Liburan kenaikan kelas sudah hampir usai. Selama liburan ini, Isha memilih untuk liburan di rumah kakek dan neneknya di lain kota. Isha ingin menyegarkan isi kepalanya yang belakangan mulai penuh sesak dengan masalah pribadinya sendiri.
Minggu terakhir Malik menjalani sekolahnya, Isha sudah jarang bertemu dengan lelaki itu. Dia hanya tahu sedikit mengenai Malik dari Risna yang mendapat kabar dari Andi. Karena entah bagaimana awalnya, Andi dan Risna menjadi dekat satu sama lain.
Apalagi ketika akhirnya Malik ujian kelulusan, yang membuatnya tidak lagi berangkat ke sekolah, Isha sudah tak pernah melihatnya lagi. Meskipun mereka satu kampung, akan tetapi Isha yang jarang keluar dan Malik yang juga tak pernah lagi datang ke rumahnya membuat mereka benar-benar jauh satu sama lain.
Dan tiga hari menjelang masuk sekolah kembali, Isha baru pulang ke rumah.
“Ini apaan, Bu?” tanya Isha ketika melih
Waktu terus berlalu dan Malik begitu menikmati masa perkuliahannya. Tak terasa sudah dua tahun Malik kuliah. Hampir setiap hari Bayu berkirim pesan padanya, namun Malik cukup tahu diri dengan perbedaan mereka. Sehingga hubungan mereka hanya jalan di tempat, tidak beranjak dari teman biasa menuju ke pertemanan yang lebih dekat. Tidak.Bukan karena Bayu tidak cantik, karena nyatanya banyak laki-laki di sekolah yang menaruh hati padanya. Sementara untuk ukuran kecerdasan jalas Bayu memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Namun Malik tak ingin menabur luka di atas hati Bayu dengan menjalin hubungan sementara hatinya tidak ada rasa cinta untuk Bayu.Ya, alasan utama Malik menghindari pernyataan cinta yang seringkali diisyaratkan Bayu adalah karena Malik tidak mencintai gadis itu. Dan yang paling konyol adalah saat Malik menyadari bahwa ternyata dia tak bisa mengenyahkan Isha dari hatinya.“Hei, Mal? Liburan semeste
Liburan kenaikan kelas sudah hampir usai. Selama liburan ini, Isha memilih untuk liburan di rumah kakek dan neneknya di lain kota. Isha ingin menyegarkan isi kepalanya yang belakangan mulai penuh sesak dengan masalah pribadinya sendiri.Minggu terakhir Malik menjalani sekolahnya, Isha sudah jarang bertemu dengan lelaki itu. Dia hanya tahu sedikit mengenai Malik dari Risna yang mendapat kabar dari Andi. Karena entah bagaimana awalnya, Andi dan Risna menjadi dekat satu sama lain.Apalagi ketika akhirnya Malik ujian kelulusan, yang membuatnya tidak lagi berangkat ke sekolah, Isha sudah tak pernah melihatnya lagi. Meskipun mereka satu kampung, akan tetapi Isha yang jarang keluar dan Malik yang juga tak pernah lagi datang ke rumahnya membuat mereka benar-benar jauh satu sama lain.Dan tiga hari menjelang masuk sekolah kembali, Isha baru pulang ke rumah.“Ini apaan, Bu?” tanya Isha ketika melihat di atas meja makan ada bungkusan nasi dan beberapa kue yang sepertinya baru dikirim belum lama.
Waktu terus berlalu dan Malik begitu menikmati masa perkuliahannya. Tak terasa sudah dua tahun Malik kuliah. Hampir setiap hari Bayu berkirim pesan padanya, namun Malik cukup tahu diri dengan perbedaan mereka. Sehingga hubungan mereka hanya jalan di tempat, tidak beranjak dari teman biasa menuju ke pertemanan yang lebih dekat. Tidak.Bukan karena Bayu tidak cantik, karena nyatanya banyak laki-laki di sekolah yang menaruh hati padanya. Sementara untuk ukuran kecerdasan jalas Bayu memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Namun Malik tak ingin menabur luka di atas hati Bayu dengan menjalin hubungan sementara hatinya tidak ada rasa cinta untuk Bayu.Ya, alasan utama Malik menghindari pernyataan cinta yang seringkali diisyaratkan Bayu adalah karena Malik tidak mencintai gadis itu. Dan yang paling konyol adalah saat Malik menyadari bahwa ternyata dia tak bisa mengenyahkan Isha dari hatinya. “Hei, Mal? Liburan semester ada acara?” tanya Yasmin, teman satu kampus namun beda fakultas yang terny
Beberapa saat sebelum kedatangan Isha ke rumah Malik, Yasmin yang beberapa hari lalu pulang bersama dengan Malik hari ini datang berkunjung ke rumah Malik. Rasanya aneh jika berteman dekat di kampus, berada dalam satu kecamatan yang sama, tetapi belum tahu rumahnya.Maka berbekal keberanian yang dikumpulkannya sejak pagi, akhirnya Yasmin sampai di sini. Di depan rumah Malik tanpa memberitahu laki-laki itu bahwa dia akan datang. Yasmin sengaja melakukannya karena untuk memberi kejutan pada Malik. “Kok tahu rumahku, Yas?” sambut Malik dengan senyum lebar ketika akhirnya Yasmin tiba di rumahnya. “Aku nanya sama toko yang di simpang empat sana,” jawab Yasmin dengan senyum. “Masuk, yuk!” ajak Malik.Yasmin berdebar ketika memasuki rumah Malik. Entah mengapa, ada rasa nyaman dan indah yang diam-diam menyusup di hati Yasmin. Kemudian seorang perempuan setengah baya yang masih cantik muncul dari dalam. “Lho, ada tamu? Siapa ini, Mal?” tanya Aminah yang muncul bersama dengan Anisa. “Teman
Siang ini, ada keseruan tersendiri di rumah Malik. Aminah yang sudah beberapa waktu tidak kedatangan Isha terlihat bersemangat berbincang dan bertanya banyak hal pada gadis yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri itu. Sementara Anisa seperti biasa selalu banyak bertanya pada Isha. Isha sendiri meskipun sedikit canggung ketika berada di rumah ini lagi, namun sekarang sedikit lebih dewasa sikap dan pembawaannya.Di mata Malik, Isha sudah sangat jauh berubah. Menjadi sedikit pendiam dari sebelum mereka berseteru. Para perempuan itu sibuk memasak, sementara dia yang kikuk sendirian hanya duduk di tempatnya semula. Beberapa kali dia mencuri pandang pada Isha dan semakin menyadari bahwa hatinya telah terpenjara pada gadis kecilnya ini.“Hei, Mal. Kulihat matamu berbeda saat menatapnya. Mantan pacar, ya?” tanya Yasmin yang tiba-tiba mendekat padanya.Malik yang melamun terkejut mendengar pertanyaan Yasmin. Dia lantas tersenyum manis, seolah senyum itu tertuju untuk Isha.“Teman kecilku,”
Lewat tengah hari Yasmin pamit pulang setelah acara makan siang dan juga sedikit berbincang dengan Malik dan keluarganya. Namun Anisa memilih untuk pura-pura membaca buku komik dari pada ikut bergabung dengan ibu dan Malik serta Yasmin. Feelingnya mengatakan hal yang tak baik mengenai jatuhnya Yasmin tadi. Anisa merasa adanya unsur kesengajaan tadi.“Terima kasih kamu sudah berkenan main ke sini, Yas,” ucap Malik ketika mengantar Yasmin sampai di teras depan rumahnya.Yasmin tersenyum lebar.“Aku juga senang main ke sini. Keluargamu baik dan hangat. Kalau ada waktu aku pasti akan datang lagi ke sini,” ujar Yasmin dengan penuh percaya diri.“Eh, bukan nggak boleh. Hanya saja kadang-kadang aku tak ada di rumah. Aku biasanya ke kebun kalau libur seperti ini,” elak Malik dengan halus, berharap agar Yasmin tidak datang tanpa konfirmasi seperti hari ini.“Ke kebun? Sepertinya menyenangkan. Aku bisa ikutan, kan, kalau kamu ke kebun?” tanya Yasmin seolah tak mau tahu bahwa itu adalah trik yan
Malik tersenyum masam mendengar ocehan Anisa yang tidak masuk akal seperti itu. Tak mungkin Isha cemburu padanya karena cinta. Seorang Isha yang egois dan tinggi hati tak akan mungkin semudah itu jatuh cinta pada dirinya yang hanya teman kecil. Bukan, bukan teman masa kecil, melainkan mantan teman kecil.Malik kemudian mengambil ponselnya dan membuka kembali beberapa aplikasi media sosial hanya untuk mencari postingan Isha. Namun Malik harus kecewa karena ternyata Isha jarang sekali menggunakan akunnya. Bahkan postingan terakhirnya adalah setengah tahun yang lalu. Itupun hanya postingan kolam ikan milik bapaknya dengan tulisan singkat, “Di sini ada cerita.”Malik tak bisa mengurai cerita apa yang dimaksud oleh Isha, namun kadang dia merasa bahwa mereka memang punya cerita di sana. Banyak cerita bahkan. Tetapi untuk sekarang, Malik tak ingin mengulas lagi cerita pertemanan mereka karena akan membuatnya menyesal.“Hei, bagaimana? Tak ada niat untuk menemuinya?” tanya Anisa yang tiba-tib
“Malik menyukai postingan beberapa tahun lalu? Apakah itu artinya dia juga sedang mengintai akunku?” gumam Isha pelan.Seketika Isha kembali membuka postingan-postingan lama Malik. Hal konyol yang tak disangka akan dilakukannya. Isha tak habis pikir, mengapa dia harus menyita pikirannya hanya untuk memikirkan Malik dan siapapun perempuan yang bersamanya. Itu mutlak hak Malik dan Isha sama sekali tak punya hak untuk mencegah ataupun berkomentar.“Sha?” panggil Rosminah dari depan pintu.“Ya, Bu?” jawab Isha sambil mematikan ponselnya cepat dan buru-buru membuka buku pelajaran, seolah dia sedang belajar. Karena pamitnya tadi memang dia mau belajar.“Boleh Ibu masuk?” tanya Rosminah.“Masuk saja, Bu. Pintunya tidak dikunci,” jawab Isha yang kembali menekuni bukunya.Pintu kamar terbuka dan Rosminah masuk dengan senyum bijak.“Ada apa, Bu?” tanya Isha sambil mengisi buku yang dipegangnya.Rosminah yang kemudian duduk di sisi ranjang itu menatap Isha.“Ibu minta maaf kalau tadi salah tanya