POV Zaha.Akibat pertarungan dengan anak buah juragan Cintung 5 hari yang lalu, kini menyisakan rasa sakit yang cukup untuk membuatku sampai harus beristirahat selama 5 hari ke depannya.Tidak hanya sekedar menyisakan rasa sakit, namun juga rasa canggung antara aku dan kakakku, Zanna Kirania Fitri. Apalagi kalau bukan karena ciuman tidak sengaja yang keterusan pada malam dimana aku dirawat oleh kak Nia.Akibat ciuman itu, baik aku ataupun kak Nia jadi sedikit canggung kalau kebetulan sedang berasa berdua di rumah, kecuali saat ada ibu.Ada tatapan yang berbeda dari kak Nia ketika melihatku, bukan lagi seperti tatapan seorang kakak pada adiknya, melainkan tatapan sayang layaknya seorang perempuan pada laki-laki yang telah sama-sama dewasa.'Ah, sudahlah!' Pikirku coba mengabaikan masalah ini.Untuk mengalihkan fokusku biar tidak larut dengan perasaan canggung yang sama, karena kebetulan siang ini kak Nia sedang berada di rumah. Aku pun memutuskan untuk joging ringan ke stasiun tua yang
"Jadi, setelah 'pemanasan' kemarin. Apa rencanamu selanjutnya?" Tanya Angel serius. Pemanasan yang dimaksudnya, tentu saja saat aku menumbangkan anak buah juragan Cintung tempo hari."Hahaha, pemanasan kamu bilangnya! Padahal kenyataannya, aku sampai harus istirahat beberapa hari dibuatnya." Jawabku hanya bisa nyengir."Salahmu sendiri! Kenapa tidak banyak latihan. Lawan begitu saja, bisa sampai terluka. Segera up fisikmu sampai ke level Zaha yang dulu. Aku gak sabar ingin segera mengajakmu untuk petualangan lebih ekstrim." Goda Angel."Sudah kubilang, aku gak akan kembali ke dunia seperti dulu lagi. Aku hanya ingin melakukan yang terbaik sebagai Zaha yang sekarang." Jawabku mengabaikan kata-kata Angel."Pfft, kamu gak asik!""Aku hanya ingin membuat Zaha yang sekarang memiliki arti yang berbeda. Mungkin juga ini alasan tuhan membuatku terlahir kembali ke dunia ini. Tapi..." Aku terdiam sejenak merenungkan kembali, apa memang begitu adanya tujuan bisa hidup kembali di dalam ragu remaj
POV Author.Ketidakhadiran Zaha di sekolah ternyata membuat seorang gadis berparas manis dan oriental merasakan kehilangan sosoknya.Sosok yang selalu menemaninya saat ia pulang sekolah. Sosok yang benar-benar membuatnya nyaman dan merasa terlindungi saat bersamanya, siapa lagi orangnya kalau bukan Zaha.Zaha yang sederhana dan apa adanya, membuat seorang Anna Altafunnisa merasa menjadi dia yang sebenarnya. Tanpa perlu berpura-pura agar orang lain melihatnya secara berbeda dan selalu terkesan sebagai gadis yang sempurna. Hanya ketika bersama Zaha lah, Ia bisa jadi Anna yang apa adanya.Kini, sudah lima hari cowok ceking itu tidak masuk sekolah dan selama lima hari itu pula lah Anna hanya pulang seorang diri. Hal itu tanpa sadar membuat gadis manis tersebut merasa kehilangan sosok Zaha.Akhirnya, hati itu Anna nekat mencari tahu alasan kenapa Zaha tidak masuk sekolah. Tidak peduli, tatapan heran dan penuh tanya siswa-siswa di kelasnya Zaha, ketika melihat Anna yang jadi primadona di se
Tidak lama, pintu rumah terbuka, dari dalam terlihat seorang wanita cantik keluar membukakan pintu, "Cari siapa, dek?" tanyanya ramah.Anna sempat pangling sesaat, mengira jika ia salah alamat.Anna bertanya dengan ragu, "Ini-ini benar rumah Zaha, kak?""Siapa, kak?" Terdengar suara Zaha menyahut dari dalam rumah."Zaha, ini aku, Anna." Kata Anna melambaikan tangannya begitu melihat Zaha muncul dari balik tubuh Nia."Temanmu, dek?" Tanya Nia ke Zaha."Iya, kak! Kok, kalian bisa ke sini?" Tanya Zaha heran melihat Anna datang ke rumahnya. Namun bukannya menjawab pertanyaan Zaha, Anna malah seperti bengong ketika melihat ke arah Zaha."Haloo?" Zaha melambaikan tangannya ke depan muka Anna."Astaga, kamu kok bisa babak belur lagi?" Tanya Anna seakan tak percaya."Hehehe, kemaren habis jatuh." Ujar Zaha beralasan sambil tertawa cengengesan."Jatuh apaan? Lukanya kayak orang habis digebukin satu kampung begitu! Sama kayak waktu itu." cecar Anna."Waktu itu? kapan, dek?" Sela Nia penasaran s
POV Zaha.Saat jam istirahat, seperti biasa Perpustakaan jadi tempat favoritku untuk menghabiskan waktu. Bukan karena kemampuan matematis dan analisaku yang lebih baik dari siswa lainnya, melainkan karena aku benar-benar perlu belajar lagi semua materi yang di ajarkan di Sekolah ini.Memang terasa membosankan sebenarnya, mengingat tidak semua materi ini terpakai dalam kehidupan nyata. Namun, karena remaja yang tubuhnya ku huni saat ini perlu sekolah agar tidak terlihat aneh di mata masyarakat dan itu juga mengharuskanku untuk menguasai dan memahami semua materi yang telah di ajarkan sebagai syarat kelulusan. Maka, mau tidak mau aku harus belajar dengan serius.Mustahil bisa berhasil tanpa ada proses yang harus dilewati, tidak peduli seberapa pintar pun orangnya.Karena tujuan awalku adalah membuat sosok Zaha menjadi lebih baik, maka ini adalah salah satu cara yang harus ku tempuh. Bukannya aku tidak ingin berkumpul atau hangout seperti siswa lainnya, ‘lah nasib karena fisik dan status
Anna langsung terdiam mendengar ucapan teman-temannya. Entah karena ia membenarkan ucapan temannya tersebut atau malah memikirkan yang lain."Bentar-bentar! jangan bilang kalau lu sudah pacaran sama cowok miskin itu yah, Na?" Tanya teman Anna terlihat kepo."Ya, ng-gak, lah. Kami hanya temenan doang, kok. Gak mungkinlah kami pacaran. Zaha itu... bukan tipeku." Ujar Anna terdengar ragu.'Dasar abege labil,' Bathinku sambil tersenyum kecil mendengar jawaban Anna yang terkesan begitu labil."Adooh, syukurlah!" Seru kompak dari cewekcewek tersebut kompak, senang mendengar jawaban Anna. "Na, mending lu lihat Roy deh, tuh." Tunjuk teman yang duduk di sebelah Anna pada seorang cowok yang sedang latihan basket.Cowok yang gagah, tinggi dan putih. Sekilas bisa ku lihat, dia memiliki fans cewek paling banyak, yang sedari tadi terus setia menyemangatinya untuk memberi semangat dari pinggir lapangan.Selanjutnya, ku dengar lagi cewek barusan bicara pada Anna, "Roy itu sudah lama naksir sama lu,
Aku coba mengabaikan percakapan Anna dan dan teman-temannya. Saat aku ingin kembali fokus pada buku bacaanku, tiba-tiba ada sebuah bola melayang ke arahku dengan lumayan cepat."Wooo." Teriak para penonton dari seberang lapangan.TapReflek, aku berhasil menangkap sempurna bola tersebut. Ternyata bola tersebut tidak sengaja terlempar oleh salah seorang siswa yang sedang latihan. Melihat aku yang menangkap bola barusan, Roy yang menjadi kapten basket di sekolah kami, mendekat ke arahku."Oi, ceking. lu lempar bolanya ke sini!" Ucapnya dengan nada sangat tidak sopan dan terkesan memerintah.Semula, aku hendak menyerahkan bola tersebut secara baik-baik padanya. Namun, karena bahasanya yang tidak sopan dan sangat arogan, membuatku jadi geram juga melihat tingkah cowok yang sedari tadi sok-sok an pamer karena banyaknya cewek yang menonton aksinya."Lu budeg, yah? Sini, lu serahkan bolanya ke gue!" Hardik Roy lagi dengan mata melotot tajam ke arahku. Seolah aku adalah orang yang bisa di per
"Oke, bersiap yah!" Ucap Aldi memberi aba-aba.Prit.Aldi Meniup peluitnya.Tap tapDengan sedikit gerakan fake, aku berkelit sambil mendrible bola ke bawah ring. Tampak tatapan Roy yang terkejut dengan gerakanku yang sangat cepat, dia berusaha menutup langkahku dengan berlari cepat ke bawah ring.WuttAku berhasil memasukkan bola dari jarak 3 meter dari bawah ring, membuat Roy kecolongan karena salah memperkirakan langkahku.Semua orang yang sebelumnya mendukung Roy tampak melongo tidak percaya kalau Aku bakal berhasil dalam kesempatan pertamaku.Tampak wajah kesal Roy.Bahkan teman-temannya yang tadi dengan begitu pedenya mengatakan kalau aku akan kalah dengan mudah, kini hanya bisa terdiam."Semangat, Roy! Baru kesempatan pertama, jangan kasih lagi dia kesempatan." Teriak salah seorang teman Anna menyemangati dari pinggir lapangan.Kali ini giliranku yang tersenyum padanya.Tampak tatapan para penonton yang semakin membenciku, seakan-akan aku adalah tokoh antagonis yang layak jadi
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me