Home / Romansa / You're My Destiny / Part 5, Di Luar Ekspektasi

Share

Part 5, Di Luar Ekspektasi

Author: Cathalea
last update Last Updated: 2021-05-25 11:00:22

Sumpah, pertama kali yang ada dalam pikiran Windi ketika menjejakkan kaki di bandara Incheon ini adalah dua kata. ‘Megah banget!’

Meskipun beberapa kali melihat bandara ini di serial-serial K-Drama, namun tetap saja dia terperangah mengitari bandara dengan pandangan tak berkedip dan mulut menganga lebar.

Windi betul-betul merasa sangat kerdil di bawah atap bangunan yang membumbung tinggi ini. Dia tidak peduli akan apa yang orang pikirkan melihat reaksinya, mau dibilang norak, kampungan, udiklah atau sejenisnya. Well itu terserah mereka sih, tapi sumpah, aku takjub, tandas Windi dalam hati.

Windi dan Fina celingukan mencari papan nama atau tanda apapun yang bisa memberitahu keberadaan tim penjemput mereka di bandara. Ada perasaan was-was juga, kalau-kalau tim yang dijanjikan itu tidak ada. Well, bisa-bisa mereka berpetualang tanpa arah di negeri asing ini.

Seorang pria berkacamata, sedikit culun dengan celana bahan dan kaos lengan panjang, nampak celingukan ke arah gerbang kedatangan luar negeri. Di tangannya selembar kertas bertuliskan “Welcome Ms. Prasetya & Partner” nampak kusut. Sepertinya dia telah menunggu cukup lama. Wajar sih, pesawat yang membawa mereka memang sempat delay waktu transit di Singapura.

Windi dan Fina pun mempercepat langkah untuk mendekatinya. Tiba-tiba seseorang menabrak Windi dari belakang. Dia jelas saja tidak siap, langsung terjerembab. Diiringi jerit kesakitan.

“Ohh ... sorry, I’m sorry,” katanya sambil bangkit berdiri. Rupanya dia ikut jatuh bersama Windi tadi.

Sambil menahan nyeri di lututnya, Windi mencoba bangkit.

“Are you okay ?” tanyanya lagi. Windi mengangguk. Menyambut uluran tangan cowok itu. Tanpa sadar mata mereka beradu.

Dheg.. gila nih cowok ganteng banget, jerit Windi dalam hati. Kulitnya putih bersih, rambutnya hitam legam. Hidungnya mancung, tatapan matanya yang teduh mampu memberikan rasa hangat. Membuat mata Windi nyaris lupa untuk berkedip. Tuhan, sungguh sempurna ciptaanMU, bisik Windi dalam hati.

“Sorry.. saya buru-buru, jika kamu yakin tidak apa-apa saya akan pergi sekarang.”

“O..ya.. silahkan, aku baik-baik saja kok,” jawab Windi tegas.

Merasa yakin dengan jawaban Windi, dia pun berlari pergi, menembus kerumunan orang-orang yang lalu lalang.

Windi menghembuskan nafas lega. Beberapa saat berhadapan dengan laki-laki itu membuatnya nyaris lupa untuk bernafas. Dalam hati ia sisipkan doa dan berharap semoga kelak dipertemukan lagi dengan laki-laki itu.

Setelah Windi berhasil menenangkan diri, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.

“Annyeonghaseyo, naega Fina, dangsin ibnikka .. Han seonsaengnim ?” Fina memperkenalkan dirinya berbekal panduan buku percakapan yang sempat dia beli beberapa hari yang lalu, ketika mereka sampai dihadapan pria yang memegang kertas tadi.

“Oh.. annyeonghaseyo, joesonghabnida.. bla..bla..bla,” Windi tak lagi bisa mengikuti percakapan itu dengan baik. Meski pernah belajar bahasa Korea, tapi mendengar kalimat panjang yang diucapkan dengan cepat begitu Windi masih sulit mencerna dengan baik.

Kalau tidak salah menyimpulkan, pria itu mengatakan dia bukanlah Mr. Han seperti yang disebutkan di surel, namanya Lee Kwang Soo. Dia diutus untuk menggantikan Mr. Han karena dia sedang ada kesibukan lain.

Untuk meyakinkan Windi dan Fina, dia memperlihatkan ID-Card perusahaannya, yang sama dengan perusahaan penyelenggara event ini.

Semula mereka mau protes, tapi percuma, toh mereka juga tidak tau bagaimana caranya. Yang jelas menit-menit berikutnya mereka mengekor di belakang laki-laki itu, seperti kerbau yang ditusuk hidungnya.

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung tinggi berdinding kaca. Cahaya matahari tampak memantul di sudut-sudut kunsen baja yang dilapisi cat metalik. Membuat silau semua mata yang memandang.

Windi dan Fina dibawa ke lantai 5. Kesebuah ruangan yang lapang, beberapa pasang meja panjang berbaris rapi. Empat orang beramput pirang, dua berambut coklat, dan dua lagi memiliki kulit berwarna gelap. Di depan mereka terdapat label negara asal yang dituliskan dengan spidol hitam. Sepertinya mereka adalah peserta acara ini juga seperti Windi dan Fina.

Windi dan Fina bergabung bersama mereka, tepat di belakang label bertuliskan Indonesia. Windi melirik meja lainnya yang masih kosong, ada label Malaysia, Singapura, Thailand dan Myanmar. Hmm sepertinya masih ada peserta lainnya yang belum datang.

“Hi.. I’m Richard, from Canada,” cowok berambut pirang disamping Windi mengulurkan tangannya. Melihat penampilannya ditaksir usianya dua tahun diatas Windi. Tapi entahlah, terkadang bule ni penampilannya kan suka nipu. Wajah mereka sering lebih tua dari umur yang sebenarnya.

“Oh.. hi, I’m Windi Faniro, call me Windi,” balas Windi sambil menjabat tangannya.

“Windy ?” ulang Richard kemudian. Sepertinya dia merasa nama Windi cukup unik di telinganya.

“Yes, Windi,” sahut Windi kemudian. Dia masih belum sadar dengan pertanyaan Richard yang mengandung makna ambigu. Richard masih memandangnya. Windi pun tersadar.

“Oo, I see, I mean, I’m Windi, with ‘i’ not ‘y’,” jelas Windi sambil tersenyum ramah. Richard pun paham. Dia balas tersenyum kepada Windi.

Hmm ... sepertinya perjalanan ini akan menarik. Ga salah deh keputusannya buat menerima ajakan Fina, batin Windi antusias.

Tidak lama kemudian peserta lainnya mulai berdatangan satu-persatu. Meja yang semulanya kosong, penuh terisi. Dan ruangan yang semula senyap dalam bisik-bisik kami, menjadi berdengung seperti suara tawon lewat.

Beberapa orang bermata sipit berpakaian resmi memasuki ruangan. Sepertinya mereka adalah para panitia penyelenggara. Tiga lelaki paruh baya duduk di barisan kursi khusus yang berada di samping mimbar. Satu wanita cantik, mirip artis Kim Tae Hee yang langsung menuju mimbar. Oh.. rupanya dia pembawa acaranya.

Wanita itu bernama Choi Ji Hyun, dia membuka acara dengan bahasa Inggris yang fasih. Ga salah kalo perusahaan ini menunjuk dia sebagai PR-nya.

Acara berlanjut ke kata sambutan demi sambutan. Ternyata kalau untuk urusan beginian, Korea ga beda deh dengan Indonesia. Pembukaannya lama, inti acara cuma sedikit. Samalah dengan yang mereka alami sekarang, setelah kata sambutan terakhir dari CEO event, mereka semua diminta memperkenalkan diri agar bisa akrab satu sama lain. Berlanjut ke pembagian badge.

Benar juga kata Fina tadi sebelum berangkat, badge itu bukan badge biasa, sedikit lebih tebal berbentuk seperti kartu ATM.

Windi membolak-balik kartu itu untuk menemukan letak GPS-nya, namun nihil. Sepertinya teknologi canggih mereka telah menyembunyikannya di dalam kartu itu.

Rasa penasaran akan kartu itu ia tepis dengan segera karena tidak lama kemudian mereka telah dipandu menuju kendaraan yang akan membawa mereka ke hotel. Tentu saja Windi tidak ingin melewatkan pemandangan kota Seoul yang akan ia saksikan selama di perjalanan nanti.

***

Yoo Ill sampai di rumah megah itu. Wajahnya tampak sangat cemas. Kabar yang ia baca di surel dua hari yang lalu membuat jantungnya nyaris berhenti berdetak.

Pulanglah, ibu sakit keras.

“Ajumma ... mana semua orang?” tanyanya kepada wanita paruh baya yang sedang memasak di dapur. Dia Bibi Yu, asisten rumah tangga mereka.

“Aigoooo ... Tuan Muda, Anda kemana saja? Kami semua mencemaskan Anda. Terutama sekali Nyonya. Sudah tiga hari ini dia tidak mau makan,” Bibi Yu mengguncang-guncang tangan Yoo Ill dengan cemas.

“Jadi dimana ibu sekarang? Dia dirawat di rumah sakit mana?” tanya Yoo Ill penasaran.

“Dia ada di kamar, Tuan. Dia tidak mau dibawa ke rumah sakit.”

Tanpa buang waktu lagi Yoo Ill meluncur ke kamar ibunya. Tapi kamar itu kosong. Dia tidak menemukan ibunya disana.

Ada apa ini ? Apakah semua ini hanya lelucon ? Tanya Yoo Ill dalam hati. Dia berbalik dengan gusar, dan kembali menemui Bibi Yu.

“Ajumma.. jangan main-main.. dimana ibu ? Aku tidak menemukannya di kamarnya,” tanya Yoo Ill dengan nada putus asa.

“Ooo ... mianhae.. tadi saya lupa bilang, dia tidur di kamar Anda, Tuan Muda,” jawab Bibi Yu dengan ekspresi aneh. Mata Yoo Ill semakin menyipit. Hatinya berbisik ada sesuatu yang mereka tutupi saat ini.

Untuk memuaskan rasa penasarannya, Yoo Ill pun berlari menuju kamarnya di lantai dua. Suasana di lantai itu tidak berbeda dengan suasana sebelumnya ketika ia masih berada di sana. Sunyi, sepi seperti kuburan. Jika saja seseorang menjatuhkan jarum di atasnya Yoo Ill yakin ia pasti bisa mendengarnya dengan jelas.

“Surpriseeeee !” sorak dua wanita cantik itu ketika Yoo Ill membuka pintu kamarnya.

Di depannya berdiri ibu dan adik perempuannya dengan satu kue tart besar berikut hiasan warna-warni yang bergelantungan di langit kamar. Dan tentu saja Ko Joo Ri – ibunya - dalam keadaan bugar.

Yoo Ill terperangah.

“Eomma..” protes Yoo Ill dengan muka merah. Ibunya mendekat, mengalungkan tangan ke lengan Yoo Ill membawanya mendekati kue tart.

“Sudah.. ga usah protes. Kalau kami ga bohong gitu kamu mana mau pulang. Ya, kan ?” ujar Joo Ri.

“Geureomyeon..” jawab Yoo Ill dengan tatapan usil. Satu cubitan melayang di perutnya.

“Oppa, jangan buat kami cemas lagi ya, aratjii ?” ujar Yoo Na, Si Bungsu dengan nada manja.

“Ye, arasseo,” jawab Yoo Ill sambil mengacak rambut Yoo Na. Dia baru mau memulai menyantap kue yang dihadapannya ketika tiba-tiba mendengar gaduh-gaduh dari suara yang ia kenal.

“Jadi ... kau telah kembali dari petualanganmu?” suara berat itu terdengar. Han Tae Ho berdiri berkacak pinggang di depan pintu kamar diiringin tatapan tajam menikam.

***Bersambung ***

Related chapters

  • You're My Destiny   Part 6, Pelarian

    Semua yang berada di kamar terperanjat begitu melihat penguasa rumah itu berdiri di hadapan mereka. Aura cemas langsung mengerubuti wajah Ko Joo Ri dan Han Yoo Na. Dengan memasang ekspresi angker begitu di wajahnya, mereka sangat paham bahwa lelaki tua itu sedang berada di puncak amarahnya. Tatapannya tajam tak berkedip kepada Yoo Ill. Bagaikan sinar-x, tatapan ayahnya itu mampu menembus sel-sel terdalam di relung hati Yoo Ill, membuatnya membeku untuk beberapa saat.Tidak ingin membuat suasana menjadi canggung lebih lama, Yoo Ill segera memutar tubuhnya, melangkah lebih dekat kemudian memberi hormat kepada pria yang dia panggil ayah itu.“Aboeji ... aku ... kembali,” ujar Yoo Ill dengan suara seperti tercekat di tenggorokan.Plaakk !Satu tamparan melayang ke pipi Yoo Ill.Yoo Ill meringis, mengusap pipinya, menahan rasa panas yang merayap di pipinya sambil menatap geram ke arah ayahnya. Bukan pelukan yang ia dapat,

    Last Updated : 2021-05-26
  • You're My Destiny   Part 7, Hobi Membawa Hoki

    Agenda Fina dan Windi yang pertama adalah berkunjung ke tiga tempat populer yang pernah dijadikan lokasi syuting drama-drama Korea.Hmm ... untuk urusan begini mah, aku gak akan minder, batin Windi dalam hati. Dijamin sembilan puluh lima persen lokasi-lokasi syuting K-Drama itu akutahu. Ga lebaylah, kan K-Drama addicted. Hahaha. Windi masih cekikikan dalam hati karena girang.Imajinasi liarnya membawa pikirannya pada harapan bahwa agenda mereka hari ini akan menjadi momen yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup. Untuk itu Windi dan Fina mengabadikan semua kegiatan mereka lewat kamera. Semua spot foto tidak ada satu pun yang mereka lewatkan.Sayangnya agenda hari pertama ini ternyata tidak semenarik dugaan dan harapan mereka. Karena kentara banget, agenda hari ini adalah agenda titipan dari dinas pariwisatanya Korea. Kunjungan mereka ke tempat-tempat bersejarah itu benar-benar monoton, hanya jalan-jalan sambil mendengar tour-guide menjelaskan s

    Last Updated : 2021-06-01
  • You're My Destiny   Part 8, Petaka yang Tidak Terelakkan

    Agenda mereka memasuki acara puncak, yaitu bersepeda keliling kota. Mengapa ini acara puncak? Karena dengan kegiatan ini para peserta diharapkan dapat bersentuhan langsung dengan kebudayaan Korea dalam setiap perhentian nantinya. Sembari menikmati pemandangan Korea, mereka bisa bercengkrama dengan keramahan warga lokal. Hhm ... sepertinya cukup menarik, batin Windi.“Fin, guide-nya bilang apa tadi ?” tanya Windi sambil merapikan kaus kaki yang menggulung. Sementara Fina sedang melakukan gerakan-gerakan peregangan otot ringan.“Dia bilang, kita akan bersepeda di distrik Songpa. Ntar di sana kita dibagi sepeda satu-satu sekalian sama rutenya juga. Eh, jangan lupa bawa badge, lho, Win,” ujar Fina mengingatkan.Kata-kata itu sontak membuat Windi langsung meraba saku, dan bersyukur mendapati badge itu ada di sana. Dia segera mengalungkannya di leher untuk antisipasi resiko ketinggalan atau kelupaan. Windi tidak bisa membayangkan ap

    Last Updated : 2021-06-03
  • You're My Destiny   Part 9, Lost in Somewhere

    "Ajumma, kau baik-baik saja ?"Windi mengerjap tiga kali, melihat samar ke asal suara itu. Nampak jari-jari kecilnya menggenggam ujung-ujung jari Windi yang mulai mati rasa karena beku. Mata beningnya menatap lurus, menyiratkan ke khawatiran. Windi mengangguk, bersusah payah berusaha untuk bangkit. Namun nyeri yang tak tertahankan di pergelangan kaki, bahu dan pinggang membuatnya susah untuk berdiri. Tangan-tangan mungil itu berusaha membantu Windi, namun tentu saja bobot 60kg Windi bukanlah tandingannya. Dia justru terbawa, ikut terjerembab bersama Windi diiringi teriakan kesakitan dari mulutnya, karena tubuhnya tertimpa tubuh Windi."Yoon Sung-ah, kau di mana ?"Sebuah sorakan dari belakang membuat Windi lega. Setidaknya anak itu bisa segera di selamatkan dari tindihan tubuhnya yang semakin sulit untuk digerakkan."Yaa.. dangsin-eun maeng-in ? dwie jasig eobs-eum .. bla..bla..bla,” Windi tidak begitu mengerti yang diucapkannya.

    Last Updated : 2021-06-05
  • You're My Destiny   Part 10, Pertemuan tak Terduga

    “Aku merasa pernah melihat wajahmu di suatu tempat, tapi di mana tepatnya aku lupa,” lajut Windi dengan penuh penasaran.Keningnya mengernyit, sepertinya pertanyaan Windi barusan turut menggugah ingatannya. Yoo Ill memandangi Windi lekat-lekat.Itu berlangsung untuk beberapa saat. Sampai ujung syaraf mereka terhubung pada sesuatu.“Ooohh ... the airport!” seru mereka bersamaan. Ya, dia adalah laki-laki yang menabrak Windi di bandara beberapa hari yang lalu.“Oh, My God, betapa dunia ini sempit sekali !” seru Yoo Ill kemudian.Windi tersenyum, menyetujui kata-katanya. Dalam hati ada rasa haru di hatinya, karena setidaknya dia bukanlah orang yang sama sekali ‘asing’. Meski pun bukan pula akrab. Apapun bentuknya pertemuan ini Windi merasa lega. Setidaknya, hal itu berhasil mencairkan rasa canggung di antara mereka berdua.“Sepertinya kakimu mempertemukan kita kembali,

    Last Updated : 2021-06-05
  • You're My Destiny   Part 11, Random Memories

    Suara kokok ayam membangunkan Windi dari tidurnya, perlahan ia membuka mata, berusaha mengenali ruang dimana dia berada.Ingatannya melayang kepada kejadian saat ia terguling-guling di tebing, melewati lorong yang lembab, kemudian terhempas di tempat yang keras. Hal itu tidak urung membangkitkan rasa nyeri yang semula sempat terlupakan saat tidur. Tidak ayal suara rintihan keluar dari mulut Windi.Tiba-tiba Windi teringat dengan Fina, sahabat yang mengajaknya ikut serta dengan event ini, Fina pasti tengah cemas karena keberadaan Windi yang tidak jelas.Windi mengeluarkan ponsel dari tas pinggang yang masih ia kenakan. Ekspresinya terlihat kecewa. "Sial, tidak ada sinyal lagi," makinya dalam hati. Namun beberapa saat kemudian ia berseru kaget.“Ya, Tuhan!” Dia kaget mendapati angka di layar ponselnya yang menunjukkan tanggal 27, dan itu berarti dia telah menghilang selama 3 hari.Gubrak !Sebuah suara menyerupai benda jatuh terdengar

    Last Updated : 2021-06-07
  • You're My Destiny   Part 12, Bunga-bunga Cinta

    “Kan aku udah bilang, jangan kemana-mana dulu sampai kakimu sembuh.”Windi meringis menahan nyeri di kakinya.“Sorry.. aku mau ke kamar mandi,” jawab Windi berbohong.Krriiuuukkk..Oh my God, desis Windi dalam hati. Perutnya tidak mau kompromi, dia berhasil membongkar kebohongan Windi dengan sukses. Seketika wajah Windi memerah, ia tertunduk karena malu, sementara Yoo-ill memandanginya penuh arti dengan senyum tak lepas dari wajahnya.“Kamu lapar,kan?” tebaknya. “Ya, sudah kamu tunggu disini sebentar, aku sedang menyiapkannya untukmu,” lanjutnya lagi sambil mendudukkan Windi kembali di atas dipan lalu beranjak dan menghilang di balik lemari.Windi tidak menjawab karena masih terlalu malu untuk mengangkat kepala. Dalam hati merasa senang karena merasa diperhatikan. Hal yang sangat langka terjadi dalam hidupnya.Windi jadi teringat kepada Bunda Fatma, yang selalu memperlakukannya

    Last Updated : 2021-06-09
  • You're My Destiny   Part 13, Katakan Apa yang Kau Rasa

    “Itu ... hmm ...,” ujar Windi terbata. Oh Tuhaaann, tolong aku, teriak Windi dalam hati, “itu ... tamu bulananku datang,” kata Windi lagi dengan suara semakin hilang. Ampuunn, malunya. Rasanya Windi pengen jungkir balik lalu menghilang dari hadapan Yoo Ill.“What? Ohh.. I see ... tunggu sebentar,” kata Yoo Ill sambil berlalu. Sekilas Windi melihat wajah pemuda itu juga memerah. Ya, wajarlah berhadapan dengan masalah bulanan seorang gadis tentu bukanlah hal yang sering dia alami. Terlebih lagi di lembah ini, yang jumlah penduduknya masih bisa dihitung dengan jari.Windi masih berdiri di pintu kamar mandi dengan perasaan serba tidak menentu menunggu Yoo Ill yang tidak lama kemudian datang dengan sebuah bungkusan di tangannya.“Ini ... lebih baik menggunakan ini dari pada sapu tangan,” ujarnya sambil menyodorkan bungkusan itu ketangan Windi. Suaranya serak, dan rona wajahnya tidak kalah merahnya dengan Windi. Wi

    Last Updated : 2021-06-11

Latest chapter

  • You're My Destiny   Bab 93, Takdir yang Menyatukan Mereka (TAMAT)

    Windi terpaku di tempatnya berdiri, sementara matanya tak berkedip menatap Yoo-ill. Untuk beberapa saat ia hanya berdiri mematung dengan ekspresi bingung, terlebih saat melihat tangan Yoo-ill yang terulur padanya. Ia pun tersadar tak lama kemudian. Dengan raut wajah gelisah dan bingung, Windi mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia baru sadar kalau kursi-kursi di gereja itu telah banyak yang ditinggalkan penghuninya. Hampir separuh dari tamu undangan itu pergi setelah mengetahui pengantin prianya sosok yang berbeda.Di barisan paling depan Windi berharap menemukan keluarga Pandu, tetapi barisan itu pun terlihat lengang. Hanya rekan kerjanya yang setia menyaksikan acara pemberkatan itu sampai selesai."Ha-ni-yah. Apa yang terjadi. Mana Kak Pandu dan keluarganya?" tanya Windi dengan mata berkaca-kaca.Ha-ni yang bertugas sebagai bridesmaids tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya kepada Windi. Ia menghampiri Windi lalu memeluknya dengan erat. "Maafkan aku, Win. Aku tidak bisa m

  • You're My Destiny   Bab 92, Hadiah untuk Pandu

    Satu jam sebelumnya. Di ruang tunggu pengantin pria, Pandu bercengkrama dengan sejumlah tamu yang merupakan teman kuliahnya dulu. Ternyata perihal pertunanganan Yoo-ill yang batal telah menyebar luas di kalangan mereka."Aku tidak mengerti dengan cara pikir si Yoo-ill itu. Padahal kalau aku tidak salah dengar, ini pertunangannya yang kedua kali. Yang pertama dulu, belum sempat dikenalin ke publik, masih di kalangan internal perusahaan aja. Tapi, hanya beberapa bulan, Yoo-ill memutuskan wanita itu secara sepihak," kata salah satu di antaranya."Tapi aku dengar wanita itu ada skandal dengan salah satu pamannya," kata yang lain pula.Namun, pria yang lain membantah dengan gerakan tangannya. "Itu tidak benar. Kamu lupa kalau aku juga bekerja di Han Enterprise? Skandal itu adalah hoaks yang diciptakan oleh Han Tae Soo, paman Yoo-ill yang lain, karena ingin menurunkan tunangan Yoo-ill dari kursi direktur.""Gila. Parah juga persaingan di perusahaan itu.""Paman Yoo-ill yang satu itu memang

  • You're My Destiny   Bab 91, At The Wedding Day

    Untuk beberapa saat Windi terpaku di tempatnya berdiri karena tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Windi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Yoo-ill sedang bersandar di mobilnya dengan kedua tangan yang sibuk memainkan ponsel. Windi juga heran bagaimana Yoo-ill bisa tahu tempat kerjanya."Yoo-ill? Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu tahu dari mana aku kerja di sini?" Windi mencecar Yoo-ill tanpa jeda.Yoo-ill mendekat tanpa melepaskan tatapannya dari wajah Windi, wajah wanita yang selama beberapa tahun terakhir ini terus mengusik hati dan pikirannya bahkan di saat tidur."Aku sudah menerima undangan pernikahanmu. Jujur ... aku kaget sekali karena tidak menyangka kalian akan menikah secepat itu," ujar Yoo-ill mengabaikan pertanyaan Windi."Apanya yang aneh? Kami memang sudah merencanakan sejak lama, hanya sedikit dipercepat saja karena keluarga Pandu inginnya begitu," jawab Windi beralasan. Padahal ia sendiri yang meminta hal itu pada Pandu, karena tidak i

  • You're My Destiny   Bab 90, H-3

    Dua hari berlalu. Di kediaman keluarga Han sedang terjadi ketegangan. Pasalnya adalah kepulangan Yoo-ill setelah tiga hari menghilang pasca membatalkan pertunangannya dengan Ji-hyun.PLAK! PLAK!Tamparan keras dari tangan Tn. Han mendarat di wajah Yoo-ill. Tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali. Masih tak puas juga, tetua keluarga Han itu juga menendang Yoo-ill dengan kakinya yang memakai sepatu pantofel. Sakit? Jangan ditanya. Ringis kesakitan dari Yoo-ill sudah menjawab semua itu, betapa sakit tubuhnya yang didera pukulan bertubi-tubi dari sang ayah.Sementara Ny. Ko hanya bisa menangis tersedu sambil menahan kaki sang suami agar berhenti memukuli buah hatinya."Cukup, Yeobo. Jangan pukuli Yoo-ill lagi. Berhenti memukuli kepalanya, matanya masih sangat rentan dengan guncangan. Tolong berhentilah!" pinta Ny. Ko yang kalut melihat luka di kening Yoo-ill. Ia takut sekali penglihatan Yoo-ill kembali bermasalah akibat pukulan itu.Namun, Tn. Han mengabaikan rengekan istrinya. Matanya y

  • You're My Destiny   Bab 89, H-5

    Dengan penuh tanda tanya Windi menyeret langkah menuju pintu, lalu mengintip lewat peephole yang ada di sana. Windi mengernyit heran saat melihat wajah Ji-Hyun di sana. Tak ingin memendam rasa penasarannya lebih lama, ia pun membuka pintu itu."Ji-Hyun?! Ada keperluan apa kamu di sini?" "Aku mau bicara." Dengan lancangnya, Ji-Hyun menerobos masuk lalu berkeliling kamar, masuk ke kamar mandi, membuka pintu lemari seolah sedang mencari sesuatu. Setelah gagal menemukan apa yang dicari, dia pun duduk di sofa yang tersedia di sudut kamar."Kamu sendiri?" tanyanya dengan tatapan menyelidik."Bersama Pandu. Dia sedang membeli makanan ke luar."Ji-hyun tak percaya. "Kenapa tidak pesan di restoran hotel saja?""Dia lagi pengen makan masakan Indonesia. Di restoran hotel ini tidak ada," jawab Windi asal. Padahal ia tidak tahu pasti Pandu ke mana, karena lelaki itu pergi saat dirinya sedang mandi.Windi menghela napas panjang, menutup pintu, lalu duduk di pinggir ranjang, berhadapan dengan Ji-hy

  • You're My Destiny   Bab 88, Tamu Tak Diundang

    "Aku senang sekali, Win. Memang itu yang aku mau. Tetapi, kalau aku boleh tau, apa alasan kamu tiba-tiba ingin mempercepat pernikahan kita?" Pandu bertanya tak sabar setelah mereka berada di hotel. Tadi ia terpaksa beralasan ada pekerjaan mendadak sehingga bisa pamit lebih awal dari pesta pertunangan Yoo-ill dan Ji-hyun. Meskipun ia sendiri heran dengan sikap Windi yang bersikeras untuk pulang, tetapi demi kenyamanan sang kekasih hati ia pun menuruti permintaan Windi."Tidak ada alasan khusus. Melihat Kak Pandu dikelilingi wanita-wanita cantik saat di pesta tadi membuatku berpikir sepertinya aku harus segera mengikatmu dengan cincin pernikahan," jawab Windi beralasan. Padahal ia melakukan itu karena takut hatinya kembali goyah oleh Yoo-ill. Windi takut, nama Yoo-ill yang telah terkubur di hatinya hidup kembali karena terbayang tatapan laki-laki itu yang dipenuhi rasa bersalah saat menatapnya tadi. Sementara ia sudah berkomitmen dengan Pandu. Pandu dan keluarganya adalah orang-orang

  • You're My Destiny   Bab 87, Aku Tidak Mau Menunda Lagi

    Pandu heran melihat Yoo-ill dan Windi terdiam dengan tatapan saling bertaut, sementara wajah mereka menggambarkan ekspresi yang sulit untuk digambarkan. Terkejut, kecewa, luka, dan juga rindu yang tersirat dalam. Berada di antara mereka membuat Pandu mendadak merasa berada di dunia yang berbeda. Keadaan itu berlangsung cukup lama sampai suara tunangan Yoo-ill membuyarkannya. "Wah, dunia ini sempit sekali, ya. Ternyata wanita yang ingin kamu kenalkan itu Windi, Pan?" tanya Ji-hyun pada Pandu. Pandu dan Ji-hyun merupakan teman saat duduk di bangku SMA dulu, sementara Yoo-ill adalah temannya di saat kuliah. Itu sebabnya Pandu sangat antusias menghadiri pesta pertunangan ini karena kedua calon pengantin adalah temannya. "Kamu kenal Windi?" Pandu balik bertanya dengan heran. Ji-hyun melirik Yoo-ill yang masih menatap Windi tanpa jeda, lalu bergelayut manja di lengan lelaki itu. Lewat sikapnya itu ia ingin memberi tahu Windi bahwa Yoo-ill adalah miliknya. "Bukan aku yang kenal Windi sec

  • You're My Destiny   Bab 86, Pertemuan Tak Terduga

    Windi mematut pantulan dirinya yang ada di cermin. Sungguh ia merasa takjub sendiri melihat penampilannya dalam balutan gaun malam berwarna maroon itu. Gaun pesta ala mermaid membungkus tubuh Windi yang sintal dengan indah, menonjolkan bagian-bagian tertentu dalam porsinya yang pas. Setelah merasa cukup puas dengan gaun pilihannya, Windi pun keluar dari kamar ganti itu.Pandu yang menunggu di luar kamar ganti spontan berdiri dengan bola mata membesar saat melihat Windi keluar. Mulutnya ternganga, terpesona akan kecantikan Windi yang tak biasa."Bagaimana, Kak? Cocok, tidak?" tanya Windi malu-malu. Pandu tidak menjawab, hanya tepuk tangannya yang menggema ke seantero toko. "Kamu cantik sekali, Win. Super-duper-cantik!" puji Pandu sambil berdecak panjang."Kak Pandu ini bisa saja. Jangan berlebihan, Kak. Jangan buat aku malu," ucap Windi dengan bibir mengerucut, sedikit protes, tetapi tetap saja pipinya merona."Aku tidak berlebihan. Coba saja tanya pada pramuniaga itu," sahut Pandu. "

  • You're My Destiny   Bab 85. Ramyeon Mokgo Gallae?

    Windi terkesiap, ia terduduk, spontan menjauh dari Pandu. Napasnya masih tersengal dan wajahnya masih memerah karena lonjakan libido. "Maaf, Kak. Aku tidak bisa melakukannya. Maafkan aku kalau mengecewakanmu," ujar Windi sambil menenangkan debaran jantungnya."It's okay, Win. Aku juga minta maaf karena telah lepas kendali tadi," ujar Pandu dengan kepala menunduk."Tidak apa, Kak. Ini salah kita berdua, jadi mari jadikan pelajaran saja," kata Windi berusaha untuk bijak.Pandu mengangguk."Silakan mandi dan ganti pakaianmu, aku akan menunggu di luar," kata Pandu.Ia keluar dari kamar, lanjut menuju dapur lalu meminum segelas air dingin. Ia butuh meredakan gelora hasratnya yang masih membara.Sementara itu, di Seoul. Sebuah acara yang mempertemukan dua keluarga baru saja berakhir. Tn. Han tampak antusias melepas kepergian tamu mereka. Tangannya tak henti melambai, dan senyumnya juga tak henti mengembang. Di sampingnya Yoo-ill berdiri dengan ekspresi datar.Mereka yang baru saja pergi ada

DMCA.com Protection Status