Louis mengangguk dan ia memaksakan senyuman pada ayahnya.
“Kamu menyesal?”
“Sedikit menyesal karena Aluna, Pi.”
Aditya Saloka menarik sudut bibirnya membentuk senyuman mengejek.
“Semua sudah berjalan sesuai keinginan kamu Louis, jadi Papi rasa tidak ada yang perlu disesali.”
Louis mengatupkan bibirnya dan ia mengangguk, ia pun memilih untuk mengganti topik pembicaraan.
“By the way Papi ada perlu apa? Apa ada pekerjaan yang harus aku bantu?”
“Ya, temani Papi bertemu clien penting nanti sore.”
Louis terlihat mengangguk-angguk dan ia menyetujuinya, “Baik Pi, dimana?”
“Panorama Resto, nanti kita berangkat bersama.”
“Baik Pi.”
“Ya, Papi permisi dan lanjutkan pekerjaanmu.”
Louis kembali mengangguk dan membiarkan papinya keluar dari ruangannya, sementara ia masih tertegun dan terngiang perkataan papin
Waktu berlalu begitu cepat, Jeni dan Steven sudah tiba di Jakarta, mereka datang ke Victory hotel untuk cek seberapa jauh persiapan yang sudah dilakukan EO untuk pertunangan mereka, namun pada saat itu Felix datang dan menyerahkan undangan untuk mereka berdua.“Maaf Pak Steven, ini ada undangan untuk kalian berdua dari Pak Louis.”Steven menerima dua undangan yang diberikan Felix dan kemudian menyerahkan satu undangan tersebut pada Jeni.Jeni pun menerima undangan tersebut dengan hati yang berdesir, ada sedikit kecemburuan ketika melihat undangan yang tercetak dengan sangat sempurna dan elegan, Jeni jadi membayangkan ketika dirinya yang menikah dengan Louis, tidak ada undangan sebagus ini dan resepsi, semuanya serba mendadak dan penuh luka karena ia sampai detik ini masih saja menjadi musuh Monica, mantan ibu mertuanya.Jeni menghela nafas kasar mencoba mengusir kecemburuannya.“Kamu kenapa Jen?”“Tidak, undanga
“Jadi besok Steven akan melamarmu?”Jeni mengangguk dengan cepat dan itu membuat Louis semakin tidak senang, ia bangkit dari tempat tidur meninggalkan Aluna dan menghampiri Jeni.Jeni yang berdiri di tempatnya merasa gemetar, ia takut Louis akan menyakitinya dan bertindak di luar nalarnya.“Louis, lebih baik kamu pergi dari sini dan jangan berbuat macam-macam padaku!” Jeni mencoba memperingatkan Louis meski dengan suara yang bergetar karena ketakutan.Louis tidak berkata apapun, ia terus melangkah menghampiri Jeni dan kemudian justru memeluk Jeni begitu erat. Jeni tercengang, sekian lamanya ia merindukan Louis saat dulu, Louis menjauh dan saat ini setelah ia berusaha menata hatinya untuk melupakan Louis, Louis seolah merasa bersalah dan ingin memperbaiki hubungan dengannya. Ya, itulah yang Jeni rasakan akhir-akhir ini.“Aku minta maaf Jen, aku minta maaf telah menyia-nyiakanmu selama ini dan juga putri kita,” Lou
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali unit apartemen Jeni sudah didatangi oleh MUA dan beberapa asistennya untuk meriasnya. Mereka adalah orang suruhan Steven untuk menyulap Jeni menjadi sangat cantik di hari special mereka.Setelah hampir satu jam lamanya, riasan Jeni akhirnya selesai dan ia tampak sangat cantik dengan balutan kebaya modern warna soft blue kesukaannya, Aluna juga pun didandani dengan gaun baby warna senada.“Kamu sangat cantik Sayang, ayo kita berangkat sekarang!”Jeni hanya tersenyum simpul dan ia mendongak ke arah Steven dengan tatapan sedih namun ia berusaha sembunyikan, sedari tadi pikiran Jeni tak luput dari Louis yang hari ini juga menggelar pesta pernikahan yang begitu mewah.Tiba di hotel Victory, pikiran Jeni semakin tak karuan, ia deg-degan dengan pertunangannya juga hatinya hancur mengingat mantan suaminya, hingga Jeni tak hentinya mengalihkan pandangan pada Aluna yang saat itu tertidur dalam gendongan mamanya Steven.
“Bukan Dok, saya ayah sambungnya.” Ujar Steven dengan perasaan kecewa.“Lalu dimana ayah kandungnya?”Jeni dan Steven saling pandang satu sama lain dan enggan menjawab pertanyaan dokter.“Saya minta maaf, tapi sepertinya baby Aluna sedang merindukan ayah kandungnya. Untuk masalah demamnya, saya akan memberikan resepnya, namun saya sarankan baby Aluna diopname untuk mendapatkan perawatan yang lebih intens, mengingat demanya yang begitu tinggi.”“Baik Dok.” Balas Steven sedikit bersemangat.Jeni kembali menggendong baby Aluna yang masih mengigau untuk dipindahkan ke ruang peawatan dengan kursi roda.“Sabar ya Sayang, kita akan bertemu Papa besok,” bisik Jeni.“Papa, papa.” Lirihnya.Jeni jadi semakin bingung, malam ini Louis dan Renata adalah malam pertama sebagai suami istri meski mereka sudah berkali-kali melakukannnya sebelum menikah, tapi tetap saja ini a
“Jaga ucapanmu Mi!” Aditya memelototi Monica dan bangkit dari tidurnya.“Aku juga mau ke rumah sakit untuk menengok Aluna,” lanjutnya.“Aku tidak akan mengijinkanmu Pi.”“Terserah!” Aditya menyunggingkan sudut bibirnya dan menatap M
Tamara tertawa mendengarnya dan ia menjawab, “Kupikir dia malaikat tanpa sayap yang punya stok kebaikan unlimited.”Jeni ikut tertawa getir mendengar celotehan Tamara karena ia juga sempat berpikir Steven seperti itu.“Jadi dia tidak ikut menemani Aluna?”“Tadinya aku dan Steven yang membawa Aluna ke rumah sakit, tapi begitu Louis datang, Steven tiba-tiba pergi entah kemana. Aku bingung harus tidur dimana sekarang karena ada Louis di dalam bersama Aluna.”“Hmm, aku rasa kamu bisa tidur di sofa. Anggap saja untuk menyenangkan hati Aluna bisa ditemani tidur oleh kedua orangtuanya untuk pertama kalinya, meski tidak satu ranjang.”“Kamu benar, tapi entah kenapa aku merasa sangat canggung. Apalagi harusnya malam ini Louis menghabiskan malam pertama dengan Reanata.”“Hahaha, aku hampir saja lupa, Louis baru saja menikah dengan Renata tadi pagi. Aku jadi penasaran Jen, bagaimana murk
“Mama.” Suara lirih dari sosok mungil itu mengejutkan Jeni dan ia segera menyeka air matanya, memasang wajah seceria mungkin.“Iya Sayang, bagaimana keadaanmu sekarang?”“Aik.”Jeni tersenyum begitu manis dan mencium putri kecilnya.“Jangan sakit lagi ya Sayang.”Aluna hanya tersenyum kecil dan tampak mencari seseorang.“Papa nana?”“Papa kerja, Aluna sama Mama dulu ya.”Aluna mengangguk dan ia mengedipkan bulu matanya yang lentik, terlihat begitu menggemaskan dengan pipi chubynya yang putih sedikit kemerahan.“Anak pintar.” Puji Jeni sambil mengusap rambut Aluna.Sejenak ia lupa dengan semua masalahnya. Jeni kemudian pergi ke kamar mandi begitu ada suster datang dan menemani Aluna. Pada saat ia keluar dari kamar mandi, Renata muncul dari balik pintu dan itu membuat Jeni berubah sangat dingin.“Untuk apa
“Apa yang aku lakukan semalam? Bukankah aku berlebihan? dia sudah meminta ijin padaku untuk menghubungiku, tapi kenapa aku menyalahkannya dan justru bertindak seperti orang yang tidak tahu malu. Jeni, aku minta maaf.” Steven bermonolog untuk menyalahkan dirinya sendiri, dia terlihat sangat menyedihkan sekarang.Sesaat setelah itu, dia bersusah payah membuat dirinya bangun dan menyambar ponsel di atas nakas. Steven mengecek ponselnya dan melihat ada banyak panggilan dan pesan dari Jeni, tapi tidak sama sekali di pagi ini.“Apa dia marah padaku?” gumamnya.Steven memijat keningnya dan mencoba untuk duduk, ia menghubungi Jeni namun ternyata nomor Jeni tidak aktif. Dia menghela nafas kasar dan beralih menghubungi Felix, panggilan terhubung dengan sangat cepat.“Felix, tolong ke apartemenku sekarang juga!”“Baik Tuan.”Tak lama kemudian, Felix datang menemui Steven. Sementara Steven masih pada posis