POV Zaha.Saat jam istirahat, seperti biasa Perpustakaan jadi tempat favoritku untuk menghabiskan waktu. Bukan karena kemampuan matematis dan analisaku yang lebih baik dari siswa lainnya, melainkan karena aku benar-benar perlu belajar lagi semua materi yang di ajarkan di Sekolah ini.Memang terasa membosankan sebenarnya, mengingat tidak semua materi ini terpakai dalam kehidupan nyata. Namun, karena remaja yang tubuhnya ku huni saat ini perlu sekolah agar tidak terlihat aneh di mata masyarakat dan itu juga mengharuskanku untuk menguasai dan memahami semua materi yang telah di ajarkan sebagai syarat kelulusan. Maka, mau tidak mau aku harus belajar dengan serius.Mustahil bisa berhasil tanpa ada proses yang harus dilewati, tidak peduli seberapa pintar pun orangnya.Karena tujuan awalku adalah membuat sosok Zaha menjadi lebih baik, maka ini adalah salah satu cara yang harus ku tempuh. Bukannya aku tidak ingin berkumpul atau hangout seperti siswa lainnya, ‘lah nasib karena fisik dan status
Anna langsung terdiam mendengar ucapan teman-temannya. Entah karena ia membenarkan ucapan temannya tersebut atau malah memikirkan yang lain."Bentar-bentar! jangan bilang kalau lu sudah pacaran sama cowok miskin itu yah, Na?" Tanya teman Anna terlihat kepo."Ya, ng-gak, lah. Kami hanya temenan doang, kok. Gak mungkinlah kami pacaran. Zaha itu... bukan tipeku." Ujar Anna terdengar ragu.'Dasar abege labil,' Bathinku sambil tersenyum kecil mendengar jawaban Anna yang terkesan begitu labil."Adooh, syukurlah!" Seru kompak dari cewekcewek tersebut kompak, senang mendengar jawaban Anna. "Na, mending lu lihat Roy deh, tuh." Tunjuk teman yang duduk di sebelah Anna pada seorang cowok yang sedang latihan basket.Cowok yang gagah, tinggi dan putih. Sekilas bisa ku lihat, dia memiliki fans cewek paling banyak, yang sedari tadi terus setia menyemangatinya untuk memberi semangat dari pinggir lapangan.Selanjutnya, ku dengar lagi cewek barusan bicara pada Anna, "Roy itu sudah lama naksir sama lu,
Aku coba mengabaikan percakapan Anna dan dan teman-temannya. Saat aku ingin kembali fokus pada buku bacaanku, tiba-tiba ada sebuah bola melayang ke arahku dengan lumayan cepat."Wooo." Teriak para penonton dari seberang lapangan.TapReflek, aku berhasil menangkap sempurna bola tersebut. Ternyata bola tersebut tidak sengaja terlempar oleh salah seorang siswa yang sedang latihan. Melihat aku yang menangkap bola barusan, Roy yang menjadi kapten basket di sekolah kami, mendekat ke arahku."Oi, ceking. lu lempar bolanya ke sini!" Ucapnya dengan nada sangat tidak sopan dan terkesan memerintah.Semula, aku hendak menyerahkan bola tersebut secara baik-baik padanya. Namun, karena bahasanya yang tidak sopan dan sangat arogan, membuatku jadi geram juga melihat tingkah cowok yang sedari tadi sok-sok an pamer karena banyaknya cewek yang menonton aksinya."Lu budeg, yah? Sini, lu serahkan bolanya ke gue!" Hardik Roy lagi dengan mata melotot tajam ke arahku. Seolah aku adalah orang yang bisa di per
"Oke, bersiap yah!" Ucap Aldi memberi aba-aba.Prit.Aldi Meniup peluitnya.Tap tapDengan sedikit gerakan fake, aku berkelit sambil mendrible bola ke bawah ring. Tampak tatapan Roy yang terkejut dengan gerakanku yang sangat cepat, dia berusaha menutup langkahku dengan berlari cepat ke bawah ring.WuttAku berhasil memasukkan bola dari jarak 3 meter dari bawah ring, membuat Roy kecolongan karena salah memperkirakan langkahku.Semua orang yang sebelumnya mendukung Roy tampak melongo tidak percaya kalau Aku bakal berhasil dalam kesempatan pertamaku.Tampak wajah kesal Roy.Bahkan teman-temannya yang tadi dengan begitu pedenya mengatakan kalau aku akan kalah dengan mudah, kini hanya bisa terdiam."Semangat, Roy! Baru kesempatan pertama, jangan kasih lagi dia kesempatan." Teriak salah seorang teman Anna menyemangati dari pinggir lapangan.Kali ini giliranku yang tersenyum padanya.Tampak tatapan para penonton yang semakin membenciku, seakan-akan aku adalah tokoh antagonis yang layak jadi
Firasat burukku akhirnya terjawab. Jam sembilan malam, bang Zulham dan beberapa temannya mengetuk pintu rumahku dengan lumayan kencang.Aku sedikit kesal melihat cara mereka mengetuk pintu rumahku. Namun, saat aku membuka pintu rumah, rasa kesalku berubah menjadi syok. Aku melihat kak Nia yang sedang dipapah oleh bang Zulham dan teman-temannya, keadaanya terlihat sangat kacau. Tampangnya sangat lusuh dengan pakaian yang acak-acakan, tatapan kak Nia terlihat kosong.'Ternyata ini yang membuat perasaanku tidak enak sedari siang tadi.'"Kak Nia?" Panggilku dengan suara tercekat dan perasaan tidak menentu.Aku segera memeluk tubuh kak Nia dan membopongnya ke dalam ruang tamu.Untungnya oleh bang Zulham dan teman-temannya, tubuh Kak Nia sudah ditutupi oleh kain yang cukup lebar, sehingga menutupi tubuh terbuka kak Nia, karena pakaiannya yang sobek di sana sini."Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini?" Tanyaku dengan emosi yang mulai merambat naik, membuat bang Zulham dan teman-temanny
Siang hari, beberapa jam sebelum Nia ditemukan oleh Zulham dan kawan-kawannya.Beep beepPonsel Nia berbunyi kecil dua kali sebagai penanda sebuah pesan masuk. Nia meraih ponselnya dan tersenyum begitu melihat nama sang adik tertera sebagai id pengirim pesan."Tidak biasanya?" Gumam Nia heran. Meski begitu, tetap saja bibirnya sedikit melengkung dan ia tersenyum senang mendapat kiriman pesan tersebut.Mungkin karena itu merupakan pesan pertama yang dikirim Zaha padanya. Entah kenapa, sejak kejadian beberapa waktu lalu, di mana Zaha mempertaruhkan nyawanya untuk menyerang juragan Cintung sendirian demi membela mereka. Belum lagi, aksi Zaha yang melindunginya malam itu, saat di mana kaki tangannya sang juragan menyatroni rumah mereka.Zaha, di mata Nia bukan lagi sosok adik pada umumnya. Terlepas dari rupanya yang biasa-biasa saja, ternyata Zaha memiliki sebuah keberanian dan perhatian yang sangat besar untuk keluarganya.Sejak saat itu, Zaha sudah menjelma sebagai sosok lelaki yang mem
Sementara itu, dalam sebuah rumah mewah yang terletak di kawasan elit Jakarta Utara. Tampak seorang remaja dengan masih mengenakan seragam sekolah, masuk ke dalam rumah dengan ekspresi kesal dan emosi yang meledak-ledak."CEKING BANGSAT! Lihat saja, gue akan balas perbuatan lu berkali-kali lipat." Teriaknya penuh dendam. Matanya menyiratkan hasrat membunuh yang kuat dan sepertinya tidak akan padam begitu saja sebelum dapat melampiaskan amarahnya pada orang yang telah membuatnya menjadi seperti sekarang.Dia adalah Roy yang siang tadi dikalahkan Zaha dalam pertandingan basket satu lawan satu. Dia masih tidak menerima kekalahan telaknya dari pemuda kurus tersebut.Apalagi, ia dikalahkan tepat di depan cewek yang sudah lama ditaksirnya, Anna Altafunnisa. Parahnya, Roy yang merupakan seorang kapten basket di sekolahnya tersebut, dikalahkan persis di depan seluruh teman-teman dan juga pendukungnya. Hampir semua orang di sekolah menyaksikan kekalahannya yang sangat memalukan tersebut dan ha
Siang itu, sesuai rencana Ronal dengan Adiknya. Ronal menjemput Nia ke kampusnya terlebih dahulu. Selanjutnya, ia akan membawa Nia ke basecamp tempat ia dan teman-temannya biasa nongkrong.Awalnya, Nia keberatan untuk ikut dengan Ronal. Karena rencananya, ia hanya ingin bicara empat mata dengan Ronal, terus mengungkapkan rencananya untuk putus dari Ronal secara baik-baik. Namun saat itu, Ronal sedikit memaksa dan juga ditambah dengan bujukan Vina sahabatnya, membuat Nia akhirnya menyetujui ajakan Ronal pergi.Tanpa disadari oleh Nia, ternyata Ronal sudah bekerjasama dengan Vina untuk mencelakai dirinya. Nia sempat curiga begitu mobil Ronal berbelok ke dalam sebuah komplek perumahan yang agak lengang."Ronal, kita mau ke mana?" Tanya Nia curiga. Perasaannya mulai tidak enak dan merasakan ada yang tidak beres dengan sikap Ronal hari itu."Tenang saja! Ini tempat gue biasa ngumpul bareng teman-teman kok, say! Lagian, kan ada Vina juga yang nemanin lu. Gak usah pasang wajah cemas gitu kal