Hari-hari terus berjalan, dan jarak di antara Vika dan Aldo semakin terasa nyata. Dulu, mereka selalu berbicara setiap hari, berbagi cerita tentang hal-hal kecil yang terjadi dalam hidup mereka. Tapi sekarang, semuanya terasa berbeda. Percakapan mereka semakin jarang, dan ketika mereka berbicara, itu tidak lagi seperti dulu. Tidak ada lagi tawa yang mengalir dengan mudah, tidak ada lagi kata-kata manis yang menghangatkan hati.
Vika mulai merasa semakin terasing. Ia mencoba mengalihkan perasaannya dengan fokus pada pekerjaannya, tetapi tetap saja pikirannya selalu kembali kepada Aldo. Setiap malam, ia menunggu pesan atau telepon dari Aldo, tetapi sering kali ia hanya mendapat balasan singkat atau bahkan tidak ada sama sekali. Hatinya semakin hancur, dan ia mulai bertanya-tanya, apakah Aldo masih mencintainya seperti dulu?
KERAGUAN DAN KECEMASAN
Suatu hari, Vika memutuskan untuk menghubungi Aldo. Ia ingin mendengar suara pria itu, ingin memastikan bahwa perasaannya tidak hanya sepihak. Namun, setelah beberapa kali mencoba, teleponnya tidak dijawab. Perasaan cemas semakin menghantuinya.
Saat ia sedang menunggu balasan dari Aldo, ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi dari media sosial muncul di layarnya. Dengan jantung berdebar, ia membuka aplikasi itu dan melihat sesuatu yang membuatnya semakin terluka.
Sebuah foto terbaru dari Karina muncul di berandanya. Dalam foto itu, Karina dan Aldo sedang duduk berdampingan di sebuah restoran, tertawa bersama. Caption yang tertera di bawah foto itu berbunyi:
"Selalu ada waktu untuk seseorang yang spesial 😊"
Jantung Vika seakan berhenti berdetak. Ia membaca komentar-komentar yang ada di bawah foto itu. Banyak teman-teman Aldo yang berkomentar dengan nada menggoda, seolah menyiratkan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar pertemanan antara Aldo dan Karina.
"Fix deh, mereka cocok banget!"
"Jangan lupa undangannya kalau nikah nanti ya! Haha"
Vika tidak bisa lagi menahan air matanya. Dadanya terasa sesak. Apakah ini artinya Aldo benar-benar sudah menemukan seseorang yang lain? Apakah ia hanya menunggu dalam ketidakpastian?
Ia menghapus air matanya dan mencoba menenangkan diri. Ia tidak ingin langsung menyimpulkan sesuatu tanpa mendengar penjelasan dari Aldo. Dengan tangan gemetar, ia mengirim pesan kepadanya.
Vika: "Aldo, aku perlu bicara denganmu. Tolong angkat teleponku."
Namun, seperti sebelumnya, pesannya hanya terbaca tanpa ada balasan. Vika merasakan perasaan sakit yang begitu mendalam. Seolah-olah hatinya sedang dihancurkan perlahan-lahan oleh pria yang paling ia cintai.
PERTEMUAN YANG DINANTI
Beberapa hari berlalu, dan akhirnya Aldo menghubungi Vika. Dengan suara yang terdengar lelah, ia berkata, "Maaf, aku sibuk belakangan ini. Kamu baik-baik saja?"
Vika ingin marah, ingin menumpahkan segala rasa sakit yang ia rasakan. Namun, suaranya justru bergetar saat ia menjawab, "Aku tidak tahu, Aldo. Aku merasa kita semakin jauh. Dan aku melihat fotomu dengan Karina... Apa yang sebenarnya terjadi?"
Aldo terdiam sejenak. "Karina hanya teman, Vika. Kami hanya makan malam bersama dengan teman-teman yang lain. Kamu tahu aku tidak akan pernah menggantikanmu."
"Tapi kenapa kamu semakin jarang menghubungiku? Kenapa aku selalu merasa seperti orang asing di hidupmu sekarang?" Vika bertanya dengan suara penuh emosi.
Aldo menghela napas panjang. "Aku tidak tahu, Vika. Aku merasa semuanya semakin sulit. Jarak ini... kesibukan... aku merasa seperti kehilangan diriku sendiri di sini."
Mendengar kata-kata itu, hati Vika semakin hancur. Ia ingin mempercayai Aldo, tetapi ia juga tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri. "Apa kamu masih mencintaiku, Aldo?" tanyanya dengan suara bergetar.
Hening.
Beberapa detik berlalu sebelum Aldo akhirnya menjawab, "Aku... Aku tidak tahu, Vika. Aku merasa semuanya berubah. Aku masih peduli padamu, tapi aku juga tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku mulai merasa berbeda."
Kalimat itu seperti pisau yang menusuk hati Vika. Air matanya kembali mengalir tanpa bisa ia tahan. "Jadi, apa artinya ini, Aldo? Apakah kita sudah selesai?"
Aldo tidak langsung menjawab. Suaranya terdengar ragu saat ia berkata, "Aku butuh waktu untuk berpikir. Aku tidak ingin membuat keputusan yang salah."
Vika menutup matanya, mencoba menahan rasa sakit yang semakin dalam. Ia tahu bahwa ini mungkin adalah akhir dari hubungan mereka, tetapi ia masih belum siap untuk menghadapinya.
"Baiklah, Aldo," katanya dengan suara bergetar. "Aku akan memberimu waktu. Tapi tolong, jangan biarkan aku menunggu dalam ketidakpastian terlalu lama."
Aldo menghela napas. "Aku mengerti. Maaf, Vika."
Vika menutup teleponnya dan menangis dalam diam. Untuk pertama kalinya dalam hubungan mereka, ia merasa benar-benar sendirian.
HARAPAN YANG MEMUDAR
Hari-hari berlalu tanpa kabar dari Aldo. Vika mencoba tetap kuat, mencoba mengalihkan pikirannya dengan berbagai hal. Namun, setiap malam, ia masih menunggu. Menunggu pesan, menunggu panggilan, menunggu sesuatu yang bisa memberinya sedikit harapan.
Namun, semakin lama ia menunggu, semakin jelas baginya bahwa mungkin harapan itu sudah tidak ada lagi.
Suatu hari, ia berjalan di taman tempat ia dan Aldo sering menghabiskan waktu bersama. Angin sepoi-sepoi berhembus, membawa serta kenangan yang dulu terasa begitu indah. Namun sekarang, kenangan itu hanya menyisakan luka.
Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat layar yang kosong. Tidak ada pesan dari Aldo.
Dengan hati yang berat, Vika akhirnya mengambil keputusan. Ia tidak bisa terus hidup dalam bayangan seseorang yang mungkin tidak lagi mencintainya. Ia harus belajar melepaskan.
Dengan tangan gemetar, ia mengetik pesan terakhir untuk Aldo.
Vika: "Aldo, aku sudah cukup menunggu. Aku tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian. Jika kamu masih mencintaiku, buktikan. Jika tidak, maka aku harus belajar melepaskanmu. Aku mencintaimu, tapi aku juga harus mencintai diriku sendiri. Selamat tinggal."
Ia menekan tombol kirim dan menutup matanya. Air mata kembali mengalir, tetapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada kelegaan di dalam hatinya.
Mungkin ini bukan akhir yang ia harapkan, tetapi ini adalah awal dari sesuatu yang baru.
KEHENINGAN SETELAH PERPISAHAN
Setelah mengirimkan pesan terakhirnya kepada Aldo, Vika merasa ada beban berat yang diangkat dari pundaknya, tetapi juga ada lubang besar yang menganga di hatinya. Hari-hari berikutnya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Ia berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaan dan kegiatan lainnya, tetapi pikirannya selalu kembali kepada Aldo. Setiap kali ponselnya berbunyi, ia berharap itu adalah Aldo, tetapi harapannya selalu pupus.
Minggu demi minggu berlalu tanpa kabar. Vika mulai menerima kenyataan bahwa Aldo mungkin tidak akan pernah kembali. Kenyataannya itu pahit, tetapi dia tahu bahwa dia harus menerimanya. Ia mulai menghapus foto-foto Aldo dari ponselnya, menyimpannya jauh di dalam kotak di loteng. Ia berhenti mengunjungi tempat-tempat yang mengingatkannya pada mereka, mencoba menciptakan jarak fisik dan emosional antara dirinya dan kenangan tentang Aldo.
PROSES PENYEMBUHAN
Penyembuhan tidaklah mudah. Ada hari-hari ketika Vika merasa baik-baik saja, mampu tertawa dan menikmati hidup seperti biasa. Namun, ada juga hari-hari ketika ia merasa sangat sedih, merindukan Aldo dengan sangat dalam. Di saat-saat seperti itu, ia akan membiarkan dirinya menangis, melampiaskan semua emosi yang ia rasakan. Ia belajar bahwa tidak apa-apa untuk merasa sedih, bahwa itu adalah bagian dari proses penyembuhan.
Vika mulai lebih memperhatikan dirinya sendiri. Ia kembali melakukan hobi-hobinya yang dulu sempat ia tinggalkan, seperti melukis dan membaca. Ia mengikuti kelas yoga dan meditasi, mencoba menemukan kedamaian batin dan mengurangi stres. Ia juga menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman-temannya, berbagi cerita dan mendapatkan dukungan dari mereka.
Teman-temannya selalu ada untuknya, mendengarkan keluh kesahnya dan memberikan nasihat yang bijaksana. Mereka mengingatkannya bahwa ia adalah wanita yang kuat dan berharga, dan bahwa ia pantas mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintainya. Dukungan dari teman-teman sangat berarti bagi Vika, membantu melewati masa-masa sulit.
KABAR DARI MASA LALU
Tepat ketika Vika mulai merasa bahwa ia akhirnya bisa melupakan Aldo, sebuah pesan tiba-tiba muncul di ponselnya. Itu adalah pesan dari nomor yang tidak dikenal. Dengan ragu-ragu, ia membuka pesan itu.
"Vika, ini aku, Aldo. Bisakah kita bertemu?"
Jantung Vika berdegup kencang. Dia tidak tahu harus merasa apa. Apakah dia senang mendengar kabar dari Aldo, atau marah karena dia muncul kembali setelah sekian lama menghilang?
Setelah berpikir sejenak, Vika memutuskan untuk membalas pesan itu. Dia ingin tahu apa yang ingin dikatakan oleh Aldo.
"Di mana dan kapan?" balasnya singkat.
Aldo membalas dengan cepat, "Di taman tempat kita sering bertemu dulu. Besok sore, jam 5?"
Vika menghela napas. Ia tahu bahwa pertemuan dengan Aldo akan membangkitkan kembali semua kenangan dan emosi yang telah ia coba kubur. Tetapi dia juga merasa bahwa dia perlu bertemu dengannya, untuk mencapai kesepakatan yang sebenarnya.
PERTEMUAN YANG PENUH EMOSI
Keesokan harinya, Vika tiba di taman tepat waktu. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat Aldo berdiri di dekat air mancur. Aldo terlihat lebih kurus dan lesu dari kali terakhir mereka bertemu.
"Vika," sapa Aldo dengan suara pelan. "Terima kasih sudah mau bertemu denganku."
Vika mengangguk tanpa menjawab. Ia menunggu Aldo untuk melanjutkan pembicaraannya.
Aldo menghela napas panjang. "Aku tahu aku sudah mengira menunggu terlalu lama. Aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf."
Vika menatap Aldo dengan dingin. "Maaf? Apa gunanya maaf sekarang, Aldo? Kamu sudah menghancurkan hatiku."
Aldo menundukkan kepalanya. "Aku tahu. Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Aku bodoh, Vika. Aku menyia-nyiakanmu."
"Kenapa, Aldo? Kenapa kamu melakukan ini padaku?" tanya Vika dengan suara bergetar.
Aldo mengangkat kepalanya dan menatap Vika dengan penuh penyesalan. "Aku takut, Vika. Aku takut dengan jarak ini, dengan kesibukan kita. Aku merasa seperti kita semakin menjauh, dan aku tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Aku bodoh, aku malah mencari pengungsi pada orang lain."
Vika terdiam sesaat. Ia bisa melihat penyesalan yang tulus di mata Aldo.
"Karina?" tanyanya pelan.
Aldo menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-apa antara aku dan Karina, Vika. Dia hanya teman. Aku tidak pernah mencintainya. Aku hanya mencintai."
Air mata mulai mengalir di pipi Vika. "Tapi kamu menyakitiku, Aldo. Kamu membuatku merasa tidak berharga."
"Aku tahu, Vika. Dan aku akan melakukan apa saja untuk memperbaiki. Beri aku kesempatan kedua, Vika. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu lagi," mohon Aldo.
Vika menatap Aldo dengan ragu. Ia masih mencintai pria itu, tapi ia juga takut untuk disakiti lagi.
"Aku tidak tahu, Aldo," katanya dengan suara pelan. "Aku butuh waktu untuk berpikir."
Aldo mengangguk. "Aku mengerti. Aku akan menunggumu, Vika. Aku akan menunggu selama yang kau perlukan."
Vika menghela napas. Ia tahu bahwa keputusan ini tidak akan mudah. Ia harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan apakah akan memberikan kesempatan kedua kepada Aldo atau tidak.
PERJALANAN MENUJU KEPUTUSAN
Vika pulang ke rumah dengan hati yang campur aduk. Ia merasa bingung, sakit hati, dan juga sedikit harapan. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Ia menghabiskan malam itu untuk merenung, memikirkan semua hal yang telah terjadi antara dirinya dan Aldo. Ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah Aldo benar-benar menyesal? Apakah dia bisa mempercayai pria itu lagi? Apakah ia siap untuk mengambil risiko terluka lagi?
Setelah mempertimbangkan semuanya dengan seksama, Vika akhirnya sampai pada sebuah keputusan. Ia tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup di masa lalu. Ia harus membuat pilihan, dan ia harus siap menerima konsekuensinya.
BAB 5: CINTA YANG GOYAH (Bagian 3)
KEPUTUSAN YANG SULIT
Keesokan harinya, Vika memutuskan untuk menemui seorang sahabatnya, Rina. Rina selalu menjadi tempatnya berkeluh kesah dan meminta nasihat. Ia percaya, Rina bisa memberikan pandangan yang objektif tentang situasinya dengan Aldo.
"Rin, Aldo menghubungiku," kata Vika memulai cerita, sambil menyeruput kopi hangatnya. "Dia minta bertemu dan mengakui semua kesalahannya."
Rina mengangkat alisnya, terkejut. "Benarkah? Setelah sekian lama menghilang?"
Vika mengangguk lesu. "Dia bilang dia menyesal dan memohon kesempatan kedua."
Rina terdiam sejenak, berpikir. "Vik, ini keputusan yang berat. Kamu harus benar-benar mempertimbangkannya dengan matang. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari."
"Itulah masalahnya, Rin. Aku bingung. Aku masih mencintainya, tapi aku juga takut terluka lagi. Aku takut dia akan mengulangi kesalahannya," keluh Vika.
Rina meraih tangan Vika, menggenggamnya erat. "Vik, cinta itu memang butuh kepercayaan. Tapi, kepercayaan itu harus dibangun kembali. Aldo harus membuktikan bahwa dia benar-benar berubah dan layak mendapatkan kesempatan kedua."
"Bagaimana caranya, Rin? Bagaimana aku bisa tahu dia benar-benar berubah?" tanya Vika putus asa.
"Berikan dia waktu dan kesempatan untuk membuktikannya. Perhatikan tindakannya, bukan hanya kata-katanya. Apakah dia benar-benar berusaha memperbaiki kesalahannya? Apakah dia benar-benar peduli padamu dan perasaanmu? Apakah dia jujur dan terbuka padamu?" Rina memberikan sederet pertanyaan yang membuat Vika semakin berpikir keras.
Setelah berdiskusi panjang lebar dengan Rina, Vika merasa sedikit lebih tenang. Ia tahu, keputusan ada di tangannya. Ia harus mendengarkan kata hatinya dan membuat pilihan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
MEMBERIKAN KESEMPATAN KEDUA
Dengan hati yang berat, Vika menghubungi Aldo dan mengajaknya bertemu lagi. Ia ingin memberikan kesempatan kedua, tetapi dengan beberapa syarat.
"Aldo, aku bersedia memberikanmu kesempatan kedua," kata Vika, menatap Aldo dengan tatapan serius. "Tapi, ada beberapa hal yang harus kamu pahami."
Aldo menatap Vika dengan penuh harap. "Apa pun itu, Vika. Aku akan melakukan apa saja."
"Pertama, aku butuh kejujuran dan keterbukaan penuh darimu. Tidak ada lagi rahasia di antara kita. Kedua, aku butuh komitmen yang kuat darimu. Kita harus sama-sama berusaha untuk menjaga hubungan ini. Ketiga, aku butuh waktu. Aku butuh waktu untuk memulihkan kepercayaanku padamu," tegas Vika.
Aldo mengangguk mantap. "Aku mengerti, Vika. Aku janji akan memenuhi semua syaratmu. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membuktikan bahwa aku layak mendapatkanmu kembali."
Mendengar janji Aldo, hati Vika sedikit lega. Ia berharap, Aldo benar-benar tulus dengan ucapannya.
PERJALANAN MEMBANGUN KEMBALI CINTA
Masa-masa berikutnya menjadi ujian berat bagi Vika dan Aldo. Mereka harus bekerja keras untuk membangun kembali kepercayaan yang telah hancur. Aldo berusaha membuktikan cintanya dengan tindakan nyata. Ia selalu jujur dan terbuka kepada Vika, tidak pernah menyembunyikan apa pun darinya. Ia juga selalu berusaha meluangkan waktu untuk Vika, meskipun sibuk dengan pekerjaannya.
Vika sendiri berusaha untuk membuka hatinya kembali kepada Aldo. Ia belajar untuk memaafkan masa lalu dan fokus pada masa depan. Ia juga berusaha untuk lebih percaya pada Aldo dan memberikan kesempatan kepadanya untuk membuktikan cintanya.
Perlahan tapi pasti, hubungan mereka mulai membaik. Mereka mulai berkomunikasi dengan lebih baik, saling memahami, dan saling mendukung. Tawa dan kebahagiaan mulai kembali mengisi hari-hari mereka.
Namun, masa lalu tetap membayangi. Vika masih sering merasa cemas dan ragu. Ia takut, Aldo akan mengulangi kesalahannya lagi. Ia juga takut, ia tidak akan pernah bisa benar-benar mempercayai Aldo sepenuhnya.
Suatu malam, Vika dan Aldo sedang duduk di balkon apartemen mereka, menikmati pemandangan kota yang gemerlap. Vika merasa hatinya resah. Ia ingin berbicara dengan Aldo tentang perasaannya, tetapi ia takut akan menyakiti hatinya.
Aldo menyadari kegelisahan Vika. Ia meraih tangannya, menggenggamnya erat. "Ada apa, Vika? Kamu terlihat khawatir."
Vika menghela napas panjang. "Aldo, aku masih takut. Aku masih takut kamu akan meninggalkanku lagi. Aku takut, aku tidak akan pernah bisa benar-benar mempercayaimu."
Aldo menatap Vika dengan tatapan penuh kasih sayang. "Vika, aku tahu butuh waktu untuk memulihkan kepercayaanmu. Aku tidak akan memaksamu untuk mempercayaiku sepenuhnya dalam semalam. Tapi, aku janji akan terus berusaha membuktikannya setiap hari. Aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi. Aku mencintaimu, Vika. Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi."
Mendengar kata-kata Aldo, air mata mulai mengalir di pipi Vika. Ia merasa begitu bersyukur memiliki Aldo di sisinya. Ia tahu, perjalanan mereka masih panjang dan penuh tantangan. Tapi, ia juga tahu, jika mereka saling mencintai dan saling berusaha, mereka bisa melewati semuanya bersama.
Vika memeluk Aldo erat-erat, menyandarkan kepalanya di dadanya. Ia merasa aman dan nyaman berada di pelukan Aldo.
"Aku juga mencintaimu, Aldo," bisik Vika. "Terima kasih sudah memberiku kesempatan kedua."
Aldo mencium kening Vika dengan lembut. "Terima kasih sudah mempercayaiku, Vika. Aku tidak akan mengecewakanmu."
Malam itu, Vika dan Aldo berjanji untuk saling mencintai, saling menghormati, dan saling mendukung dalam segala hal. Mereka tahu, cinta mereka telah melewati ujian yang berat, dan mereka telah belajar banyak dari pengalaman itu. Mereka siap untuk membangun masa depan bersama, dengan cinta yang lebih kuat dan lebih tulus.
BAB 5: CINTA YANG GOYAH (Bagian 4)
MENGHADAPI RINTANGAN
Setelah malam yang penuh harapan itu, Vika dan Aldo berusaha membangun kembali hubungan mereka dengan lebih baik. Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Terkadang, keraguan dan ketakutan masih menghantui Vika. Ia sering kali terbangun di tengah malam, teringat akan masa lalu yang menyakitkan. Aldo, di sisi lain, berusaha keras untuk meyakinkan Vika bahwa ia tidak akan mengulangi kesalahannya.
Suatu sore, ketika mereka sedang berjalan-jalan di taman, Vika melihat Aldo menerima telepon dari seorang wanita. Ia tidak bisa mendengar isi percakapan tersebut, tetapi ekspresi wajah Aldo membuatnya merasa cemas. Setelah selesai berbicara, Aldo terlihat sedikit gelisah.
"Siapa yang meneleponmu?" tanya Vika dengan nada hati-hati.
"Teman kerja," jawab Aldo cepat. "Kami sedang membahas proyek baru."
Vika merasa ada yang tidak beres. "Kamu tidak perlu merasa terbebani untuk memberitahuku siapa dia. Aku hanya ingin tahu."
Aldo menatap Vika dengan serius. "Vika, aku berjanji padamu bahwa aku akan selalu jujur. Itu hanya teman kerja, tidak ada yang lebih."
Tetapi keraguan kembali menggerogoti hati Vika. Ia merasa seolah-olah semua usaha yang telah mereka lakukan bisa hancur dalam sekejap jika ia tidak bisa mengendalikan perasaannya.
MALAM YANG MENYAKITKAN
Beberapa hari setelah kejadian itu, Vika mulai merasa semakin tertekan. Ia mencoba untuk bersikap tenang dan percaya pada Aldo, tetapi bayangan masa lalu terus menghantuinya. Suatu malam, saat mereka sedang menonton film di rumah, Vika merasa emosinya meluap.
"Aldo, aku tidak bisa terus hidup seperti ini!" serunya tiba-tiba, membuat Aldo terkejut.
"Apa maksudmu?" tanya Aldo dengan cemas.
"Aku merasa seperti kita sedang berjalan di atas tali yang sangat tipis. Satu langkah salah dan semuanya bisa hancur lagi," ungkap Vika dengan air mata di pelupuk matanya.
Aldo mengalihkan perhatian dari layar televisi dan menatap Vika dalam-dalam. "Vika, aku tahu ini sulit. Tapi kita harus saling percaya jika kita ingin hubungan ini berhasil."
"Bagaimana aku bisa percaya padamu jika aku masih meragukan diriku sendiri?" jawab Vika dengan suara bergetar.
Aldo meraih tangan Vika dan menggenggamnya erat. "Kita bisa melaluinya bersama. Aku akan selalu ada untukmu, dan aku akan melakukan apa pun untuk membuktikan cintaku padamu."
Vika mengangguk pelan, tetapi hatinya masih terasa berat. Ia tahu bahwa mereka harus menghadapi ketakutan ini bersama-sama jika ingin hubungan mereka bertahan.
PERUBAHAN YANG POSITIF
Seiring berjalannya waktu, Aldo terus menunjukkan komitmennya kepada Vika dengan tindakan nyata. Ia mulai lebih terbuka tentang pekerjaannya dan menjelaskan semua hal yang mungkin membuat Vika merasa cemas. Mereka juga mulai menjadwalkan waktu khusus untuk berkumpul dan melakukan aktivitas bersama—mulai dari memasak hingga hiking di alam terbuka.
Satu sore saat mereka sedang memasak bersama di dapur, Aldo tiba-tiba berkata, "Vika, aku ingin kita merencanakan liburan bersama."
Vika menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Liburan ke mana?"
"Aku berpikir kita bisa pergi ke pantai atau ke pegunungan—tempat di mana kita bisa bersantai dan menikmati waktu bersama tanpa gangguan," jawab Aldo sambil tersenyum.
Vika merasa hatinya berbunga-bunga mendengar rencana itu. "Itu terdengar luar biasa! Kita bisa menjauh dari semua tekanan dan hanya menikmati kebersamaan."
Mereka mulai merencanakan liburan kecil itu dengan penuh semangat. Rencana ini memberikan harapan baru bagi Vika—sebuah kesempatan untuk memperkuat hubungan mereka dalam suasana yang lebih santai dan menyenangkan.
MENEMUKAN KEMBALI DIRI SENDIRI
Di tengah perjalanan penyembuhan ini, Vika juga menyadari pentingnya menemukan kembali dirinya sendiri sebagai individu terpisah dari hubungan mereka. Ia mulai mengikuti kelas-kelas seni dan menulis jurnal setiap malam untuk mengekspresikan perasaannya. Melalui aktivitas ini, ia menemukan kembali passion-nya yang sempat hilang selama hubungan yang penuh ketegangan sebelumnya.
Suatu malam setelah menulis di jurnalnya, Vika merasa terinspirasi untuk membuat lukisan baru—sebuah karya yang menggambarkan perjalanan emosionalnya selama ini. Dengan kuas di tangan dan cat warna-warni di depannya, ia mulai menciptakan sebuah lukisan yang penuh warna namun juga mencerminkan kedalaman perasaannya.
Ketika selesai, ia menunjukkan lukisan itu kepada Aldo saat ia pulang kerja. "Lihatlah! Ini adalah perjalanan emosional kita," katanya sambil menunjuk ke lukisan tersebut.
Aldo terpesona melihat karya seni itu. "Ini luar biasa! Kamu sangat berbakat, Vika," puji Aldo tulus.
"Terima kasih! Melukis membantuku meredakan semua perasaan ini," jawab Vika dengan senyum lebar.
Momen itu menjadi titik balik bagi keduanya; mereka menyadari bahwa saling mendukung dalam mengejar impian masing-masing adalah bagian penting dari hubungan mereka.
MELAWAN KETAKUTAN
Namun, meskipun banyak kemajuan telah dibuat dalam hubungan mereka, ketakutan masih menyelinap di benak Vika setiap kali ia melihat Aldo berbicara dengan wanita lain—terutama rekan kerja atau teman-teman baru yang ia kenal.
Suatu hari saat mereka menghadiri sebuah acara sosial bersama teman-teman Aldo, Vika melihat Aldo berbincang akrab dengan seorang wanita baru di kelompok tersebut. Meski ia tahu bahwa Aldo tidak akan berselingkuh lagi, rasa cemburu tiba-tiba muncul dalam dirinya seperti badai yang tak terduga.
Setelah acara selesai dan mereka pulang ke rumah, Vika tidak dapat menahan diri lagi. "Aldo," katanya dengan suara tegas namun cemas saat mereka duduk di sofa. "Aku perlu bicara tentang apa yang terjadi tadi malam."
"Apa ada yang salah?" tanya Aldo sambil menatapnya dengan khawatir.
"Aku melihat kamu berbincang-bincang dengan wanita itu... Aku tidak suka," ungkap Vika jujur.
Aldo menghela napas panjang sebelum menjawabnya. "Vika, dia hanya rekan kerja baru saja—tidak ada yang lebih dari itu."
"Tapi kenapa kamu harus begitu akrab? Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?" tanya Vika dengan nada sedikit marah.
"Aku tidak berpikir itu penting," jawab Aldo lembut tetapi tegas. "Aku ingin kamu percaya padaku tanpa syarat."
Vika menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya untuk menahan air mata yang hampir jatuh lagi. "Aku ingin percaya padamu... tapi kadang-kadang sulit sekali."
Aldo meraih tangan Vika dan menggenggamnya erat lagi. "Aku mengerti bahwa ini sulit bagimu setelah semua yang terjadi antara kita. Tapi percayalah padaku—aku mencintaimu dan hanya kamu."
Dengan perlahan-lahan mendengarkan kata-kata Aldo dan merasakan ketulusan dalam suaranya, hati Vika mulai melunak lagi meski keraguan masih ada di sudut pikirannya.
"Baiklah," kata Vika akhirnya setelah beberapa saat hening. "Aku akan mencoba mempercayaimu lagi."
"Terima kasih sudah memberi aku kesempatan," balas Aldo sambil tersenyum lembut.
PERJALANAN MENUJU MASA DEPAN
Waktu berlalu dan hubungan mereka semakin kuat seiring usaha keras masing-masing untuk saling memahami satu sama lain. Mereka belajar untuk lebih terbuka tentang perasaan masing-masing—baik suka maupun duka—dan berkomunikasi lebih baik daripada sebelumnya.
Ketegangan antara mereka berkurang seiring waktu berjalan; tawa dan kebahagiaan mulai mengisi hari-hari mereka kembali seperti dulu kala—sebelum semua masalah itu muncul.
Saat liburan akhir pekan tiba, akhirnya tiba saatnya bagi mereka untuk pergi ke pantai seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam perjalanan menuju pantai, suasana ceria menyelimuti mobil mereka; musik favorit mengalun lembut sementara sinar matahari bersinar cerah di luar jendela mobil.
Sesampainya di pantai, aroma laut menyambut mereka dengan hangat; suara ombak bergulung-gulung memberikan ketenangan tersendiri bagi jiwa-jiwa yang pernah terluka ini. Mereka berjalan menyusuri garis pantai sambil bergandeng tangan—merasakan butiran pasir halus di bawah kaki mereka.
"Aku sangat senang kita melakukan ini," kata Vika sambil tersenyum lebar kepada Aldo.
"Begitu juga aku," jawab Aldo sambil memandang mata Vika dengan penuh kasih sayang.
Mereka berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan laut yang indah sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat duduk santai di tepi pantai. Di sana, mereka berbagi cerita tentang impian masa depan masing-masing—tentang karier impian atau tempat-tempat yang ingin dikunjungi bersama suatu hari nanti.
Saat matahari terbenam perlahan-lahan memancarkan warna oranye keemasan di langit biru tua, keduanya duduk berdampingan menikmati momen indah tersebut—merasa bersyukur atas kesempatan kedua yang diberikan kepada cinta mereka.
"Dari semua hal yang telah kita lalui," kata Aldo pelan sambil memandang jauh ke arah laut lepas, "aku percaya kita bisa melewati apa pun bersama-sama."
Vika mengangguk setuju sambil menggenggam tangan Aldo lebih erat lagi. "Aku juga percaya itu."
Dengan latar belakang matahari terbenam yang indah serta ombak laut sebagai saksi bisu cinta mereka yang tumbuh kembali—mereka siap menghadapi masa depan bersama-sama; penuh harapan baru dan keyakinan bahwa cinta sejati dapat bertahan meskipun menghadapi badai sekalipun.