Beranda / Romansa / Yes, I Do / Bab 85. Kejutan Cheryl

Share

Bab 85. Kejutan Cheryl

Penulis: Adelia17
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-20 17:23:38
Sementara Keenan dan Dokter Raffa sibuk memasang kamera untuk menjaga keamanan unit apartment kami, aku dan Cheryl sibuk membereskan barang-barang di dapur.

Sebagian barang sudah ada yang kami buang karena tidak pernah digunakan lagi. Jadi, barang-barang yang kami bawa adalah barang-barang yang benar-benar kami pakai. Selain meringankan barang bawaan, ini cukup memudahkan saat kami menata barang.

“Aku paling senang desain ruang makan dan dapur, Li,” ujar Cheryl.

“Asyik! Kamu pasti akan sering-sering memasak untukku,” candaku.

“Kalau ada kesempatan, aku pasti akan memasak untukmu, bestie,” jawab Cheryl terkekeh.

“Aku juga suka desain dapur dan kamar kita,” ujarku sebelum ditanya.

“Semua desainnya bagus. Om Danendra dan Tante Iva memiliki selera yang mirip denganmu. Nanti saat memiliki unit apartment sendiri, aku akan meminta pendapat mereka,” puji Cheryl.

“Kenapa tidak meminta pendapatku?” tanyaku heran.

Cheryl mendekatkan tubuhnya untuk berbisik, “Saat itu kamu pasti sudah sibuk dengan
Adelia17

Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca “Yes, I Do” sampai detik ini^^ sayang kalian banyak-banyak. Tapi, mulai hari ini updatenya agak lambat ya … karena ada kesibukan. Mohon doanya agar bisa secepatnya update.

| 2
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
senja_awan
ada camer...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Yes, I Do   Bab 86. Berkenalan dengan Mario

    Keenan POVTidak hanya Lilian, aku pun bingung, Papa tiba-tiba datang tanpa memberi kabar.Untuk beberapa saat lamanya, Lilian hanya melihatku dan Papa bergantian.“Li,” tegurku pelan.Lilian terkesiap, dia lalu tersenyum sambil mengulurkan tangan.“Lilian.”“Mario, papanya Keenan.”Papa terlihat begitu ceria saat menggenggam tangan Lilian.“Ini Cheryl, sahabat Lilian.” Aku memperkenalkan pada Papa.“Cheryl.”Papa beralih mengulurkan tangan pada Cheryl.“Kalau Lilian siapa, Kee?” tanya Papa sambil mengulum senyum.“Kekasihku,” jawabku tanpa ragu.“Ah, pantas tadi Papa melihat kalian sudah berani bergandengan,” goda Papa.Aku melihat pipi Lilian sudah merona karena malu. Sungguh menggemaskan! Kalau aku sendiri sudah terbiasa dengan sikap Papa yang kadang-kadang memang suka usil.“Masuk, Pa!” ajakku.“Eee, maaf, kami pamit dulu,” ujar Lilian.“Lho, nggak jadi mampir?” tanya Papa bingung.“Mereka tinggal di unit sebelah, Pa. Baru hari ini pindah,” jawabku jujur.“Wah, jadi dekat donk kal

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • Yes, I Do   Bab 87. Suasana Canggung

    Keesokan harinya …Tidak seperti hari-hari biasanya, pagi ini aku harus bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan.Apa semua anak mirip seperti aku? Hanya saat ada orang tua atau keluarga yang datang saja baru rajin.Kalau Lilian tidak sarapan, aku pasti mengomel karena khawatir dia akan sakit. Dia belum tahu saja kalau aku sendiri belum tentu sudah sarapan.Aku membuka kulkas untuk melihat isinya. Beruntung aku masih rajin belanja. Jadi, isi kulkas tidak terlalu mengenaskan.Aku mengeluarkan telur, sosis, keju, tomat, dan susu. Aku berniat membuat telur mata sapi dan memanggang sosis, keju, dan tomatnya dengan oven. Aku lalu akan menghangatkan susu.Namun, baru saja aku hendak menyiapkan alat masak, tiba-tiba bel apartment berbunyi. Siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Tidak mungkin Lilian sudah bangun, bukan?Maaf, tetapi kekasihku itu sejujurnya bukan tipe gadis yang rajin bangun pagi dan melakukan tugas rumah.Di sini aku bukan mengeluh karena sejak awal aku menyukai Lilian, aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • Yes, I Do   Bab 88. Pembicaraan Serius

    “Iya, tidak apa-apa, Om. Masih ada kesempatan untuk kami saling mengenal dan sama-sama belajar.” Lilian berkata.Papa dan Lilian masih saja terus berbicara seolah-olah aku tidak mendengar pembicaraan mereka.Tidak, aku tidak sedang marah atau cemburu. Aku justru merasa senang karena saat ini suasana sudah mencair. Aku merasa lega. Akan tetapi, aku hanya sedang pura-pura marah.“Kamu tidak sedang cemburu dengan Papa, ‘kan?” tanya Papa.“Tidak, Pa. Aku hanya penasaran, bagaimana Papa tahu kalau Lilian menyukai warna biru?” tanyaku.Ok, aku benar-benar penasaran karena beberapa kali Lilian selalu memilih warna putih untuk benda-benda yang dibelinya.“Hm, bagaimana ya? Antara firasat dan sekilas melihat saja,” jawab Papa semakin membuatku penasaran, “padahal Papa baru bertemu Lilian lho, Kee.”Aku melirik ke arah Lilian yang hanya tertawa untuk menanggapi.“Kalau sudah menyangkut firasat, sepertinya aku memang kalah dengan yang lebih pengalaman,” ujarku pasrah.Aku bisa mendengar suara Pa

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • Yes, I Do   Bab 89. Melanjutkan Pembicaraan

    Benarkah aku masih belum yakin untuk menjalin hubungan dengan Lilian? Perasaan … aku sudah yakin akan memilih Lilian untuk hidup bersama sampai tua. “Bagaimana Papa merasa aku belum yakin?” tanyaku penasaran.“Bagaimana ya …? Kadang-kadang firasat ini memang sulit dijelaskan,” jawab Papa sambil mengedikkan bahu.Ah, orang tuaku ini selalu saja penuh misteri.“Pasalnya, aku sudah merasa yakin dengan pilihanku,” sanggahku.“Itu benar. Tapi … sepertinya ada sesuatu yang masih terasa mengganjal. Itu tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata,” ujar Papa.Oh, aku mengerti yang Papa maksudkan sekarang.“Papa benar. Sesuatu yang masih mengganjal itu sebenarnya tentang Mama dan masa lalu kami yang harus diselesaikan,” jawabku.“Apa Lilian memiliki mantan?” tanya Papa mengernyit.“Lilian pernah memiliki kekasih, namanya Finn. Tapi … dia sudah meninggal karena kecelakaan,” jawabku, “namanya hati … aku tidak bisa memaksanya untuk seratus persen mencintaiku, bukan?”“Papa mengerti. Tapi … bagaimana

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • Yes, I Do   Bab 90. Pemikiran Keenan

    Aku mengirimkan pesan pada Mama, tidak berharap akan mendapatkan balasan dan kenyataannya setelah beberapa menit berlalu memang tidak ada balasan dari Mama.Apa aku kecewa?Tidak, aku tidak berharap apa pun. Sebaliknya, aku merasa lega karena aku sudah mengikuti kata hatiku. Melakukan hal yang baik pada orang tua tidak akan pernah salah.Sampai sore hari aku benar-benar fokus bekerja. Lilian sudah pindah ke unit sebelah apartmentku dan dia bekerja di kantor pusat bersama Om Danendra, seharusnya tidak ada yang perlu aku khawatirkan lagi.Tok tok tok!“Masuk!” sahutku dalam bahasa Inggris.Yoan menyembulkan kepala dan berbicara dengan raut wajah panik, “Pak, ada masalah.”“Ada apa?” tanyaku.Yoan masuk ke dalam ruangan dan berjalan mendekat ke arahku.“Jumlah permintaan dan jumlah barang yang datang tidak sesuai. Ketika saya cek ke pihak pabrik, mereka mengatakan sudah kehabisan kayu yang sesuai dengan standard kita,” jawab Yoan.Aku mengusap wajah kasar. Pasalnya, barang paling lambat h

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • Yes, I Do   Bab 91. Mengganggu Pikiran

    Lilian POVBohong kalau aku mengatakan tidak memikirkan pertanyaan Keenan tadi pagi. Seharian ini hatiku terasa sangat sedih membayangkan harus berpisah dengan hiruk pikuk di Singapura dan orang-orang yang sudah aku anggap keluarga di sini.Aku tidak bisa memilih Keenan atau Singapura karena mereka berada di dalam satu paket di hatiku.Ah, kenapa cinta terasa begitu rumit?Giliran sudah bisa membuka hati kembali, aku justru harus berhadapan dengan kenyataan bahwa Keenan ingin kembali ke Indonesia.Masa depan pernikahan berkaitan dengan pekerjaan. Itu artinya, aku tidak mungkin melarang Keenan mengembangkan bisnisnya di Indonesia.Aku sedikit terhibur ketika aku berpikir, mungkin Keenan akan mengajakku tinggal di Pulau Bali. Di sini jelas bukan tempat di mana kami akan tinggal yang menjadi masalah, melainkan orang-orang di sekitar.“Lilian!” Om Danendra menyembulkan kepala di pintu ruang kerjaku.“Ya, Om?” Aku menoleh ke arah pintu.“Apa data-data yang dihilangkan Dina semuanya sudah k

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-08
  • Yes, I Do   Bab 92. Menangislah Sepuasnya!

    Benar! Aku baru sadar kalau Keenan memang tidak ada pembicaraan untuk segera menikah. Tidak seharusnya aku terlalu memikirkan semuanya sekarang.“Dijalani saja hari demi hari … dilewati prosesnya satu per satu, Li. Jangan terlalu banyak mikir!” ujar Tante Iva.“Iya, Tante,” sahutku sambil tersenyum.Melihat Om Danendra mulai menikmati makanan, aku dan Tante Iva juga ikut makan.“Wah … asyik sekali makan siang bersama orang tua mantan.” Tiba-tiba aku mendengar seseorang berkata dari arah belakang punggungku.Melihat Om Danendra dan Tante Iva praktis menghentikan makannya, aku pun menoleh ke arah sumber suara.“Dina?” Itu suara Tante Iva.“Iya, saya Dina,” ringisnya.“Bicara apa kamu, Di?” Om Danendra ikut menimbrung.Dina meliring ke arahku dengan tatapan sinis sambil berkata, “Di mana-mana, orang kalau ditinggal mantan itu pasti sedih, Om. Nah, ini … malah makan-makan sama orang tua mantan, padahal sudah punya pria lain di dalam hidupnya.”“Jaga ucapan kamu, Di! Om dan Tante yang meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-08
  • Yes, I Do   Bab 93. Berduaan dengan Keenan

    Keenan terus memelukku dan membiarkan aku menangis sampai puas.“Sudah selesai,” ujarku sambil mengusap wajah dengan tisu.Keenan tersenyum dengan tangan yang terulur untuk merapikan rambutku. Dia berkata, “Aku penasaran, apa yang membuatmu menangis seperti ini? Tangisanmu sangat memilukan.”“Masa sih? Perasaan biasa saja,” jawabku mengelak.Keenan tertawa geli melihatku.“Awas hidungnya maju kalau bohong,” ujar Keenan sambil menoel hidungku.“Biar mancung,” candaku membuat Keenan semakin tertawa terbahak-bahak.“Tidak bisa kubayangkan kalau hidungmu terlalu mancung. Pasti aku kesulitan menciummu,” ujar Keenan di sela-sela tawanya.Ah, Keenan sedang bicara apa ini? Membayangkannya saja membuat wajahku terasa panas. Aku yakin, pipiku pasti sudah memerah sekarang.“Kita masih punya waktu atau sudah harus pulang?” tanyaku mengalihkan.Keenan melirik ke arah lengannya untuk melihat jam tangan Rolex berwarna silver yang selama ini selalu dikenakannya. Dia lalu memelukku dari belakang.Tida

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-08

Bab terbaru

  • Yes, I Do   Bab 116. New Member

    Aku melihat ke sekeliling ruang kamar VVIP, tempat aku dirawat sekarang. Hingga pandanganku berakhir pada sosok bayi perempuan mungil di dalam pelukanku.Namanya Gina, yang berarti wanita kuat. Aku ingin anakku tumbuh menjadi wanita kuat, tidak seperti aku yang suka menangis dan selalu terlihat lemah.Masih teringat rasa sakit saat kontraksi dan tak kunjung melahirkan. Namun, semuanya itu terbayarkan dengan rasa bahagia yang membuatku seketika melupakan rasa sakitnya.Saat ini, Keenan, Papa Mario, Mama Louisa, Papa, Mama, Tante Iva, dan Om Danendra sedang berada di dalam kamar, tempat aku dirawat.Begitu tahu aku merintih kesakitan, Mama Louisa mengajakku ke rumah sakit dan di dalam perjalanan beliau menghubungi semua orang terdekat.Aku tahu kalau keinginanku untuk melahirkan di Singapura memang tidak mungkin menjadi kenyataan karena Keenan tidak mengizinkanku bepergian. Meskipun demikian, aku tetap menaruh harapan bisa pergi ke Singapura di detik-detik menjelang mau melahirkan.Aku h

  • Yes, I Do   Bab 115. Perubahan Sikap

    Untungnya, aku tidak sampai memuntahkan makan siangku. Namun, rasa mual membuatku sedikit lemas.Ketika aku keluar dari salah satu toilet yang ada di dalam mall ini, Keenan ternyata sudah menungguku di dekat pintu masuk toilet.“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Keenan terlihat khawatir.“Baik. Hanya saja, bagaimana dengan Om Danendra dan Tante Iva? Mereka di mana?” Aku bertanya dengan sedikit perasaan tidak enak.“Mereka masih makan. Kita kembali, yuk!” ajak Keenan.Aku hanya mengangguk mengikuti Keenan.“Jangan dimakan kalau tidak selera, Li!” tegur Tante Iva.Aku memandangi makanan di atas piring yang ada di hadapanku dengan perasaan bersalah. Tapi, aku sungguh-sungguh tidak mampu memakannya lagi.“Maaf, Om, Tante,” ucapku lirih.“Eh, tidak apa-apa. Sudah … jangan dilihat terus! Nanti mual lagi.” Tante Iva menarik piringku.Sesudah Keenan, Om Danendra, dan Tante Iva menghabiskan makanan, kami segera beranjak dari tempat itu.“Li, kamu belum makan lho,” ujar Keenan.“Tidak apa-apa. Ta

  • Yes, I Do   Bab 114. Sebuah Tanda

    Tiga bulan kemudian …Sejak menikah, selain menjadi istri dan ibu rumah tangga, status aku berubah menjadi pengangguran akut.Dalam sebulan, hanya sesekali saja aku merancang desain untuk produk mainan anak yang dibuat oleh Keenan. Sisa waktu yang lain, aku gunakan untuk membersihkan rumah, masak, pergi ke cafe terdekat, dan melakukan perjalanan ke Singapura.Biasanya, aku melakukan perjalanan ke Singapura kalau Keenan ada pekerjaan di Jakarta dan Singapura. Jadi, aku sengaja menghindari bertemu keluargaku dengan melakukan perjalanan ke Singapura terlebih dahulu. Nanti aku pulang ke Pulau Bali bersama Keenan.Di Singapura, aku membersihkan unit apartmentku dan mengunjungi Tante Iva. Bersama Tante Iva, aku jalan-jalan dan wisata kuliner.Seperti sekarang, aku dan Tante Iva sedang mencicipi hidangan laut yang ada di salah satu pujasera.“Huaaa … ini enak sekali, Li! Kamu tahu nggak, Tante sudah lama ingin makan di sini. Hm, sepertinya sejak sebelum kamu menikah, tapi Om tidak pernah mau,

  • Yes, I Do   Bab 113. I Love You

    “Eee ….”Aku bahkan belum mulai bicara, tiba-tiba Keenan kembali melumat bibirku dan beralih menghisap leher bagian bawah. Itu sangat geli hingga membuatku tertawa kecil.Jangan lupakan tangannya yang mulai meremas kedua benda kenyal milikku! Pun ciumannya semakin turun sampai tulang selangka miliku.“Kee …! Aaaaahh.” Akhirnya lolos juga desahanku ketika merasakan lumatan di ujung salah satu bukit kembarku.Tubuhku benar-benar terasa tegang dan sepertinya Keenan bisa merasakan itu.“Maaf,” ucap Keenan tepat di telingaku, “tapi, aku sudah boleh melakukannya, bukan?”“Boleh,” sahutku singkat.Suamiku ini lucu juga. Sudah melakukan sampai sejauh ini baru minta maaf. Lagipula, aku bukannya keberatan, melainkan lebih ke arah malu dan khawatir karena belum pernah melakukannya.Di dalam hati, aku terus mencoba mengingat-ingat perkataan Cheryl agar tetap santai walaupun kenyataannya praktik itu sangat susah.“Baik. Kamu yang santai, Sayang!” ujar Keenan sambil mengusap-usap kepalaku.“Pelan-p

  • Yes, I Do   Bab 112. Bulan Madu

    Keenan dan aku memang memilih untuk membuat acara pernikahan yang sederhana karena kami adalah pribadi yang tidak menyukai acara-acara besar.Jadi, kesederhanaan yang kami putuskan tidak ada sangkut pautnya dengan sikap Mama.Berhubung acara kami sangat sederhana, usai makan dan berbincang, kebanyakan tamu langsung pamit sehingga tidak sampai malam, keseluruhan acara sudah selesai.“Terima kasih untuk semua tim event organizer, tim dekorasi, salon, bridal, fotografer, video, pembawa acara, souvenir, dan semua tim yang terlibat. Kalian sudah bekerja keras hingga acara pernikahan saya dan istri dapat berjalan dengan lancar,” ucap Keenan sebelum mereka semua pulang.Mendengar Keenan menyebutku sebagai istri, membuatku sedikit tersipu. Status yang baru ini masih terdengar aneh di telingaku.“Sebelum pulang, jangan lupa makan dulu, ya!” sambungku.Keenan dan aku lantas pamit untuk masuk ke kamar hotel.Wah, iya … aku hampir saja lupa. Sekarang aku dan Keenan sudah akan tinggal di satu kama

  • Yes, I Do   Bab 111. Acara yang Sederhana

    Aku melihat Mama Louisa meletakkan tas di atas meja. Beliau lantas mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah dari dalam tasnya dan duduk di sebelahku.“Lilian, Mama minta maaf karena sewaktu pertama kali kita bertemu, Mama terkesan tidak menyukaimu, pun Mama menolak membuat gaun pengantin untukmu. Itu semua bukan karena Mama membencimu,” jelas Mama Louisa.“Iya, Ma ….”“Mama juga tidak pernah membenci Keenan,” potong Mama dengan suara pelan, “mungkin Keenan sudah menceritakan semuanya padamu.”Aku hanya diam karena tidak tahu harus berkata jujur atau tidak.“Tidak apa-apa. Jangan khawatir! Mama tidak marah,” sambung Mama Louisa sambil tersenyum.Cantik!Astaga! Mama mertuaku cantik sekali kalau tersenyum begini. Hidungnya mancung. Kulitnya masih kencang. Beliau bahkan tidak memiliki kantong mata.“Ma, Keenan sangat sedih ….” Aku tidak melanjutkan perkataanku karena tidak ingin salah bicara. Aku tidak mau memanfaatkan suasana.“Mama tahu dan di sini Mama memang sudah melakukan k

  • Yes, I Do   Bab 110. Pertemuan Keluarga

    “Apa yang bisa Papa lakukan sekarang? Papa ingin bertanggung jawab dan ingin marah karena kalian menolak. Akan tetapi, Papa bisa memaklumi keputusan kalian,” ujar Papa Mario.Aku dan Keenan diam-diam saling berpandangan. Namun, kami tidak memberikan tanggapan. Kami tetap pada pendirian kami untuk menjalani semuanya sendiri sampai akhir.Ting!Papa Mario, aku, dan Keenan praktis menoleh ke arah ponsel milik Keenan yang dia letakkan di atas meja. Itu tanda ada pesan yang masuk.Keenan meraih ponsel dan membuka layarnya.“Dari Mama,” ujar Keenan, “katanya di hari pernikahan kita sudah ada yang memesan gaun pengantin.”“Baik, tidak apa-apa. Aku sudah punya alternatif. Nanti aku akan membuat janji,” jawabku sambil tersenyum.Sebenarnya, aku sudah bisa menduga jawaban ini. Mama Louisa pasti tidak ingin mencampuri urusan kami.Kecewa itu pasti. Aku masih manusia. Ada rasa nyeri di hati karena merasa diabaikan. Namun, melihat raut wajah Keenan yang jelas terlihat sedih, membuatku praktis memb

  • Yes, I Do   Bab 109. Menerima Diri Sendiri

    Keenan terlihat tidak enak hati saat melihat mamanya tidak menyapaku dengan benar. Namun, aku tetap mempertahankan senyum dan sikapku yang tenang sebagai bentuk dukungan.Seperti yang aku katakan bahwa ini adalah realita yang harus kami hadapi. Baik calon mama mertua maupun mamaku sendiri sama-sama memiliki luka yang tidak mungkin disembuhkan oleh aku dan Keenan.Kalau dipikir-pikir, sebenarnya aku dan Keenan tidak melakukan kesalahan apa pun. Tante Louisa dan Mama terluka karena diri mereka sendiri. Namun, satu-satunya cara agar kami tetap dapat melangkah adalah menerima keadaan diri sendiri.Keadaannya memang calon mama mertua maupun mamaku menganggap Keenan dan aku ini anak-anak yang menyebalkan.Keadaannya memang calon mama mertua maupun mamaku menganggap Keenan dan aku ini penyebab luka yang mereka alami.“Apa kalian sudah makan siang?” tanya Om Mario.Aku melirik ke arah jam dengan rantai emas yang melingkar di pergelangan tanganku. Saat ini sudah lewat jam makan siang.“Sudah,

  • Yes, I Do   Bab 108. Menghadapi Realita

    “Sebenarnya, kedatangan saya dan Lilian kemari mau sekalian pamit, Om,” jelas Keenan saat melihat raut wajah bingung Om Danendra.“Lho … nanti kalian pasti akan kembali juga, ‘kan?” tanya Om Danendra.“Iya, tapi kami akan lebih sering berada di Indonesia,” jawab Keenan.“Tidak apa-apa. Selagi kita masih berpijak di bawah langit yang sama maka artinya kita belum berpisah. Om dan Tante pasti akan mengunjungi kalian. Sebaliknya kalian tidak boleh lupa mengunjungi Om dan Tante.” Om Danendra berkata.“Kami tidak mungkin lupa sama Om dan Tante,” jawabku masih terisak.“Bukankah Om dan Tante sudah menganggap Lilian sebagai anak kandung sendiri? Pun Lilian sudah menganggap Om dan Tante sebagai orang tuanya. Mudah-mudah saya bisa sering-sering mengajak Lilian main ke Singapura,” ujar Keenan.“Saya juga masih punya unit apartment di sini. Jadi, kami pasti bisa sering datang berkunjung,” sambungku dengan sok yakin.Keenan hanya mengangguk setuju.“Tante merasa bahagia melihat kalian akan segera

DMCA.com Protection Status