Hari ini Ling Yue dan Chen Li sekretarisnya akan pergi mengunjungi ahli Botani tua itu. Dari informasi yang didapatkan, ahli Botani tua itu ternyata bernama Sheng Li. Dia sudah berusia sekitar 65 tahun. Benar-benar sudah tua.
"Chen Li, apa makanan dan hadiahnya sudah kau siapkan?" tanya Ling Yue memastikan. Dia tidak ingin ada yang terlewatkan dalam misinya kali ini. Semuanya harus berjalan sesuai dengan apa yang dia rencanakan sebelumnya. Ling Yue benar-benar selalu totalitas dalam bekerja.
"Sudah Presdir. Semuanya sudah saya siapkan." Chen Li menunjukkan semua barang bawaannya itu kepada Ling Yue.
"Bagus, kita berangkat sekarang!" perintah Ling Yue kemudian.
"Baik Presdir!" Chen Li mengangguk patuh, lalu kemudian segera mengikuti Ling Yue dari belakang. Sesampainya di mobil, Chen Li langsung menaruh barang-barang itu di bagasi mobil dan secepat kemudian dia bergegas membukakan pintu belakang mobil untuk Ling Yue.
Setelah semuanya beres, Chen Li mulai melajukan mobil itu menuju kediaman Sheng Li. Mumpung hari ini akhir pekan, jadi dia dan Ling Yue bisa melakukan kunjungan ke sana. Ini semua adalah idenya Ling Yue. Dia ingin berbicara secara pribadi dengan tuan Sheng Li, mengenai masalah yang sedang di hadapi oleh perusahaan keluarga Ling saat ini.
3 jam kemudian.
Setelah perjalanan yang cukup panjang, kini sampailah mereka di depan sebuah rumah yang begitu luas dan sederhana. Rumah seperti itu tampak nyaman sekali untuk ditinggali oleh orang-orang tua seperti Sheng Li.
"Kau yakin ini rumahnya?" tanya Ling Yue sedikit ragu.
"Menurut informasi yang saya dapatkan, benar Tuan Ling. Beliau menetap di sini setelah pensiun beberapa waktu yang lalu." Chen Li sangat yakin dengan informasi yang dia dapatkan. Selama ini dia memang tidak pernah salah dalam melakukan tugasnya.
"Baiklah, ayo kita turun!" Chen Li bergegas membukakan pintu belakang untuk Presdirnya itu.
Ling Yue segera turun dan berjalan bersama Chen Li yang berada 1 langkah dibelakangnya. Sesampainya di depan gerbang rumah itu, Chen Li langsung memencet bell rumah yang ada di sana. Cukup lama mereka menunggu, hingga akhirnya keluarlah seorang pelayan wanita untuk membukakan pintu gerbang rumah tersebut.
"Selamat datang Tuan. Maaf sebelumnya, ada perlu apa anda datang kemari?" tanya pelayan itu dengan sopan.
"Kami datang untuk bertemu dengan tuan Sheng Li. Apakah benar ini rumahnya tuan Sheng Li?" Ling Yue ingin memastikan, apakah benar rumah itu milik si ahli Botani tua.
"Benar Tuan! Tapi tuan Sheng Li sedang tidak ada di rumah saat ini."
"Dia pergi kemana memangnya?" tanya Ling Yue sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Tuan Sheng Li sedang berada di sebuah desa pegunungan. Dia biasanya akan menetap di sana selama kurang lebih 4 hari dalam sepekan," jelasnya kemudian.
"4 hari? Lalu kapan ia akan pulang?" Ling Yue mulai gusar. Itu artinya, kedatangan dia hari ini sudah dipastikan akan sia-sia. Padahal Ling Yue telah menghabiskan banyak waktu untuk bertemu dengan Sheng Li.
"Saya tidak bisa memastikannya Tuan. Terkadang beliau bisa pulang lebih cepat atau bahkan lebih lambat dari yang biasanya. Semuanya tergantung dengan tuan Sheng Li sendiri."
Ling Yue menghela nafas panjang setelah mendengar jawaban dari pelayan itu. Tampaknya akan sulit untuk bertemu dengan Sheng Li.
"Baiklah, kalau begitu saya titipkan kartu nama ini untuk tuan Sheng Li. Tolong berikan kartu nama ini padanya ketika dia pulang nanti!" Ling Yue memberikan sebuah kartu nama pada pelayan tersebut.
"Baik Tuan, akan saya sampaikan nanti." pelayan itu menerima kartu nama yang diberikan Ling Yue.
"Bilang padanya untuk segera menghubungi ku ketika menerima kartu nama ini." bagaimana pun caranya, dia harus segera menemui Sheng Li.
"Baik Tuan."
"Kalau begitu, kami akan pergi sekarang," pamitnya, kemudian Ling Yue dan Chen Li berjalan kembali ke mobil mereka.
Mereka memutuskan untuk kembali ke Shanghai.
Sementara itu, Cia Li hari ini disuruh oleh gurunya untuk pergi ke rumahnya yang berada di kota. Dia ditugaskan untuk mengambil beberapa alat dan sampel tanaman yang akan mereka butuhkan nanti. Cia Li dengan senang hati pergi seorang diri untuk melakukan tugas yang diberikan oleh gurunya tersebut.
"Mama, Cia Li berangkat dulu yah. Sepertinya Cia Li akan pulang besok pagi saja. Cia Li akan menginap dulu malam ini di Apartement Jiao Ling." pamitnya pada mama Li.
"Hmm, jaga dirimu baik-baik." mama Li tersenyum hangat melihat semangat anaknya yang begitu besar untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang ahli Botani yang hebat.
"Tentu saja, aku akan menjaga diriku dengan baik." Dia kemudian beralih meraih sebuah koper yang akan dia bawa.
Ketika Cia Li hendak melangkah pergi, langkah kakinya dicegat oleh adik laki-lakinya yang bernama Fang Li, "Kakak jangan lupakan roti kukusnya! Mama sudah bersusah payah membuatkan ini semalaman." Fang Li menyodorkan bungkusan makanan itu pada sang kakak.
"Astaga! Aku hampir saja lupa!" pekik Cia Li kemudian mengambil bungkusan makanan tersebut. Untung saja Fang Li mengingatkannya tepat waktu. Jiao Ling pasti akan marah jika ia lupa membawakan pesanan makanan kesukaannya itu.
Cia Li berangkat seorang diri dengan mengendarai mobil pribadinya. Dia memang terbilang cukup berani sebagai seorang wanita. Jarak tempuh dari desanya ke kota itu bisa memakan waktu sekitar beberapa jam.
Sesampainya di kota, dia langsung pergi menuju rumah gurunya untuk mengambil beberapa alat dan sampel tanaman sesuai perintah sang guru. Setelah tugasnya selesai, barulah dia melanjutkan perjalanan menuju kediaman Jiao Ling, sahabatnya. Namun, sebelumnya Cia Li sempat mampir sebentar untuk membeli beberapa makanan kesukaan dia dan Jiao Ling di sebuah restaurant yang berada tak jauh dari rumah gurunya.
Dalam perjalanan, tiba-tiba saja mobil Cia Li hilang kendali.
“Astaga! Bagaimana ini?” dia berusaha mengerem, tapi remnya tidak berfungsi sama sekali.
Sebuah mobil datang dari arah yang berlawanan.
“Ciittt!” mobil depan itu berusaha mengerem, tapi sepertinya sudah terlambat. Jarak mobil mereka sudah begitu dekat dan tidak sempat lagi untuk menghindar.
“Aakhh!” pekik Cia Li.
“Braak!” bunyi suara tabrakan kedua mobil itu.
Orang-orang yang berlalu lalang di sekitar sana datang untuk membantu. Mereka segera menghubungi Ambulance dari rumah sakit terdekat.
Kondisi Cia Li terlihat cukup parah. Kepalanya terbentur dan mengeluarkan banyak darah. Dia dalam kondisi tidak sadarkan diri. Sementara itu, 2 orang pemuda dari mobil yang satunya juga lumayan parah, namun masih sadarkan diri.
Tak lama kemudian, mobil Ambulance datang ke lokasi kejadian. Para korban kecelakaan dibawa ke salah satu rumah sakit di daerah itu.
Di tempat lain, Jiao Ling tengah merasa jenuh menunggu kedatangan sahabatnya, Cia Li. Padahal katanya dia sudah sampai di kota dan sebentar lagi akan tiba di Apartementnya. Cukup lama dia menunggu, namun sahabatnya itu tak kunjung datang.
“Sebaiknya aku telfon saja dia.” putusnya kemudian menekan tombol panggil di layar handphonenya.
“Ya hallo,” sapa suara dari seberang sana.
“Hallo, ini dengan siapa? Kenapa yang mengangkat telponnya bukan Cia Li? Pemilik ponsel ini kemana?” Jiao Ling mengernyit heran karena yang mengangkat telponnya orang lain.
“Kau siapanya nona Cia Li?” orang itu malah balik bertanya.
“Aku sahabat dekatnya. Tolong berikan ponselnya pada dia, aku ingin berbicara dengan nya.”
“Kebetulan sekali kau menelfon nona Cia Li. Dia mengalami kecelakaan, sekarang dia sedang di tangani di UGD rumah sakit Guma. Apa kau bisa datang ke sini?”
Deg..
“Apa? Dia kecelakaan?”
Jiao Ling langsung berangkat setelah mendengar kabar dari pihak rumah sakit. Selama perjalanan, dia tak henti-hentinya berdoa. Dia berharap, sahabatnya itu baik-baik saja. Tak butuh waktu lama, Jiao Ling pun sampai di sana. Dia berlarian menuju ruangan UGD. Wajahnya tampak panik sekali. “Nona, pasien yang bernama Cia Li ada di sebelah mana?” dia bertanya kepada perawat wanita yang sedang berjaga di sana. “Maksud mu, nona Cia Li korban kecelakaan mobil sekitar 1 jam yang lalu?” “Iya benar, aku mencarinya.” “Nona Cia Li berada di ruang UGD. Dia baru saja ditangani oleh Dokter, dan sedang beristirahat di salah satu bed pasien paling ujung.” “Baik, terimakasih atas informasinya. Aku akan ke sana sekarang!” Jiao Ling melangkah dengan terburu-buru. “Sreek!” dia membuka gorden penutup. “Cia Li? Kau tidak apa-apa kan? Mana yang sakit?” Jiao Ling berhamburan memeluk sahabatnya tersebut. “Kau tenang saja, aku tidak apa-apa. Hanya kepala ku saja yang sedikit robek dan mengeluarkan banyak
Cia Li terpaku melihat sosok tersebut. Detak jantungnya berdebar sangat kencang, tubuhnya juga sedikit gemetaran. Tapi, sebisa mungkin dia berusaha menenangkan diri. 'Tetap tenang Cia Li! Kau tidak perlu gugup seperti ini.' Cia Li mencoba memberikan sugesti positif untuk menenangkan dirinya. Berbeda dengan reaksi pria yang diketahui bernama Ling Yue itu, malah tersenyum licik. Dia seperti tengah merencanakan sesuatu. “Apa ada yang bisa saya bantu Pak?” Cia Li memberanikan diri untuk berbicara dengan sang polisi. Dia berusaha menyambutnya seramah mungkin. “Ya tentu saja. Kami ingin membicarakan soal kecelakaan yang menimpa Nona dan Tuan Ling Yue. Berhubung hasil pemeriksaan dari dokter sudah keluar, maka kita sudah bisa membahas persoalan ini.” Pembicaraan mereka mulai serius. “Hmm, baik.” Cia Li mengangguk patuh. “Berdasarkan hasil rekaman CCTV dan pemeriksaan mobil di TKP, penyebab dari kecelakaan ini di duga karena rem mobil Nona Cia Li yang tidak bisa berfungsi dengan baik. No
“Aku tidak bisa! Kau lihat sendiri kan, aku saja sedang butuh perawatan. Bagaimana caranya aku bisa merawat mu? Minggu depan aku juga sudah harus mulai bekerja, sesuai apa katamu. Kau jangan ngelunjak!” Cia Li sungguh kesal sekali dengan permintaan mengada-ngada pria itu. ‘Kalau di pikir-pikir, dia ada benarnya juga. Lagi pula, mulai minggu depan aku kan bisa bertemunya hampir setiap hari di kantor. Baiklah, aku punya ide lain,” pikirnya kemudian. “Hmm, karena aku baik hati, maka aku akan melepaskan mu kali ini. Tapi sebagai gantinya kau harus memenuhi satu permintaan ku.” dia mulai merencanakan hal licik lagi. Cia Li menghembuskan nafas panjang mendengar perkataan Ling Yue. Katanya dia mau melepaskannya, tapi harus memenuhi satu syarat lagi sebagai gantinya? Bukankah itu sama saja? Dimana letak kebaikannya? Ingin rasanya Cia Li memukuli kepala pria menyebalkan itu! “Tuan Ling Yue yang terhormat mau minta apa lagi dari ku?” Cia Li mencoba bersabar. “Mmm, aku juga bingung. Mungkin
Setibanya di lokasi kejadian, Ling Yue langsung turun dari mobilnya dan melihat lebih dekat kebakaran tersebut. Chen Li pun juga segera ikut turun dan menyusul Presdirnya itu dari belakang. Pemadam kebakaran tampak kelabakan memadamkan api, sedangkan para pekerja sibuk berlarian menyelamatkan diri. Situasinya benar-benar kacau. 'Kenapa bisa terbakar sehebat ini? Padahal sistem keamanan pabrik sangat canggih sekali! Ku rasa ada yang tidak beres!' batin Ling Yue. "Chen Li! Suruh departement IT untuk mengirimkan rekaman CCTV pabrik sebelum terjadi kebakaran sekarang juga!" perintah Ling Yue tergesa. 'Awas saja jika hal ini bukan kecelakaan biasa! Siapa pun itu, aku pasti akan melenyapkan-nya!' Ling Yue mengepalkan tangannya dengan kencang. Dia sepertinya sangat marah sekali. Tak lama kemudian, Ling Yue tampak menghubungi seseorang. "Hallo Tuan Lin," ucapannya terpotong. "Sekarang juga kau kirimkan semua tim medis yang ada untuk membantu para pekerja yang terluka!" perintah Ling Yue
Cia Li spontan membalikkan badannya menghadap Ling Hao. Ini pertama kalinya dia bertemu langsung dengan pemilik kekuasaan tertinggi perusahaan Ling yang sangat terkenal itu. Selama ini dia hanya mendengar cerita dari gurunya saja. Chen Li juga segera beranjak dari tempat duduknya. Dia berdiri di sebelah Cia Li. "Ayo kita berikan hormat pada tuan Ling besar!" bisik Chen Li. "Hu'um!" dehemnya mengerti. "Selamat datang Tuan Ling." mereka menyapanya sambil membungkuk hormat. "Apa Ling Yue ada di ruangannya?" tanya Ling Hao kemudian. "Iya, ada Tuan." jawab Chen Li. "Kita ke sana sekarang!" perintah Ling Hao pada sekretarisnya. "Baik Tuan." sekretarisnya mengangguk patuh, lalu kemudian mereka pergi menuju ruangan Ling Yue. "Hah, Menakutkan sekali!" Chen Li membuang nafas lega. "Tuan Ling Hao ternyata mirip sekali dengan Ling Yue," ucap Cia Li tanpa sadar. "Tentu saja mereka mirip, namanya juga anak dan ayah," sahut Chen Li. "Haiya, sepertinya aku harus segera kembali ke ruangan k
Suasana pun menjadi canggung. "Kalian mau pesan berapa porsi roti kukusnya?" tanya sang pelayan. "Kami pesan 4 porsi." Ling Yue tersenyum gugup. Ntah kenapa kejadian barusan membuat jantungnya berdegup kencang. 'Kenapa dia pesan roti kukus? Bukannya dia tidak suka ya?' pikir Cia Li heran. "Baik, apa ada tambahan lain?" tanyanya memastikan. "Aku mau Gyoza dan La Ji Zi, masing-masing 2 porsi yah!" pinta gadis di sebelah Ling Yue. "Aku mau Zhajiang Mian dan Dimsum masing-masing juga 2 porsi," timpa Jiao Ling kemudian. "Baik, sudah saya catat. Apa ada tambahan lain lagi?" tanya pelayan itu memastikan. "Aku mau beberapa kaleng soda." "Tidak boleh! Nanti perut mu bisa sakit," larang Ling Yue dengan tegas. "Kalau begitu, 1 kaleng saja boleh ya?" tawarnya penuh harap. "Yu Mei, jangan membantah." Ling Yue menatapnya tajam. "Baik lah, aku tidak jadi pesan." Yu Mei langsung cemberut. 'Mereka sepertinya sengaja pamer kemesraan!' ntah kenapa, mood Cia Li langsung berubah buruk ketika m
Seorang wanita cantik baru saja keluar dari pintu kedatangan internasional bandar udara Pudong, Shanghai. Hidung mancung, mata indah, dan bibir yang merah berisi. Kulitnya juga putih dan tinggi semampai. Dia adalah Ling Xia, anak sulung keluarga Ling, yang tidak lain adalah kakak perempuan Ling Yue. "Selamat datang Nona Ling. Saya akan mengantarkan anda pulang ke mansion Suzhou." seorang pengawal datang menghampiri-nya. Ling Xia kemudian membuka kacamata hitamnya. "Apa kau orang suruhan daddy?" "Betul Nona. Saya disuruh oleh tuan Ling untuk menjemput anda ke bandara dan mengantarkan anda langsung pulang ke mansion," jawabnya penuh hormat. 'Aku malas sekali pulang ke mansion. Mereka pasti akan memaksa ku lagi untuk berkencan buta!' rutuknya dalam hati. Tapi sepertinya, dia tidak punya pilihan lain saat ini. "Hmm, baiklah." Ling Xia menghembuskan nafas panjang. Mau tidak mau, dia harus pulang terlebih dahulu ke mansion milik orang tuanya. Setelah itu, barulah dia bisa pergi ke Ap
"Ya sudahlah, mau bagaimana lagi." Ling Xia hanya bisa pasrah. "Kau mau kita pergi kemana setelah ini?" tanya Wang Shu kemudian. "Terserah. Aku mengikut saja." dia lalu menopang dagunya dengan tangan. "Oke, tapi kau jangan protes atau mengeluh jika ku ajak ke tempat mana pun." "Hmm, ya," jawabnya dengan suara lemah. Selesai makan, mereka berdua pergi ke sebuah tempat. Ntah kemana tujuannya, hanya Wang Shu yang tau. Perjalanan yang mereka tempuh menghabiskan waktu sekitar 30 menit lamanya. Di sinilah mereka sekarang, tepatnya di sebuah taman hiburan terbesar yang ada di kota itu. Ling Xia terlihat sedikit ragu melihat tempat yang mereka kunjungi. "Ayo kita turun!" Wang Shu membuka seltbelnya lalu kemudian beralih menatap Ling Xia. Wanita itu masih berdiam diri di tempat duduknya. "Kenapa diam saja?" Wang Shu membuyarkan lamunannya. "A-aku, agak sedikit takut menaiki wahana permainan. Aku senang bisa kemari, tapi kita cukup jalan-jalan saja yah." dia punya trauma di tempat itu
"Kalau aku bilang keberatan bagaimana?" jawabnya tenang namun terkesan seperti tengah menantang. "Apa Kau juga menyukainya?" Suo menyeringai samar. "Menurutmu?!" dua orang itu saling melempar tatapan tajam. "Hentikan!" lerai Cia Li yang tak tahan melihat sikap kekanakan mereka. "Aku ingin makan siang dengan tenang. Jadi, kalian tolong jangan bertengkar lagi!” "M-maaf Nona Cia. Gara-gara aku waktu makan siangmu jadi terganggu. Aku jadi tidak enak hati karena sudah membuatmu merasa tidak nyaman,” sesal Suo merasa bersalah. "Tidak Tuan Choi, bukan begitu maksudku." Cia Li jadi merasa canggung. Dia bingung harus menjelaskannya bagaimana. "Lebih baik kita makan sekarang. Waktu jam istirahat kantor kami tak banyak. Kami harus segera kembali begitu selesai makan." Ling Yue benar-benar pandai membalikkan situasi. Dia berkata seolah-olah Suo adalah pengganggu di antara mereka. Padahal, dirinyalah yang tiba-tiba datang seenaknya ke tempat itu. 'Bajingan sialan! Dia pandai sekali menyudutk
"Presdir, ini tuan Choi Suo yang akan bekerja sama dengan perusahaan kita. Beliau adalah pemilik rumah sakit Gionsang yang terkenal itu!" bisik Chen Li menjelaskan siapa sosok pria asing itu."Aaah ... selamat pagi Tuan Choi!" Ling Yue mengulurkan tangannya pada pria itu. Walau bagaimanapun dia tetap harus bersikap profesional dalam urusan pekerjaannya.Pria bernama Choi Suo itupun menerima uluran tangannya dengan senyum hangat. "Senang bisa bekerjasama dengan perusahaan Anda Tuan Ling. Ku dengar, pasokan obat-obatan yang kalian produksi semuanya memiliki standar yang tinggi. Kolega bisnisku dari Swiss bercerita banyak tentang kualitas obat-obatan dari perusahaan kalian.""Ya, itu memang benar. Bahkan, pasaran obat-obatan kami hampir mendominasi di seluruh wilayah daratan Europa dan Asia!" Ling Yue sengaja menyombongkan diri di depan pria bernama Choi Suo itu.Ntah kenapa, semenjak pertemuan pertama mereka di acara lamaran sepupunya Junyo waktu itu, dia merasa langsung tidak suka pada
"Ingat apa?" tanya Cia Li santai sambil memakan makanannya."Kakak, Kau ingat tidak? Dulu Kau pernah hampir tidak tidur semalaman karena membuatkan roti kukus untuk salah satu temanmu di sekolah," ujar Fang Li teringat kejadian waktu itu.Mata Cia Li langsung terbelalak kaget mendengar ungkapan sang adik. Ya, dia ingat! Malam itu dia memang sengaja memaksa Fang Li untuk ikut menemaninya membuat roti kukus diam-diam hingga pukul 4 pagi."Aku jadi penasaran, siapa kira-kira orangnya? Apa Kak Ling Yue tau tentang teman-temannya kakakku? Aku jadi kepikiran, mungkinkah kak Cia punya pacar di sekolahnya?"Ling Yue menaikkan sebelah alisnya. "Roti kukus? Kapan?" ia mulai cemburu mendengar cerita Fang Li. Apa mungkin gadis itu punya pacar diam-diam tanpa sepengetahuannya? Bukannya apa, tapi Ling Yue diam-diam selalu menyelidiki tentangnya. Dan menurut informasi yang dia dapat, gadis itu tidak pernah pacaran sama sekali dengan siapapun waktu itu.'Atau ... apa aku kecolongan?!' Ling Yue mengep
Keesokan harinya. Tok, tok, tok! "Cia?!" panggil seseorang dari luar sana. "Cia ... buka pintunya! Ini Mama!" Mata Cia Li seketika terbuka lebar. "Mama?!" pekiknya sambil terduduk kaget dari tidurnya. "Tunggu sebentar ... aku akan segera ke sana!" teriaknya. Dengan gerakan cepat, gadis itu buru-buru merapikan tempat tidurnya, lalu kemudian menyikat gigi dan mencuci muka. "Hah ... bisa bahaya jika Mama sampai tau kalau aku belum juga bangun di jam segini!" gumamnya kemudian sambil menyemprotkan pelembab wajah seala-kadarnya. "Ke mana perginya anak itu? Apa dia tidak mendengar suara kita?" gerutu sang mama dari balik luar pintu apartement gadis itu. "Teleponku juga tidak diangkat. Sepertinya kakak masih tidur," sahut Fang Li, adiknya Cia Li. "Cia-" panggilnya terpotong. Ceklek! Pintu itu tiba-tiba terbuka. "Astaga!" ketiga orang itu terjengit kaget. "He he he ... Maaf, tadi aku sedang menyikat kamar mandi, jadi tidak mendengar ada orang yang datang," alasannya berkilah. "Ayo m
1 detik ... 2 detik ... 3 detik ... 4 detik ... hingga, 5 detik berlalu .... 'Astaga! Apa yang sudah terjadi?!' batin Cia Li yang kembali tersadar dari keterkejutannya. Dia bergegas bangkit dari tubuh sang Presdir. Sejenak pria itu masih tertegun tak percaya, hingga tak lama kemudian, diapun dapat meraih kembali kesadarannya. "He'em!" dehemnya canggung. Ia menjadi salah tingkah dan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Telinganya juga nampak memerah. "Ma-maafkan aku Presdir. Aku tidak sengaja-" ucap Cia Li terpotong. "Tidak apa-apa, itu bukan salahmu, he he he!" sela Ling Yue dengan cepat. Dia tertawa canggung seperti sedang dibuat-buat. "Ayo kita masuk saja sekarang!" ajak Ling Yue kemudian sambil meraih tangan gadis itu untuk ikut masuk bersamanya. Ingin protes pun, pria itu sudah lebih dulu menyeret tangannya. Di depan sana, pendeta Han Sui sudah menunggu kedatangan mereka. Pria tua itu duduk bersila sambil memejamkan mata, bak seperti orang yang sedang bermeditasi. Dia
"Kau? Apa yang Kau lakukan padanya?!" bentak Ling Yue dengan nada tinggi."Ma-maaf ... aku tidak sengaja menumpahkan kuah Soup panas ke tangannya," akui Fu Lian sambil tertunduk salah.Ia sengaja berpura-pura mengiba untuk menarik simpati orang-orang yang ada di sana. Tapi, percayalah ... dalam hatinya ia bersorak ria melihat gadis sok cantik itu merintih kesakitan. Ia berharap, tangan gadis itu melepuh. Dia sungguh wanita yang kejam."Apa?! Tersiram kuah Soup? Astaga! Kau benar-benar-, aaargh ...!" Ling Yue rasanya ingin memarahi wanita itu habis-habisan. Tapi, terpaksa ia tahan karena melihat kondisi Cia Li yang harus segera mendapatkan pertolongan. Keselamatan gadis itu jauh lebih penting.Ling Yue kemudian segera beranjak untuk menggendongnya. "Chen Li, panggilkan Dokter untuk mengobati Cia!" titahnya pada sang sekretaris."Hum, baik Presdir."Selepas kepergian keduanya, orang-orang yang ada di sana pun mulai berbisik satu sama lain. Ini pertama kalinya mereka melihat sang Presdir
"Kenapa Kau bisa ada di sini?!" tanya Ling Yue dengan kening berkerut."Tentu saja aku akan ikut serta dalam acara perusahaanmu. Tante bilang, Kau dan semua karyawanmu sedang ada acara hiburan rutin tahunan. Kupikir, akan sangat seru jika aku bergabung dengan kalian. Aku sudah mendapatkan izin dari tante Ling sebelumnya. Kata tante, itu bagus untuk membangun hubungan baik denganmu ...," ucapnya sambil tersenyum manis.Mungkin, dia kira Ling Yue akan senang dengan kedatangannya ke tempat itu. Padahal pria itu tengah kesal setengah mati dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Kalau saja bukan karena penyelidikan kasus kebakaran pabrik perusahaannya sebelumnya, Ling Yue pasti sudah langsung mencekik leher gadis itu dan membuangnya ke tengah hutan terdalam, lalu membiarkan jasadnya hilang dimakan binatang buas!Tapi, apa boleh buat ... dia terpaksa harus banyak bersabar dan mengikuti alurnya secara perlahan, agar semua kedok busuk wanita sialan itu terbongkar."Hah ... Baiklah. Aku akan mengi
Semua orang tampak berpikir keras. Mereka menerka-nerka, apa maksud dari kalimat petunjuk tersebut."Matahari? Bentuknya bulat dan terang. Terbit dari arah timur, yang kalau disesuaikan dengan lokasi kita saat ini itu tepatnya berada persis di area hutan kecil belakang penginapan. Apa mungkin petunjuk ini menyuruh kita pergi ke arah sana?" ujar Tang Luo dengan wajah penuh tanda tanya."Hmm, cukup masuk akal," sahut Cia Li sambil mangguk-mangguk memikirkan kemungkinan tersebut."Ku rasa petunjuk ini memang menggiring kita untuk pergi ke area itu. Dilihat dari cara pemilihan katanya yang menggunakan arah mata angin, sudah pasti petunjuk tersebut merujuk pada sebuah tempat. Seperti yang kita tau, orang kuno dulu menggunakan arah mata angin sebagai patokan suatu wilayah." Ling Yue setuju dengan apa yang rekan timnya itu katakan. Setelah menela'ah lebih jauh, otak jeniusnya memikirkan hal yang sama."Kalau begitu tunggu apa lagi, ayo kita pergi ke sana! Kalau Presdir yang sudah berkata sep
Ling Yue menjadi gelisah seketika. Dia mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi pada mereka sebelumnya. Seingatnya, dia terakhir kali hanya memeluki gadis itu sembari menceritakan tentang hal-hal ringan untuk mengalihkan rasa takutnya. Hanya itu dan tak ada lagi yang terjadi setelahnya. Ya, dia cukup yakin dengan apa yang di ingatnya! Sibuk melamun dan berpikir, tanpa sadar ternyata gadis yang berada dalam pelukannya tersebut mulai menggeliat. Ling Yue yang merasa adanya pergerakan pun langsung panik dan kembali berpura-pura tidur. Ia tidak ingin disalah-pahami atas situasi yang terjadi saat ini pada mereka. Menurutnya, itu bukan salahnya dan bukan juga salah gadis itu. Ini semua adalah murni kesalahan listrik yang tiba-tiba padam itu, pikirnya. Awas saja, nanti ia akan menegur pihak pengelola karena sudah lalai dalam menjaga keamanan tempat tersebut. Untung saja tidak terjadi apa-apa pada mereka semua. "Mmmh...," lenguhnya, tanda gadis itu sudah mulai sadar kembali. "Hoaam