Jeni menatap Steven dan mengisyaratkan melalui matanya untuk menggendong bayinya dan mengazaninya.
Steven kemudian mengangguk lalu menerima bayi itu dari gendongan suster, pada saat itu perasaan Steven campur aduk, perasaannya menjadi sangat emosional saat melihat bayi mungil yang begitu cantik itu, Steven menatapnya penuh haru hingga air matanya kembali berderai pelan, setelahnya ia menyeka air matanya dan kemudian mulai mendekatkan bayi itu ke dalam mulutnya lalu mengazaninya.
Mendengar Steven mengazani bayinya, Jeni ikut menitihkan air mata, ia teringat Louis yang sama sekali tidak peduli padanya juga bayi tak berdosa itu. Hal itu membuat hati Jeni menjadi sesak dan kembali sakit luar biasa.
“Apa kamu sudah punya nama untuknya?” tanya Steven setelah selesai mengazani bayi Jeni.
“Sudah, namanya Aluna Janitra.”
“Nama yang bagus, sesuai dengan wajahnya yang begitu cantik,” puji Steven sambil kembali mengecup pipi
Jeni terbangun saat hari sudah siang, ia sangat terkejut begitu melihat ranjang bayi besar berada di kamarnya dengan Aluna yang tertidur nyenyak di dalamnya karena ranjangnya bisa otomatis mengayun sendiri dengan alunan musik dan mainan di atasnya.“Kapan kamu belinya Stev?”“Aku menyuruh asistenku, agar kamu tidak begadang terus kalau malam. Ranjang ini juga bisa kamu dekatkan ke sampingmu dan kamu buka bagian sampingnya agar kamu dan Aluna seperti satu ranjang, memudahkan kamu kalau malam mau menyusui dia.”Jeni mengembangkan senyuman di wajahnya, rasanya ia semakin jatuh cinta pada Steven yang selalu baik padanya.“Terimakasih uncle Steven yang baik,” ujarnya senang.Steven ikut tersenyum dan ia merasa gemas dengan Jeni. Ia mengacak-ngacak puncak rambut Jeni pelan.“Ayo sekarang makan siang, aku sudah memesan makanan untukmu.”“Wah, kebetulan sekali aku sangat lapar Stev, hari i
“Bagus, jadilah suami yang baik, Louis!” Ujar Aditya Saloka sambil menepuk pundak Louis.Ia pun pergi setelah mengatakan itu.“Shit!” Louis menggebrak meja kerjanya dengan penuh amarah.Susah payah ia beberapa hari ini mengurus surat perceraiannya dengan Jeni dan sekarang ia harus datang meminta maaf hanya gara-gara Papinya.Louis rasanya tidak terima, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya karena semuanya adalah milik papinya dan selama ini Louis hanyalah menikmati hidup hasil kerja keras Papinya sejak dulu, maka ia dengan terpaksa bangkit dari duduknya dan menyambar kunci mobil, Louis akan menemui Jeni hari ini juga.Tiba di Victory Apartemen, Louis yang merupakan tamu daftar hitam langsung dicegat oleh petugas keamanan.“Saya sudah ada janji dengan Jeni dan Steven.”“Kami tidak percaya, kami akan konfirmasi dulu kepada Pak Steven.”“Ya, silahkan!” balas Louis santai
“Jadi benar begitu Louis?” Tanya Jeni dengan suara yang lantang, ia benar-benar kecewa.Louis menggeleng dan membela diri, “Itu tidak benar Jen, aku ke sini murni karena ingin bertemu dengan baby dan minta maaf padamu.”“Bohong! Lebih baik kamu pergi sekarang. Aluna tidak butuh ayah sepertimu.” Bentak Jeni murka.Ia kemudian menghampiri Louis dan mendorong tubuhnya agar segera pergi dari unit apartemennya. Jeni sudah sangat muak dengan semua tipu daya Louis.Louis pasrah saja dan ia merasa sangat bersalah, akhirnya ia memilih untuk pergi dari unit apartemen Jeni dengan tatapan mengancam ke arah Steven.Begitu Louis pergi, Jeni membanting pintunya dengan kasar dan ia menjatuhkan dirinya di sofa dengan wajah yang menunduk dan kedua tangan yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya, hatinya sangat kacau.“Jen, lupakan Louis!” Ujar Steven yang ikut duduk di samping Jeni, menenangkannya.Jeni me
***Jeni baru saja akan keluar dari kamar apartemennya sambil menggendong Aluna dan mengajaknya ke mini market terdekat untuk belanja kebutuhan Aluna, namun Tania dan Tamara segera datang dan bertanya, “Mau kemana kamu, Jen?”“Mau ke mini market, susu pempes pada habis semua.”“Kenapa tadi gak bilang?”“Mana tahu kalian mau ke sini.”“Yasudah Aluna sama Tamara saja, aku antar kamu ya,” tawar Tania.“Tamara bisa jagain Aluna sendiri?”Tamara menggeleng sambil tersenyum nyengir kuda.“Hmmm.”“Kalau begitu kalian berdua jaga Aluna ya, aku sama abang ojol saja.”Tania dan Tamara mengangguk setuju, Jeni kemudian menaruh Aluna ke keranjang bayinya.“Aku pergi dulu, itu susunya baru saja aku buatin.”“Oke Jen.”Jeni keluar apartemen dan segera memesan ojol melalui ponselnya, begitu
“Wisuda?” “Ya Jen, minggu depan. Jangan bilang kamu lupa,” sahut Tamara. Jeni mengangguk membenarkannya. “Kamu harus ikut Jen, kamu kan sudah melahirkan sekarang. Lagipula mereka semua sudah tahu kalau kamu sudah menikah.” “Itu dia masalahnya, aku dan Louis sudah tidak bersama meski belum resmi bercerai, tapi mereka tahunya aku dan Louis baru beberapa bulan menikah. Haruskah aku berpura-pura di depan mereka semua? Itu tidak mungkin, jadi sepertinya lebih baik aku tidak ikut yudisium ataupun wisuda.” Tania dan Tamara melenguh nafas berat. “Hubungan kamu dan Louis boleh berakhir, tapi tidak dengan masa depanmu. Come on Jen!” Jeni memandang haru kedua sahabatnya yang selama ini ada untuknya, hatinya terenyuh dan ia mengangguk setuju. “Ada kami bersamamu Jen, jadi jangan pedulikan siapapun itu! Fokus dengan masa depanmu agar bisa memberikan kehidupan yang baik untuk Aluna.” Timpal Tamara. Jeni berkali-kali menganggu
PlakJeni tercengang begitu membuka pintu apartemennya dan langsung mendapat tamparan keras dari mamanya Louis. Rasanya sangat sakit hingga pipi Jeni memerah, Jeni pun memegangi pipinya dan mendesis geram.“Apa Nyonya Saloka sudah kehilangan sopan santun?” sindirnya.“Aku tidak peduli, orang sepertimu memang pantas mendapatkannya.” Ujarnya penuh kebencian.Steven yang sore itu ada di apartemen Jeni pun langsung maju menghampiri mereka berdua setelah mendengar keributan.“Apa yang Tante lakukan? Bukannya datang baik-baik dan menengok cucu, tapi Tante justru membuat keributan.”“Seharusnya Tante yang bertanya padamu, kenapa kamu ada di apartemennya? ada hubungan apa kamu dengan perempuan ini?”Steven seolah terkena skakmat, selama ini tidak ada yang tahu kalau ia diam-diam memiliki peasaan terhadap Jeni hingga ia yang membantu Jeni selama ini. Mereka hanya tahu bahwa Steven mengenal Jeni h
Hati Jeni bergemuruh ketika menyadari semua itu, hingga ia menitihkan air mata yang mungkin bisa disebut kebahagiaan sementara.“Kenapa melamun? Ayo dimakan dong, itu makanan kesukaanmu dulu, hanya saja tidak pedas karena aku tahu kamu menyusui Aluna.”Jeni tersentak ke dunia nyata dan ia hanya memaksakan tersenyum dan menyambar makanan yang dibawa oleh Louis, dan karena ia sangat lapar Jeni langsung menghabiskannya tanpa memikirkan apapun lagi, apalagi itu makanan kesukaannya.Begitu Jeni selesai makan, bel pintu kembali berbunyi. Entah kenapa Jeni jadi merasa deg-degan dan pikirannya langsung terbersit sosok Steven.Benar saja, Steven lah yang datang dan ia membawa makan malam untuk Jeni.“Jen, kamu belum makan kan? Aku bawakan makanan kesukaan kamu.” Ujarnya dengan senyum manis di wajahnya.Jeni memaksakan senyum dan ia menerima makanan dari Steven dengan canggung, ia tidak bisa menolaknya meski perutnya kali ini s
Steven ikut tertawa mendengarnya seraya berkata, “Tidak masalah, hanya butuh waktu saja untuk menjadi kenyataan.”Jeni tersenyum dan ia tak menanggapi apapun lagi, ia membiarkan Steven pergi ke kamar mandi agar bisa sarapan bersama secepatnya.“Kalau Aluna tidur, kamu bisa menidurkannya dulu di tempat tidurku,” seru Steven begitu ia keluar dari kamar mandi.Jeni mengangguk dan ia menuruti perintah Steven, menidurkan Aluna ke tempat tidur dan setelahnya ia menyiapkan piring dan lainnya untuk sarapan bersama.“By the way, aku sudah menyiapkan pengacara untukmu. Dua minggu lagi kan?”Jeni mengangguk mengiyakannya.“Kamu sudah siap dengan semuanya?”“Maksudnya?”“Emm, kamu tidak akan menyesal kan berpisah dari Louis?”Jeni menggeleng dengan tegas, “Aku dan Louis sudah membicarakannya kemarin dan memang kita lebih baik bercerai karena sampai detik i