SMA Starlight
Sudah hampir tiga puluh menit aku menunggu Noe, dia bilang dia hanya ingin pergi ke toilet. Aku sudah menawarkan diriku untuk mengantarnya. Tapi, Noe menolaknya dengan mengatakan dia ingin sendiri.Noe juga bilang. "Udah lo tunggu aja di sini, sambil nyicil tugas juga, jadi nanti cepet Zet," katanya.Aku menuruti apa yang dia ucapkan, sebenarnya aku khawatir. Dia orang yang sangat penakut, pemalu, dan takut bertemu kerumunan orang. Ini kali pertama Noe pergi ke kamar mandi sendiri.Aku khawatir, ponsel Noe ada di hadapanku. Dia tidak membawanya, aku tidak bisa lagi menunggunya lebih lama. Ku putuskan untuk pergi mencari Noe di toilet wanita.Begitu sampai di pintu masuk toilet, aku sedikit berteriak mencarinya, tapi tidak ada jawaban apa-apa. Sampai dimana aku mendengar satu teriakan yang membuat seluruh tubuhku mendadak lemas."TOLONG! AAAAAA JANGAN.... ZETTAAA... AAAAAKK."Aku segera berlari dan membuka satu persatu pintu kamar mandi yang ada di sana, sampai pada pintu keempat aku melihat Noe sudah tidak memakai sehelai pakaian apapun. Dengan empat lelaki yang mencoba memperkosanya, dua dari laki - laki itu melihatku dan melemparkan tatapan yang sangat mengerikan.Yang terparah dari itu semua adalah satu dari keempat orang ini adalah guru di SMA Starlight."Zetta.... tolong Zet... aku... aku takut..." ucap Noe parau, dia menatapku dengan tatapan paling menyedihkan yang pernah aku lihat. Noe, sahabatku satu-satunya sedang di lecehkan di hadapanku sendiri.Oleh, orang-orang biadab.Aku menangis, berteriak pun aku tidak sanggup, lutut ku seakan lumpuh. Aku jatuh. Seakan semua kenangan ku dengan Noe terputar jelas bak film yang sedang berputar di kepalaku.Noe yang selalu ada di setiap masalahku, dia tidak pernah bertanya kenapa karena dia adalah orang yang paling paham atas diriku. Sedangkan saat dia seperti ini aku tidak bisa melakukan apa-apa, justru aku malah terkulai lemas melihat sahabatku di lecehkan oleh empat binatang di sekolah ini.Aku melihat ada pembersih closet, ku ambil dan ku pukuli pada satu persatu dari mereka. Satu dari orang itu, yang tak lain dan tak bukan adalah guru di sekolah ini, dia masih menikmati permainannya tanpa memperdulikan kehadiranku.Satu yang ku tahu dia adalah murid kelas dua belas, dia menarik tanganku dan mencoba melepaskan rok yang aku pakai.Aku berteriak, aku menangis. Melihat kondisi Noe yang sudah tak sadarkan diri aku merasa tidak berguna sebagai temannya, satu kancing bajuku sudah di lepas oleh biadab yang lainnya. Sedangkan guru yang ada di atas Noe masih saja menikmati permainannya.Aku terus berteriak sekencang kencangnya sampai mulutku di bekam oleh kain yang sepertinya sudah di beri bius.Aku tidak ingat apa yang terjadi kemudian, aku tidak tahu apa diriku sudah di sentuh atau tidak.Ketika aku bangun, aku sudah mendapati diriku di kamar rumah sakit. Hanya ada Ayah dan satu guru yang menemaniku di sana, Ayah terus menatapku dengan tatapan khawatir, begitupun dengan guru itu."Noe Yah, Noe dimana Ayah?" tanyaku. Yang ada di pikiranku sekarang adalah Noe. Apakah dia baik-baik saja atau tidak? Apakah dia masih hidup atau tidak? Siapa yang menolong kami saat itu?"Ayah, Noe dimana?" tanyaku lagi. Ayah dan guru perempuan itu saling tatap dengan tatapan yang sangat tidak aku suka.Seakan ada hal buruk terjadi pada Noe, dia sahabatku, apapun yang dia alami aku juga harus merasakannya."Noe koma, dia kena pukulan di kepalanya oleh pelaku, mereka mencoba membunuh kalian berdua tapi untungnya OB di sekolah menemukan kalian yang sedang di pukuli," jelas guru itu padaku. Aku tidak tahu siapa namanya, yang aku tahu dia adalah guru kelas dua belas."Ayah sudah menuntut pelaku dan mereka sekarang lagi di proses Nak, Noe akan baik - baik saja, untung kamu hanya di pukul di bagian lengan, mungkin kalau apa yang terjadi dengan Noe terjadi juga denganmu, Ayah akan menutut sekolah," timpal Ayah.Tidak, apapun yang terjadi dengan Noe berarti sama saja itu terjadi denganku. Aku terdiam cukup lama, bayangan itu terus berputar di kepalaku, saat Noe berteriak dan minta tolong, saat lelaki itu terus menjajah tubuh Noe. Semuanya bak film yang terus berputar.Aku saja sampai seperti ini, bagaimana dengan Noe ketika sadar? Bagaimana dengan memori itu? Pasti akan sangat menyakitkan untuknya.Satu minggu dari kejadian itu, aku masih tidak ingin sekolah. Noe sadar dari koma nya namun dia terus berteriak minta tolong, kejadian waktu itu seakan terus menghantuinya.Ya, itu hal yang sangat mungkin terjadi. Aku tidak sanggup bahkan untuk melihat gedung sekolah, aku meminta Ayah untuk memindahkan ku dan dia setuju.Bagaimana dengan Noe? Beberapa hari dari sadarnya dia dari koma, Noe di bawa ke rumah sakit jiwa. Aku protes kepada keluarganya, Noe bukan orang gila yang harus tinggal di sana.Tapi, tidak ada yang bisa merawat Noe di rumah, Ayah dan Ibu nya selalu pergi ke luar negeri. Aku menyesal, aku menyesal tidak bisa menjaga Noe karena Ayah melarang. Juga aku harus sekolah.Bahkan aku menyesal kenapa aku tidak menemaninya ke toilet waktu itu, andai saja Noe menyetujui atau aku memaksa, pasti semua ini tidak akan terjadi padanya.Noe, sampai kapanpun kejadian ini tidak akan pernah aku lupakan. Sampai kapanpun, aku akan memastikan orang yang melakukan ini padamu mendapatkan ganjaran yang setimpal. Mereka harus di hukum dengan sangat berat, aku tidak terima atas luka yang kamu peroleh.Aku terus mengunjungi Noe setiap hari, selalu memberinya semangat dan selalu menangis setelah pulang. Aku tidak sanggup melihatnya, terus menatap lurus ke arah luar, melamun pagi sampai malam, dia tidak merespon ucapan ku sama sekali.Noe, andai kamu tahu apa yang kamu rasakan sekarang adalah luka yang sangat besar untukku.Aku tidak pernah menyangka kita akan berakhir seperti ini.Aku cukup stres dan depresi karena melihat keadaan Noe tidak kunjung membaik, Ayah sampai harus membawaku ke psikiater dengan rutin. Ayah sangat takut apa yang terjadi dengan Noe, terjadi juga kepadaku.Hingga pada hari pertama aku masuk ke sekolah baruku, sekolah yang menjadi saingan Starlight. Aku yang memilihnya, aku ingin membalas dendam kepada orang-orang Starlight.Ada satu orang anak kelas dua belas yang lolos dari penjara, aku akan membuatnya bertekuk lutut dan masuk ke penjara lagi. Dia lolos karena Ayahnya seorang donatur di sekolah, dia di biarkan begitu saja dan tidak di keluarkan dari sekolah. Keadilan macam apa ini? Sekarang dengan tenangnya dia menjadi ketua geng motor di Starlight.Lucu bukan? Bahkan teman-temannya masih mendukungnya, tidak menyalahkannya sama sekali.Setidaknya itu yang aku tahu tentangnya. Noe, satu hal, aku akan memberinya pelajaran yang setimpal atas apa yang dia lakukan pada kita.Zean berjalan masuk ke dalam kelasnya. Belum sempat masuk langkahnya terhenti kala Fasha, teman satu kelasnya menepuk pundak Zean.Zean tersenyum paksa. "Tumben berangkat pagi? Ada apa nih?" tanya Fasha pada sahabatnya."Nyari contekan. Bisa ga biarin gua masuk dulu ke dalem? Hawa ga enak nih.""Halo Kak Zean, ini ada coklat buat Kakak.""Ini aja Kak, aku bikin kue ini dari semalem loh, cobain ya?"Benar saja yang di rasa Zean, dua cewek kelas satu kini sudah berada di hadapannya. Zean, ketua geng motor sekaligus ketua tim basket di SMA Brinlight. Semua cewek mau itu kelas satu ataupun dua begitupun tiga. Semuanya pernah memberikan hadiah untuk cowok ini. Hasilnya? Di tolak mentah-mentah!Zean tersenyum kecut. "Makasih, tapi gua lagi diet," ucap Zean sambil melangkah masuk ke dalam kelasnya menghiraukan dua cewek semok itu.Mata Fasha berbinar kala melihat coklat yang di pegang oleh cewek berambut pendek. "Boleh buat gua aja ga coklatnya?"Kedua cewek itu bergidig, mereka melihat sini
Langkah Zetta semakin cepat ketika mendapati teriakan Noe yang begitu kencang. "Enggak! Tolong! Zettaaaaa .... "Cewek itu segera masuk ke ruangan dimana Noe berada. "Kenapa?" tanya Zetta begitu masuk ke ruangan.Terdapat tujuh kelas ruangan di RSJ tempat Noe di rawat. Ruang kelas VVIP yang hanya ada satu tempat tidur. Ruang kelas VIP dengan empat tempat tidur. Ruang non kelas dengan lima tempat tidur. Ruang kelas satu dengan sebelas tempat tidur. Ruang kelas dua dengan dua puluh empat tempat tidur. Ruang kelas tiga dengan seratus lima puluh tiga tempat tidur. Terakhir, ruang isolasi dengan tujuh puluh tujuh tempat tidur.Noe berada di ruang kelas VVIP yang hanya di huni oleh satu orang. "Kami mau menyuntikkan obat tenang buat Noe tapi dia berontak," jelas salah satu perawat yang sedang memegangi Noe.Wajah Zetta terlihat sangat marah. "Kenapa? Kenapa di kasih obat tenang?""Dari tadi Noe berontak terus, kami kewalahan." Zetta segera menghampiri Noe yang sudah menatapnya dengan tata
"Hai Zetta."Zetta menoleh ke arah sumber suara setelah dia menutup pintu mobilnya. "Eh, Dilan. Ada apa?""Nyapa aja. Mau bareng ke kelasnya?"Zetta mengangguk, dengan langkah sejajar Zetta dan Dilan menuju ke kelas mereka bersama. "Lo tahu gak kalau minggu depan bakal ada tanding basket di sekolah kita?""Antar mana?" tanya Zetta yang tertarik dengan pertanyaan Dilan."SMA kita sama SMA lo yang dulu. Itu udah final tau," jawab Dilan diakhir dengan senyuman."Starlight?" Dilan mengangguk. Zetta ingat, orang itu dulu adalah ketua basket di Starlight. Ia harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Zetta tersenyum licik."Kenapa?" tanya Dilan heran dengan raut wajah Zetta yang berubah."Gak apa-apa. Eh lo itu ketua OSIS ya?"Dilan mengangguk. "Ko tahu?"Zetta melirik ke bet di tangan kanan Dilan dengan tulisan 'ketua OSIS angkatan 23/24' seakan paham dengan lirikkan Zetta, Dilan tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Iya gua ketua OSIS, kenapa?""Gua butuh bantuan lo L
"Nah dia orang yang paling populer di kalangan cewe-cewe di semua angkatan Zet. Ketua tim basket, juga ketua geng motor yang terkenal di sekolah kita. Namanya—""Elang, kan?" lanjut Zetta."Loh, tau?""Tau, terkenal banget itu di sekolah gua yang dulu. Cuma kalo ternyata dia ketuanya gua baru tahu."Zetta memang baru tahu kalau ternyata Zean adalah ketua yang baru di geng motor itu. Ah sial, tujuannya pindah ke sini adalah untuk menjadi dekat dengan ketua geng motor elang Brinlight. Tapi kalau ketuanya ternyata cowok nyebelin kaya Zean, akankah Zetta meneruskan tujuannya?"Eh .... " Zetta terlihat sedang memikirkan sesuatu."Apa Zet?""Tadi lo bilang kalo Zean ketua tim basket kan Al?"Alana mengangguk. Cewek itu kembali melahap batagor yang ia beli. "Berarti Zean minggu depan ikut tanding bareng SMA Starlight dong?""Hu'um .... kenapa Zet? Mau nonton?"BRAVO!Sepertinya kali ini ia harus bersikap baik pada Zean. Bagaimanapun Zetta sangat membutuhkan cowok itu untuk melancarkan misiny
Ibu itu mengangguk. "Em ... Ibu mau gak Zetta kasih nama ke Ibu?""Nama? Mau!""Oke ... sekarang nama Ibu itu—""Nama nya Kasih." Zetta menoleh ke arah sumber suara. Sedikit terkejut karena itu adalah Zean. Seakan takdir mempertemukan mereka di tempat yang tidak terduga. "Zean?"Zean berjalan mendekat ke arah Kasih, Ibunya. "Loh belum abis coklatnya? Padahal Zean bawain lagi loh Bu.""Ternyata ini Ibunya Zean?" batin Zetta. Zetta sedikit menjauh dari pasangan serasi Ibu dan anak itu. Ia memilih duduk di kursi besi yang terpasang di taman mini ini. Senyumnya sedikit mengembang."Ibu tadi mau abisin tapi di suruh sama Pipit buat makan sedikit-sedikit aja," keluh Kasih. Pipit adalah perawat yang di khususkan untuk menjaga Kasih.Zean menggeleng. Ia tersenyum manis pada Kasih, Ibunya. "Ya bagus itu, jangan banyak-banyak. Tapi karena Zean bakal sibuk akhir-akhir ini jadi Zean beliin Ibu coklat lagi. Ibu simpen ya, makannya jangan banyak-banyak. Dikit-dikit aja, oke?""Emang mau kemana?""
Ternyata, ingatan kita akan sesuatu akan selalu tersimpan rapih di rak seperti buku-buku yang tertata dalam otak kita. "Hey,"Zetta terperanjat kaget dengan tepukan pelan di pundaknya. Seakan kembali pada dunia nyata, ia mencoba menggelengkan kepalanya supaya ingatan itu hilang. Ingatan yang membuatnya trauma bertahun-tahun lamanya.Zetta tidak berani melihat jalanan. Tidak bisa juga mendengar suara motor. Bahkan untuk sekolah dia selalu menutup matanya agar tidak melihat jalanan."Lo kenapa?""Eh, gak papa Ze. Sorry."Zean mengangguk. "Lo, kenapa pindah dari Starlight?" tanya Zean terdengar ragu-ragu.Zetta tersenyum. Rencananya akan berjalan dengan lancar, sepertinya. "Lo harusnya tahu kalo pas pertama kali gua masuk, lo dengerin gua.""Gua gak perhatiin lo waktu itu," kata Zean menyesal."Ya, kalo gitu suatu hari nanti lo bakal tahu." Zean mengangguk. Meski dirinya masih penasaran dengan alasan Zetta, tapi jika Zetta bilang dia akan segera mengetahuinya seiring dengan berjalannya
Tepat pukul tujuh. Zetta keluar dari dalam mobilnya. Segera ia tutup lalu berjalan menuju kelas 11 IPS 5. Kelas barunya dalam beberapa hari ini."Pagi Zet."Setelah pertemuan dan perbincangannya kemarin dengan Zean. Kini Zetta sudah di pertemukan lagi dengan lelaki itu. Katanya jodoh tidak mungkin kemana kan?"Eh Zean. Pagi juga. Tumben jam segini baru berangkat?" tanya Zetta sambil memasukkan kunci mobil pada tasnya."Iya. Gua udah minta contekan semalem sama Bianca soalnya.""Dia emang jadi ladang tugas lo ya Ze?" sindir Zetta dengan kekehan pelan.Zean mengangguk dengan tawanya. Entah bagaimana tapi rasanya alasan yang akan membuat Zean tertawa bertambah satu.Tidak hanya saat bermain basket. Tidak hanya saat dapat contekan. Tidak hanya saat bermain motor. Sekarang, berbicara dengan Zetta juga sepertinya sudah menjadi alasan ke empat Zean tersenyum.Aneh.Mereka berjalan seiringan menuju kelas. Tatapan murid-murid lainnya tertuju pada Zean dan Zetta. Zetta tidak mengerti, tapi yang
"Ngomong-ngomong makasih ya udah izinin gua masuk di panitia ini," ucap Zetta."Selow aja. Gua kan ketua panitia, gua yang tanggung jawab juga. Gua juga yakin kerja lo bakal bagus."Zetta tersenyum. "Bisa aja lo. Semoga aja ya Lan.""Ya lagian santai aja.""Iya semoga gua gak bikin masalah," ujar Zetta pelan."Maksudnya?"Zetta terkekeh. Ia menepuk pundak Dilan sedikit kencang. "Enggak lah. Gila aja."Cowok itu menggelengkan kepalanya heran. Dengan tawanya yang seakan mengikuti kekehan Zetta."Udah sampe nih, ayo masuk."Zetta mengangguk. Mengekor langkah Dilan memasuki ruang rapat. Sudah banyak panitia yang berkumpul, terhitung oleh pandangan Zetta ada sepuluh orang lebih di dalam ruangan ini.Semuanya menatap ke arah Zetta dengan tatapan penuh tanya. Mereka tidak salah. Dilan berdiri di samping tempat duduknya. "Temen-temen, kenalin ini Zetta. Dia mau ikut di panitia kita. Banyak benefit yang kita dapet kalo dia join di sini. Semoga kita semua bisa bekerja sama dengan baik.""Benefit
"Siapa?" tanya Boy pada Zean yang juga mendengar teriakan Zetta.Zean menggeleng. Ia kembali fokus pada latihannya. Boy menanggapinya dengan mengangkat kedua bahu. Tanda tak tahu.Di sisi itu, Zetta mengeluarkan ponselnya. Dia fokus membidik Zean yang sedang latihan itu menggunakan kamera di ponselnya. Beberapa gambar ia dapatkan. Senyumnya mengembang. "Cakep juga ya," gumam Zetta pelan. Ia kembali memperhatikan sang bintangnya yang sedang sibuk di lapang.Keringat yang terus bercucuran dari dahinya, Zean menggunakan bagian bawah bajunya untuk menghilangkannya. Sudah seperti roti sobek yang terpampang di sana.Berulang kali Zetta mengerjapkan matanya. Juga mencoba mengatur deru nafas yang mulai tak teratur. "Kenapa gua gugup banget liat dia?" batinnya."Duh," umpat Zetta."Oke guys. Sampe sini dulu, lanjut jam satu ya," seru Zean pada keempat temannya. Mereka menjawab dengan seruan juga."Lo mau ke kantin?" tanya Boy kala Zean meninggalkan lapangan."Iya kayanya. Gua laper juga sih."
"Ngomong-ngomong makasih ya udah izinin gua masuk di panitia ini," ucap Zetta."Selow aja. Gua kan ketua panitia, gua yang tanggung jawab juga. Gua juga yakin kerja lo bakal bagus."Zetta tersenyum. "Bisa aja lo. Semoga aja ya Lan.""Ya lagian santai aja.""Iya semoga gua gak bikin masalah," ujar Zetta pelan."Maksudnya?"Zetta terkekeh. Ia menepuk pundak Dilan sedikit kencang. "Enggak lah. Gila aja."Cowok itu menggelengkan kepalanya heran. Dengan tawanya yang seakan mengikuti kekehan Zetta."Udah sampe nih, ayo masuk."Zetta mengangguk. Mengekor langkah Dilan memasuki ruang rapat. Sudah banyak panitia yang berkumpul, terhitung oleh pandangan Zetta ada sepuluh orang lebih di dalam ruangan ini.Semuanya menatap ke arah Zetta dengan tatapan penuh tanya. Mereka tidak salah. Dilan berdiri di samping tempat duduknya. "Temen-temen, kenalin ini Zetta. Dia mau ikut di panitia kita. Banyak benefit yang kita dapet kalo dia join di sini. Semoga kita semua bisa bekerja sama dengan baik.""Benefit
Tepat pukul tujuh. Zetta keluar dari dalam mobilnya. Segera ia tutup lalu berjalan menuju kelas 11 IPS 5. Kelas barunya dalam beberapa hari ini."Pagi Zet."Setelah pertemuan dan perbincangannya kemarin dengan Zean. Kini Zetta sudah di pertemukan lagi dengan lelaki itu. Katanya jodoh tidak mungkin kemana kan?"Eh Zean. Pagi juga. Tumben jam segini baru berangkat?" tanya Zetta sambil memasukkan kunci mobil pada tasnya."Iya. Gua udah minta contekan semalem sama Bianca soalnya.""Dia emang jadi ladang tugas lo ya Ze?" sindir Zetta dengan kekehan pelan.Zean mengangguk dengan tawanya. Entah bagaimana tapi rasanya alasan yang akan membuat Zean tertawa bertambah satu.Tidak hanya saat bermain basket. Tidak hanya saat dapat contekan. Tidak hanya saat bermain motor. Sekarang, berbicara dengan Zetta juga sepertinya sudah menjadi alasan ke empat Zean tersenyum.Aneh.Mereka berjalan seiringan menuju kelas. Tatapan murid-murid lainnya tertuju pada Zean dan Zetta. Zetta tidak mengerti, tapi yang
Ternyata, ingatan kita akan sesuatu akan selalu tersimpan rapih di rak seperti buku-buku yang tertata dalam otak kita. "Hey,"Zetta terperanjat kaget dengan tepukan pelan di pundaknya. Seakan kembali pada dunia nyata, ia mencoba menggelengkan kepalanya supaya ingatan itu hilang. Ingatan yang membuatnya trauma bertahun-tahun lamanya.Zetta tidak berani melihat jalanan. Tidak bisa juga mendengar suara motor. Bahkan untuk sekolah dia selalu menutup matanya agar tidak melihat jalanan."Lo kenapa?""Eh, gak papa Ze. Sorry."Zean mengangguk. "Lo, kenapa pindah dari Starlight?" tanya Zean terdengar ragu-ragu.Zetta tersenyum. Rencananya akan berjalan dengan lancar, sepertinya. "Lo harusnya tahu kalo pas pertama kali gua masuk, lo dengerin gua.""Gua gak perhatiin lo waktu itu," kata Zean menyesal."Ya, kalo gitu suatu hari nanti lo bakal tahu." Zean mengangguk. Meski dirinya masih penasaran dengan alasan Zetta, tapi jika Zetta bilang dia akan segera mengetahuinya seiring dengan berjalannya
Ibu itu mengangguk. "Em ... Ibu mau gak Zetta kasih nama ke Ibu?""Nama? Mau!""Oke ... sekarang nama Ibu itu—""Nama nya Kasih." Zetta menoleh ke arah sumber suara. Sedikit terkejut karena itu adalah Zean. Seakan takdir mempertemukan mereka di tempat yang tidak terduga. "Zean?"Zean berjalan mendekat ke arah Kasih, Ibunya. "Loh belum abis coklatnya? Padahal Zean bawain lagi loh Bu.""Ternyata ini Ibunya Zean?" batin Zetta. Zetta sedikit menjauh dari pasangan serasi Ibu dan anak itu. Ia memilih duduk di kursi besi yang terpasang di taman mini ini. Senyumnya sedikit mengembang."Ibu tadi mau abisin tapi di suruh sama Pipit buat makan sedikit-sedikit aja," keluh Kasih. Pipit adalah perawat yang di khususkan untuk menjaga Kasih.Zean menggeleng. Ia tersenyum manis pada Kasih, Ibunya. "Ya bagus itu, jangan banyak-banyak. Tapi karena Zean bakal sibuk akhir-akhir ini jadi Zean beliin Ibu coklat lagi. Ibu simpen ya, makannya jangan banyak-banyak. Dikit-dikit aja, oke?""Emang mau kemana?""
"Nah dia orang yang paling populer di kalangan cewe-cewe di semua angkatan Zet. Ketua tim basket, juga ketua geng motor yang terkenal di sekolah kita. Namanya—""Elang, kan?" lanjut Zetta."Loh, tau?""Tau, terkenal banget itu di sekolah gua yang dulu. Cuma kalo ternyata dia ketuanya gua baru tahu."Zetta memang baru tahu kalau ternyata Zean adalah ketua yang baru di geng motor itu. Ah sial, tujuannya pindah ke sini adalah untuk menjadi dekat dengan ketua geng motor elang Brinlight. Tapi kalau ketuanya ternyata cowok nyebelin kaya Zean, akankah Zetta meneruskan tujuannya?"Eh .... " Zetta terlihat sedang memikirkan sesuatu."Apa Zet?""Tadi lo bilang kalo Zean ketua tim basket kan Al?"Alana mengangguk. Cewek itu kembali melahap batagor yang ia beli. "Berarti Zean minggu depan ikut tanding bareng SMA Starlight dong?""Hu'um .... kenapa Zet? Mau nonton?"BRAVO!Sepertinya kali ini ia harus bersikap baik pada Zean. Bagaimanapun Zetta sangat membutuhkan cowok itu untuk melancarkan misiny
"Hai Zetta."Zetta menoleh ke arah sumber suara setelah dia menutup pintu mobilnya. "Eh, Dilan. Ada apa?""Nyapa aja. Mau bareng ke kelasnya?"Zetta mengangguk, dengan langkah sejajar Zetta dan Dilan menuju ke kelas mereka bersama. "Lo tahu gak kalau minggu depan bakal ada tanding basket di sekolah kita?""Antar mana?" tanya Zetta yang tertarik dengan pertanyaan Dilan."SMA kita sama SMA lo yang dulu. Itu udah final tau," jawab Dilan diakhir dengan senyuman."Starlight?" Dilan mengangguk. Zetta ingat, orang itu dulu adalah ketua basket di Starlight. Ia harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Zetta tersenyum licik."Kenapa?" tanya Dilan heran dengan raut wajah Zetta yang berubah."Gak apa-apa. Eh lo itu ketua OSIS ya?"Dilan mengangguk. "Ko tahu?"Zetta melirik ke bet di tangan kanan Dilan dengan tulisan 'ketua OSIS angkatan 23/24' seakan paham dengan lirikkan Zetta, Dilan tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Iya gua ketua OSIS, kenapa?""Gua butuh bantuan lo L
Langkah Zetta semakin cepat ketika mendapati teriakan Noe yang begitu kencang. "Enggak! Tolong! Zettaaaaa .... "Cewek itu segera masuk ke ruangan dimana Noe berada. "Kenapa?" tanya Zetta begitu masuk ke ruangan.Terdapat tujuh kelas ruangan di RSJ tempat Noe di rawat. Ruang kelas VVIP yang hanya ada satu tempat tidur. Ruang kelas VIP dengan empat tempat tidur. Ruang non kelas dengan lima tempat tidur. Ruang kelas satu dengan sebelas tempat tidur. Ruang kelas dua dengan dua puluh empat tempat tidur. Ruang kelas tiga dengan seratus lima puluh tiga tempat tidur. Terakhir, ruang isolasi dengan tujuh puluh tujuh tempat tidur.Noe berada di ruang kelas VVIP yang hanya di huni oleh satu orang. "Kami mau menyuntikkan obat tenang buat Noe tapi dia berontak," jelas salah satu perawat yang sedang memegangi Noe.Wajah Zetta terlihat sangat marah. "Kenapa? Kenapa di kasih obat tenang?""Dari tadi Noe berontak terus, kami kewalahan." Zetta segera menghampiri Noe yang sudah menatapnya dengan tata
Zean berjalan masuk ke dalam kelasnya. Belum sempat masuk langkahnya terhenti kala Fasha, teman satu kelasnya menepuk pundak Zean.Zean tersenyum paksa. "Tumben berangkat pagi? Ada apa nih?" tanya Fasha pada sahabatnya."Nyari contekan. Bisa ga biarin gua masuk dulu ke dalem? Hawa ga enak nih.""Halo Kak Zean, ini ada coklat buat Kakak.""Ini aja Kak, aku bikin kue ini dari semalem loh, cobain ya?"Benar saja yang di rasa Zean, dua cewek kelas satu kini sudah berada di hadapannya. Zean, ketua geng motor sekaligus ketua tim basket di SMA Brinlight. Semua cewek mau itu kelas satu ataupun dua begitupun tiga. Semuanya pernah memberikan hadiah untuk cowok ini. Hasilnya? Di tolak mentah-mentah!Zean tersenyum kecut. "Makasih, tapi gua lagi diet," ucap Zean sambil melangkah masuk ke dalam kelasnya menghiraukan dua cewek semok itu.Mata Fasha berbinar kala melihat coklat yang di pegang oleh cewek berambut pendek. "Boleh buat gua aja ga coklatnya?"Kedua cewek itu bergidig, mereka melihat sini