Adinda tersenyum malu-malu jika mengingat kejadian beberapa waktu lalu, kalau menurut teman-temannya, sih, itu kategori momen uwu ya.
Tapi, memang jika sudah bertemu sama yang bersangkutan... langsung merasa awkward, deg degan, malu, panik, semuanya jadi satu.
Gak ada uwu uwunya.
Ia masih kepikiran dengan ajakan Raditya untuk belanja keperluan divisi masing-masing bersama. Bukan masalah takut ada gosip, tetapi ia masih sangat malu untuk bertemu, apalagi berbicara, dan sekarang ia akan berbelanja bersama Raditya? Benar-benar tidak ada di pikirannya.
Walaupun memang wakil ketua divisi Adinda, Hanica, sudah menyuruh Adinda untuk pergi dengan Raditya, tetapi tetap saja masih malu.
“Tadi senyum senyum, terus sekarang panik kayak lagi dipaksa beli risoles mayo orang danusan. He, lo itu kenapa?” Tanya Hanica yang diam diam memperhatikan adik tingkatnya yang satu ini.
“Lagi jatuh cinta kaliiii,” celetuk Gibran tanpa menoleh dari layar ponselnya alias sedang bermain games.
Adinda mendelik. “Apasih ih, kak Gibran! Gue nggak jatuh cinta ya!”
“Terus kenapa?” Sahut Ayana yang sedang bermain games dengan Gibran.
“Jangan kepo please!” Sinis Adinda pada Ayana, “Udah sana ih main games aja, jangan ganggu gue!”
“Dasar cewek gajelas,” gumam Gibran.
“GUE DENGER YA KAK! TELINGA GUE MASIH BERFUNGSI, KEMARIN BARU DISEDOT ISINYA!” Seru Adinda dengan berapi-api.
Gibran hanya tertawa mendengar omelan adik tingkatnya tersebut, ia mau melanjutkan ucapannya, tetapi gamenya lebih membutuhkan Gibran saat ini.
"Ay anjir lu bisa main gak sih?! JANGAN SAMPE KALAH DONG AH!!!!!" Omel Gibran pada Ayana.
Ayana hanya mendelik kesal, "Lu mending diem deh ah rese!"
Adinda langsung meredam omelannya pada Gibran karena fokus kakak tingkatnya itu tak lagi kepadanya.
Hm daritadi kek sibuk sama game aja!!!! Batin Adinda.
Lelaki yang sedari tadi duduk di sebelah Adinda menaikkan satu alisnya, terbesit ide jahil untuk membuat Adinda semakin menggeram.
“Hmmm, semenjak lo ngechat kak Radit, lo jadi suka senyum senyum sendiri terus pas ditanya jadi ngegas gitu,” telaah pemuda yang bernama Haiqal Janafi, “Ngapa nih? Lo demen ya sama dia?”
Mendengar nama Raditya disebut, Hanica langsung mendekatkan tubuhnya ke arah Haiqal dan Adinda, “Wah beneran Din?” Tanya Hanica dengan wajah penasaran, “Eh kalo dia enak, ego, pacarannya! Pasti elo bakal dibeliin risoles mayo danus mulu! Gue jamin, hidup lo bahagia.”
“Yeeeee, emangnya Adinda kayak elo apa, Ca, tiap hari tiada hari tanpa porotin orang orang buat beliin lo risol danus!” sindir Alisa yang sedang menulis catatan untuk Adinda beli nanti, “Deketin dah Din, butuh support pacar dia tuh, kan mau skripsi.”
Hanica langsung bergidik ngeri, “IH DIA LAGI SKRIPSIAN YA? JANGAN DEH, DIN!" Seru Hanica, "Kalau dia lagi skripsian tuh ya, elo cuma jadi moodbooster dia pas dia capek skripsi, tapi kalau elo capek? Elo gak lebih dari seonggok pengganggu saat dia sibuk dengan naskah skripsinya.”
“Beuhhhh, pengalaman banget ya kak Hanica ini kalau didengar dengar,” ledek Gibran dengan senyuman meledek.
“Ye bangsat, tapi beneran ini mah. Pacaran sama mahasiswa semester akhir tuh ibaratkan disguise in blessing,” jelas Hanica dengan ekspresi dilebih-lebihkan, “Enak, tapi gak enak. Kayak risoles danus tanpa mayo.”
Adinda hanya terdiam mendengarkan teman-teman satu divisinya berbicara. Lalu ia tenggelam dalam pikirannya, teringat lagi ketika Haiqal mengirim screenshoot foto dari instastory i*******m Raditya tepat setelah ia mengechat Raditya untuk pertama kali.
“Selamanya. Hahahaha, lucu.
Makasih ya udah jadi moodbooster gue malam ini.”Haiqal: he adinde ini buat elu ye
Haiqal: lu ngapain kak Radit“Eh mana dah bocil? Dah datang belom si Misha?” Tanya Hanica tiba-tiba yang membuat Adinda tersadar.
“Belum, kayaknya masih di jalan deh kak Misha,” jawab Adinda singkat lalu terdiam.
Hanica mengangguk paham, “He, daripada bengong mending temenin gue ke depan yuk!” Ajak Hanica lalu menarik lengan Adinda dengan semangat.
Adinda mengangguk lalu berjalan mengikuti langkah Hanica di sampingnya.
“Kak Hanica pelan pelan dong anjir, kaki aku kan gak sepanjang kak Hanica!” omel Adinda pada Hanica karena berjalan terlalu cepat.
Langkah Hanica terhenti lalu menoleh pada Adinda, “Itung itung latihan kalau lo jadi pacaran sama dia,” ucap Hanica sembari mengarahkan dagunya ke kumpulan kating semester akhir dan ada Raditya disana.
“Aish apaansih!” Sinis Adinda lalu melanjutkan langkahnya bersama Hanica ke depan ruangan divisinya.
“Mane si bocil, kaga dateng dateng– nah pucuk dicinta ulam pun tiba!” Seru Hanica ketika melihat Misha sedang berjalan di tengah lapangan– dan ada Raditya di belakangnya.
“Jiaaaakhhh, Misha kok bisa jalan barengan gitu sama dia,” ledek Hanica, “Eits, tapi tenang aja Din, Misha kaga demen ama yang begituan.”
Adinda mendelik mendengar ucapan Hanica barusan, ia tak mau ambil pusing karena tabiat kakak tingkatnya memang seperti itu. Jadi ia sudah sangat terbiasa mendengar celotehan tidak bermutu dari mulut Hanica.
“WOOOOIIIIIII YAALLAH SAMPE JUGA GUE KESINI,” seru Misha saat menghampiri Hanica dan Adinda dengan nada berlebihan.
“LAMA AMAT DAH LOOOO, NGAMEN DULU DI JALANAN????” Teriak Hanica lalu mencubit pipi kanan Misha, “Jangan dibiasain telat ya lu, gue mah gapapa, tapi Alisa. Me nye ram kan!”
Lalu Misha, Hanica, dan Adinda, langsung duduk di depan ruangan rapat. Ada Misha yang dengan heboh menceritakan kejadian yang baru saja ia alami dan ada Hanica yang selalu excited mendengarkan ceritanya, serta ada Adinda yang tidak benar-benar mendengarkan cerita Misha.
"IYA ANJIIR biasalah macet di persimpangan depan," jawab Misha dengan heboh sembari menaruh tasnya di antaranya dan Hanica.
"Tapi tuh tadi gue rada takut, kan simpang depan emang langganan macet ya, nah tadi makin macet anjir, lo tau kak kenapa? Karena ada pohon tumbang di sana. Terus kan, banyak pohon ya di sekitaran sana, gue jadi worry gitu deh, untung gue bisa worry sambil makan cireng."
"IH DEMI APA?! Nanti gue gamau lewt situ, serem banget gila?! Ntar gue suruh Alisa buat lewat mall Pesona aja biar aman!" Sahut Hanica.
Misha hanya mengangguk-angguk paham, "Terus kak Alisa nanyain gue gak? Aduh serem deh kak Alisa kalau marah. Bisa bisa pohon simpang depan bisa tumbang lagi!"
Lalu Hanica dan Misha tertawa bersama dan melanjutkan pembicaraan mereka tentang Alisa. Tetapi, bukannya ikut tertawa, mata Adinda malah tertuju pada sosok pemuda yang tadi berjalan bersama kakak tingkatnya, Misha.
Ya, Raditya. Ia masih berjalan dengan wajah tegas dan terkesan tak ramah, walau begitu, senyum Adinda jadi mengembang dan jantung Adinda berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
Kalau dia gak natap gue, aduh…. Rasanya kayak mau ke surga, adem banget…
Entah sudah berapa lama Adinda memperhatikan pemuda itu secara terang-terangan. Hatinya sudah tak karuan ketika Raditya mengembangkan senyumnya sembari melambaikan tangannya pada teman-temannya.
Tanpa sadar, ia menarik tangan Hanica dan memainkannya dengan gemas, saking ambyarnya Adinda dengan kehadiran Raditya.
Dan tak lama setelah itu, mata Adinda dan mata Raditya bertabrakan. Mereka saling bertatapan.
Pemuda itu sedikit tersentak, karena awalnya ia hanya berniat untuk menoleh iseng saja, tetapi ia malah mendapati gadis manis yang sedang memandanginya dengan lekat.
Gadis itu terkejut karena Raditya menoleh dan refleks membuang muka. Merapat ke samping Hanica dengan gugup.
E aduh anjir, ada apa sih sama hari ini ya tuhan ck, demen banget bikin jantung mau berenti, batin Adinda.
Raditya tersenyum begitu saja ketika memperhatikan kegugupan gadis itu, ia mengulum bibirnya untuk menahan senyumnya untuk tidak melebar.
Lucu, langsung buang muka, batin Raditya.
Lalu Raditya langsung berjalan menuju kerumunan dekat panggung.
“Eh disini dulu dong, gue beli cireng, tapi gamau bagi bagi ke anak laki. Jadi lo berdua bantuin gue makan ya?” Pinta Misha kepada Hanica dan Adinda.
Fokus Adinda menjadi buyar karena mendengar permintaan Misha, “Aduh anjir, yaudah mana sini gue lapar kak.”
Misha tersenyum bahagia lalu mengeluarkan kantung plastik berwarna putih yang berisi cireng tersebut. Adinda mengambilnya tanpa kata.
“Ngapa lo gamau bagi ke anak laki?” Tanya Hanica sembari mengambil cirengnya.
“Gatau diri anjir, gue baru makan satu, eh tahu tahu dah abis aja,” jawab Misha mengambil cirengnya juga.
Tiba-tiba heboh suara sedang bermain bola dari arah panggung. Hanica dan Misha langsung menoleh dan mencari sumber suara, sedangkan Adinda hanya melirik lalu kembali sibuk dengan cirengnya.
Tak lama, muncullah segerombol laki-laki sedang bermain bola. Mungkin sempat diusir oleh sang ketua yang berada di dekat panggung. Makanya pindah tanah kosong yang nantinya akan digunakan untuk tempat stand bazaar.
“OYYY ADINDEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE,” suara panjang memanggil nama Adinda itu terdengar horror di telinga Adinda, begitu juga dengan Hanica dan Misha.
Misha merapatkan tubuhnya ke Hanica, “Masih aja sih dia deketin lo,” bisik Misha dan mendapat anggukan dari Hanica.
“Bener, ngeselin anjir,” sahut Hanica.
Adinda hanya menelan potongan cireng terakhir dan menghela nafas lalu ia mengambil cireng lagi.
Pemuda ini langsung duduk di samping Adinda, pemuda yang akan mengganggunya saat makan cireng.
“Apa kak?” Tanya Adinda datar sembari membagi cireng menjadi dua potongan.
“Ntar gua aja yang temenin lu beli barang, divisi gua juga kurang soalnya,” sahut pemuda dengan rambut gaya landak, alias kayak rambut Pangeran di sinetron Putri Untuk Pangeran.
“Aku dah sama kak Hanica,” jawab Adinda asal sebut seperti tadi bersama Raditya.
Pemuda itu mendecih, “Kok lu mau belanja ama cewek rempong? Ama gua aja, naek mobil, adem kek muka lu.”
Hanica mendelik, “Kak Yon kalo udah ditolak ya jangan ngegas terus dong, bego.”
Pemuda yang bernama Ezarion dan biasa dipanggil Yon ini melotot, “Hanica kurang ajar banget ya lo, gue sumpahin lu jadi ketuplak taun depan!”
Hanica menatap Ezarion dengan tatapan horror, “HE SORI SORI JEK! Gue gabakal dipilih jadi ketuplak, karena pasti pada males dirempongin ama gue. Wlee!”
“Ck, ayo Din, ama guaaaaaa!!!”
Lalu tiba-tiba bola datang menghampiri kaki Hanica, yang membuat gadis itu merasa terganggu.
“ADUH BISA GAK YA, ANAK ANAK LAKI JANGAN RUSUH MAIN BOLANYA?!” Seru Hanica dengan nada mengomel, "MENGGANGGU KETENANGAN PRINCESS HANICA TAU GAK!"
Binar yang merasa diomeli oleh Hanica langsung menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Ih maaf elaaahhh, gua tadi gak sengaja kekencengan nendangnyaaa!!!"
Raditya yang awalnya hanya ingin menunggu Binar untuk mengambil bolanya, malah tak sengaja menoleh ke arah Adinda dan melihatnya sedang berbicara dengan Ezarion membuatnya menjadi gusar.
Buset udah akrab banget kayak lem tikus, batin Raditya.
“Gabisa kak, udah ah sanaaaa!” Ucap Adinda sembari mendorong Ezarion menjauh dari sisinya.
“Ca, lempar bola dong!” Seru Binar pada Hanica.
Tentu saja Hanica menolak. “Gak mau! Ambil sendiri, siapa suruh nendang kenceng?”
Adinda yang tadinya masih mendorong Ezarion langsung menoleh ke lapangan dan menatap Raditya yang sedang menatapnya. Ia langsung menarik tangannya dari pundak Ezarion, “Sini, aku aja yang kasih.”
“Jangan dih, elu diam aja. Biar dia yang ambil,” sahut Ezarion menahan lengan Adinda.
“Apasih bawel deh kak,” jawab Adinda lalu menepis tangan Ezarion lalu segera bangun dari duduknya dan mengambil bolanya.
Baru ia mendongak melihat mereka yang menunggu bola, ia malah menangkap sosok Raditya yang terlihat tak bersemangat dan berjalan gontai pergi meninggalkan gerombolan yang menunggu bola.
“Eh…”
"Din cepetan anjir kita mau main lagi!" Seru Binar pada Adinda yang sedang terdiam karena melihat Raditya yang pergi menjauh, "JEIRA ADINDAAAAAAAA."
Ketika namanya diserukan, Adinda sepenuhnya sadar dari diamnya, lalu melemparkan bolanya ke sembarang arah. Dengan gontai, Adinda kembali duduk di sebelah Hanica dan Ezarion.
Ezarion yang menatap Adinda dengan keheranan hanya menatap Hanica -yang sedang menatapnya juga- dengan bahu yang bergidik bersamaan.
"He, napa lo?" Tanya Hanica pada Adinda.
Gadis yang ditanya tak membuka suara dan malah mengambil cireng milik Misha lalu segera memakannya dengan tenang.
"He, ditanya juga," sahut Ezarion pada Adinda.
Adinda menggelengkan kepalanya dengan pelan, "Gapapa, kayaknya gue laper deh, mau makan seblak-"
"Masi jam 11 pagi anjir, elo mau makan seblak? Gak sayang usus lo?" Tanya Hanica dengan nada galak.
"Sayang kok," sahut Adinda lalu menghela nafas dengan berat, "Tapi dia...."
"Dia?" Tanya Ezarion dan Hanica berbarengan.
Hanica mengerutkan dahinya, lalu sedetik kemudian, "WAH ELO BENERAN SUKA SAMA-"
Adinda yang mengetahui Hanica akan berbicara apa langsung menutup mulut kakak tingkatnya tersebut. Karena ia takut jika Ezarion akan berpikir yang aneh-aneh.
Ezarion yang merasa janggal dengan ucapan Hanica langsung menatap tajam Adinda, "Hm? Lu suka sama siapa?"
Adinda langsung menggeleng dan memasukan potongan cirengnya yang terakhir ke dalam mulut, lalu ia mengunyahnya tanpa jeda.
Ezarion menahan lengan Adinda, tatapannya benar-benar tatapan tajam, sehingga Adinda cukup ketakutan untuk menatap matanya Ezarion.
"Guys, masuk yuk. Ayo, Ca, Sha, Din, kita rapat! Biar bisa cepet selesai ini semuanyaaaa!" seru Alisa dari dari ambang pintu ruangan.
Adinda langsung merasa lega karena diselamatkan oleh Alisa, "Nanti aja kalau mau wawancarain aku, sekarang aku mau rapat dulu, bye bye!"
Ezarion tidak menahan Adinda lagi dan hanya menatap gadis itu yang masuk ke ruangannya bersama Misha dan Hanica.
Setelah rapat divisinya selesai, Adinda, Misha, Haiqal, Hatta, Gibran, Irsyad, Ayana, Hanica, dan Alisa pun segera membereskan barang barangnya untuk ditaruh di loker kampus.“Raina ke mana?” Tanya Hatta pada Adinda.“Sakit, kayaknya sih,” jawab Adinda, “Dia kemarin beli seblak Teh Maya level sepuluh anjir, sok banget kan. Padahal udah gue ingetin, jangan sampe pedes banget, dia aja makan bon cabe level 1 udah nangis kepedesan.”Hatta terkekeh, “Namanya juga anak batu. Oh ya, lu jadi beli barang yang kita butuhin kan? Ama siapa dah lu? Sama kak Hanica?”Adinda jadi terdiam mendengar pertanyaan Hatta, “Um, Ta, gue mau nanya bentar deh.”“Ya, silahkan, mau nanya apa?” Tanya Hatta sembari menaikkan satu alisnya, “Catatannya belom dikasi sama kak Alisa?”Adinda menggeleng, “Udah kok, udah dikasih sama kak Alisa, tapi gue bukan mau nanya itu.”&
Ketika sedang berbincang membicarakan Hanica serta anggota divisi masing-masing, tak lama ponsel Raditya berdering, ia merogoh kantung celananya untuk mengambil ponselnya tersebut. Adinda mendongak dan agak melirik ke layar ponsel Raditya.Yah gak keliatan, batin Adinda.Adinda langsung mengalihkan pandangannya ke arah kanan yang terdapat lemari berisi barang-barang gemas, ia takut akan ketahuan oleh Raditya jika sedang mengintip layar ponselnya.“Eh Din, gua angkat telfon dulu ya,” ucap Raditya lalu berjalan keluar dan meninggalkan Adinda tanpa menunggu jawaban dari gadis itu.Adinda mengangguk dan menoleh ke arah pemuda itu, tetapi garis wajahnya langsung berubah ketika melihat Raditya yang sudah di luar toko, “Elah, ambil langkahnya cepet banget,” ucapnya gusar.Apa itu dari dia ya? batin Adinda.Namun, Adinda tak ambil pusing, ia langsung mengeluarkan ponselnya, lalu membuka aplikasi
Binar menghembuskan nafasnya dengan kasar, melihat kondisi tangan dan kaki Raditya yang cukup parah.Ia memandang wajah Raditya yang sedang menahan rasa sakit ketika diobati oleh Jocelyn.Binar mengedarkan pandangannya dan melihat Adinda yang sedang di pojokan, makan cireng bersama Misha.Binar mengambil dari kotak P3K, lalu melemparkannya ke depan Misha dan Adinda yang tentu saja membuat keduanya terkejut dan Adinda menjatuhkan cirengnya.“WEH ANJIR NGAJAK RIBUT LOOOOOOO????” Seru Adinda mengomel pada Binar, “CIRENG GUEEEEEEEEE!!!”“Dah nih ambil lagi,” ucap Misha pada Adinda dengan nada lembut.“Lo emang abis darimana? Kok gatau Radit luka?” Tanya Binar yang membuat Adinda mendelik.“Mau gue ceritain?" Tanya Adinda menawarkan pada Binar.Binar mengangguk dan tanpa sadar pun, Misha ikut mengangguk."Jadi tuh, gue kan belanja barang divisi berdua sama dia, nah terus p
Hari Jumat “Pagi adik adik bobrokku,” sapa Erintya kepada Misha dan Adinda yang baru bangun.“Makan apa, ya, yang enak dimakan pagi-pagi gini?” tanya Jocelyn lalu membuka kulkas rumah Misha, “WOW ini kulkas rumah apa kulkas supermarket jir? Lengkap amat dah,” ucap Jocelyn menoleh ke Misha.“Abisin dah, kak, sebelum semua makanan expired,” jawab Misha santai lalu menyender di bahu Erintya dan terlelap lagi.“Bikin kwetiaw aja gak, sih, kak? Ada banyak itu,” saran Adinda ketika melihat tumpukan kwetiau dalam kulkas.“NAH BOLEH BANGET! Cepet bikin, Din, sebelum kwetiawnya jadi basi,” ujar Misha yang masih memejamkan matanya.“Oke deh,” ucap Jocelyn lalu mengambil 4 bungkus kwetiaw dan menaruhnya di meja. Melirik Adinda dan tersenyum miring, “Gue denger denger elo
“Enak gaaaaak?” Tanya Adinda sembari menggoyangkan lengan kanan Raditya setelah mencicipi cupcake buatannya, “Enak, 'kan? Enak, 'kan? Jelas lah enak, bikinnya lama, sampai satu jam, tuh, nunggunya, dimasak dengan cinta.” “Hm, biasa aja, ah, kayak cupcake di pasar depan kampus,” jawab Raditya dengan wajah sok serius. “Huft, sabar Adinda, sabar, karena orang penyabar akan mendapat pacar yang tampan rupawan,” ucap Adinda lalu menaruh beberapa cupcake ke dalam tempat makan. Raditya tersenyum tipis lalu mengambil lagi cupcake milik Adinda, kemudian membuka kertas yang menempel. “Bilangnya biasa aja, tapi ambil jatah orang!” Omel Adinda meskipun tak berniat mengambil cupcakenya dari tangan Raditya. Tetapi, muncullah niat untuk menjahili kakak tingkatnya yang tinggi menjulang ini, dengan cepat, tangannya mencolek krim sisaan di mangkuk dan menyolek pipi Raditya, “AHAHAHAHAHHAHAHA ASTAGFIRULLAAAAAH AHAHAHHAAH–” “KAK RADITYA AMPUN AAAAA JANGAN
Sekarang Adinda sudah pulang ke rumahnya bersama Raditya, Jevano berbohong pada Ezarion, karena nyatanya, Ayah mereka memang pulang setiap hari. “Padahal aku bisa langsung ke kampus,” sahut Adinda menatap Raditya yang sedang duduk di sebelahnya. “Gapapa, istirahat aja dulu,” jawab Raditya, membalas tatapan Adinda. Adinda menyenderkan kepalanya di senderan sofa, “Aku kalau tidur harus 2 jam lebih.” “Iya gapapa aku tungguin.” “Jangan, aku gabisa tidur kalau ada yang nungguin,” jawab Adinda dengan nada polos. Raditya tersenyum jahil, “Kamu kode minta dikelonin?” “GAK GITU????” Omel Adinda menyadari jika kalimatnya disalahartikan oleh Raditya. “Maksudnya, kakak balik aja langsung ke kampus. Aku sendirian gapapa,” jelas Adinda, membuat Raditya menggelengkan kepala. Raditya mengusap kepala Adinda, “Tadi aku disuruh temenin kamu, jadinya aku harus temenin kamu. Udah sana tidur, apa mau aku kelonin beneran?” Adi
DIVISI ALISA CANTIK – (9)Alisa: udah paham kan? @Adinda @Haiqal @RainaAlisa: sekarang chat kating yang kalian dapatin yaHaiqal: asiappppRaina: otw chattAdinda: HUHUHUHUHUHUH KENAPA DAPAT KAK RADIT:(Alisa: udah gapapa dia udah tau bakal ada yang ngechat dari divisi kitaAdinda: mau tuker:(Alisa: gapapa dindaaa dia baik kokAdinda: aaaa takuttt:(Alisa: coba chat duluuuu ntar kalo dia galakin lo, baru kasi tau gueAdinda: oke deh:(BISMILLAH DEH SEMOGA BISA LANGSUNG SELESAI, GUE GAMAU CHATAN LAMA LAMA ANJIR.Lalu Adinda mengetik dengan cepat, lalu menarik nafas danKLIK!!!!!!
MOODBOARD -[Adinda & Raditya]"I told you, my predictions were right. But why you mad at me? Please, let go of her hand now." - Jeira Adinda Praditya."My fault is never being able to leave her to be with you. I'm so sorry, because I love you and her. I'm sorry, I can't leave her." - Altair Raditya Rasyid.[Sarabella & Adinda]"Let go of him. I cannot see his happy face whenever he's around you." - Sarabella Lazuardi."Oh, you think, he can be happy with you? Wake up, you're not even his girlfriend. You can't tell me." - Jeira Adinda Praditya.[Adinda & Ezarion]"I want you to fight for me, but seems you don't have any idea to love me." - Jeira Adinda Praditya."We used to had a meaningful conversations, I kinda miss that. But I stopped it, because you didn't miss it too." -Ezarion Sabian Pratama.PLAYLIS
Sekarang Adinda sudah pulang ke rumahnya bersama Raditya, Jevano berbohong pada Ezarion, karena nyatanya, Ayah mereka memang pulang setiap hari. “Padahal aku bisa langsung ke kampus,” sahut Adinda menatap Raditya yang sedang duduk di sebelahnya. “Gapapa, istirahat aja dulu,” jawab Raditya, membalas tatapan Adinda. Adinda menyenderkan kepalanya di senderan sofa, “Aku kalau tidur harus 2 jam lebih.” “Iya gapapa aku tungguin.” “Jangan, aku gabisa tidur kalau ada yang nungguin,” jawab Adinda dengan nada polos. Raditya tersenyum jahil, “Kamu kode minta dikelonin?” “GAK GITU????” Omel Adinda menyadari jika kalimatnya disalahartikan oleh Raditya. “Maksudnya, kakak balik aja langsung ke kampus. Aku sendirian gapapa,” jelas Adinda, membuat Raditya menggelengkan kepala. Raditya mengusap kepala Adinda, “Tadi aku disuruh temenin kamu, jadinya aku harus temenin kamu. Udah sana tidur, apa mau aku kelonin beneran?” Adi
“Enak gaaaaak?” Tanya Adinda sembari menggoyangkan lengan kanan Raditya setelah mencicipi cupcake buatannya, “Enak, 'kan? Enak, 'kan? Jelas lah enak, bikinnya lama, sampai satu jam, tuh, nunggunya, dimasak dengan cinta.” “Hm, biasa aja, ah, kayak cupcake di pasar depan kampus,” jawab Raditya dengan wajah sok serius. “Huft, sabar Adinda, sabar, karena orang penyabar akan mendapat pacar yang tampan rupawan,” ucap Adinda lalu menaruh beberapa cupcake ke dalam tempat makan. Raditya tersenyum tipis lalu mengambil lagi cupcake milik Adinda, kemudian membuka kertas yang menempel. “Bilangnya biasa aja, tapi ambil jatah orang!” Omel Adinda meskipun tak berniat mengambil cupcakenya dari tangan Raditya. Tetapi, muncullah niat untuk menjahili kakak tingkatnya yang tinggi menjulang ini, dengan cepat, tangannya mencolek krim sisaan di mangkuk dan menyolek pipi Raditya, “AHAHAHAHAHHAHAHA ASTAGFIRULLAAAAAH AHAHAHHAAH–” “KAK RADITYA AMPUN AAAAA JANGAN
Hari Jumat “Pagi adik adik bobrokku,” sapa Erintya kepada Misha dan Adinda yang baru bangun.“Makan apa, ya, yang enak dimakan pagi-pagi gini?” tanya Jocelyn lalu membuka kulkas rumah Misha, “WOW ini kulkas rumah apa kulkas supermarket jir? Lengkap amat dah,” ucap Jocelyn menoleh ke Misha.“Abisin dah, kak, sebelum semua makanan expired,” jawab Misha santai lalu menyender di bahu Erintya dan terlelap lagi.“Bikin kwetiaw aja gak, sih, kak? Ada banyak itu,” saran Adinda ketika melihat tumpukan kwetiau dalam kulkas.“NAH BOLEH BANGET! Cepet bikin, Din, sebelum kwetiawnya jadi basi,” ujar Misha yang masih memejamkan matanya.“Oke deh,” ucap Jocelyn lalu mengambil 4 bungkus kwetiaw dan menaruhnya di meja. Melirik Adinda dan tersenyum miring, “Gue denger denger elo
Binar menghembuskan nafasnya dengan kasar, melihat kondisi tangan dan kaki Raditya yang cukup parah.Ia memandang wajah Raditya yang sedang menahan rasa sakit ketika diobati oleh Jocelyn.Binar mengedarkan pandangannya dan melihat Adinda yang sedang di pojokan, makan cireng bersama Misha.Binar mengambil dari kotak P3K, lalu melemparkannya ke depan Misha dan Adinda yang tentu saja membuat keduanya terkejut dan Adinda menjatuhkan cirengnya.“WEH ANJIR NGAJAK RIBUT LOOOOOOO????” Seru Adinda mengomel pada Binar, “CIRENG GUEEEEEEEEE!!!”“Dah nih ambil lagi,” ucap Misha pada Adinda dengan nada lembut.“Lo emang abis darimana? Kok gatau Radit luka?” Tanya Binar yang membuat Adinda mendelik.“Mau gue ceritain?" Tanya Adinda menawarkan pada Binar.Binar mengangguk dan tanpa sadar pun, Misha ikut mengangguk."Jadi tuh, gue kan belanja barang divisi berdua sama dia, nah terus p
Ketika sedang berbincang membicarakan Hanica serta anggota divisi masing-masing, tak lama ponsel Raditya berdering, ia merogoh kantung celananya untuk mengambil ponselnya tersebut. Adinda mendongak dan agak melirik ke layar ponsel Raditya.Yah gak keliatan, batin Adinda.Adinda langsung mengalihkan pandangannya ke arah kanan yang terdapat lemari berisi barang-barang gemas, ia takut akan ketahuan oleh Raditya jika sedang mengintip layar ponselnya.“Eh Din, gua angkat telfon dulu ya,” ucap Raditya lalu berjalan keluar dan meninggalkan Adinda tanpa menunggu jawaban dari gadis itu.Adinda mengangguk dan menoleh ke arah pemuda itu, tetapi garis wajahnya langsung berubah ketika melihat Raditya yang sudah di luar toko, “Elah, ambil langkahnya cepet banget,” ucapnya gusar.Apa itu dari dia ya? batin Adinda.Namun, Adinda tak ambil pusing, ia langsung mengeluarkan ponselnya, lalu membuka aplikasi
Setelah rapat divisinya selesai, Adinda, Misha, Haiqal, Hatta, Gibran, Irsyad, Ayana, Hanica, dan Alisa pun segera membereskan barang barangnya untuk ditaruh di loker kampus.“Raina ke mana?” Tanya Hatta pada Adinda.“Sakit, kayaknya sih,” jawab Adinda, “Dia kemarin beli seblak Teh Maya level sepuluh anjir, sok banget kan. Padahal udah gue ingetin, jangan sampe pedes banget, dia aja makan bon cabe level 1 udah nangis kepedesan.”Hatta terkekeh, “Namanya juga anak batu. Oh ya, lu jadi beli barang yang kita butuhin kan? Ama siapa dah lu? Sama kak Hanica?”Adinda jadi terdiam mendengar pertanyaan Hatta, “Um, Ta, gue mau nanya bentar deh.”“Ya, silahkan, mau nanya apa?” Tanya Hatta sembari menaikkan satu alisnya, “Catatannya belom dikasi sama kak Alisa?”Adinda menggeleng, “Udah kok, udah dikasih sama kak Alisa, tapi gue bukan mau nanya itu.”&
Adinda tersenyum malu-malu jika mengingat kejadian beberapa waktu lalu, kalau menurut teman-temannya, sih, itu kategori momen uwu ya.Tapi, memang jika sudah bertemu sama yang bersangkutan... langsung merasa awkward, deg degan, malu, panik, semuanya jadi satu.Gak ada uwu uwunya.Ia masih kepikiran dengan ajakan Raditya untuk belanja keperluan divisi masing-masing bersama. Bukan masalah takut ada gosip, tetapi ia masih sangat malu untuk bertemu, apalagi berbicara, dan sekarang ia akan berbelanja bersama Raditya? Benar-benar tidak ada di pikirannya.Walaupun memang wakil ketua divisi Adinda, Hanica, sudah menyuruh Adinda untuk pergi dengan Raditya, tetapi tetap saja masih malu.“Tadi senyum senyum, terus sekarang panik kayak lagi dipaksa beli risoles mayo orang danusan. He, lo itu kenapa?” Tanya Hanica yang diam diam memperhatikan adik tingkatnya yang satu ini.“Lagi jatuh cinta kaliiii,” celetuk Gibr
Hari ini adalah hari kamis, tentu saja gedung FISIP menjadi ramai yang paling ramai, melebihi ketika adanya kegiatan belajar.Ada yang sibuk membersihkan parkiran, ada yang sibuk mengecat bagian depan gedung FISIP dengan warna yang lebih terang karena warna dindingnya sudah memudar, dan ada juga yang sedang berkumpul sembari memakan seblak Teh Maya. Ada juga yang bernyanyi ria sembari bermain gitar dengan wajah bahagia.Nah, kebetulan tugas Raditya hari ini hanya memperhatikan pekerjaan adik tingkatnya saja, maka dari itu ia sengaja datang terlambat.Sesampainya di parkiran FISIP, ia langsung memarkirkan motornya dan terukir senyuman jahil ketika melihat adik tingkatnya sedang membersihkan area parkiran.“Wedew, tiap hari kayak gini dong kalo bisa. Gantiin babeh,” ledek Raditya setelah membuka helmnya dan memamerkan senyuman manisnya.“Elu aje bang, kaga mau gua,” sahut salah satu pemuda yang bernama Hafidz yang tiga tahun d
MOODBOARD -[Adinda & Raditya]"I told you, my predictions were right. But why you mad at me? Please, let go of her hand now." - Jeira Adinda Praditya."My fault is never being able to leave her to be with you. I'm so sorry, because I love you and her. I'm sorry, I can't leave her." - Altair Raditya Rasyid.[Sarabella & Adinda]"Let go of him. I cannot see his happy face whenever he's around you." - Sarabella Lazuardi."Oh, you think, he can be happy with you? Wake up, you're not even his girlfriend. You can't tell me." - Jeira Adinda Praditya.[Adinda & Ezarion]"I want you to fight for me, but seems you don't have any idea to love me." - Jeira Adinda Praditya."We used to had a meaningful conversations, I kinda miss that. But I stopped it, because you didn't miss it too." -Ezarion Sabian Pratama.PLAYLIS