Setelah rapat divisinya selesai, Adinda, Misha, Haiqal, Hatta, Gibran, Irsyad, Ayana, Hanica, dan Alisa pun segera membereskan barang barangnya untuk ditaruh di loker kampus.
“Raina ke mana?” Tanya Hatta pada Adinda.
“Sakit, kayaknya sih,” jawab Adinda, “Dia kemarin beli seblak Teh Maya level sepuluh anjir, sok banget kan. Padahal udah gue ingetin, jangan sampe pedes banget, dia aja makan bon cabe level 1 udah nangis kepedesan.”
Hatta terkekeh, “Namanya juga anak batu. Oh ya, lu jadi beli barang yang kita butuhin kan? Ama siapa dah lu? Sama kak Hanica?”
Adinda jadi terdiam mendengar pertanyaan Hatta, “Um, Ta, gue mau nanya bentar deh.”
“Ya, silahkan, mau nanya apa?” Tanya Hatta sembari menaikkan satu alisnya, “Catatannya belom dikasi sama kak Alisa?”
Adinda menggeleng, “Udah kok, udah dikasih sama kak Alisa, tapi gue bukan mau nanya itu.”
“Lah terus nanya apa?”
“Kak Radit…”
Hatta ber-oh ria, “Oh, dia. Baik kok, nggak gigit. Kalo sama cewek mah dia gapernah bertingkah, aman lah kalau buat lu.”
Adinda mendelik lalu mencubit lengan Hatta pelan, "Ih bukan gitu! Gue tuh sebenernya diajak beli barang bareng dia, tapi guenya udah takut duluan.”
“Ngapa takut? Biasa aja kali.”
“AH LO MAH GAK PEKA!” Seru Adinda lalu merapatkan tubuhnya ke Hatta, “Masalahnya tadi dia keliatan bete, kayaknya mah gegara gue. Kira-kira dia tetep mau beli bareng gak ya?” Tanyanya dengan suara yang pelan agar tidak terdengar oleh sekitarnya.
“Oh anjing,” jawab Hatta lalu ia mengerutkan dahinya, “Ngapa bete? Elu jatohin motornya?”
Adinda menggeleng, “Bukan, gue aja gak tahu motor dia. Tapi... dia kayak cemburu–”
Hatta membulatkan matanya tak percaya, “JEIRA ADINDA TOLONG SADAR DIRI! LO BUKAN SIAPA SIAPA KOK NGAREP DICEMBURUIN?!” teriak Hatta yang membuat Adinda mendengus kesal dan reflek memukul lengan Hatta.
“Ih, pelanin suara lo! Nanti kalau yang lain denger gimana?!” Ujar Adinda lalu melirik ponselnya, “Hm, semoga aja dia tetep mau belanja ama gue, kalau beneran belanja sama kak Hanica… gue gak sanggup.”
Hatta mengangguk-angguk, “Ya, aamiin. Dah sana ke parkiran.”
Adinda mendelik, “Ya tunggu dichat lah!”
“Manja lu,” celetuk Hatta.
“Bawel lu.”
Hatta tidak menjawab lagi karena ia sibuk chatan dengan Raina. Ia menanyakan kabar Raina, apakah benar sakit atau hanya ingin menghindari Hatta karena Raina memiliki hutang janji membelikan Hatta seblak Teh Maya.
Raditya: gua dah selese, lu dimana?
Adinda: aku di bawah pohon kak, sama hatta berdua
Raditya: pacaran?
Adinda: gak duluuu wkwk
Adinda: aku cuma minta ditemenin sama dia sampe kakak selesai kokRaditya: wkwkwk oh yaudah ayo ke parkiran
Raditya: gua udah di motorAdinda: oke kak
Adinda: aku otwAdinda menoleh ke belakang, tepatnya ke arah parkiran, ia melihat sosok pemuda berperawakan tinggi dan tampan yang duduk di atas motor ninjanya dan sedang fokus dengan ponselnya. Adinda langsung meluruskan pandangannya, “Ta, dia udah ada di parkiran.”
Hatta yang tadinya fokus ke ponsel langsung melirik sejenak ke parkiran lalu menatap Adinda, “Yaudah hati hati lu. Ntar kalo dia ngebut, gebuk kepalanya. Bilang, disuruh Hatta ganteng.”
Adinda mendelik, “Idih, mana berani gue. Dah ya, makasi Ta dah mau temenin gueeeee!”
“Yoi santuy, lu kan temen gua,” jawab Hatta lalu membuka aplikasi game.
Lalu kemudian, Adinda berlari kecil menghampiri motor Raditya. Ia sendirian di parkiran, masih banyak motor yang terparkir, itu artinya memang para panitia masih di kampus.
“Nunggu lama ya kak?” Tanya Adinda sesaat sudah di sebelah Raditya.
Raditya menoleh dan tersenyum kecil, “Aturan gua yang nanya,” lalu ia menurunkan kedua kakinya, lalu membenarkan posisi duduknya di motor, dan menyalakan mesin motornya, “Nih helmnya.”
"Okey," lalu Adinda memakai helm pemberian Raditya. Namun, ia sedikit kebingungan bagaimana cara ia naik ke atas motor ninja. Karena ini adalah pertama kalinya ia dibonceng dengan motor ninja.
“Tangan gua bisa lo pegang,” sahut Raditya sembari melirik ke kaca spion, memahami jika Adinda kebingungan untuk naik ke motornya.
Adinda mengangguk paham lalu menggenggam lengan kanan Raditya untuk pegangan dan kaki kanannya ia taruh di pijakan motor, setelah itu ia mengangkat kaki kirinya dan segera duduk dengan sempurna di motor hitam milik Raditya.
Lalu ia melepaskan genggamannya pada lengan Raditya dan mencari besi belakang motor– sebentar, “Kak, ini besi belakangnya kok gaada?” Tanya Adinda yang membuat Raditya terkekeh.
“Pegangan pundak gua aja,” jawab Raditya lalu segera memakai helm, “Dah ya pegangan.”
"Kak masa pegangan pundak? Aku pegangan tas aja ya," sahut Adinda dengan nada malu-malu.
Raditya hanya tersenyum di balik helmnya yang berwarna hitam, "Iya gapapa, pegangan tas ya."
“Iya kak, Udah,” kata Adinda pelan, Aduh anjir tasnya kecil banget, gimana gue mau pegangan anyiiiiing. Menyeeeesaaaalllllll, batin Adinda.
Lalu motor ninja berwarna hitam itu langsung berjalan keluar dari area parkiran motor yang tanpa mereka berdua sadari, ada dua pasang mata yang sedang memperhatikan mereka.
“Aih goblok, udahlah bang, sadar diri napa. Udah ditolak masih weeee ngeliatin. Awas juling,” sahut Lino saat duduk di pos satpam bersama Ezarion yang menatap Adinda yang dibonceng oleh Raditya dengan tatapan pedih.
“Padahal udah gua ajakin pake mobil, eh taunya tu anak maunya sama yang pake ninja,” sahut Ezarion dengan miris.
Sementara Adinda dan Raditya, selama di perjalanan, mereka tidak banyak mengobrol.
Karena pertama; Adinda tidak mau mengganggu konsentrasi Raditya saat mengendarai motor.
Kedua; Adinda tidak tahu harus membicarakan apa dengan Raditya.
Terakhir; Adinda masih takut kalau Raditya teringet dengan kejadian beberapa waktu yang lalu perihal typo "selamanya".
Namun, selama di perjalanan, biasanya Raditya yang memulai percakapannya.
Buktinya, di percakapan pertama;
“Din, lu disuruh Alisa beli dimana?” Tanya Raditya.
Adinda menghela nafas, “Hm… Gatau kak, kak Alisa suruh aku beli di tempat kak Radit beli aja, jadinya barengan gitu.”
“Lah kalo gaada gimana?” Tanya Raditya lagi.
Mata Adinda membulat, tak kepikiran sampai sana, “Um, emang kak Radit mau beli apa aja?”
“Gatau gua belom liat daftarnya, ada di tas. Buka aja,” ucap Raditya dengan santai.
Adinda tersentak sedikit dan langsung menggelengkan kepalanya, “Eh gausah, nanti kita liat sama sama aja di toko.”
“Oke dah,” jawab Raditya dengan anggukan.
Dan ini adalah percakapan mereka yang kedua dan bahkan yang terakhir di motor sebelum mereka sampai di toko;
“Oiya Din,” kata Raditya sembari melirik kaca spion yang bertujuan untuk melihat Adinda.
“Kenapa kak?” Tanya Adinda yang fokusnya masih ke jalanan dan tidak sadar jika Raditya memperhatikannya lewat kaca spion.
“Lu kalo diliat-liat, cakep dah.”
Eh eh EH eh eh eh
Anjir nih ADUHHHHH
Aduhhhhh napas gue udah kayak orang sekarat
ORGILLLLLL
Adinda menoleh, “Haaa?” Tanya Adinda kebingungan lalu melirik kaca spion dan ia melihat Raditya yang sedang melirik kaca spion juga.
Jadi, secara tidak langsung, mata mereka saling menatap satu sama lain.
ASTAGAAAAAA KENAPA SIHHHHHHH, batin Adinda.
Gila, padahal gua sering begini sama Joce atau Oyong atau bahkan sama Erin, tapi kenapa beda ya rasanya? Batin Raditya.
Adinda menipiskan bibirnya lalu mengalihkan pandangannya jadi kembali lurus ke depan. Raditya hanya terkekeh melihat tingkah adik tingkatnya satu ini.
Ketika sedang berbincang membicarakan Hanica serta anggota divisi masing-masing, tak lama ponsel Raditya berdering, ia merogoh kantung celananya untuk mengambil ponselnya tersebut. Adinda mendongak dan agak melirik ke layar ponsel Raditya.Yah gak keliatan, batin Adinda.Adinda langsung mengalihkan pandangannya ke arah kanan yang terdapat lemari berisi barang-barang gemas, ia takut akan ketahuan oleh Raditya jika sedang mengintip layar ponselnya.“Eh Din, gua angkat telfon dulu ya,” ucap Raditya lalu berjalan keluar dan meninggalkan Adinda tanpa menunggu jawaban dari gadis itu.Adinda mengangguk dan menoleh ke arah pemuda itu, tetapi garis wajahnya langsung berubah ketika melihat Raditya yang sudah di luar toko, “Elah, ambil langkahnya cepet banget,” ucapnya gusar.Apa itu dari dia ya? batin Adinda.Namun, Adinda tak ambil pusing, ia langsung mengeluarkan ponselnya, lalu membuka aplikasi
Binar menghembuskan nafasnya dengan kasar, melihat kondisi tangan dan kaki Raditya yang cukup parah.Ia memandang wajah Raditya yang sedang menahan rasa sakit ketika diobati oleh Jocelyn.Binar mengedarkan pandangannya dan melihat Adinda yang sedang di pojokan, makan cireng bersama Misha.Binar mengambil dari kotak P3K, lalu melemparkannya ke depan Misha dan Adinda yang tentu saja membuat keduanya terkejut dan Adinda menjatuhkan cirengnya.“WEH ANJIR NGAJAK RIBUT LOOOOOOO????” Seru Adinda mengomel pada Binar, “CIRENG GUEEEEEEEEE!!!”“Dah nih ambil lagi,” ucap Misha pada Adinda dengan nada lembut.“Lo emang abis darimana? Kok gatau Radit luka?” Tanya Binar yang membuat Adinda mendelik.“Mau gue ceritain?" Tanya Adinda menawarkan pada Binar.Binar mengangguk dan tanpa sadar pun, Misha ikut mengangguk."Jadi tuh, gue kan belanja barang divisi berdua sama dia, nah terus p
Hari Jumat “Pagi adik adik bobrokku,” sapa Erintya kepada Misha dan Adinda yang baru bangun.“Makan apa, ya, yang enak dimakan pagi-pagi gini?” tanya Jocelyn lalu membuka kulkas rumah Misha, “WOW ini kulkas rumah apa kulkas supermarket jir? Lengkap amat dah,” ucap Jocelyn menoleh ke Misha.“Abisin dah, kak, sebelum semua makanan expired,” jawab Misha santai lalu menyender di bahu Erintya dan terlelap lagi.“Bikin kwetiaw aja gak, sih, kak? Ada banyak itu,” saran Adinda ketika melihat tumpukan kwetiau dalam kulkas.“NAH BOLEH BANGET! Cepet bikin, Din, sebelum kwetiawnya jadi basi,” ujar Misha yang masih memejamkan matanya.“Oke deh,” ucap Jocelyn lalu mengambil 4 bungkus kwetiaw dan menaruhnya di meja. Melirik Adinda dan tersenyum miring, “Gue denger denger elo
“Enak gaaaaak?” Tanya Adinda sembari menggoyangkan lengan kanan Raditya setelah mencicipi cupcake buatannya, “Enak, 'kan? Enak, 'kan? Jelas lah enak, bikinnya lama, sampai satu jam, tuh, nunggunya, dimasak dengan cinta.” “Hm, biasa aja, ah, kayak cupcake di pasar depan kampus,” jawab Raditya dengan wajah sok serius. “Huft, sabar Adinda, sabar, karena orang penyabar akan mendapat pacar yang tampan rupawan,” ucap Adinda lalu menaruh beberapa cupcake ke dalam tempat makan. Raditya tersenyum tipis lalu mengambil lagi cupcake milik Adinda, kemudian membuka kertas yang menempel. “Bilangnya biasa aja, tapi ambil jatah orang!” Omel Adinda meskipun tak berniat mengambil cupcakenya dari tangan Raditya. Tetapi, muncullah niat untuk menjahili kakak tingkatnya yang tinggi menjulang ini, dengan cepat, tangannya mencolek krim sisaan di mangkuk dan menyolek pipi Raditya, “AHAHAHAHAHHAHAHA ASTAGFIRULLAAAAAH AHAHAHHAAH–” “KAK RADITYA AMPUN AAAAA JANGAN
Sekarang Adinda sudah pulang ke rumahnya bersama Raditya, Jevano berbohong pada Ezarion, karena nyatanya, Ayah mereka memang pulang setiap hari. “Padahal aku bisa langsung ke kampus,” sahut Adinda menatap Raditya yang sedang duduk di sebelahnya. “Gapapa, istirahat aja dulu,” jawab Raditya, membalas tatapan Adinda. Adinda menyenderkan kepalanya di senderan sofa, “Aku kalau tidur harus 2 jam lebih.” “Iya gapapa aku tungguin.” “Jangan, aku gabisa tidur kalau ada yang nungguin,” jawab Adinda dengan nada polos. Raditya tersenyum jahil, “Kamu kode minta dikelonin?” “GAK GITU????” Omel Adinda menyadari jika kalimatnya disalahartikan oleh Raditya. “Maksudnya, kakak balik aja langsung ke kampus. Aku sendirian gapapa,” jelas Adinda, membuat Raditya menggelengkan kepala. Raditya mengusap kepala Adinda, “Tadi aku disuruh temenin kamu, jadinya aku harus temenin kamu. Udah sana tidur, apa mau aku kelonin beneran?” Adi
DIVISI ALISA CANTIK – (9)Alisa: udah paham kan? @Adinda @Haiqal @RainaAlisa: sekarang chat kating yang kalian dapatin yaHaiqal: asiappppRaina: otw chattAdinda: HUHUHUHUHUHUH KENAPA DAPAT KAK RADIT:(Alisa: udah gapapa dia udah tau bakal ada yang ngechat dari divisi kitaAdinda: mau tuker:(Alisa: gapapa dindaaa dia baik kokAdinda: aaaa takuttt:(Alisa: coba chat duluuuu ntar kalo dia galakin lo, baru kasi tau gueAdinda: oke deh:(BISMILLAH DEH SEMOGA BISA LANGSUNG SELESAI, GUE GAMAU CHATAN LAMA LAMA ANJIR.Lalu Adinda mengetik dengan cepat, lalu menarik nafas danKLIK!!!!!!
MOODBOARD -[Adinda & Raditya]"I told you, my predictions were right. But why you mad at me? Please, let go of her hand now." - Jeira Adinda Praditya."My fault is never being able to leave her to be with you. I'm so sorry, because I love you and her. I'm sorry, I can't leave her." - Altair Raditya Rasyid.[Sarabella & Adinda]"Let go of him. I cannot see his happy face whenever he's around you." - Sarabella Lazuardi."Oh, you think, he can be happy with you? Wake up, you're not even his girlfriend. You can't tell me." - Jeira Adinda Praditya.[Adinda & Ezarion]"I want you to fight for me, but seems you don't have any idea to love me." - Jeira Adinda Praditya."We used to had a meaningful conversations, I kinda miss that. But I stopped it, because you didn't miss it too." -Ezarion Sabian Pratama.PLAYLIS
Hari ini adalah hari kamis, tentu saja gedung FISIP menjadi ramai yang paling ramai, melebihi ketika adanya kegiatan belajar.Ada yang sibuk membersihkan parkiran, ada yang sibuk mengecat bagian depan gedung FISIP dengan warna yang lebih terang karena warna dindingnya sudah memudar, dan ada juga yang sedang berkumpul sembari memakan seblak Teh Maya. Ada juga yang bernyanyi ria sembari bermain gitar dengan wajah bahagia.Nah, kebetulan tugas Raditya hari ini hanya memperhatikan pekerjaan adik tingkatnya saja, maka dari itu ia sengaja datang terlambat.Sesampainya di parkiran FISIP, ia langsung memarkirkan motornya dan terukir senyuman jahil ketika melihat adik tingkatnya sedang membersihkan area parkiran.“Wedew, tiap hari kayak gini dong kalo bisa. Gantiin babeh,” ledek Raditya setelah membuka helmnya dan memamerkan senyuman manisnya.“Elu aje bang, kaga mau gua,” sahut salah satu pemuda yang bernama Hafidz yang tiga tahun d
Sekarang Adinda sudah pulang ke rumahnya bersama Raditya, Jevano berbohong pada Ezarion, karena nyatanya, Ayah mereka memang pulang setiap hari. “Padahal aku bisa langsung ke kampus,” sahut Adinda menatap Raditya yang sedang duduk di sebelahnya. “Gapapa, istirahat aja dulu,” jawab Raditya, membalas tatapan Adinda. Adinda menyenderkan kepalanya di senderan sofa, “Aku kalau tidur harus 2 jam lebih.” “Iya gapapa aku tungguin.” “Jangan, aku gabisa tidur kalau ada yang nungguin,” jawab Adinda dengan nada polos. Raditya tersenyum jahil, “Kamu kode minta dikelonin?” “GAK GITU????” Omel Adinda menyadari jika kalimatnya disalahartikan oleh Raditya. “Maksudnya, kakak balik aja langsung ke kampus. Aku sendirian gapapa,” jelas Adinda, membuat Raditya menggelengkan kepala. Raditya mengusap kepala Adinda, “Tadi aku disuruh temenin kamu, jadinya aku harus temenin kamu. Udah sana tidur, apa mau aku kelonin beneran?” Adi
“Enak gaaaaak?” Tanya Adinda sembari menggoyangkan lengan kanan Raditya setelah mencicipi cupcake buatannya, “Enak, 'kan? Enak, 'kan? Jelas lah enak, bikinnya lama, sampai satu jam, tuh, nunggunya, dimasak dengan cinta.” “Hm, biasa aja, ah, kayak cupcake di pasar depan kampus,” jawab Raditya dengan wajah sok serius. “Huft, sabar Adinda, sabar, karena orang penyabar akan mendapat pacar yang tampan rupawan,” ucap Adinda lalu menaruh beberapa cupcake ke dalam tempat makan. Raditya tersenyum tipis lalu mengambil lagi cupcake milik Adinda, kemudian membuka kertas yang menempel. “Bilangnya biasa aja, tapi ambil jatah orang!” Omel Adinda meskipun tak berniat mengambil cupcakenya dari tangan Raditya. Tetapi, muncullah niat untuk menjahili kakak tingkatnya yang tinggi menjulang ini, dengan cepat, tangannya mencolek krim sisaan di mangkuk dan menyolek pipi Raditya, “AHAHAHAHAHHAHAHA ASTAGFIRULLAAAAAH AHAHAHHAAH–” “KAK RADITYA AMPUN AAAAA JANGAN
Hari Jumat “Pagi adik adik bobrokku,” sapa Erintya kepada Misha dan Adinda yang baru bangun.“Makan apa, ya, yang enak dimakan pagi-pagi gini?” tanya Jocelyn lalu membuka kulkas rumah Misha, “WOW ini kulkas rumah apa kulkas supermarket jir? Lengkap amat dah,” ucap Jocelyn menoleh ke Misha.“Abisin dah, kak, sebelum semua makanan expired,” jawab Misha santai lalu menyender di bahu Erintya dan terlelap lagi.“Bikin kwetiaw aja gak, sih, kak? Ada banyak itu,” saran Adinda ketika melihat tumpukan kwetiau dalam kulkas.“NAH BOLEH BANGET! Cepet bikin, Din, sebelum kwetiawnya jadi basi,” ujar Misha yang masih memejamkan matanya.“Oke deh,” ucap Jocelyn lalu mengambil 4 bungkus kwetiaw dan menaruhnya di meja. Melirik Adinda dan tersenyum miring, “Gue denger denger elo
Binar menghembuskan nafasnya dengan kasar, melihat kondisi tangan dan kaki Raditya yang cukup parah.Ia memandang wajah Raditya yang sedang menahan rasa sakit ketika diobati oleh Jocelyn.Binar mengedarkan pandangannya dan melihat Adinda yang sedang di pojokan, makan cireng bersama Misha.Binar mengambil dari kotak P3K, lalu melemparkannya ke depan Misha dan Adinda yang tentu saja membuat keduanya terkejut dan Adinda menjatuhkan cirengnya.“WEH ANJIR NGAJAK RIBUT LOOOOOOO????” Seru Adinda mengomel pada Binar, “CIRENG GUEEEEEEEEE!!!”“Dah nih ambil lagi,” ucap Misha pada Adinda dengan nada lembut.“Lo emang abis darimana? Kok gatau Radit luka?” Tanya Binar yang membuat Adinda mendelik.“Mau gue ceritain?" Tanya Adinda menawarkan pada Binar.Binar mengangguk dan tanpa sadar pun, Misha ikut mengangguk."Jadi tuh, gue kan belanja barang divisi berdua sama dia, nah terus p
Ketika sedang berbincang membicarakan Hanica serta anggota divisi masing-masing, tak lama ponsel Raditya berdering, ia merogoh kantung celananya untuk mengambil ponselnya tersebut. Adinda mendongak dan agak melirik ke layar ponsel Raditya.Yah gak keliatan, batin Adinda.Adinda langsung mengalihkan pandangannya ke arah kanan yang terdapat lemari berisi barang-barang gemas, ia takut akan ketahuan oleh Raditya jika sedang mengintip layar ponselnya.“Eh Din, gua angkat telfon dulu ya,” ucap Raditya lalu berjalan keluar dan meninggalkan Adinda tanpa menunggu jawaban dari gadis itu.Adinda mengangguk dan menoleh ke arah pemuda itu, tetapi garis wajahnya langsung berubah ketika melihat Raditya yang sudah di luar toko, “Elah, ambil langkahnya cepet banget,” ucapnya gusar.Apa itu dari dia ya? batin Adinda.Namun, Adinda tak ambil pusing, ia langsung mengeluarkan ponselnya, lalu membuka aplikasi
Setelah rapat divisinya selesai, Adinda, Misha, Haiqal, Hatta, Gibran, Irsyad, Ayana, Hanica, dan Alisa pun segera membereskan barang barangnya untuk ditaruh di loker kampus.“Raina ke mana?” Tanya Hatta pada Adinda.“Sakit, kayaknya sih,” jawab Adinda, “Dia kemarin beli seblak Teh Maya level sepuluh anjir, sok banget kan. Padahal udah gue ingetin, jangan sampe pedes banget, dia aja makan bon cabe level 1 udah nangis kepedesan.”Hatta terkekeh, “Namanya juga anak batu. Oh ya, lu jadi beli barang yang kita butuhin kan? Ama siapa dah lu? Sama kak Hanica?”Adinda jadi terdiam mendengar pertanyaan Hatta, “Um, Ta, gue mau nanya bentar deh.”“Ya, silahkan, mau nanya apa?” Tanya Hatta sembari menaikkan satu alisnya, “Catatannya belom dikasi sama kak Alisa?”Adinda menggeleng, “Udah kok, udah dikasih sama kak Alisa, tapi gue bukan mau nanya itu.”&
Adinda tersenyum malu-malu jika mengingat kejadian beberapa waktu lalu, kalau menurut teman-temannya, sih, itu kategori momen uwu ya.Tapi, memang jika sudah bertemu sama yang bersangkutan... langsung merasa awkward, deg degan, malu, panik, semuanya jadi satu.Gak ada uwu uwunya.Ia masih kepikiran dengan ajakan Raditya untuk belanja keperluan divisi masing-masing bersama. Bukan masalah takut ada gosip, tetapi ia masih sangat malu untuk bertemu, apalagi berbicara, dan sekarang ia akan berbelanja bersama Raditya? Benar-benar tidak ada di pikirannya.Walaupun memang wakil ketua divisi Adinda, Hanica, sudah menyuruh Adinda untuk pergi dengan Raditya, tetapi tetap saja masih malu.“Tadi senyum senyum, terus sekarang panik kayak lagi dipaksa beli risoles mayo orang danusan. He, lo itu kenapa?” Tanya Hanica yang diam diam memperhatikan adik tingkatnya yang satu ini.“Lagi jatuh cinta kaliiii,” celetuk Gibr
Hari ini adalah hari kamis, tentu saja gedung FISIP menjadi ramai yang paling ramai, melebihi ketika adanya kegiatan belajar.Ada yang sibuk membersihkan parkiran, ada yang sibuk mengecat bagian depan gedung FISIP dengan warna yang lebih terang karena warna dindingnya sudah memudar, dan ada juga yang sedang berkumpul sembari memakan seblak Teh Maya. Ada juga yang bernyanyi ria sembari bermain gitar dengan wajah bahagia.Nah, kebetulan tugas Raditya hari ini hanya memperhatikan pekerjaan adik tingkatnya saja, maka dari itu ia sengaja datang terlambat.Sesampainya di parkiran FISIP, ia langsung memarkirkan motornya dan terukir senyuman jahil ketika melihat adik tingkatnya sedang membersihkan area parkiran.“Wedew, tiap hari kayak gini dong kalo bisa. Gantiin babeh,” ledek Raditya setelah membuka helmnya dan memamerkan senyuman manisnya.“Elu aje bang, kaga mau gua,” sahut salah satu pemuda yang bernama Hafidz yang tiga tahun d
MOODBOARD -[Adinda & Raditya]"I told you, my predictions were right. But why you mad at me? Please, let go of her hand now." - Jeira Adinda Praditya."My fault is never being able to leave her to be with you. I'm so sorry, because I love you and her. I'm sorry, I can't leave her." - Altair Raditya Rasyid.[Sarabella & Adinda]"Let go of him. I cannot see his happy face whenever he's around you." - Sarabella Lazuardi."Oh, you think, he can be happy with you? Wake up, you're not even his girlfriend. You can't tell me." - Jeira Adinda Praditya.[Adinda & Ezarion]"I want you to fight for me, but seems you don't have any idea to love me." - Jeira Adinda Praditya."We used to had a meaningful conversations, I kinda miss that. But I stopped it, because you didn't miss it too." -Ezarion Sabian Pratama.PLAYLIS