"Ashley," ucap Maria tampak kikuk ketika melihat Ashley yang menatapnya berbeda. Meskipun masih ada kelembutan di sana, tapi sorot mata tegas penuh dengan pertanyaan terpancar di matanya. "Hai, aku kira kau belum datang." imbuhnya.
"Kali ini jangan mengelak Maria, aku butuh penjelasanmu," ucap Ashley yang menarik tangan Maria.
"Hei, mau kemana? Sebentar lagi ada jam mata kuliah. Aku tidak ingin membolos," ucap Maria berontak.
Ashley hanya diam, dia tetap menggandeng tangan Maria. Tujuannya bukan ke kelas, apalagi ke kantin. Ashley membawa Maria ke gedung bangunan sekolah paling belakang. Gedung yang sudah tak terpakai, hanya terbengkalai dan dijadikan gudang.
Maria yang melihat keadaan sekitar merasa takut. Dia lebih takut jika tiba-tiba ada hantu yang menghampirinya daripada penjahat.
"Kita mau kemana? Ini tempat sepi," ucap Maria tercekat. Dia menelan ludahnya kasar.
Ternyata meskipun bangunan di sini terbengkalai, tapi ada sebuah taman yang ind
Jaccob keluar dari area kampus, pagi ini dia sedang dalam suasana yang baik. Tidak ada pertengkaran dengan Maria. Beberapa hari ini juga Maria tidak mencari masalah dengannya.Dia melirik jam di tangannya. Dia berniat untuk pergi ke Mansion Ratory sebelum datang ke kantor. Mumpung tidak ada jadwal meeting apapun hari ini.Jake mengambil handphonenya, sambil menyetir dia menekan layar handphonenya, mencari nama Kenzo lalu memanggilnya."Hallo bos," suara Kenzo terdengar tak lama setelah telfon itu berdering."Aku ingin mengecek pekerjaan di Mansion, kemungkinan sampai sore. Jadi kerjakan semua pekerjaanku. Nanti jika Maria datang, suruh dia untuk mengerjakan proyek yang ada di kota Nancy." ucap Jake."Baiklah, nanti akan aku sampaikan kepada Maria." jawab Kenzo.Setelah itu Jake memutuskan panggilan tersebut, dia melemparkan handphonenya pada bangku kosong di sebelahnya. Tak sengaja matanya menatap spion tengah yang ada di dalam mobil tersebu
Maria benar-benar menikmati waktunya bersama Ashley. Sudah lama dia tidak berjalan-jalan, apalagi dulu waktunya disibukan dengan jam kuliah dan bekerjanya. Hanya sesekali keluar saat sedang cuti bekerja, itupun harus menunggu waktu sebulan sekali.Saat ini mereka sedang berada di salah satu mall terbesar di kotanya. Ashley dengan senang hati menemani Maria berkeliling. Dia seperti tak mempunyai rasa lelah.Saat Maria melewati salah satu toko pakaian, dia segera menarik Ashley untuk masuk ke dalam."Aku ingin mengganti bajuku, aku tidak tahan jika harus memakai gaun seperti ini," ucap Maria pada Ashley begitu mereka masuk."Tapi kau cantik memakai gaun Mary, kau terlihat seperti wanita," ucap Ashley melirik Maria sekilas."Jadi selama ini aku bukan wanita, begitu maksudmu?" tanya Maria, dia menatap kesal pada sahabatnya itu.Tawa Ashley langsung pecah dan disambut pukulan pada pantatnya dari Maria."Awas kau ya, jika sampai jatuh cinta padaku
Maria sampai di rumah pukul 8 malam. Dia tersenyum pada penjaga yang membukakan gerbang untuknya. Maria keluar dari taksi setelah membayar sopir taksi tersebut.Maria masuk ke dalam rumah, tak sengaja dia berpapasan dengan Rose, pembantu di rumah ini."Malam Rose," ucap Maria."Malam Nona," balas Rose sopan.Maria segera naik ke lantai atas. Memasuki kamarnya dan menguncinya. Dia terlihat lelah setelah beraktifitas. Akhirnya dia memutuskan untuk mandi.Maria mengisi air dalam bath up sampai penuh, menuangkan sabun dengan aroma mawar kesukaannya. Setelahnya dia membuka semua pakaiannya dan bergerak masuk ke dalam.Aroma mawar yang harum itu menenangkan pikiran Maria. Maria terlihat menikmati mandi sabunnya itu. Entah sudah berapa lama dia di kamar mandi, sampai air yang tadinya hangat berubah menjadi dingin.Maria memutuskan untuk menyudahi acara mandinya. Dia bergerak ke arah shower untuk membilas badannya. Setelah bersih, dia keluar kamar d
Jaccob terbangun ketika matahari mulai malu-malu menunjukan sinarnya. Matanya menangkap wajah Maria yang tertidur sangat pulas di dalam pelukannya. Meskipun tertidur, wajahnya terlihat sangat cantik bagi Jaccob.Perlahan Jake melepaskan pelukannya. Tangannya ditarik sangat pelan agar tidak membangunkan Maria. Saat tangannya terlepas, dia bergerak mencium kening Maria lalu meninggalkannya.Sudah menjadi kebiasaan jika Jake selalu jogging pagi sebelum pergi ke kantor. Dia selalu menjaga penampilannya agar terlihat indah di mata kaum wanita.Jake membasuh mukanya, berganti pakaian dengan baju olahraga, lalu keluar dari kamar menuju tempat biasanya dia jogging.Matahari belum terlihat sempurna, awan mendung menutupi sinarnya. Sebentar lagi musim penghujan, dan Jake membenci itu.Saat dia jogging, pikirannya terbang karena peristiwa kemarin. Saat dirinya diserang oleh Benedict. Sejak kapan orang itu kembali, pikir Jake.Apa kembalinya dia berhubungan d
Jake membiarkan Maria menangis dipelukannya. Sebenarnya Jake merasa risih karena bajunya menjadi basah. Tapi dia tidak tega untuk melepaskan pelukan Maria. Dia mengusap punggung wanita itu lembut, berharap tangisannya berhenti dan memberitahunya apa yang sebenarnya terjadi."Maria," ucap Jake menengok ke bawah. Di mana kepala Maria bersemayam di perutnya.Jake akhirnya melepaskan pelukan itu, dia berjongkok di hadapan Maria, agar dia bisa melihat wajah wanita itu. Tangannya bergerak mengusap air mata yang membasahi pipi Maria."Ada apa?" tanyanya lembut."Hiks.. I..buu, Jake... I..bu meninggal," ucap Maria terbata-bata.Jake kaget mendengar itu, dia menatap Maria lagi. Tapi dia tidak melihat kebohongan di matanya."Sssttt...Sudah, jangan menangis lagi. Ayo, aku akan mengantarkanmu pulang," ucap Jake yang merasa iba pada Maria.Maria mengangguk pelan, dia berdiri dengan sempoyongan, masih tidak percaya dengan yang terjadi pada ibunya.
Jake sampai di ruang makan, sudah lewat 15 menit dari jam biasanya, tapi dia tidak melihat Maria ada di sana."Di mana Maria, Rose?" tanya Jaccob."Sepertinya nona belum keluar Tuan," ucap Rose sambil menyiapkan sarapan."Tolong panggilkan Maria," ucap Jaccob sambil membaca sebuah berita di layar handphonenya.Rose segera bergerak menuju kamar Maria. Saat dia sudah sampai di sana, dia mengetuk pintu berkali-kali tapi tidak ada jawaban. Rose membuka pintu tersebut yang ternyata tidak terkunci, melihat Maria yang masih memejamkan matanya dengan selimut yang menutupi tubuhnya.Rose akhirnya menutup pintu itu kembali. Lalu berjalan turun untuk menemui tuannya."Bagaimana?" tanya Jake saat melihat Rose sudah kembali."Nona masih tidur Tuan." ucap Rose.Jake hanya mengangguk, lalu melanjutkan sarapannya. Dia melirik jam tangannya dan memutuskan untuk berangkat ke kantor."Jika sudah bangun, suruh Maria untuk datang ke kantor,"
Setelah mendapat kabar dari Rose, dia segera meninggalkan ruang rapat begitu saja. Jake bahkan mengabaikan tatapan heran para karyawannya. Sedangkan Kenzo langsung mengikuti bosnya itu."Kau mau kemana? Rapat belum selesai Jake," ucap Kenzo berusaha menghentikan Jake."Maria di rumah sakit, aku harus ke sana sekarang." jawab Jake."Kau bisa ke sana setelah rapat selesai," ucap Kenzo kesal."Diamlah, kau bisa menggantikanku. Jangan manja!" seru Jake, dia menatap tajam pada Kenzo.Akhirnya Kenzo membiarkan Jake meninggalkannya. Dia hanya bisa melihat bosnya itu yang mulai menghilang di balik lift. Dia pun segera kembali, melanjutkan rapat tanpa Jake.Jake melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia merasa sangat khawatir dengan keadaan Maria. Dia berharap semoga Maria baik-baik saja.Saat sampai di parkiran, dia bertemu Marlon. Marlon menunjukan ruangan di mana Maria dirawat. Jake dengan segera mencari ruangan itu.Saat
Maria membuka matanya perlahan, tubuhnya terasa sangat lemas. Dia mencoba melihat sekitarnya, menemukan Jaccob yang tertidur di sofa.Tak ingin membangunkan Jake, akhirnya Maria berusaha untuk bisa bangun. Tenggorokannya sangat kering, dia merasa haus. Dia berusaha mengambil gelas di meja yang ada di sampingnya.Tak sengaja, tiang infus yang ada di sampingnya bergerak, sehingga menyebabkan bunyi yang membuat Jake membuka matanya.Melihat apa yang dilakukan Maria, membuat dia segera mendekat ke arah wanita itu."Kau mau apa?" tanyanya."Haus," ucap Maria lemah. Bibirnya yang biasanya berwarna semerah cery tampak putih pucat.Jake mngambilkan gelas, dan membantu ranjang Maria sedikit naik. Agar Maria bisa sedikit bersender.Maria lalu meminum perlahan, dia menyerahkan gelas itu kembali pada Jake ketika air sudah tinggal setengahnya.Maria tersenyum memandang Jaccob. "Trimakasih Jake," ucapnya.Jake balas sedikit seny
*5 tahun kemudian. "Xavier, jangan berlari nak. Kau bisa terjatuh nanti." Illene berteriak panik melihat cucunya berlari ke sana-sini di taman. Dia sampai kewalahan mengejar Xavier. Maria yang baru saja keluar dari arah dapur itu tersenyum. Dia meletakkan nampan berisi teh hangat dan beberapa cemilan di meja. "Sudahlah Bu, nanti juga dia berhenti sendiri. Tak udah dikejar atau Ibu yang akan kelelahan nanti." ucap Maria. Illene menghela nafas lalu duduk menyusul Maria. Wanita yang rambutnya sudah beruban itu tampak ngos-ngosan. Dia mencoba menarik nafas perlahan lalu mengambil secangkir teh hangat dan meminumnya. Dia menyesapnya sebentar sebelum menatap ke arah Maria. "Ya, kau benar Maria. Astaga, dia sangat aktif sekali." keluhnya. Maria hanya terkekeh, dia melirik ke arah anak lelakinya yang sekarang berumur 4 tahun. Dia lalu mengusap perutnya, kali ini Maria hamil lagi dan usia kandungannya sudah menginjak 7 bulan
Kandungan Maria sudah memasuki minggu ke-35, artinya tinggal menghitung hari Maria akan melahirkan. Hari ini Jake memutuskan untuk libur dan menemani Maria untuk mendekorasi kamar calon anak mereka. Karena sampai saat ini mereka belum tahu jenis kelamin anak mereka, jadi mereka mengisi kamar itu dengan warna netral.Kamar yang dulu dipakai oleh Maria sekarang menjadi kamar calon anak mereka. Jaccob memutuskan merenovasi untuk memberikan pintu penghubung ke kamarnya."Kau tak boleh kelelahan Mary, biarkan aku saja yang membersihkan kamar ini. Kau duduk saja dan lihatlah!" perintah Jaccob.Tapi ucapan itu tak dihiraukan Maria. Dia bahkan dengan senang hati merapikan satu-persatu baju kecil yang terlihat lucu baginya. Dia memisahkan di antara perlengkapan lainnya."Benar yang dikatakan Jaccob, Maria, lebih baik kau istirahat saja," ucap Illene yang ada di sana membantu mereka."Kalian tak bisa melarangku. Aku juga ingin menyiapkan keperluan anakku," u
"Kau terlihat sangat cantik Sera," ucap Maria yang baru saja masuk ke dalam kamar hotel.Sera yang mendengar itu langsung menoleh, menatap Maria yang juga sangat cantik dengan perutnya yang sudah membesar. Wanita itu bahkan berjalan tertatih sambil memegangi perutnya."Maria," seru Sera dengan senang. "Kau sendirian?" tanya Sera."Tidak, Jaccob ada di sini, tapi dia pergi untuk melihat Lucas." Maria mendekat ke arah Sera, menyerahkan sebuket bunga mawar putih kepada Sera. "Khusus permintaan ibu," ucapnya sambil tersenyum.Sera menerimanya, dia meletakkan bunga itu di meja. Dia tidak bisa banyak bergerak sekarang karena Sisi masih merias wajahnya.Hari ini adalah hari pernikahan Sera dan Lucas. Sudah sejak setengah tahun lalu hubungan mereka dengan Maria dan Jaccob membaik. Sera bahkan sering menginap di rumah Jaccob untuk menemani ibu hamil yang banyak maunya itu."Bagaimana, apa semua sudah siap?" Illene
Lagi-lagi rumah sakit dibuat kalang kabut ketika mendengar pemilik rumah sakit, Jaccob akan datang ke sini. Para senior dan junior dokter terlihat gugup menanti orang yang diisukan dengan sikap yang kejam itu. Mereka bahkan sudah menunggu di depan pintu masuk rumah sakit tersebut.Mobil yang ditumpangi Jake berhenti, Aciel segera membuka pintu untuk Jake dan Maria. Jake masuk ke dalam sambil menggandeng tangan Maria."Apa kabar Maria?" sapa dokter Nathan yang mendekat ke arah mereka."Aku baik Paman," balas Maria dengan senyuman."Kenapa semua orang ada di sini?" tanya Jaccob heran melihat semua orang menyambutnya.Kening dokter Nathan mengerut, dia menatap Jaccob dengan heran. "Bukannya kau datang untuk memeriksa kepentingan rumah sakit?" tanyanya."Aciel," panggil Jaccob sambil menoleh ke belakang. Sedangkan Aciel hanya meringis sambil menggaruk tengkuknya."Aku lupa tak memberitahu dokter Nathan."Jake menghela nafas kasar,
"Kenapa kau membawa wanita ini ke sini?" tanya Jake menatap tajam Lucas."Jake," lirih Illene, mencoba melerai tak ingin ada pertengkaran."Kau tak tahu Bu, mereka yang menyebabkan Maria kehilangan bayinya dulu," ucap Jake masih dengan nada yang dingin."Semua sudah berlalu Jake, bahkan kau pun sudah membalasnya pada Sera," jawab Lucas dengan tenang."Ya, tapi aku belum membunuhmu!" sengit Jake."Jake, Lucas, kemarilah!" perintah Illene dengan nada tegas.Mereka mendekat, duduk saling berhadapan. Jake masih menatap Lucas dengan tajam, sedangkan Lucas tak menhiraukannya, dia bersikap dengan tenang. Karena memang, dia ke sini hanya ingin perdamaian, tak ingin permusuhan mereka terus berlanjut. Lucas ingin memperbaiki semuanya."Kalian adalah anak-anak Ibu. Jika kalian terus bertengkar seperti itu, Ibu akan merasa sedih." Rikard sudah berdiri di belakang Illene, dia mengusap pundak Illene lembut ketika wanita itu mulai menangis.
Maria terbangun karena aroma dari masakan yang tercium di hidungnya. Dia membuka matanya perlahan, menoleh ke sampingnya tapi tak menemukan keberadaan suaminya.Akhirnya Maria bangun, dia menutupi tubuh polosnya masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dia menikmati guyuran air shower yang membuat tubuhnya menjadi segar. Setelah selesai dia segera keluar.Maria memeriksa koper yang masih ada di sebelah sofa. Karena kegiatan semalam, dia sampai lupa belum membereskan barang-barang yang dibawanya.Maria mengeluarkan satu-persatu baju yang ada di sana. Tapi dia menyerngit heran, semua bajunya hanyalah sebuah gaun tipis, baju tanktop, celana pendek dan....lingerie. Apa-apaan ini? Siapa yang menyiapkan baju-baju laknat seperti ini?Maria mendesah, dia segera memakai salah satu gaun yang ada di sana. Ini terlalu pendek, pikir Maria ketika melihat tampilannya di cermin. Tapi dia mengabaikannya dan segera keluar dalam keadaan rambut setengah basah.
*HARAP BIJAK MEMILAH BACAAN!*Malam semakin larut, tapi kebahagian orang-orang yang ada di sana masih terpancar dengan jelas. Beberapa orang ada yang sudah berpamitan untuk pulang, sebagian lagi masih ada di sana.Jake menyuapi Maria makanan kecil, dari tadi dia tak beranjak meninggalkan Maria sedikitpun. Membuat teman-teman wanita Maria di agency menjadi iri melihatnya."Kau lelah?" tanya Jake."Tidak, aku hanya ingin ganti baju. Gaun ini membuatku kedinginan," ucap Maria menatap memelas pada Jake.Jake membuka jasnya dan menyampirkan di pundak Maria. "Kalau begitu kau harus segera ganti baju." ucap Jake.Maria mengangguk, dia berpamitan pada Illene, Rikard dan yang lainnya. Tapi bukannya membawa Maria masuk ke dalam Mansion, Jake malah menuntun Maria masuk ke dalam mobil."Kita akan ke mana Jake?" tanya Maria heran."Pergi ke suatu tempat," balas Jake dengan tersenyum.Maria tak bertanya lagi, dia yang le
Saat sampai di tempat, Maria segera masuk ke dalam. Di sana terlihat sepi, hanya ada para pelayan toko yang berlalu lalang. Aciel menyuruh Maria untuk berjalan duluan, dia mengikutinya dari belakang.Senyum Maria merekah ketika melihat Jake berdiri di depan sana bersama seorang lelaki yang tak dikenalnya."Jake," panggil Maria sambil melambaikan tangannya.Jake tersenyum, dia menyuruh Maria untuk mendekat. Saat Maria ada di sampingnya, dia langsung memeluk pinggul Maria."Ricky, perkenalkan calon istriku, Maria," ucap Jaccob tersenyum bangga.Ricky tersenyum, dia menjabat tangan Maria yang dibalas oleh Maria."Baiklah, akan aku tunjukan koleksi berlianku," ajak Ricky setelah perkenalan singkat itu. Dia berjalan ke tempat lebih dalam dari tokonya ini, sesampainya di sana, ada anak buahnya yang menunggunya dengan 3 buah kotak berisikan berlian berwarna-warni."Ini koleksi terbaruku, yang ini salah satu paling sulit ditemukan. Hanya ada
"Bagaimana kabar Ayah hari ini?" tanya Maria begitu dia masuk ke dalam kamar rawat ayahnya. Di tangannya terdapat sebuah parcel buah, dia meletakkannya di meja dan duduk di dekat ayahnya.Petra tersenyum, dan menatap Maria. "Ayah lebih sehat dari kemarin, trimakasih Maria." ucapnya."Tak ada trimakasih di antara kita Ayah. Kita memang harus saling membantu," ucap Maria diselingi dengan tawa. "Ayah mau jeruk? Akan aku kupas untuk Ayah."Petra hanya mengangguk, dia mengamati anak tirinya itu yang mengupas kulit jeruk. Maria sangat telaten, dia bahkan mencucinya terlebih dulu sebelum diserahkan pada ayahnya."Bantu aku duduk Maria," pinta Petra.Maria dengan segera menaikan sisi ranjang rumah sakit ini. Dia membantu ayahnya untuk duduk bersender di sana.Maria menyuapi satu-persatu jeruk itu ke mulut ayahnya. Mereka saling bercanda sampai Jake masuk ke dalam ruangan itu. Sikap Petra langsung sedikit diam, dia masih takut dengan perlakuan