"Apa ini?" Arjuna mengerutkan kening melihat stoples berukuran sedang di atas meja makan yang isinya permen warna warni."Itu permen, Pak," jawab Nismara."Permen buat siapa? Nanda?""Permen buat Pak Arjuna.""Kamu jangan bercanda." Arjuna meletakan kembali stoples itu. Ia kemudian duduk di atas kursi, menghirup aroma kopi yang baru saja diseduh oleh Nismara."Saya serius."Melihat wajah Nismara yang tanpa ekspresi, membuat Arjuna yakin kalau semua permen itu memang untuk dirinya."Kenapa kamu memberikan saya permen? Saya bukan anak kecil, lho.""Saya tahu Pak Arjuna bukan anak kecil." Nismara melepaskan celemek lalu menggantungnya di atas hanger."Terus kenapa kamu memberikannya untuk saya?" Arjuna masih bingung dengan tindak dan maksud terselubung dari Nismara. "Harusnya kamu memberikannya untuk Nanda, dong."Nismara mengembuskan napas pelan lalu tersenyum. "Pak Arjuna ingin tahu kenapa saya memberikan permen untuk Pak Arjuna?"Arjuna mengangguk."Saya memberikan Pak Arjuna permen s
Apanya yang pergi ke gym? Apanya yang akan berolahraga bersama. Buktinya hanya Arjuna saja yang berolahraga. Arjuna sudah kehabisan napas karena kelelahan gara-gara hampir empat kali mengelilingi kompleks perumahannya, sementara Nismara dan Nanda enak mengawasi dirinya dengan menaiki motor, tidak meraasakan lelah sama sekali, apalagi sekarang mereka berdua tengah menikmati bakso yang mangkal di gapura kompleks."Papa, yang semangat!" Nanda engangkat tangannya ke atas sambil mengepal, diikuti oleh Nismara yang tengah sibuk mengunyah sayuran pelengkapnya."Nis, saya minta minum. Saya sudah tidak kuat haus."Nismara menggeleng. "Jangan, Pak. Kalau Pak Arjuna minum di tengah-tengah olahraga, bisa-bisa Pak Arjuna sakit peut sebelah.""Tapi, Nis...""Sudah, lari lagi sana! Satu putaran lagi setelah itu pulang. Mau minum satu galon pun silakan, Pak Arjuna."Arjuna mengembuskan napas berat. Mengetahui dirinya akan langsung pulang, Arjuna jadi semangat dan sekarang ia mulai berlari seperti ora
"Itu di TK ada apa rame-rame, Bu?" tanya Nismara pada salah satu wali murid yang menjemput anaknya."Katanya ada laki-laki ganteng orang tua murid. Sepertinya dia baru menyekolahkan anaknya di sini, Bu Nis."Kalau ada laki-laki tampan biasanya Andin selalu paling heboh dan langsung menyertakannya pada Nismara. Tapi kenapa sekarang Andin diam-diam saja?"Oh, begitu ya?"Wali murid itu mengangguk. "Saya penasaran. Saya juga mau mampir melihat dulu sebentar, siapa tahu nanti jiwa saya merasa muda kembali. Maklum lah, Bu Nis, saya sebagai seorang ibu rumah tangga harus mencari kesenangan diri dengan cara cuci mata mumpung suami saya sedang tidak ada. Hihihi...."Nismara hanya tersenyum kecil mendengar penuturan dari wali murid itu.Ternyata mau muda maupun tua kalau melihat lelaki tampan dan bening mereka selalu berputar haluan, alias oleng."Saya pergi dulu ya, Bu Nis. Mari.""Iya, Bu. Silakan."Setelah anak wali murid itu keluar kelas dan mencium tangan Nismara untuk berpamitan, wali mu
Acara pesta pernikahan itu cukup meriah. Nismara daan Andin datang ketika akad sudah selesai dari pukul sembilan lalu dan sekarang tengah berlangsung acara resepsi.Para tamu undangan menyalami pengantin dan kedua orang tua masing-masing mempelai, tak lupa juga mereka mengucapkan selamat dan mendoakan kebaikan untuk pengantin baru fresh from the oven itu."Kita duduk di mana, nih?" tanya Andin. Kedua tangannya sedang kerepotan menenteng piring berisi makanan perasmanan dan air mineral berbentuk kemasan gelas juga buah-buahan dan penutup makanan berupa kue bolu kukus."Di sana aja." Nismara menunjuk tempat dengan dagunya.Ada beberapa kursi yang kosong di dekat pagar ayu. Lagipula kursi tersebut jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat duduk teman-temannya yang lain yang kebetulan sekali mereka bisa hadir di bukan hari libur bekerja ini. Sepertinya mereka kompak untuk sengaja mengambil cuti."Kalau aku nikah nanti, di bagian seksi perasmanan, aku bakal sediain nampan biar para tamu unda
"Yang tadi itu siapa?" tanya Arjuna sambil memberikan kartu debitnya pada kasir."Yang tadi yang mana?" Nismara malah balik bertanya dengan wajah sedikit bingung."Laki-laki yang ngobrol sama kamu tadi, yang pakai kacamata.""Mmm... oh... maksud Pak Arjuna itu Pak Handi? Pak Handi itu salah satu wali murid di TK. Kami baru bertemu hari ini."Arjuna mengembalikan mesin EDC pada kasir setelah menekan beberapa digit nomor sandi kartu debitnya."Anaknya murid baru?""Bukan." Nismara menggeleng. "Saya gak mengajar di kelas Nuri, makanya baru pertama kali bertemu.""Kirain.""Eh tahu gak, Pak? Saya dan Pak Handi dalam satu hari ini sudah bertemu secara tidak sengaja sebanyak tiga kali. Yang pertama ketika saya sedang menemani Nuri saat pulang sekolah, yang kedua saat kami berada di kondangan, dan yang ketiga di sini. Bapak tahu gak pepatah orang-orang kalau dalam satu hari dan bertemu dengan orang yang baru kita kenal itu tandanya jodoh. Jangan-jangan saya memang berjodoh dengan Pak Handi."
"Nismara, ada yang ingn saya bicarakan sama kamu."Nismara tidak jadi membuka pintu belakang. Memutar badannya, Nismara menatap Arjuna dengan pandangan malas. Sepertinya Nismara masih merasa kesal pada Arjuna."Kita bicaranya sambil duduk saja di ruang makan.""Kalau mau bicara, di sini saja, Pak. Tapi jangan lama-lama. Saya sedang buru-buru, nih."Arjuna melirik ke arah jam dinding yang menempel tepat di samping atas sebelah kanan dirinya."Lima menit, saya akan berbicara dengan kamu selama lima menit.""Maaf, Pak. Tapi saya sedang buru-buru." Nismara balik badan, saat tangannya akan memutar kenop pintu, tiba-tiba ia mematung karena mendengar perkataan Arjuna yang membuat dirinya benar-benar terkejut."Saya minta maaf, Nis." Arjuna menghela napas. "Maaf atas semua yang telah saya perbuat ke kamu dari awal pertama kali kita bertemu sampai sekarang."Nismara menatap Arjuna tidak percaya. "Kenapa Pak Arjuna tiba-tiba meminta maaf?""Karena sepertinya..., saya banyak salah sama kamu, Nis
Pukul setengah enam pagi, Arjuna sudah berkutat di dapur, membuat satu cangkir kopi hitam pahit kesukaannya. Setelah menyeduh kopi tersebut, Arjuna meletakannya di atas meja makan. Tangan kirinya sibuk memegang ponsel, sambil sesekali jari-jari tangannya menekan layar, sepertinya Arjuna tengah mengetik sebuah pesan pada seseorang."Ternyata Pak Arjuna diam-diam selalu merokok di belakang saya, ya?!"Arjuna sedikit terlonjak saat tiba-tiba Nismara muncul dari belakangnya sambil menarik tangan kanannya yang tersalip sebatang rokok."Jadi ini alasan saya kenapa tiba-tiba dipecat supaya Pak Arjuna dengan bebas bisa merokok. Iya?""Kok kamu ada di sini?""Apa jangan-jangan, selain Pak Arjuna bisa merokok secara bebas, Pak Arjuna juga sepertinya memecat saya supaya bisa berduaan terus dengan Mbak Tattiana, ya?" Bukannya menjawab pertanyaan Arjuna, Nismara malah mencecar Arjuna dengan deretan pertanyaan.Bel rumah Arjuna berbunyi, Nismara buru-buru berjalan cepat ke ruang tengah lalu membuka
Nanda menatap dengan sedih pada Nismara yang terlihat tidak bersemangat itu. Kepala Nanda menunduk, ia merasa menyesal karena harus mengikuti rencana ayahnya yang harus mengabaikan Nismara.Menghela napas, Nanda duduk di kursi panjang yang berada di samping koridor di depan jendela kelas. Sambil menunggu ayahnya menjemput, Nanda terus saja menatap Nismara. Walaupun Nismara sedang tersenyum (pada orang lain), tapi Nanda tahu kalau senyuman itu senyuman palsu."Sabar, sabar," gumam Nanda, terus merapalkan kata tersebut."Sayang, ayo pulang." Arjuna memanggil Nanda yang masih tidak menyadari keberadaan ayahnya itu. "Sayang, Nanda?"Nanda menoleh, raut wajahnya terlihat sedih bahkan seperti menahan tangis. "Papa, aku mau dekat lagi dengan Bu Nis."Arjuna mengelus kepala Nanda, senyuman kecil yang samar terlukis di bibirnya. "Sabar, ya.""Tapi, Pa...."Menghela napas, Arjuna berbisik pada Nanda yang membuat anak kecil itu kini berwajah berbinar ceria."Yang benar, Pa?" tanya Nanda Kepala
"Yan, tolong ambilin popok di toko, gih.""Nanti aja, Mbak. Tanggung, nih." Dayyan masih terfokus pada layar televisi yang sedang menayangkan acara kartun di hari Minggu pagi.Di rumah keluarga Pak Gumilar sekarang orang-orang sedang sibuk. Bu Darmaya dan Novi sibuk mencuci dan membereskan rumah, Nirmala sibuk mengasuh si kembar dan Dayyan juga ikut menjadi babysitter, menjaga Nanda dan Juni."Cepetan, Yan.""Suruh bang Wowo aja bawa ke sini.""Di toko lagi rame, Mbak tadi udah telepon katanya bang Wowo lagi ngaterin barang, bang Deri lagi sibuk soalnya di toko sekarang lagi banyak pembeli.""Bentar lagi atuh, Mbak. Sabar. Nunggu dulu iklan." Baru saja Dayyan bilang begitu, tiba-tiba tayangan berubah menjadi iklan komersial.Dayyan beranjak dari posisi rebahannya. Ia berjalan gontai mengambil kunci motor yang menggantung di dekat saklar lampu."Om Day, aku ikut." Nanda berlari menuju Dayyan."Sekalian sambil bawa Juni juga, Yan.""Iya, iya." Dayyan menggerutu. Ia menggendong Juni, sem
Nismara saat ini seperti orang yang hendak melakukan sebuah tindak kejahatan. Kepalanya celingukan dan ia terus mengatur napasnya yang memburu, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan.Setelah menunggu beberapa saat. Nismara mengambil sebuah benda panjang berwarna putih itu dari dalam gelas yang berisi air berwarna kekuningan dan berbau pesing.Dengan harap-harap cemas, Nismara perlahan mengintip hasil dari benda panjang berwarna putih tersebut. Dan sesaat kemudian napasnya tercekat dan mulutnya menganga. Ia sangat tidak percaya dengan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes kehamilan tersebut.Nismara langsung teringat, ia tidak boleh merasa puas dan senang dulu, soalnya kata Bu Mia, kalau ingin tahu hasil yang akurat itu tes harus dilakukan lebih dari sekali.Sebelum Arjuna bangun, Nismara buru-buru menyembunyikan alat tes kehamilan tersebut dan membuang air urinenya.Beberapa hari kemudian, Nismara mencoba mengecek kembali dan hasilnya tetap sama, dua garis merah yang artinya Nismara
Resepsi pernikahan selesai ketika menjelang malam hari. Di kamar pengantin, Nismara dilanda insomnia dan serangan panik yang membuat jantung berdetak abnormal.Jari-jari tangan Nismara saling meremas satu sama lain, tubuhnya juga bergetar hebat."Ini malam pertama! Ini malam pertama! Ini malam pertama!" ucapnya berkali-kali dengan suara yang sangat lirih.Nismara sudah selesai mandi dari setengah jam yang lalu, sekarang wajahnya full tanpa ada riasan, rambutnya juga basah sehabis keramas."Kenapa gak datang bulan sekarang, sih? Kan aku gak bakal tegang kayak gini. Please, datang bulan datang lagi, dong. Tolongin aku, lah."Meskipun berdoa seperti itu tidak akan terkabul karena baru lima hari yang lalu Nismara selesai masa menstruasinya.Nismara berlari ke arah tas selempang yang tergeletak di atas meja rias. Diam-diam ia mengeluarkan obat tidur lalu meminumnya. Semoga dengan ini ia bisa tidur dan tidak ingat apa-apa.Buru-buru ke atas tempat tidur dan bersembunyi di balik selimut, Nis
"Jangan tegang begitu dong, Nis. Rileks, rileks."Nismara mengembuskan napas panjang, berulang kali sampai rasa gugupnya sedikit menghilang."Bayangin aja pas kamu kemarin lagi siraman, gugup gak? Tegang gak? Rileks. Santai, Nis." Reona kembali menenangkan Nismara karena tubuh gadis itu gemetaran dan wajahnya sangat tegang."Siraman sama akad sekarang beda nuansanya, Miss. Aku gugup banget, nih. Nov, tolong ambilkan obat penenang punya Mbak, dong."Novi mendelik kesal. "Kemarin, kan, udah dihabiskan sama Mbak. Obat penenangnya buat sekeluarga, bukan buat Mbak doang. Emangnya Mbak mau overdosis? Kalau diminum sekarang nanti pas naik ke pelaminan gimana, Mbak? Yang tegang bukan Mbak aja, kita semua sekeluarga juga tegang, aku aja yang bukan pengantin aja ikut tegang, merasakan sensasi jika suatu saat nanti aku mau nikah jadi gini rasanya."Pegawai Reona memberikan air minum untuk Nismara dan langsung diminum sampai tandas."Miss, aku mau ke toilet lagi."Reona berkacak pinggang. "Ini ya
Setelah rangkaian pre-wedding dan antek-anteknya, hari ini hari terakhir Nismara mengajar sebelum menghitung hari menuju ke hari yang berbahagia. Saat hari pernikahan Nismara nanti, Andin juga akan ijin cuti selama dua hari, bukan ijin cuti untuk menikah, tetapi Andin ditunjuk sebagai penerima tamu alias pagar ayu bersama dengan Novi dan sepupu Nismara yang lain."Kalau nikahnya di Bogor sekalian kita jalan-jalan, ya. Untungnya kamu ngambil akad hari Minggu, jadi kita-kita semua gak harus bolos massal," ujar Bu Tari.Nismara hanya tersenyum menanggapinya."Omong-omong, ini yang mendesain kartu undangan siapa, Nis? Bagus banget, deh," puji Bu Mia."Itu saya sendiri yang mendesainnya, Bu.""Ih ternyata kamu hebat banget, ya. Keren banget, lho, ini. Simple tapi elegan. Nanti saya promosikan kamu ke para tetangga, kolega dan saudara saya buat desain undangan bisa gak, Nis? Eh, tapi sebentar lagi kamu, kan, jadi nyonya CEO, dibolehin gak, nih, kamu kerja? Jangan-jangan ini hari terakhir
Reona meneguk secangkir kopi hitamnya yang sudah dingin dan tinggal setengah. Ia mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum puas. Akhirnya setelah penantian yang panjang dirinya berhasil menyelesaikan tiga gaun pengantin untuk Nismara dan Arjuna. Satu untuk akad dan dua lagi gaun untuk resepsi. Para pegawai yang membantu Reona juga terlihat sangat puas akan hasil kerja sama mereka."Besok kalian boleh libur. Tenang saja, nominal gajian tetap sama, kok," ucap Reona.Para pegawainya bersorak gembira. Mereka mengucapkan terima kasih pada bosnya itu kemudian pamit pulang karena hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Ketika para pegawainya sudah pulang, Reona masih berada di dalam ruang kerjanya, menatap lurus ke arah patung manekin yang sudah dipasangi sepasang gaun pengantin yang baru saja selesai dibuatnya.Reona mengembuskan napas panjang, pikirannya berkecamuk, di saat para sahabatnya sudah menikah dan bertunangan, dan masih ada yang berpacaran, hanya dirinya saja yang masih s
Arjuna terkejut ketika tiba-tiba dirinya ditarik ke belakang saat hendak masuk ke dalam mobil. Arjuna juga panik saat orang yang menariknya tersebut tiba-tiba duduk di kursi kemudi dan menutup pintunya dengan rapat."Hei, buka pintunya!" Arjuna tidak mengetahui dengan jelas siapa pelaku tersebut.Saat ini Arjuna benar-benar panik karena tidak mau hartanya diambil, apalagi di dalam ada Nanda yang sudah masuk ke dalam mobil.Jangan-jangan orang yang mau menculik sekaligus mengambil mobil Arjuna? Kalau begitu sebodoh amat dengan mobil, yang Arjuna khawatirkan sekarang yaitu Nanda, anak semata wayangnya yang tidak bisa diganti dan ditukarkan dengan apa pun.Kaca jendela mobil terbuka, menampilkan wajah pelaku yang menarik Arjuna sampai jatuh tersungkur."Cepat masuk ke dalam mobil, Mas."Pelaku tersebut yang tidak lain dan tidak bukan ialah Nismara mengedikkan sebelah bahunya, memberikan isyarat pada Arjuna supaya duduk di jok belakang."Turun kamu dari mobil saya!""Tidak mau.""Turun!"
"Kamu kemarin habis dari mana?"Dada Nismara mendadak sesak. Kalau Arjuna sudah bertanya dengan nada serius seperti ini, berarti itu artinya Arjuna sudah tahu tentang kejadian kemarin sore saat Nismara dan Sella ketemuan di restoran Cina."Aku kemarin gak habis dari mana-mana, kok, Mas. Memangnya kenapa?""Jangan coba-coba bohong, kamu! Kamu pikir aku gak tahu kalau kamu habis bertemu dengan Sella."Arjuna mendadak mengerem mobilnya sampai tubuh Nismara terhuyung ke depan."Kenapa kamu berbohong, Nis?""I-itu...""Kamu gak mencoba untuk mempertemukan Nanda dengan Sella, kan?"Lawan, Nis. Lawan! Kamu jangan diam saja. Kamu harus meluruskan dan memperbaiki hubungan antara Arjuna dengan Sella."I-itu... sebenarnya... aku..., aku memang sengaja ketemuan sama Mbak Sella supaya dia bisa bertemu dengan Nanda, Mas."Mata Arjuna membelalak. Ia menatap Nismara tidak percaya. "Kamu mengkhianati aku, Nis?""Aku gak mengkhianati kamu, Mas. Aku hanya mencoba mempersatukan lagi seorang ibu dan anak
"Jadi, Pak Arjuna ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, gitu?""Sepertinya." Nismara mengembuskan napas. Ia memainkan kuku-kuku jari tangannya."Memangnya kamu gak tanya alasan kenapa Pak Arjuna bercerai?" Andin sibuk mengunyah keripik singkong yang baru saja di belinya tadi sehabis pulang dari pasar malam."Katanya sih dia itu diceraikan sama istrinya dan ditinggalkan, mungkin karena istrinya gak bisa hidup lebih lama dengan orang yang tidak dicintainya sama sekali. Soalnya kalau Mas Arjuna yang menggugat cerai, gak mungkin reaksinya bakal emosional kayak gitu.""Bisa jadi kalau Pak Arjuna itu sedang berbohong, Nis. Dia sebenarnya yang menceraikan mantan istrinya karena ketahuan selingkuh di belakangnya."Nismara menggeleng. "Nggak, Din. Aku yakin Mas Arjuna gak akan melakukan hal tersebut. Mas Arjuna itu tipe anak yang sangat berbakti pada orang tua, Mas Arjuna pasti gak akan mengecewakan kedua orang tuanya, apalagi itu pesan terakhir dari ibunya. Mas Arjuna juga bukan tipe orang yan