naufal berdiri.Gus Naufal mencegah tangan sivna. "Mau di apain?"nur masih menunduk dengan perasaan kacau. "Di buang Gus, kan udah gosong."Gus Naufal m
Zulaikha nuralifiyah sabbath.'gus saya minta cerai, ceraikan saya saja, saya ikhlas.'nur hanya bisa menjerit di dalam hati. Ia ingin berkata lebih dari itu, lalu menuang kan segala gundah nya ke hadapan sang suami. Namun, perasaan itu menguar begitu saja, seiring dengan tatapan heran Gus Naufal ke arah kantong lusuh, berisikan beberapa potong baju yang tak nilai keindahan, bila di bandingkan potongan baju Zahra.Gus Naufal mendekat ke arah benda yang membuat nya penasaran di dekat almari, dia harus berjongkok demi melihat isi nya. "Apa ini nur?" Tanya Gus Naufal membuat jantung nur berdetak lebih kencang. "Lap-lap meja ini mau kamu bawa kemana?" Gus Naufal berniat bercanda. Bukan malah mengundang tawa, justru nur malah memanyunkan bibir nya tak suka."Hehe, maaf bercanda, ini baju baju kamu mau kamu kemanain? Kamu mau pergi dari ku?" Gus Naufal menatap nur, dengan tatapan seolah mengiba, tak ingin nur jauh dari nya.Susah payah nur menelan Saliva Nya sendiri. Harus jawab apa dia? Ju
Lelaki dengan tinggi 165 cm dengan wajah teduh dan kulit putih nya itu sedang menyodorkan sapu tangan yang baru saja ia ambil dari saku baju nya, beliau memang terbiasa membawa sapu tangan sendiri, di samping lebih terjaga kebersihan nya. Juga memang beliau tidak terlalu suka mengotori lingkungan dengan banyak nya sampah sampah tisu.nur bergeming cukup lama, memandang sapu tangan itu. Bibir nya bergerak gerak, seolah berucap tanpa suara."Bisakah kau ambi." Gus Adnan mulai mengeluhkan, tentu tanpa menatap nur yang masih berjongkok, menatap dasar lantai, seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainan nya. "Tangan ku capek sekali."nur hendak menerima nya, menjulurkan tangan nya malu malu. "Di liatin itu! Awas nanti kena tangan ku, kita bukan mahrom."nur mencebik. Sungguh, Gus Adnan sangat menyebal kan detik ini. Padahal, mereka sangat jarang berbicara berdua seperti ini, sekali ia bicara, sungguh Gus Adnan sangat menyebalkan."Te-terima kasih." nur menerima nya dengan sedikit gu
nur menghela nafas panjang, dia menarik salah satu kursi, lalu meletakkan kitab serta ponsel nya di atas meja. "Alhamdulillah, hari ini jam ngajar sudah selesai. Capek banget, ma!" nur mengeluhkan rasa capek pada sahabat nya. Seharian dia harus naik turun tangga, ada kelas yang di lantai bawah, ada yang di lantai atas. Belum termasuk, harus cari bahan referensi mengajar di perpustakaan, lantai bawah paling pojok.Rahma menyodorkan es jerus pada sahabat nya. "Minum dulu, lah. Nggak puasa, kan?"nur menerima dengan senang hati, lalu meminum nya dengan beberapa tegukan saja sudah habis setengah. "Makasih"nur lalu meraih ponselnya yang dari tadi berdering karena pesan masuk. Dia lekas mengecek nya, ternyata pesan dari Gus Naufal Wajah yang mulai tenang kembali menyiratkan aura mendung di wajah ayu wanita berlesung pipi itu."Kenapa? Ada masalah?" Rahma menangkap aura yang berbeda dari sehabat nya itu.nur bergeming, tak ada rasa keinginan menjawab teman nya itu."Pasti dari Gus naufal,
"Buku, gus. Itu semua buku yang pernah njenengan kasih kan kepada saya."Hening, tak ada sahutan sama sekali dari lelaki yang sudah mengganti pakaian nya dengan sarung dan kaos biasa untuk bersantai.nur yang masih berdiri, berinisiatif untuk meletakkan nya di lantai, karena tak kunjung ada jawaban dari Gus Adnan."Terima kasih semua saya kembali kan, termasuk buku tentang__" nur berhenti sejenak, mengatur nafas. Sejujurnya, berat juga melepas buku buku itu. Kalimat demi kalimat yang di tulis beberapa penulis muslim terkenal, sudah lama menemani hari hari nya saat menimba ilmu di pesantren."Buku yang kemarin, tentang Yusuf dan Zulaikha, juga sudah saya masukkan.""Kenapa? Itu kado ulang tahun kamu? Dan... Itu juga baik untuk hubungan mu dengan mas Naufal." Akhirnya Gus adnan bertanya dan terheran heran.nur menggeleng lirih, tetap dengan pandangan menunduk. Gadis itu memilin-milin ujung kerudung nya, guna meredam kegugupan."Saya tidak ingin menyimpan nya. Saya khawatir, ada kesalahp
Memendam cinta sangat menyakitkan, namun juga mengasyikkan."Keluarga dari pasien!" Suara dari belakang seketika membuat gadis berlesung pipi itu mengalihkan pandangan.Dia urung melanjutkan niatnya, memilih berjalan berat ke arah perawat. "Saya Zulaikha nuralifiyah sabbath ." Tuturnya. "Istri pasien," tambah nya seraya menepuk nepuk dada nya lembut.Wanita berbaju hijau tua itu mengarahkan tangannya ke bagian yang tak jauh dari nurberdiri. "Silahkan kebagian administrasi, untuk mendaftarkan pasien ke ruang inap."Kening gadis berlesung pipi itu berkerut, "Ru-ruang inap?" Tanyanya dengan bibir bergetar, sebagai nurmaju ke posisi yang lebih dekat ke arah perawat muda itu. "Apa suami saya sangat parah? Dia kenapa?" nurmelirik sebentar gus Naufal yang masih terbaring kaku. "Bukankah lukanya sudah di obati?"Perawat yang masih nampak muda, mengangguk cepat. "Benar, tapi__"Belum sempat perawat menjelaskan, nursudah mengejar lagi. "Suami saya kenapa suster?"Gus adnanyang masih terpaku di
"Berhenti, Zahra!""Diam di tempat mu!""Viona, bawa dia kembali ke kamarnya!" Suara dari lelaki dibelakang hijab biru, tak menyurutkan niatnya untuk trs berjalan tertatih tatih menggunakan tongkatnya, ia trs berjalan meski berat hingga hampir sampai ke ambang pintu.Cengkraman tangan kekar terasa memanas di tangannya. "Mau kemana kamu?" Lalu lelaki bertubuh atletis itu menengok ke belakang, menghadap gadis manis nan seksi itu mematung, memegangi bahu kursi. "kenapa kamu diam saja, Vi!" Sentak nya dengan nada penuh amarah.Gadis dengan manik mata indah nya menutup bibir ranumnya rapat. "Lepasin, sakit, mas!" Rengek nya diantara buliran air mata yang merembes di pipi mulusnya."Nggak!" Sentaknya. "Kamu nggak boleh samperin lelaki brengsek itu!""Dia suamiku!" Sanggah wanita itu tak terima. "Kamu jahat! Apa yang kamu lakukan padanya?"Dia membuang muka, memiringkan kepala lalu melirik ke belakang. "Cepet ke sini! Atau ku suruh sopir pulangin kamu!"Viona menegang, tak ada pilihan lain s
Lelaki dengan berbaju wayang di dada sedang melajukan mobil melatik merahnya di antara guyuran hujan yang begitu deras. Hingga terpaksa lelaki berjambang tipis itu menepikan mobilnya diantara pepohonan yang tumbuh.Nampak, angin seolah sedang mempermainkan mereka. Meliukkan ke kanan dan ke kiri lalu merontokkan beberapa dedaunannya.Gus Naufal membuka jendela, lalu memandang langit hitam yang seolah blm selesai menuntaskan semua isinya. Lelaki dengan perawakan tegap itu menjulurkan sedikit tangannya, rasa sesak yang diberikan gadis berlesung pipi, membuat pikirannya tak fokus pada kemudi."nur, benar tentang hujan ini." Ucapnya masih dengan pandangan yang sama. Sesaat dia terdiam dengan pikiran yang terus menari nari, Lalu dengan resah lelaki itu menyandarkan kepalanya ke bahu kursi belakang, sambil matanya terpejam. "Selama ini dia menderita bersamaku. Tapi, kenapa harus Adnan yang harus menjadi tempat nya berkeluh? Tak adakah orang lain selain dia?"Matanya terpejam, inginnya mengha
Ahmad Naufal Yusuf."Astaghfirullahal'adzim." Lelaki dengan atasan batik bergambar wayang di dadanya, dan beroutfit sarung itu menepuk jidatnya perlahan, begitu melihat ponselnya yang hampir mati dan kontak mobil yang sama sekali belum ia masukkan ke dalam saku baju paling depan.Baru saja lelaki berjambang tipis itu menyelesaikan kegiatan mengajar nya, dan berniat untuk melesak ke rumah Zahra untuk berusaha menjemput wanita bermata indah itu. Namun, semua gagal karena kecerobohan nya. Dia butuh charger untuk segera mengecas ponsel tang tinggal beberapa persen itu.Lelaki berjambang tipis itu memutuskan lewat jalan pintas yang cepat terhubung, memutuskan segera masuk lewat pintu belakang rumah agar cepat sampai, dan biasanya memang jarang di kunci saat pagi hari, demi memudahkan santri ndalem yang memang biasa bertugas membersihkan rumah masuk ke dalam.Langkah lelaki itu baru saja sampai ke pintu Belakang rumah sederhana milik Zulaikha nuralifiyah sabbath. Rumah yang dahulu penuh den
Wajah yang tak begitu asing bagi Felix bramaji tercetak jelas saat dia memalingkan wajahnya ke belakang. Wajah yang dahulu ia sayangi seperti saudara nya sendiri, kali ini malah membuatnya semakin risih. Namun, dia mencoba bertahan atas nama hutang Budi.Felix menghadapkan wajahnya ke depan, lalu serta Merta dia membuang nafas jengah secara perlahan dari mulutnya."Kamu jahat banget sih!" Wanita itu memukul mukul punggung Felix dengan sekenanya. "Kenapa jarang banget hubungin aku. Di chat nggak di bales, di email juga nggak pernah ada balesan. Apalagi di telpon."Felix memejamkan mata. Mengatur emosi yang sesaat hampir saja mendominasi otaknya. "Aku sibuk Vi! Kerjaan ku banyak banget!"Gadis manis dengan tahi lalat kecil di bagian kelopak mata nya itu, nampak memanyunkan bibir, lalu ia bersedekap tak terima. "Itu kan salah satu rumah sakit, calon mertua kamu, bilang aja gitu!" Usulnya kekanakan."biar mereka nggak mempekerjakan calon mantu bos mereka seenaknya."Viona, nama gadis itu.
Jam dinding berdecak secara beraturan, seiring dengan langkah seorang gadis yang bergerak seringan kapas menghampiri sang pemilik hati.Dengan gusar gadis pemilik bibir terbelah laksana buah delima itu mensejajari lelakinya. Dalam keterbatasan nya dia berusaha menyiapkan air hangat serta kain bersih guna mengobati luka di sudut bibir manusia yang mana Allah letakkan syurga dalam Ridho nya itu.Wanita yang sudah mengganti hijabnya dengan warna maroon berusaha duduk sejajar dengan sang suami.Luka di kaki dan tangannya sudah cukup membaik, meski dia belum yakin meski dirinya bisa berjalan nyaman tak bersandar menggunakan tongkat. Beruntung, Kiya, adik pantinya, telah mengembalikan tongkat itu, tak berselang lama dengan kepergian Gus naufal.Entah keberanian dari mana, gadis sang pemilik senyum indah itu menarik dagu suaminya, perlahan ia dekatkan ke wajah, dekat dan semakin dekat hingga nafas mereka satu sama lain pun bisa mereka rasakan masing masing di kulit wajah masing masing, teras
Suara sepatu cukup tenang seirama dengan langkah sesosok lelaki bertubuh tinggi dan tegap, dengan kedua mata yang tajam, membuat siapapun yang menatapnya akan setuju bila lelaki di hadapannya cukup bisa diperhitungkan keberadaannya, sosok lelaki itu berjalan ke arah Zahra."Stop!" Wanita bernama Zahra hatmajaya mengarahkan tangannya ke depan, menolak lelaki itu mendekat, sosok tinggi itu seolah menulikan semuanya. "Aku bilang stop! Jangan Deket Deket sama aku." Zahra meraung cukup keras, air mata turun berjatuhan, hingga lengan dan bahu nya terguncang hebat.Lelaki itu berjongkok, mensejajarkan diri dengan wanita Yang sangat berantakan dengan hijabnya."kau marah padaku?" Tanyanya Dan Di jawab anggukan Zahra dengan tangisan Yang cukup menyayat hati.Lelaki itu mendengkus perlahan, "Aku nggak ngarep Kamu bakal maafin." Sosok lelaki itu menjeda ucapan nya. Dia memandang langit Dari kaca jendela Yang cahaya nya cukup bisa menerpa Indra penglihatan nya."Syukur Kamu sadar!" Ketus Zahra mem
"Anda akan kena dosa karena mengganggu rumah tangga orang!" Gus Naufal mulai meninggi dan jengah, dia melangkah tajam seraya mengacungkan jari telunjuknya ke arah depan, tepat di wajah lelaki bermata elang itu. "Jangan mengusik rumah tangga saya. Atau kau akan menyesal." Gertak nya.Lelaki bernama Felix itu tersenyum miring. Lelaki Dengan badan tegap, serta tubuh atletis, seolah sedang meremehkan ancaman lawan debat nya. "Kau sedang mengancam ku? Atau menceramahi ku?" Tanya nya dengan tatapan mengejek.Gus Naufal mendengus kesal. Dan berusaha kembali bersikap tenang, meski seolah hawa di sekeliling nya terasa memanas, terbakar oleh amarah yang tercipta oleh mereka. Nyatanya, hembusan angin yang melewati pepohonan di pinggir jalan seolah tetap tak mampu menghalau suasana mencekam itu.Zahra segera menurunkan kaca mobil, lalu memiringkan kepala ke sisi belakang, guna memfokuskan ke arah dua manusia itu.Wanita bermata indah dengan alis melengkung itu harap harap cemas. "Felix, ayo pergi
Seorang wanita cantik dengan tinggi 174 cm menatap keluar lewat Jendela mobil dengan tatapan sendu nya. Wajah yang terbiasa terhias seulas senyum, kini hanya terlihat begitu murung.Sesaat wanita itu terpaku melihat cuaca di luar yang nampak terik oleh cahaya matahari, berbeda dengan keadaan di dalam dada nya yang seolah turun hujan badai petir berkilatan saling bersahut sahutan.Gadis bermata indah dengan bulu mata lentik yang menjulang, menatap keluar jendela dengan sedih dan begitu marah. Bagaimana suami yang sangat ia cintai bisa melakukan ini pada nya? Apa pendapat orang orang yang melihat dirinya yang seorang mantan modelis harus di sandingkan dengan mantan khodimah pesantren?Zahra memejamkan mata, berusaha menahan laju air mata yang terus merengek keluar tanpa ia sendiri memintanya. Dia menaruh jari jemari nya di bawah hidung, tepat di atas bibir merah laksana ceri merah milik nya, seraya menatap cemburu pasangan yang baru saja melintas, sang wanita melingkar kan tangan nya pa