Share

Bagian 3

Author: alter8go
last update Last Updated: 2021-06-13 08:57:33

Megah dan mewah tidak cukup untuk menggambarkan betapa indahnya Ottori di mata Raquel. Gadis itu seperti masuk ke dalam cerita dongeng yang sering neneknya bacakan ketika ia masih kecil. Ketika melangkahkan kaki melewati gerbang, bunga indah beraneka warna menyambutnya di kanan dan kiri. Pepohonan rindang membuat sinar matahari terasa tidak begitu menyengat kulit. Terdapat satu dua bangku di dekat pohon dan gadis itu melihat beberapa siswa berseragam berlalu-lalang di sekitar gedung putih tinggi berpilar.

Beberapa berjalan dengan terburu-buru, beberapa terlihat membaca buku yang tebalnya bisa dijadikan alas tidur. Ada juga siswa dengan pakaian olahraga yang membawa pedang dan busur. Manik Raquel berbinar dan ia bisa merasakan jantungnya berdebar karena rasa antusias yang tinggi.

“Kepada seluruh calon siswa Ottori diharapkan segera memasuki aula.”

Suara lembut menggema dari pengeras suara yang digerakkan oleh sihir. Pandangan Raquel terarah pada gedung paling besar yang berada tepat di hadapannya. Gadis itu harus mendongak hingga lehernya sakit untuk bisa melihat atap gedung. Ada bendera berwarna putih terkibar di puncaknya.

Raquel bergegas memasuki gedung dan ikut mengantri dengan calon siswa lainnya. Ketika tiba gilirannya, gadis itu menerima kartu yang bertuliskan angka 57. Siswa senior yang memberikan kartu itu mengatakan bahwa angka tersebut menunjukkan kelompok Raquel selama mengikuti ujian. Gadis itu bergegas mencari ruangan dengan nomor 57 tergantung di pintunya.

Di ruang kelas yang luas itu, terdapat sekitar 40 siswa yang sudah mengisi nyaris seluruh kursi di kelas. Netra Raquel memindai kursi yang kosong sampai ia menemukan sesosok gadis bersurai merah di sudut kelas. Kursi di sebelahnya kosong! Kebetulan sekali.

“Permisi, apa aku boleh duduk di sini?”

Si gadis cantik hanya menatap Raquel sejenak sebelum kembali memandang lurus ke depan. Jelas mengabaikannya. Raquel menghela napas sebelum mengambil posisi duduk di samping gadis itu. Sepertinya ia masih marah dengan perilaku Raquel barusan.

“Uhm, aku minta maaf untuk kejadian barusan. Aku salah karena tidak memerhatikan sekeliling. Apa kau baik-baik saja?”

Terdengar desisan dari bibir gadis itu sebelum ia melirik Raquel sejemang. “ Ya.” Singkat dan dingin. Jelas sekali gadis itu mengirim sinyal ‘jangan bicara denganku’ yang sayangnya tidak berhasil Raquel tangkap dengan baik.

Alih-alih, Raquel malah mengulurkan tangannya dengan senyum merekah. “Namaku Raquel Dean. Ayo kita berteman!”

Gadis beriris hijau itu menatap uluran tangan Raquel, tampak menimang sebelum suara lembut menginterupsi.

“Baik, semua mohon perhatiannya!”

Seluruh calon siswa segera duduk tegap di bangku masing-masing. Termasuk si gadis jangkung yang lagi-lagi mengabaikan Raquel.

Seorang wanita bertubuh tinggi semampai dengan jubah biru semata kaki berdiri di depan podium kelas. Postur tubuhnya sungguh anggun dengan iris violet yang menatap tajam. Setelah memastikan seluruh perhatian terarah padanya, suaranya yang tegas pun menggema.

“Selamat datang di Ottori, calon siswa sekalian. Aku Thalia Mortem, guru penanggung jawab kelas 57. Kalian boleh memanggilku Lady Thalia. Selama tiga hari ke depan, kalian akan mengikuti rangkaian ujian dan daftar nama yang lulus akan diumumkan di hari keempat. Informasi tentang ujian akan disampaikan pada hari ujian.

“Kegiatan hari ini hanya pengisian data untuk kelengkapan administrasi. Setelah itu kalian bisa makan siang dan beristirahat di kamar masing-masing. Pembagian kamar sudah kami tempel di mading. Apa ada pertanyaan?”

Seorang lelaki mengacungkan tangannya tinggi-tinggi. Lady Thalia mempersilakan lelaki yang wajahnya merona itu untuk bertanya. “A-apa Lady Thalia sudah menikah?”

Suasana kelas langsung ramai, didominasi oleh suara lelaki yang bersorak penasaran. Lady Thalia tersenyum, tapi dalam satu kedipan tatapannya berubah dingin. Tangannya terkepal membentur podium. Dalam sekejap suasana tegang dan mencekam melingkupi seisi kelas.

“Mungkin aku terlihat mudah di mata kalian karena banyak tersenyum, tapi di Ottori aku terkenal paling pandai memberi hukuman pada siswa tidak sopan. Apa kau ingin jadi yang pertama hari in?”

Hening menggantung untuk beberapa saat sebelum Lady Thalia mempersilakan penanya selanjutnya.

“Berapa banyak siswa yang akan diterima tahun ini, Lady Thalia?”

“Pertanyaan bagus.” Satu senyum terbingkai di wajah cantik wanita itu. “Kami tidak pernah mematok jumlah di setiap angkatannya. Kalau kalian mendapat nilai di atas standard yang kami terapkan, kalian bisa lolos. Tapi biasanya hanya sekitar lima persen saja yang diterima.”

Kelas kembali gaduh. Kali ini dengan helaan napas tak percaya dan kecemasan yang kentara. Lady Thalia menepuk tangan untuk menarik kembali perhatian.

“Sepertinya kita sudahi dulu tanya jawabnya. Silakan persiapkan alat tulis kalian. Kertasnya akan segera disebar.”

Seluruh siswa langsung mengeluarkan alat tulis mereka, tak terkecuali Raquel. Gadis itu membuka tasnya dan di detik berikutnya wajah si gadis berubah pucat pasi. Loh, kok tidak ada? 

Raquel mengeluarkan seluruh isi tasnya di meja. Ia menggigit bibirnya ketika tidak menemukan benda yang dibutuhkannya di mana pun. Sepertinya Raquel sudah memasukkan alat tulisnya--oh, gadis itu ingat.

Di malam sebelum keberangkatannya, ia sempat mengeluarkan seluruh isi tasnya untuk menyusunnya kembali supaya lebih rapi. Pasti ia lupa memasukkan lagi alat tulisnya saat itu.

Ah, hari pertama saja sudah sial.

Manik hazel itu melirik gadis di sebelahnya yang tampak sudah siap dengan alat tulisnya. Tidak ada pilihan lain. Raquel tahu ia pasti terlihat buruk karena kesan pertamanya kepada gadis itu, tapi ia tidak punya pilihan. Berdehem pelan, gadis itu mendekati teman sebangkunya.

“N-nona, apa aku boleh pinjam alat tulismu?”

Si gadis bersurai merah langsung mengarahkan wajah tidak percayanya kepada Raquel.

“Semua sudah siap?” 

Suara Lady Thalia membuat Raquel semakin gusar. Gadis itu kembali melempar tatapan memohon pada teman sebangkunya sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada.

“Nona yang di sana, apa sudah siap?”

Raquel panik. Lady Thalia berbicara padanya! Gadis itu menatap bergantian sang guru dan teman sebangku. Ia baru akan menjawab saat alat tulis diletakkan di hadapannya. Raquel membisikkan kata terima kasih sebelum menjawab pertanyaan Lady Thalia dengan semangat. 

Tak lama kertas beterbangan di udara dan memdarat di hadapan masing-masing siswa. Raquel berdecak kagum sambil meraih lembaran kertas di mejanya. Netranya melirik ke samping dan mengamati jemari lentik si gadis yang menuliskan sesuatu di kertas miliknya.

Karlyn van Lawrence. Nama cantik yang sangat cocok untuk dewi penyelamatnya!

***

Butuh empat puluh menit untuk Raquel menyelesaikan berkas miliknya. Dibanding pelengkap administrasi, berkas yang diisinya terasa seperti soal ujian. Ia diminta untuk menjelaskan sejarah negaranya, lengkap dengan bagaimana Albero bisa berdiri dan siapa tokoh penting di negaranya. Selain itu, Raquel juga harus menjelaskan kondisi negaranya saat ini; mulai dari ekonomi sampai kekuatan militer.

Berbekal pengalaman berdiskusi dengan Lady Vanessa, Raquel berharap ingatannya bisa diandalkan. Lebih dari itu, ia sangat berharap bahwa ia menangkap maksud Lady Vanessa dengan benar. Kan tidak lucu kalau ia gagal masuk Ottori karena tidak paham kondisi negaranya sendiri.

Karlyn merampungkan berkasnya jauh sebelum Raquel. Mungkin sekitar lima belas menit? Gadis itu adalah orang ketiga yang mengumpulkan berkasnya dan keluar kelas. Padahal Raquel ingin sekali mengembalikan alat tulis milik Karlyn dan berterima kasih sekali lagi, tapi ia tidak menemukan sosok tingginya setelah berkeliling di sekitar kelas.

Gadis itu hendak mencari dalam jangkauan lebih luas, tapi perutnya keburu protes minta diisi. Ah, benar juga. Raquel hanya makan kue kering sejak pagi. Gadis itu memutuskan mengecek mading terlebih dahulu sebelum mengisi perutnya.

Mading yang terletak di lantai dasar aula itu terlihat senggang. Mungkin kebanyakan siswa sudah pergi ke kantin atau ke kamarnya masing-masing mengingat Raquel termasuk ke dalam golongan siswa yang terakhir menyelesaikan berkas administrasi. Gadis itu memindai deretan kata di kertas, berusaha mencari namanya sampai ia berhenti di satu baris.

Kamar nomor 243 di gedung B lantai 4. Teman sekamar … Aria Hemington, Doriana Kyle, Raquel Dean, dan … Karlyn van Lawrence?

Manik hazel itu langsung berbinar senang melihat nama dewi penyelamatnya bersebelahan dengan nama miliknya. Apakah ini suatu kebetulan? Ah, tidak. Jelas ini takdir! Permintaannya untuk bertemu Karlyn terkabul! Bahkan lebih baik lagi; mereka satu kamar! Ia harus segera mengisi perut dan mencari kamarnya untuk berterima kasih pada Karlyn.

Dengan penuh semangat, gadis itu membalikkan tubuh. Sialnya, ia tidak menyadari kehadiran seseorang di belakangnya dan berakhir menabrak orang malang itu, untuk kedua kalinya hari ini. Bedanya, kali ini keduanya tidak terjerembab seperti sebelumnya. Tubuh orang yang ditabraknya ini jauh lebih jangkung dan kokoh … oh, dia seorang laki-laki?

“Ah, maafkan aku!”

Raquel mengambil langkah mundur agar bisa membungkuk. Ketika ia mengangkat kepala untuk menatap wajah orang malang yang ditabraknya, seketika itu pula ia terdiam. 

Seorang lelaki jangkung berpakaian serba hitam. Surai hitamnya yang ditata ke belakang terlihat begitu rapi. Garis wajahnya tegas dengan hidung mancung. Kulitnya putih pucat dengan bibir merah yang begitu kontras. Tampan. Benar-benar tampan.

Ketika melihat lelaki itu, Raquel langsung teringat salah satu dongeng favoritnya ketika ia kecil. Dongen Putri Salju dan Para Kurcaci! Bedanya, orang yang dijumpainya sekarang adalah seorang lelaki. Kalau begitu, apakah Raquel bisa menyebutnya … Pangeran Salju?

“Minggir.” 

Suara bariton yang dingin mengembalikan kesadaran Raquel. Si gadis buru-buru menyingkir dari hadapan lelaki itu. Manik hitamnya langsung fokus memindai deretan huruf di mading. Diam-diam Raquel ikut memerhatikan arah pandang lelaki itu, tapi sampai ia pergi pun gadis itu tidak bisa menemukan informasi apapun tentangnya.

Di antara helaan napas kecewa, Raquel bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.

-bersambung-

Related chapters

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 4

    Letak kantin yang tidak terlalu jauh dari gedung aula membuat Raquel bisa segera mengisi perut keroncongannya. Porsi makanannya cukup banyak dan rasanya benar-benar enak! Bagian terbaiknya adalah … ada daging!Entah apa yang dilakukan koki di Ottori, tapi dagingnya terasa benar-benar enak! Tekstur kenyal dan bumbu yang meresap sampai ke dalam membuat gadis itu nyaris menitikan air mata. Ia ingin sekali membungkus satu porsi dan membawanya ke Albero. Neneknya harus mencoba makanan seenak ini!Selain daging yang super enak, satu porsi makanan di Ottori benar-benar sehat dengan komposisi gizi yang seimbang. Sepertinya Ottori sendiri sangat memerhatikan asupan makan para siswanya.Raquel mulai membayangkan kehidupan indah yang akan ia jalani kalau dirinya berhasil lulus sampai ujian terkahir. Makan daging e

    Last Updated : 2021-06-13
  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 5

    Dalam satu instruksi dan jentikan jari, tiba-tiba suasana tegang berubah menjadi kacau balau. Bola yang melayang itu mulai berdenyar dengan beragam warna berbeda sebelum melesat keluar aula. Para siswa langsung berlari terbirit-birit. Beberapa ada yang tersandung kaki kursi, terpental ke depan ketika ada siswa yang tak sengaja menabraknya, bahkan ada yang nekat keluar lewat jendela karena pintu utama selebar dua rentangan tangan orang dewasa penuh sesak dengan siswa yang berdesakan ingin keluar.Bola Raquel memancarkan cahaya berwarna hijau dan angka 68 muncul di permukaannya. Kali ini giliran Raquel yang berperang dengan lautan manusia yang dilanda panik. Beruntung, kemampuan menyelinap di antara kerumunan yang sudah terasah sejak dini membuat gadis itu tidak menjumpai kesulitan yang berarti.Bola hijau itu melesat seperti roket, melambung tinggi hingga gadis

    Last Updated : 2021-07-14
  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 6

    Hal pertama yang iris hazel itu jumpai adalah rindang pepohonan dan bundar terik di cakrawala.Pening datang menyerang setelahnya. Membuat Raquel kembali memejamkan mata erat-erat sambil memijat pelipis. Napasnya berantakan dan ia masih bisa merasakan degup jantung yang menggila di dalam sana. Ketika gadis itu perlahan membuka kembali matanya untuk menyesuaikan diri dengan intensitas cahaya yang baru, ia menyadari semuanya sudah kembali seperti sebelum kepulan asap hitam itu datang. Perisai kuning yang mengelilingi masih ada di sana dan beberapa anak yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari yang bisa Raquel ingat masih berbaring di sekelilingnya. Semuanya … sudah selesai?Ketika gadis itu berguling ke samping, tubuhnya langsung terhentak kaget. Netranya membulat dan gadis itu bisa merasakan darah panas merambat ke kedua pipinya. Terbaring menyamping

    Last Updated : 2021-07-16
  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 7

    Ujian tahap pertama berhasil mereduksi lebih dari setengah calon siswa Ottori. Aula yang semula penuh sesak dengan orang-orang kini terasa begitu senggang. Tidak ada lagi kursi tambahan dan pertengkaran tentang siapa yang dapat kursi duluan.Suasana ramai yang biasa melingkupi aula hari ini diisi keheningan yang panjang. Lingkar hitam di bawah mata tampak jelas di wajah beberapa siswa. Beberapa tidak bisa menyembunyikan bengkak di mata dan hidung yang memerah. Seperti dahan pohon yang ditancapi paku, meski pengumuman kelulusan ujian pertama jelas hal yang menggembirakan, efek mengerikan dari ketakutan terbesar yang dihadapi masing-masing murid tentu masih sangat membekas.Raquel berusaha meraup udara sebanyak mungkin untuk mengisi penuh paru-paru yang terasa kosong. Ketika ia mengembuskan napas perlahan, ia bisa merasakan sedikit sekali ketenangan mengali

    Last Updated : 2021-07-17
  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 8

    Keluar dari gedung aula dengan cairan lengket berwarna merah pekat, tidak ada satu orang pun yang mau repot-repot menjelaskan tentang kejadian di pos ujian pada Raquel.Setelah kendi setinggi pinggang itu menyemburkan cairan ke segala arah--terutama tubuh Raquel--pada murid terkesiap, beberapa gadis menjerit ngeri, dan para guru terperangah. Semua orang menatap Raquel seolah ia baru saja membunuh seseorang. Si gadis, yang jadi objek perhatian, hanya bisa memandang ke depan dengan manik bergetar.“Bersihkan wajahmu dengan ini,” Seorang guru datang menghampiri dengan sapu tangan terulur. Dahinya berkerut cemas saat menatap Raquel. “Kembalilah ke kamarmu dan beristirahat.”Saat itu Raquel berharap satu orang saja berkata bahwa ia tidak gagal dalam ujian. Namun, tatapan iba itu lebih dari s

    Last Updated : 2021-07-19
  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Prolog

    “Nenek, aku pulang!”Surai cokelat si gadis melambai seiring tubuh mungilnya berhambur masuk ke rumah reyot di tengah hutan. Pintu yang rapuh dimakan rayap itu berdecit ketika ia membukanya. Napas berantakan dan debar kencang di dada tidak menghilangkan senyum lebar di wajah. Manik hazelnya berkeliling, hanya untuk menemukan gelap dan hening.“Nenek?”Semakin tungkainya melangkah masuk, hatinya terasa semakin berat. Debu menyapa hidung, membuat indra penciumnya otomatis merespon. Jaring putih tipis terbentuk di sudut rumah. Aneh. Membiarkan sarang laba-laba adalah hal terakhir yang akan neneknya lakukan. Hening dan gelap bukan lagi hal yang gadis itu jumpai ketika kedua kakinya membawa tubuh itu semakin dalam.Bau busuk.

    Last Updated : 2021-06-13
  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 1

    Kedua tungkai itu bergerak cepat menembus gelapnya malam. Tanpa peduli berapa kali tubuhnya harus jatuh terjerembab karena akar menyembul yang menabrak ujung kaki, gadis itu buru-buru bangkit dan kembali melanjutkan laju tungkainya yang sempat terhenti. Bunyi napas dan degup jantungnya terdengar sama keras dengan bunyi hewan malam di sekitarnya.“Nenek! Aku pulang!”Pekikannya menggema ketika tangan mungilnya mendorong kenop pintu reyot, menghasilkan bunyi decitan kencang. Napas berantakan dan peluh yang membanjiri wajah sangat kontras dengan senyum cerah di bibirnya. Ketika sesosok wanita bersurai putih tertangkap netra, si gadis bergegas menghampiri dan melingkarkan lengannya di tubuh wanita tua itu.“Nenek aku berhasil! Aku berhasil, nek!”&ldq

    Last Updated : 2021-06-13
  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 2

    “Kisah … yang belum pernah nenek ceritakan?”Ragu terselip dalam tanya si gadis. Opheana menyesap cokelat panasnya pelan sebelum meletakkan cangkir di nakas. Netra wanita itu berpindah pada wajah gugup cucunya.“Nenek salah karena tidak menceritakan segalanya padamu.”“A-apa maksud nenek?”Raquel bisa merasakan ketegangan di antara keduanya. Ketegangan yang jarang sekali terjadi ketika gadis itu bersama neneknya. Di matanya, sang nenek adalah sosok wanita hebat berhati lembut yang selalu memberikan ketenangan bahkan di hari terburuknya sekali pun. Melihat Opheana yang tidak melempar senyum dan memandangnya dengan serius membuat jantung si gadis berdegup kencang.“Nenek bukan di

    Last Updated : 2021-06-13

Latest chapter

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 8

    Keluar dari gedung aula dengan cairan lengket berwarna merah pekat, tidak ada satu orang pun yang mau repot-repot menjelaskan tentang kejadian di pos ujian pada Raquel.Setelah kendi setinggi pinggang itu menyemburkan cairan ke segala arah--terutama tubuh Raquel--pada murid terkesiap, beberapa gadis menjerit ngeri, dan para guru terperangah. Semua orang menatap Raquel seolah ia baru saja membunuh seseorang. Si gadis, yang jadi objek perhatian, hanya bisa memandang ke depan dengan manik bergetar.“Bersihkan wajahmu dengan ini,” Seorang guru datang menghampiri dengan sapu tangan terulur. Dahinya berkerut cemas saat menatap Raquel. “Kembalilah ke kamarmu dan beristirahat.”Saat itu Raquel berharap satu orang saja berkata bahwa ia tidak gagal dalam ujian. Namun, tatapan iba itu lebih dari s

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 7

    Ujian tahap pertama berhasil mereduksi lebih dari setengah calon siswa Ottori. Aula yang semula penuh sesak dengan orang-orang kini terasa begitu senggang. Tidak ada lagi kursi tambahan dan pertengkaran tentang siapa yang dapat kursi duluan.Suasana ramai yang biasa melingkupi aula hari ini diisi keheningan yang panjang. Lingkar hitam di bawah mata tampak jelas di wajah beberapa siswa. Beberapa tidak bisa menyembunyikan bengkak di mata dan hidung yang memerah. Seperti dahan pohon yang ditancapi paku, meski pengumuman kelulusan ujian pertama jelas hal yang menggembirakan, efek mengerikan dari ketakutan terbesar yang dihadapi masing-masing murid tentu masih sangat membekas.Raquel berusaha meraup udara sebanyak mungkin untuk mengisi penuh paru-paru yang terasa kosong. Ketika ia mengembuskan napas perlahan, ia bisa merasakan sedikit sekali ketenangan mengali

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 6

    Hal pertama yang iris hazel itu jumpai adalah rindang pepohonan dan bundar terik di cakrawala.Pening datang menyerang setelahnya. Membuat Raquel kembali memejamkan mata erat-erat sambil memijat pelipis. Napasnya berantakan dan ia masih bisa merasakan degup jantung yang menggila di dalam sana. Ketika gadis itu perlahan membuka kembali matanya untuk menyesuaikan diri dengan intensitas cahaya yang baru, ia menyadari semuanya sudah kembali seperti sebelum kepulan asap hitam itu datang. Perisai kuning yang mengelilingi masih ada di sana dan beberapa anak yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari yang bisa Raquel ingat masih berbaring di sekelilingnya. Semuanya … sudah selesai?Ketika gadis itu berguling ke samping, tubuhnya langsung terhentak kaget. Netranya membulat dan gadis itu bisa merasakan darah panas merambat ke kedua pipinya. Terbaring menyamping

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 5

    Dalam satu instruksi dan jentikan jari, tiba-tiba suasana tegang berubah menjadi kacau balau. Bola yang melayang itu mulai berdenyar dengan beragam warna berbeda sebelum melesat keluar aula. Para siswa langsung berlari terbirit-birit. Beberapa ada yang tersandung kaki kursi, terpental ke depan ketika ada siswa yang tak sengaja menabraknya, bahkan ada yang nekat keluar lewat jendela karena pintu utama selebar dua rentangan tangan orang dewasa penuh sesak dengan siswa yang berdesakan ingin keluar.Bola Raquel memancarkan cahaya berwarna hijau dan angka 68 muncul di permukaannya. Kali ini giliran Raquel yang berperang dengan lautan manusia yang dilanda panik. Beruntung, kemampuan menyelinap di antara kerumunan yang sudah terasah sejak dini membuat gadis itu tidak menjumpai kesulitan yang berarti.Bola hijau itu melesat seperti roket, melambung tinggi hingga gadis

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 4

    Letak kantin yang tidak terlalu jauh dari gedung aula membuat Raquel bisa segera mengisi perut keroncongannya. Porsi makanannya cukup banyak dan rasanya benar-benar enak! Bagian terbaiknya adalah … ada daging!Entah apa yang dilakukan koki di Ottori, tapi dagingnya terasa benar-benar enak! Tekstur kenyal dan bumbu yang meresap sampai ke dalam membuat gadis itu nyaris menitikan air mata. Ia ingin sekali membungkus satu porsi dan membawanya ke Albero. Neneknya harus mencoba makanan seenak ini!Selain daging yang super enak, satu porsi makanan di Ottori benar-benar sehat dengan komposisi gizi yang seimbang. Sepertinya Ottori sendiri sangat memerhatikan asupan makan para siswanya.Raquel mulai membayangkan kehidupan indah yang akan ia jalani kalau dirinya berhasil lulus sampai ujian terkahir. Makan daging e

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 3

    Megah dan mewah tidak cukup untuk menggambarkan betapa indahnya Ottori di mata Raquel. Gadis itu seperti masuk ke dalam cerita dongeng yang sering neneknya bacakan ketika ia masih kecil. Ketika melangkahkan kaki melewati gerbang, bunga indah beraneka warna menyambutnya di kanan dan kiri. Pepohonan rindang membuat sinar matahari terasa tidak begitu menyengat kulit. Terdapat satu dua bangku di dekat pohon dan gadis itu melihat beberapa siswa berseragam berlalu-lalang di sekitar gedung putih tinggi berpilar.Beberapa berjalan dengan terburu-buru, beberapa terlihat membaca buku yang tebalnya bisa dijadikan alas tidur. Ada juga siswa dengan pakaian olahraga yang membawa pedang dan busur. Manik Raquel berbinar dan ia bisa merasakan jantungnya berdebar karena rasa antusias yang tinggi.“Kepada seluruh calon siswa Ottori diharapkan segera memasuki aula.”

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 2

    “Kisah … yang belum pernah nenek ceritakan?”Ragu terselip dalam tanya si gadis. Opheana menyesap cokelat panasnya pelan sebelum meletakkan cangkir di nakas. Netra wanita itu berpindah pada wajah gugup cucunya.“Nenek salah karena tidak menceritakan segalanya padamu.”“A-apa maksud nenek?”Raquel bisa merasakan ketegangan di antara keduanya. Ketegangan yang jarang sekali terjadi ketika gadis itu bersama neneknya. Di matanya, sang nenek adalah sosok wanita hebat berhati lembut yang selalu memberikan ketenangan bahkan di hari terburuknya sekali pun. Melihat Opheana yang tidak melempar senyum dan memandangnya dengan serius membuat jantung si gadis berdegup kencang.“Nenek bukan di

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Bagian 1

    Kedua tungkai itu bergerak cepat menembus gelapnya malam. Tanpa peduli berapa kali tubuhnya harus jatuh terjerembab karena akar menyembul yang menabrak ujung kaki, gadis itu buru-buru bangkit dan kembali melanjutkan laju tungkainya yang sempat terhenti. Bunyi napas dan degup jantungnya terdengar sama keras dengan bunyi hewan malam di sekitarnya.“Nenek! Aku pulang!”Pekikannya menggema ketika tangan mungilnya mendorong kenop pintu reyot, menghasilkan bunyi decitan kencang. Napas berantakan dan peluh yang membanjiri wajah sangat kontras dengan senyum cerah di bibirnya. Ketika sesosok wanita bersurai putih tertangkap netra, si gadis bergegas menghampiri dan melingkarkan lengannya di tubuh wanita tua itu.“Nenek aku berhasil! Aku berhasil, nek!”&ldq

  • de'Nearos: Menggadaikan Masa Muda untuk Perdamaian Dunia   Prolog

    “Nenek, aku pulang!”Surai cokelat si gadis melambai seiring tubuh mungilnya berhambur masuk ke rumah reyot di tengah hutan. Pintu yang rapuh dimakan rayap itu berdecit ketika ia membukanya. Napas berantakan dan debar kencang di dada tidak menghilangkan senyum lebar di wajah. Manik hazelnya berkeliling, hanya untuk menemukan gelap dan hening.“Nenek?”Semakin tungkainya melangkah masuk, hatinya terasa semakin berat. Debu menyapa hidung, membuat indra penciumnya otomatis merespon. Jaring putih tipis terbentuk di sudut rumah. Aneh. Membiarkan sarang laba-laba adalah hal terakhir yang akan neneknya lakukan. Hening dan gelap bukan lagi hal yang gadis itu jumpai ketika kedua kakinya membawa tubuh itu semakin dalam.Bau busuk.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status