Ambar masuk ke dalam restoran, aroma masakan yang enak-enak menyambutnya dengan baik saat ia pertama kali melangkah masuk.
Siang ini adalah siang yang tidak pernah Ambar inginkan kehadirannya, karena entah rencana apa yang ingin dilakukan Leon, pria itu tiba-tiba mengajak bertemu di restoran ini sekarang.
Leon adalah salah satu orang yang paling Ambar hindari, ia bisa menjadi ular yang sangat berbisa dan bisa juga menjadi kelinci yang lucu. Pria itu pandai bermain perannya.
Ambar duduk di bangku paling pojok, ia sudah bisa menebak jika keinginan Leon untuk menemuinya adalah membuat keributan baru. Untuk itu ia mengambil meja di tempat yang jarang orang tempati.
Ponsel Ambar berdenting memperlihatkan pesan masuk di sana.
Zero:
Gua ngawasin dia 24jam, bos tenang aja!
Ambar tersenyum.
Apa yang harus ia takuti? Karena kelemahannya berada dalam genggamannya.
Kursi di samping Ambar tiba-tiba di tarik dari belakang oleh seseorang, membuat Ambar spontan menoleh dan mendapati Leon yang sudah duduk dengan wajah kesalnya.
Ambar memasukan ponselnya ke dalam tas, setelah itu ia menarik napas panjang. Sepertinya ini akan melelahkan bagi Ambar, melihat bagaimana cara Leon datang dan bagaimana ekspresi wajahnya.
"Dimana bajingan itu?" Tanya Leon pelan, tetapi penuh penekanan di setiap katanya.
"Gue gak tau apa yang lo bicarain dan siapa yang lo bicarain!" Bantah Ambar.
"Berhenti buat selalu berpura-pura, Ambar! Gue sangat tahu dengan pasti, orang dibalik kepergian selingkuhan Lania itu, lo!" Kesal Leon.
Ambar, gadis itu menatap muak wajah Leon. Leon masih saja menyebalkan sama seperti terakhir ia berurusan dengan pria itu, benar-benar tidak ada yang berubah sama sekali darinya. Penuh emosi, pikiran buruk, dan kata-kata kasar.
"Mau lo tanya gue jutaan kali juga gue gak tau apa-apa!" Ucap Ambar. "Gue gak kenal siapa orang yang lo bicarain dan ngapain juga gue harus buat dia ilang?"
"Gak ada satupun orang yang bisa ngelakuin cara murahan ini selain lo, lo terlalu kotor sampai bisa ngelakuin ini dengan mudah, Ambar!"
Ambar tertawa kecil, "Lo benar, gue terlalu kotor sampe lo gak akan pernah tahu kotoran mana aja yang udah ngotorin gue!"
Leon diam, ia sangat mengerti maksud Ambar. Gadis itu memang tidak pernah bisa ia bantah, benteng yang dimiliki Ambar terlalu kuat sehingga membuatnya gila sendiri untuk mengorek informasi darinya.
"Lo juga seharusnya sadar, lo juga kotor. Tapi kita berdua sama-sama tutup mata, siapa yang lebih kotor!" Ambar berdiri dari duduknya, ia bersiap untuk pergi. "Dan satu hal lagi, Lania gak selingkuh. Dia gak serendah itu buat khianatin Robby, dia gak sehina apa yang lo pikirin!"
Ambar pergi meninggalkan Leon yang duduk mematung. Kemarahan yang semula ia pendam kini lenyap entah kemana, ia selalu menjadi seorang pengecut jika sudah berhadapan dengan Ambar. Entah dia yang memang pengecut atau Ambar yang terlalu lihai memerankan peran, yang pasti satu; mereka sama-sama berambisi untuk menghancurkan satu sama lain.
******
"Leon nemuin lo?!" Tanya Lania terkejut saat Ambar menceritakan semua kerjadian tadi siang dengan Leon.
Ambar mengangguk.
"Trus dia nanya apa? Dia tau dimana Tio?" Kejar Lania.
"Engga, lo tenang aja. Tio diawasin 24 jam sama Zero, gak ada yang bisa nemuin dia!" Jawab Ambar.
Lania duduk dengan tenang, gadis itu memang menginginkan mendengar jawaban seperti itu dari mulut Ambar.
"Bilang sama Zero buat selalu waspada, gue gak mau satu orang pun dari pihak Robby nemuin Tio!"
Ambar mengangguk.
"Trus sekarang lo mau apa? Robby udah benar-benar jaga jarak sama lo, lo harus punya rencana lain. Rencana lo kemarin gak bisa buat Robby balik ke lo lagi" Ucap Ambar.
"Gue gak tau apa yang ngerasukin Robby sampe dia gak mau dengerin omongan gue. Saat di rumah sakit kemarin Robby sama sekali gak kena sama pancingan gue, bajingan itu emang bener-bener bikin gue sakit kepala!" Jawab Lania.
"Ini udah sebulan lebih hubungan kalian gak ada kejelasan, sedangkan besok adalah jadwal fitting baju pengantin kalian kan?"
Lania mengangguk. "Pernikahan ini harus terjadi, apapun caranya. Tujuh tahun gue dampingin Robby bukan untuk dibuang!"
"Dan gue gak mau usaha gue selama ini nyingkirin ikan kecil-kecil yang selalu ganggu kalian berujung kesia-siaan!" Sambung Ambar.
Lania tersenyum devil, "Lo liat aja, kita gak akan pernah bisa dibuang oleh Robby. Dia akan selalu berada di genggaman kita, cowok bodoh itu gak boleh bertumbuh menjadi pintar!"
Ambar tersenyum kecil, "Ah,ya... Gue bakal mulai nyingkirin Leon, lama-lama dibiarin rebung kecil itu bikin gatel juga ternyata!"
"Leon itu adalah kendala terbesar kita, atau mungkin orang dibalik perubahan Robby adalah bajingan itu?"
"Kalo itu benar, gue gak kaget. Leon gak pernah suka sama lo, dia udah tau tentang lo jauh sebelum Robby"
Lania mengangguk setuju.
Ambar mengambil tasnya dari sofa yang tak jauh dari tempatnya duduk. "Kalo gitu gue balik dulu, ya? Dan yah... Lo jangan pake rencana bodoh kaya kemarin, cari rencana yang lebih bagusan dikit. Kalo lo mati gue gimana?"
Lania tertawa, "Ya lo nikahin aja Leon!"
Ambar memutar bola matanya malas, "Tiga tahun yang lalu aja rebung kecil itu gue buang, kenapa gue harus pungut lagi?"
Lania tertawa kecil, gadis itu merasa lucu mengingat bagaimana Leon dicampakan oleh Ambar tiga tahun yang lalu. Seorang Leon Wirawan, pria keras kepala yang memiliki kata-kata menyakitkan berhasil masuk dalam jebakan Ambar.
Sungguh lucu.
*******
Robby membuka jas hitam yang ia kenakan, lalu meletakkannya di bibir tempat tidur. Pria itu menggulung lengan kemejanya sampai ke siku, dan mulai membuka jam tangan mahalnya.
Minggu belakang ini hidupnya sangat kosong, tidak ada telpon masuk atau seseorang yang ingin ia telpon. Robby sangat kesepian.
Di rumah besarnya ia harus menutup diri, tidak ada tempat untuk berekspresi dan tidak ada tempat pulang untuk melepas penat.
Saat masih ada Lania di sampingnya, Robby sangat jarang pulang ke rumahnya. Dia lebih memilih untuk pulang ke apartemen Lania dan tidur ditemani gadis itu. Makan malam bersama sampai bercerita mengenai hari yang panjang sebelum tidur.
Hal-hal kecil yang sangat ia rindukan bersama Lania, andai Lania tidak melakukan kesalahannya lagi mungkin Robby masih mencintainya tanpa diisi oleh keraguan, tidak seperti sekarang.
Robby merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia memejamkan matanya sejenak, dan belum ada lima menit matanya yang terpejam meneteskan bulir-bulir bening.
Robby menangis.
Pria itu merasakan sesak yang begitu hebat di dadanya, dalam pejaman matanya ia kembali terhanyut kenangan bersama Lania. Dari sejak ia bertemu Lania untuk pertama kali, memintanya menjadi kekasihnya, sampai terkahir ia kembali menghancurkannya.
Robby mulai terisak, sangat menyakitkan baginya menerima kenyataan bahwa ia tidak pernah benar-benar dicintai oleh gadis yang menjadi dunianya.
Robby meringkuk di atas tempat tidur, ia semakin menangis dengan keras. Berteriak dalam kesendiriannya, mengeluarkan apa yang menjadi beban dalam dadanya. Robby menjambak rambutnya sendiri, ia terlihat sangat menyedihkan dengan semua yang ia alami.
*******
Robby menuangkan susu ke dalam gelasnya, pria itu sangat haus setelah semalam ia menangis sampai ketiduran. Robby masih menggunakan pakaian kerjanya semalam.
Pagi ini Robby terlihat kusut, berantakan, dan terlihat menyedihkan, mungkin akibat semalam ia menangis sendirian.
"Pagi sayang!"
Robby menoleh, pria itu hampir membanting gelasnya saat ia melihat seseorang yang berdiri tepat di hadapannya.
You Lose Me, You Find You
I Lose You, I Lose Me
"Pagi sayang!" Sapa Lania dengan senyuman ceria khas dirinya. Lania melambaikan tangan ke arah Robby, gadis itu sebenarnya terkejut melihat bagaimana berantakan pria yang sangat mencintainya itu, tetapi Lania memilih untuk tidak peduli. Robby menoleh dengan cepat, ia menatap dengan terkejut seseorang yang berdiri di hadapannya dengan melambaikan tangan ke arahnya. "Kamu ngapain di rumah aku?!" Tanya Robby seteleh ia meletakkan gelasnya dengan kasar di atas meja. Lania berjalan dengan senyuman yang masih mengembang mendekati Robby. Gadis itu berdiri tepat di depan Robby, jarak mereka hanya beberapa centi. Lania melihat rambut Robby yang berantakan, sangat berantakan. Tidak seperti dulu yang rapih walaupun baru bangun tidur sekalipun. Lania merapikan rambut Robby, menyisir rambut ikal itu dengan jari-jari tangannya yang lentik. Hati Robby sed
"Mohon maaf, Bu Lania, tetapi pagi tadi pak Robby membatalkan semua persiapan yang sudah dilakukan. Pak Robby juga mengatakan bahwa pernikahan pak Robby dan Bu Lania batal" Jelas seorang wanita dari seberang sana dengan ragu-ragu. Lania mengepalkan kuat-kuat tangannya, ia merasa sangat terluka dan terhina karena Robby dengan mudahnya membatalkan persiapan pernikahan mereka yang sebentar lagi selesai. Lania langsung mematikan sambungan telepon, ia sudah tidak minat berbicara dengan orang WO. Kaki jenjangnya berbalik menuju mobil miliknya, ia harus bicara dengan seseorang yang sudah mempermalukan dirinya itu. Lania menancap gas pedal mobilnya, membelah kota Jakarta yang ramai dengan kesal yang tidak berujung. Pernikahan mereka tidak boleh batal, itu adalah hal yang tidak bisa siapapun ganggu gugat. Robby tidak seharusnya membatalkan pernikahan mereka secara sepihak, semua waktu berharganya sudah ia
Robby Danian seorang pengusaha muda yang sedang berada di puncak kesuksesannya. Berawal dari usaha kecil yang ia buka setiap ada event di Ibu Kota sampai ia bisa membuka cabang hampir di seluruh Indonesia.Pria yang selalu mendedikasikan dirinya untuk pekerjaan itu memulai kariernya dari bawah, dari nol. Ia bersama kekasihnya berjualan dengan berdampingan sinar matahari dan dinginnya air hujan di stand-stand yang terbuat dari terpal. Robby tidak pernah menyerah dalam merintis kariernya sampai ia berada di posisi dimana banyak orang memanggilnya Boss.Robby membuka kemeja putih yang semula ia pakai untuk acara pembukaan cabang usaha barunya. Pria itu membiarkan tubuh atasnya telanjang dan hanya memakai celana panjang. Robby merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur, mengistirahatkan dirinya dan mencari hiburan dengan membuka sosial media.Robby menscroll setiap postingan orang lain yang muncul di berandanya, be
Lania menyiram wajah pria yang duduk di hadapannya dengan minuman yang sebelumnya ia pesan. Gadis itu sudah benar-benar kesal dengan kebodohan pria yang ia pilih menjadi selingkuhannya. Beberapa kali Lania menyumpah serapahi pria itu, dan pria itu tetap diam. Pikiran Lania sungguh buntu, ia benar-benar takut saat ini. Entah mengapa Lania berpikir masalah ini jauh lebih mengerikan daripada pertama kali Robby mengetahui perselingkuhannya. "Lania, maafin aku" Pria itu menggenggam tangan Lania, wajahnya tertunduk karena bersalah. Lania menempis tangan pria itu dengan kasar, "Kita itu menjalin hubungan di belakang Robby, dan seharusnya lo gak ceroboh upload percakapan kita di base publik!" "Iya, aku salah, aku minta maaf. Aku gak bermaksud buat ungkap semuanya, aku hanya..." "Hanya apa?! Kebodohan lo ngebuat kepercayaan Robby hancur lagi, Yo!"  
Lania mengambil ponselnya yang berada di nakas. Tubuh gadis itu terlihat lemas, dengan kantung mata yang menghitam. Bibirnya pucat dan matanya sangat sayu. Sudah dua minggu sejak hari dimana ia membuat kehidupan mewahnya berada di ujung tanduk. Sejak saat itu pula ia tidak lagi mendapatkan kabar apapun dari Robby, sepertinya memang Robby ingin mengakhiri hubungan mereka, dan meninggalkan Lania karena kesalahannya. Lania mencari kontak nomor Ambar, lalu dengan cepat menelpon gadis itu. "Hallo, La?" "Lo dimana?" Tanya Lania dengan suara yang benar-benar lemas. "Di kantorlah, lo kenapa si suaranya lemes gitu? Sakit?" "Lo cepetan ke apartemen gue, gue butuh bantuan lo!" "Gue lagi kerja, Lania!" "Si Dwi gak bakal pecat lo, lo kan simpenan kesayangannya!"
Sudah satu minggu sejak Lania berada di rumah sakit, tetapi ia belum sekalipun melihat Robby menjenguknya. Setiap hari hanya Diana sendirian yang menjenguk dan menemani Lania, sampai Lania muak sendiri mengetahui hanya Diana yang datang.Lania menginginkan Robby untuk datang dan melihat betapa mengenaskan dirinya, ia tahu Robby akan luluh jika melihatnya sakit."Gue udah mau keluar rumah sakit tapi Robby tetep gak jenguk gue. Percuma gue hampir mati kemarin, tapi Robby tetep gak mau ketemu gue!" Maki Lania.Kini Lania hanya sendirian di kamar VIP yang luas itu, ia sudah cukup sehat daripada kemarin. Sepertinya Lania akan sudah boleh pulang dalam waktu dekat ini karena kondisinya semakin membaik.Gadis bernama lengkap Lania Khafasya itu melipat kedua tangannya di depan dada, kedua matanya menatap tajam ke layar televisi yang sedang menampilkan acara musik. Suasana hatinya benar
"Mohon maaf, Bu Lania, tetapi pagi tadi pak Robby membatalkan semua persiapan yang sudah dilakukan. Pak Robby juga mengatakan bahwa pernikahan pak Robby dan Bu Lania batal" Jelas seorang wanita dari seberang sana dengan ragu-ragu. Lania mengepalkan kuat-kuat tangannya, ia merasa sangat terluka dan terhina karena Robby dengan mudahnya membatalkan persiapan pernikahan mereka yang sebentar lagi selesai. Lania langsung mematikan sambungan telepon, ia sudah tidak minat berbicara dengan orang WO. Kaki jenjangnya berbalik menuju mobil miliknya, ia harus bicara dengan seseorang yang sudah mempermalukan dirinya itu. Lania menancap gas pedal mobilnya, membelah kota Jakarta yang ramai dengan kesal yang tidak berujung. Pernikahan mereka tidak boleh batal, itu adalah hal yang tidak bisa siapapun ganggu gugat. Robby tidak seharusnya membatalkan pernikahan mereka secara sepihak, semua waktu berharganya sudah ia
"Pagi sayang!" Sapa Lania dengan senyuman ceria khas dirinya. Lania melambaikan tangan ke arah Robby, gadis itu sebenarnya terkejut melihat bagaimana berantakan pria yang sangat mencintainya itu, tetapi Lania memilih untuk tidak peduli. Robby menoleh dengan cepat, ia menatap dengan terkejut seseorang yang berdiri di hadapannya dengan melambaikan tangan ke arahnya. "Kamu ngapain di rumah aku?!" Tanya Robby seteleh ia meletakkan gelasnya dengan kasar di atas meja. Lania berjalan dengan senyuman yang masih mengembang mendekati Robby. Gadis itu berdiri tepat di depan Robby, jarak mereka hanya beberapa centi. Lania melihat rambut Robby yang berantakan, sangat berantakan. Tidak seperti dulu yang rapih walaupun baru bangun tidur sekalipun. Lania merapikan rambut Robby, menyisir rambut ikal itu dengan jari-jari tangannya yang lentik. Hati Robby sed
Ambar masuk ke dalam restoran, aroma masakan yang enak-enak menyambutnya dengan baik saat ia pertama kali melangkah masuk. Siang ini adalah siang yang tidak pernah Ambar inginkan kehadirannya, karena entah rencana apa yang ingin dilakukan Leon, pria itu tiba-tiba mengajak bertemu di restoran ini sekarang. Leon adalah salah satu orang yang paling Ambar hindari, ia bisa menjadi ular yang sangat berbisa dan bisa juga menjadi kelinci yang lucu. Pria itu pandai bermain perannya. Ambar duduk di bangku paling pojok, ia sudah bisa menebak jika keinginan Leon untuk menemuinya adalah membuat keributan baru. Untuk itu ia mengambil meja di tempat yang jarang orang tempati. Ponsel Ambar berdenting memperlihatkan pesan masuk di sana. Zero: Gua ngawasin dia 24jam, bos tenang aja! Ambar tersenyum.
Sudah satu minggu sejak Lania berada di rumah sakit, tetapi ia belum sekalipun melihat Robby menjenguknya. Setiap hari hanya Diana sendirian yang menjenguk dan menemani Lania, sampai Lania muak sendiri mengetahui hanya Diana yang datang.Lania menginginkan Robby untuk datang dan melihat betapa mengenaskan dirinya, ia tahu Robby akan luluh jika melihatnya sakit."Gue udah mau keluar rumah sakit tapi Robby tetep gak jenguk gue. Percuma gue hampir mati kemarin, tapi Robby tetep gak mau ketemu gue!" Maki Lania.Kini Lania hanya sendirian di kamar VIP yang luas itu, ia sudah cukup sehat daripada kemarin. Sepertinya Lania akan sudah boleh pulang dalam waktu dekat ini karena kondisinya semakin membaik.Gadis bernama lengkap Lania Khafasya itu melipat kedua tangannya di depan dada, kedua matanya menatap tajam ke layar televisi yang sedang menampilkan acara musik. Suasana hatinya benar
Lania mengambil ponselnya yang berada di nakas. Tubuh gadis itu terlihat lemas, dengan kantung mata yang menghitam. Bibirnya pucat dan matanya sangat sayu. Sudah dua minggu sejak hari dimana ia membuat kehidupan mewahnya berada di ujung tanduk. Sejak saat itu pula ia tidak lagi mendapatkan kabar apapun dari Robby, sepertinya memang Robby ingin mengakhiri hubungan mereka, dan meninggalkan Lania karena kesalahannya. Lania mencari kontak nomor Ambar, lalu dengan cepat menelpon gadis itu. "Hallo, La?" "Lo dimana?" Tanya Lania dengan suara yang benar-benar lemas. "Di kantorlah, lo kenapa si suaranya lemes gitu? Sakit?" "Lo cepetan ke apartemen gue, gue butuh bantuan lo!" "Gue lagi kerja, Lania!" "Si Dwi gak bakal pecat lo, lo kan simpenan kesayangannya!"
Lania menyiram wajah pria yang duduk di hadapannya dengan minuman yang sebelumnya ia pesan. Gadis itu sudah benar-benar kesal dengan kebodohan pria yang ia pilih menjadi selingkuhannya. Beberapa kali Lania menyumpah serapahi pria itu, dan pria itu tetap diam. Pikiran Lania sungguh buntu, ia benar-benar takut saat ini. Entah mengapa Lania berpikir masalah ini jauh lebih mengerikan daripada pertama kali Robby mengetahui perselingkuhannya. "Lania, maafin aku" Pria itu menggenggam tangan Lania, wajahnya tertunduk karena bersalah. Lania menempis tangan pria itu dengan kasar, "Kita itu menjalin hubungan di belakang Robby, dan seharusnya lo gak ceroboh upload percakapan kita di base publik!" "Iya, aku salah, aku minta maaf. Aku gak bermaksud buat ungkap semuanya, aku hanya..." "Hanya apa?! Kebodohan lo ngebuat kepercayaan Robby hancur lagi, Yo!"  
Robby Danian seorang pengusaha muda yang sedang berada di puncak kesuksesannya. Berawal dari usaha kecil yang ia buka setiap ada event di Ibu Kota sampai ia bisa membuka cabang hampir di seluruh Indonesia.Pria yang selalu mendedikasikan dirinya untuk pekerjaan itu memulai kariernya dari bawah, dari nol. Ia bersama kekasihnya berjualan dengan berdampingan sinar matahari dan dinginnya air hujan di stand-stand yang terbuat dari terpal. Robby tidak pernah menyerah dalam merintis kariernya sampai ia berada di posisi dimana banyak orang memanggilnya Boss.Robby membuka kemeja putih yang semula ia pakai untuk acara pembukaan cabang usaha barunya. Pria itu membiarkan tubuh atasnya telanjang dan hanya memakai celana panjang. Robby merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur, mengistirahatkan dirinya dan mencari hiburan dengan membuka sosial media.Robby menscroll setiap postingan orang lain yang muncul di berandanya, be