Share

YOU AND US
YOU AND US
Author: Nyaon

Awal

Author: Nyaon
last update Last Updated: 2021-02-08 14:21:27

Matahari sudah bersinar terang menyinari bumi, padahal jam baru menunjukkan pukul 06.03 pagi.

Seorang remaja laki laki berambut hitam terbangun karna merasakan sedikit rasa panas menerpa kulitnya yang pucat. Remaja itu terduduk sebentar untuk mengembalikan arwahnya yang berkeliaran ditengah malam.

"Masih jam 6 pagi.." gumam remaja itu masih sedikit mengantuk.

"Dion! Hari ini kamu PKL kan?" teriak wanita paruh baya dari arah bawah membuat Dion terlonjak kaget.

Dion buru buru masuk ke kamar mandi dan bersiap diri untuk pergi ke Semarang, karna pihak sekolah mengirimnya ke Apotek di desa di salah satu kota Semarang untuk melakukan kegiatan PKL bersama temannya yang lain.

"Dion!"

"Iya mamah! Ini Dion udah siap," ujar Dion membuka pintu sambil menampilkan senyum kepada mamahnya.

Mamah Dion menghela nafas lelah melihat penampilan anaknya, memang rapih namun rambut Dion berantakan.

"Baju rapih, tapi rambut gak, sama aja bohong Dion," ujar sang Mamah sabar menyisir rambut anaknya lembut dengan jari.

Setelah selesai Dion segera berpamitan pada mamahnya karna teman Dion sudah berada didepan rumah.

"Sara--"

"Di stasiun mamah!" seru Dion mengambil roti dimeja dan bergegas ke pintu depan, mamah Dion hanya menggeleng pelan melihat tingkah anaknya, ia berharap semoga Dion baik baik saja disana.

Suara gemerisik orang stasiun menghiasi pendengaran Dion dan kedua temannya.

"Duh masih sempat gak ya?" ujar remaja perempuan berambut pirang dan berkulit sawo matang khawatir.

"Pasti sempat, toh masih jam 7," jawab remaja laki laki berambut hitam seperti Dion dengan tenang.

"Kenapa kalian tenang banget sih? Kita itu mau PKL diluar kota loh, di desa lagi," ujar perempuan itu kesal.

"Ian! Delna! Ayo, keretanya udah Dateng!" potong Dion membuat Ian dan Delna berhenti bertengkar.

Mereka segera bergegas menuju tempat pemberhentian kereta yang akan membawa mereka ke Semarang.

•••

Suasana segar ala pedesaan menyambut Dion, Ian serta Delna. Pemandangan sawah yang sedang musim panen menambah kesan indah.

Dion kemudian mengecek ponsel pintarnya ketika ia dan teman-temannya keluar dari stasiun. Ian juga melakukan hal yang sama sedangkan Delna hanya menatap sekitar khawatir, gadis itu tidak terbiasa tinggal di desa.

"Apotik sa .. tu?" ujar Dion sedikit bingung kala melihat nama Apotik tempatnya PKL.

"Mungkin karna di desa jadi nama Apotik nya gitu," ujar Ian lalu mengangkat telepon yang Dion duga itu adalah telepon dari Kepala Desa.

"Iya .. heem .. baik terima kasih Pak," ujar Ian menutup telepon lantas kembali memainkan jarinya diatas layar ponsel.

"Dimana tempatnya Ian?" ujar Delna sembari menyemprotkan parfum pada tubuhnya.

"Alay," ujar Ian menyindir Delna yang menurutnya terlalu berlebihan, "ikuti aku, tadi Pak Hendra udah ngasih tau alamat Apoteknya," lanjut Ian segera berjalan di depan kedua temannya yang masih sibuk sendiri dengan dunia mereka.

***

Bangunan putih dengan ukuran tidak terlalu besar terpampang dihadapan Dion, Ian dan Delna. Diatas bangunan itu terdapat tulisan 'Apotik Satu' berukuran besar. Kaca jendela transparan menampilkan berbagai barang serta obat yang ada di dalam Apotik tersebut.

Dion berjalan mendahului kedua temannya kemudian masuk kedalam Apotik itu disertai senyuman manis.

"Permisi Kak, saya Anak PKL," ujar Dion sopan pada seorang Karyawan yang tengah menghitung uang dikasir.

"Anak PKL?" ujar Karyawan itu ketika melihat Ian dan Delna masuk.

Dion menengok kebelakang lalu kembali menghadap ke arah Karyawan.

"Iya, kami bertiga Anak PKL." Ian mengangguk membenarkan perkataan Dion.

"Baik, tunggu sebentar ya dik." Karyawan itu kemudian menaruh kembali uang yang ia hitung, mengunci kasir dan segera pergi kebelakang.

Delna melihat sekeliling, ada sedikit kekaguman terpancar dari raut wajah Delna. Apotik tempatnya PKL lumayan bagus, letak tata obatnya pun rapi, dan yang lebih penting lagi adalah tempatnya bersih. Delna pikir Apotik di desa itu kumuh dan berantakan.

Ketiganya menunggu lama, suasana canggung pun tak terelakkan. Dion yang biasanya terkenal cerewet sekarang hanya diam memainkan Handphone, Ian lebih memilih untuk berkeliling. Walaupun ia pendiam, tetapi rasa ingin tahunya sangat besar, terkadang lelaki itu bertanya pada Karyawan khasiat dari obat yang ia lihat.

"Halo, maaf menunggu lama."

Seorang wanita berkisar umur 30 tahunan datang menghampiri Dion dan Delna. Senyuman hangat wanita itu lontarkan pada Dion dan Delna serta Ian yang baru selesai berkeliling.

"Ahh iya tidak apa apa Bu," ujar Dion tersenyum kikuk.

"Mari bicara di dalam," ujar wanita itu mempersilahkan Dion dan kawan kawan masuk ke bagian belakang.

Sang wanita membuka pintu perlahan kemudian masuk diikuti oleh Dion, Delna dan Ian. Kursi tamu adalah hal pertama yang mereka lihat, disusul meja kaca serta Televisi besar. Mereka kemudian duduk di kursi panjang setelah diperbolehkan untuk duduk oleh pemilik Apotik.

"Boleh saya tau nama kalian?"

"Saya Dion Pratama, biasa dipanggil Dion," ujar Dion memperkenalkan diri disertai senyuman manis, tanpa sadar wajah Delna memerah melihat senyum Dion.

"Saya Ian," ujar Ian singkat dengan wajah datar.

"Hanya Ian?" tanya Wanita itu heran, baru pertama kali ia dengar nama seseorang hanya satu kata. Ian lalu mengangguk mengiyakan perkataan wanita itu.

Wanita itu membuang nafas kemudian kembali tersenyum, ia lalu menunjuk Delna untuk memperkenalkan diri.

"Saya Magdadelna Kumala Sari, Ibu bisa panggil Delna," ujar Delna tersenyum sombong.

"Baik. Nama Ibu, Salma Kenongo. Kalian bisa panggil Ibu Salma," ujar Ibu Salma, yang lain hanya ber-oh ria.

"Kalian bisa mulai PKL besok, untuk sekarang kalian bisa menemui Kepala Desa atau mungkin mempelajari obat di Apotik ini terlebih dahulu," jelas Bu Salma panjang lebar.

Mereka bertiga berdiri lalu pamit dan segera keluar dari ruang tamu.

"Aku mau belajar obat dulu disini, sekalian kenalan," ujar Ian sedikit gugup, ini pertama kalinya ia harus berkenalan dengan orang asing, biasanya orang asing lah yang akan berkenalan terlebih dahulu, bahkan jika kalian tau sebenarnya saat bertanya tentang obat pada salah satu Karyawan, tubuh Ian berkeringat dingin.

"Baiklah, aku dan Delna akan bertemu dengan Kepala Desa," ujar Dion tanpa bertanya Delna setuju atau tidak untuk ikut dengannya.

"Ckk, baiklah aku ikut," balas Delna sebal tetapi tetap memilih untuk ikut Dion.

Mereka pun berpisah untuk  melakukan rencana mereka.

Kini Dion sampai di rumah Kepala Desa, lelaki itu masuk terlebih dahulu karna pintu tidak di kunci.

"Permisi .. pak Hendra?" tanya Dion sopan kala melihat seorang pria tua berjalan keluar dari kamar.

"Dion ya? Mari, silahkan masuk," ujar pak Hendra mempersilahkan Dion serta Delna untuk duduk.

"Ingin minum apa?" tanya pak Hendra kemudian memanggil anaknya untuk membuatkan minum.

Dion menggeleng, "tidak perlu pak, kami tidak haus, benarkan Delna?"

Delna awalnya terlihat senang karna ia akan mendapat minum, namun setelah Dion menanyakan hal itu, rasa senangnya menghilang dan terpaksa menolak tawaran pak Hendra.

"Kalian ingin cepat cepat mengetahui tempat tinggal kalian ya?" ujar Kepala Desa seakan mengerti bahwa sebenarnya Dion ingin beristirahat.

Dion hanya terkekeh sambil menganggukkan kepala pelan.

"Kalau begitu bapak ini alamat tempat tinggal kalian." Pak Hendra lalu menyerahkan secarik kertas berisi jalan serta ciri ciri rumah yang akan mereka tinggali.

"Terima kasih Pak." Dion melangkah keluar diikuti Delna dibelakang.

Setelah keluar Delna bergumam tidak jelas, "nanti kubelikan minum," ujar Dion seakan mengerti isi hati Delna.

"Ian gimana?" tanya Delna mensejajarkan langkahnya dengan Dion, "udah ku kirim ke Ian."

Di tempat Ian ..

Tring!

Ponsel Ian berdering menandakan pesan masuk. Ian lantas membuka pesan itu lalu tersenyum tipis, ia lalu berpamitan pada Karyawan disana dan segera beranjak pergi menyusul Dion serta Delna.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
adiwahyubowo
This is one of the best story I've read so far, but I can't seem to find any social media of you, so I can't show you how much I love your work
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • YOU AND US   Hari Pertama

    Malam hari menghiasi cakrawala bumi, semua orang di Desa maupun Kota telah terlelap ke alam mimpi. Tetapi tidak untuk sekelompok anak ini. Mereka sibuk dengan dunia sendiri, ada yang bermain Handphone, ada yang membaca buku dan ada juga yang sedang melakukan rutinitas malam.Yap, benar, anak anak itu adalah Dion, Ian dan Delna. Ini adalah kali pertama mereka jauh dari keluarga, maka dari itu mereka tidak bisa tidur."Ih! Banyak nyamuk!" keluh Delna sembari memukuli wajahnya pelan.Dion yang mendengar keluhan Delna tertawa terbahak bahak sedangkan Ian hanya memutar mata malas dan melanjutkan kegiatannya membaca buku."Nyamuk aja kok dimasalahin?" ujar Dion setelah tawanya berhenti, lelaki itu kemudian menggeleng memperhatikan tingkah Delna yang masih memukuli nyamuk, sesekali Delna memukul tembok lalu mengerang kesakitan."Ckk, kalau bukan karna sekolah, aku gak mau ada di Desa ini!" seru Delna lantang, beberapa detik setelahnya angin berhembus kuat memb

    Last Updated : 2021-02-22
  • YOU AND US   Hari Kedua

    Sesuatu bergerak gerak dibalik lebatnya semak-semak. Suara lolongan anjing disertai siulan burung hantu membuat bulu kuduk siapapun berdiri.Srak!"LARII!"Dion dan Delna berlari bersama, meninggalkan Ian yang masih diam memperhatikan 'makhluk' didepannya."Kucing item doang ternyata .." ujar Ian bernafas lega ketika seekor kucing hitam keluar dari balik kegelapan.Ian lalu menghampiri kucing itu. Berjongkok dihadapan sang kucing adalah hal pertama yang Ian lakukan. Tangannya terulur ke depan untuk mengelus kepala si kucing hitam.Awalnya kucing itu menolak, hewan itu bahkan meninggalkan bekas cakar pada telapak tangan Ian. Namun Ian tak peduli, remaja itu tetap ingin mengelus si kucing."Aku hanya ingin mengelus mu, sebentar~ saja," bujuk Ian masih dengan tangan terulur kedepan.Mendengar hal itu, si kucing akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Ian.Remaja itu tersenyum lembut, bulu kucing ini sangat halus pikir Ian.

    Last Updated : 2021-03-02
  • YOU AND US   Hari Ketiga

    "Kenapa gak bilang dari awal kalau kamu bawa teman, hah?!" seru Henri tepat diwajah Ian.Tubuh Ian bergetar hebat karna bentakan Henri. Melihat temannya ketakutan, Dion langsung membela Ian, walaupun sebenarnya dirinya juga takut tetapi demi teman, Dion akan melakukan apapun."Mas, mohon maaf jika memang teman saya berbohong. Mas kan bisa beritahu baik baik, tidak perlu sampai membentak," ujar Dion sopan sembari mengelus punggung Ian.Tangan Henri terkepal kuat, pertanda kalau dirinya sedang menahan amarah, kepala Henri juga sedikit bergetar."Lurus aja kesana, nanti ketemu jalan, bisa pulang sendiri kan?" ujar Henri menghela nafas kasar sembari menunjuk kearah kanan.Setelah menunjukkan arah, Henri pergi dari sana, meninggalkan Dion, Ian serta Delna sendirian. Semuanya langsung menghela nafas lega, entah kenapa saat ada Henri mereka merasa tertekan."Ayo kembali sebelum hari makin gelap." Ajak Ian membopong Dion, Delna mengikuti dibelakang.

    Last Updated : 2021-04-17
  • YOU AND US   Hari keempat

    Suasana pagi hari ini sangat ramai, penduduk desa berbondong-bondong membeli bahan pokok di pasar.Hari ini adalah hari minggu, apotek tempat mereka PKL tetap buka, hanya saja anak PKL akan diliburkan.Dion menguap kala matahari menyinari kamarnya, rambut hitam berkilau terkena cahaya matahari. Selimut Dion angkat sebagai tanda bahwa semua nyawa telah berkumpul ditubuh sang remaja.Suara depakan selimut bisa Ian dengar, namun remaja itu lebih memilih untuk mengabaikan dan kembali melanjutkan tidur di bawah selimut.Lenguhan keluar dari mulut Dion, seluruh ototnya benar benar terasa kaku, seperti ada sesuatu yang menindih Dion semalam."Hari ini libur kan, Ian?" ujar Dion membuka secara paksa selimut yang menutupi seluruh tubuh temannya itu.Ian membuka mata, netra hitam masih terlihat lesu, tak ada semangat disana."Hah?" tanya Ian balik karna tak mendengar pertanyaan Dion."Hari ini libur kan?" ujar Dion lagi dengan menekan kalimat ya

    Last Updated : 2021-04-22
  • YOU AND US   Hari Kelima

    Tanah becek tak Dion hiraukan, fokus utamanya adalah lari dari kuburan ini.Benar, Dion sedang berada di sebuah pemakaman. Dion baru sadar setelah tadi tersandung sebuah batu nisan putih."Khi .. khi .. "Suara tawa perempuan semakin terdengar keras, dengan tubuh bergetar Dion berusaha bangkit dan kembali berlari."Ya Allah .. selamatkan Dion," gumam Dion sambil membaca doa doa pendek.Keringat dingin membasahi seluruh pelipis serta tubuh Dion, luka lecet di kaki menjadi penghalang kecepatan berlari Dion, pohon dengan daun lebat menghalangi pandangan remaja itu."Sial! Sial!" umpat Dion ketika kembali dititik awal, sekarang ia tak tau arah jalan pulang."Hahaha!"Suara tawa kembali terdengar, kali ini tercampur suara laki laki.Dion menutup telinganya erat, tak ingin mendengar suara tawa yang saling menyaut satu sama lain."Berhenti! Kumohon berhenti!" seru Dion frustasi ketika merasakan sesuatu mendekati dirinya.Tap

    Last Updated : 2021-04-25
  • YOU AND US   Hari keenam

    Sinar mentari menyinari bumi pagi ini, kehangatan membuat Delna terbangun lebih awal.Namun bukannya kesegaran yang ia dapat, rasa sakit justru datang menghampiri. Otot-otot Delna renggangkan untuk menghilangkan rasa sakit, bunyi tulang membuat gadis itu merasa sedikit lega.Delna terdiam di atas kasur, kejadian kemarin masih terpatri jelas dalam ingatan, berputar bagai film horror.*Saat itu, suasana rumah benar benar terlihat sepi, bahkan Delna bisa mendengar deru nafas dirinya sendiri. Kaki Delna pijakan pada lantai kayu yang sudah usang, ia sampai lupa melepas sepatu.Lampu tiba tiba saja padam, membuat Delna terlonjak kaget. Gebrakan pintu menjadi penambah rasa takut pada diri Delna.Kegelapan menyelimuti, hanya ada remang cahaya orange dari balik jendela dengan pembatas berukiran kuno."Tenang Delna, ini bukan apa apa," gumam Delna pelan sembari melihat sekitar. Jujur saja, ia takut dengan suasana seperti ini.Hawa dingin tiba t

    Last Updated : 2021-05-02
  • YOU AND US   Hari Ketujuh

    "Delna kenapa sih? Akhir akhir ini sering banget marah gak jelas," ujar Dion sembari memakan es krim yang diberikan Ian.Ian mengangkat bahu acuh, "mungkin lagi dapet? Bisa juga yang lain," ungkap Ian lirih pada akhir kalimat.Dion mengangguk pelan dan lanjut memakan es krim. Suasana hening menghampiri dalam beberapa menit, baik Dion maupun Ian tidak ada yang mau berbicara, keduanya sama sama sibuk dengan dunia sendiri.Ian sibuk dengan gawai sedangkan Dion sibuk menghabiskan es krim, remaja itu belum sarapan dari tadi pagi."Habis ini makan makanan berisi ya? Kamu belum makan apa-apa kan Dion?" ujar Ian tahu jika Dion belum sarapan.Dion tertawa canggung lalu mengangguk, potongan terakhir Dion makan sebelum stik kayu ia buang kesembarang arah."Aduh!" seru seorang pria dibelakang mereka, stik es krim Dion mengenai seseorang ternyata.Dion lantas berbalik untuk melihat seseorang yang terkena lemparan stik es krimnya. Ian hanya melirik sekila

    Last Updated : 2021-05-07
  • YOU AND US   Hari Kedelapan

    Mendengar peringatan yang diberikan Diego tak membuat Dion takut, remaja itu justru tertawa."Hantu? Pfft, omong kosong," ujar Dion seakan melupakan kejadian yang kemarin ia alami."Kamu .. gak percaya?" ujar Diego dengan ekspresi takut diwajahnya.Dion menggeleng sebagai jawaban, senyum remeh hadir diwajahnya yang chabi itu."Kalau .. kamu?" tanya Diego menunjuk Ian.Ian mengangguk, ketakutan tiba tiba saja menghampiri ketika Ian melihat bayangan hitam dibelakang Dion."Kalian kenapa sih? Percaya banget sama yang namanya hantu," ujar Dion menambah rasa takut pada Diego dan Ian, sepertinya Diego juga melihat bayangan itu batin Ian."Dion, kayanya kamu perlu ketemu langsung deh sama mereka." Setelah mengatakan hal itu, Diego merangkul Ian, membawa anak itu pergi meninggalkan Dion sendirian."Bagus, sekarang gak ada yang mau temenan sama aku," gumam Dion berjalan keliling apotik, ia tidak tau harus melakukan apa sekarang.***

    Last Updated : 2021-05-08

Latest chapter

  • YOU AND US   Lembar Baru

    "Aku tau saat membuka grup sekolah tadi, saat aku mengirim pesan duka, kau melihat pesanku. Jadi aku buru buru kemari untuk memastikan," jelas Sintia sembari melepas pelukannya dari Delna.Delna menghela napas lega kemudian kembali berjalan menuju kamar mandi, ia sangat ingin terkena air sekarang."Kau mau ke mana?" tanya Sintia saat melihat sahabatnya itu pergi."Mandi, setelah mandi kita bicarakan banyak hal, oke?"Singkat cerita Delna selesai beberes rumah dan membersihkan diri, kini di ruang tamu ia tengah asik mengobrol dengan Sintia."Besok hari pemakaman Dion dan Ian kan? Nanti saat acara berlangsung jangan ikuti aku ya?" ujar Delna berusaha membujuk Sintia untuk tidak mengikutinya selama proses pemakaman berlangsung nanti."Kenapa?" tanya Sintia bingung, secara tidak langsung ia membuat ekspresi sedih.Delna menggaruk rambut yang tidak gatal lalu membuat wajah sendu agar lebih meyakinkan."Karena aku ingin sendiri saat proses pemakaman juga ketika acaranya berakhir," jelas Del

  • YOU AND US   Tenang

    Keheningan menyergap, cahaya matahari menyelimuti hutan tempat Henri tinggal, rasa hangat menjalar ke seluruh tubuh Delna."Bisa kau jelaskan perkara tadi?" tanya Delna berusaha mempertahankan kesadaran, kantuk sedang berusaha mengambil kesadarannya sekarang.Henri menoleh, menatap Delna sejenak sebelum tersenyum tipis, "aku hanya mau bilang kalau misi kita gagal total. Toh, yang rugi sebenarnya cuman kau Delna," jelas Henri kemudian bangkit berdiri."Kembalilah, tinggal jalan lurus dari sini, setelah itu langsung cari halte bus," lanjut Henri berjalan masuk ke dalam gubuk, menghiraukan teriakan Delna.Menghela napas panjang, Delna merebahkan dirinya di atas tanah, ia terlalu lelah untuk sekedar berjalan. Delna berniat istirahat sejenak sebelum menuruti perkataan Henri."Henri aneh," gumam Delna tersenyum tipis, "meski orangnya kaya gitu dia tetap baik," lanjut Delna memejamkan mata sesaat, menikmati ketenangan sebelum badai menghantam.Apalagi jika bukan badai mengenai respon orang t

  • YOU AND US   Kehancuran

    Delna tak menghiraukan ucapan Hendra sama sekali, ia fokus mencari jalan di tempat gelap ini.Sampai ketika gadis itu melihat sebuah gerbang besar di ujung jalan yang Delna tapaki."Semoga jalan keluar," batin Delna terus merapal kata kata itu dalam kepalanya, berharap ia bisa keluar dari sini hidup hidup.Namun tiba tiba langkah Delna terhenti, isi hati gadis itu mencegahnya berjalan menuju gerbang.Mengapa kau lari? Apa kau pantas hidup setelah melihat kedua temanmu dicincang begitu? Bukan kah tujuanmu kemari untuk menyelamatkan Dion dan Ian? Jika mereka berdua mati seharusnya kau juga mati Delna.Air mata tertumpuk dalam pelupuk dan perlahan membasahi kedua pipi Delna. Sehina ini kah dirinya sampai akhir pun tetap memilih egois? Pikir Delna jatuh ke tanah, tak menghiraukan Hendra yang semakin mendekat ke arahnya.Perasaan bersalah sekali lagi menyelimuti hati Delna dan ia seharusnya tidak memilih keluar dari tempat ini. Delna berpikir akan lebih baik jika dirinya mati di sini sebag

  • YOU AND US   Pembangkitan

    Delna terbangun dengan rasa sakit diseluruh tubuhnya. Rasa lelah yang ia rasakan sedari tadi tak kunjung hilang, entah apa yang terjadi pada tubuhnya."CK, sial, kalian tidak mati kan?" gumam Delna merasa perjuangannya kali ini akan berakhir sia-sia." .. aku ingin pulang," lirih Delna menenggelamkan kepalanya diantara kaki, perasaannya mulai membaur menjadi satu dan membentuk perasaan putus asa."Jangan menyerah dulu, kurasa mereka masih hidup walau ruhnya sempat dihancurkan tua bangka itu," ujar Henri tiba tiba mengagetkan Delna yang hampir tertidur kembali." .. Benarkah? Ayo temukan Ian dan Dion sebelum terlambat," ajak Delna langsung berdiri, mengabaikan rasa lelah dan sakit yang sebelumnya ia rasakan."Baiklah, semoga saja mereka berdua bisa bertahan," ujar Henri membersihkan debu yang ada dicelananya lalu menyusul langkah Delna.Suara daun daun kering terdengar nyaring, baik Henri maupun Delna tak ada yang mau berbicara, keduanya sama sama hening."Hei, kenapa arwah Dion dan Ia

  • YOU AND US   Belum Selesai

    Delna membuka mata cepat, nafasnya terengah engah, keringat membasahi hampir seluruh tubuhnya. Netra hitam dengan buru buru memeriksa sekitar, memastikan keberadaannya saat ini."Untuk sekarang kita aman," ujar Henri dari arah samping, kondisi pria itu juga tak jauh berbeda dari Delna.Keadaan hening, Delna masih berusaha menenangkan diri, begitu juga dengan Henri. Pria berambut hitam legam itu juga syok, ia tak pernah mengalami kejadian supernatural seperti ini."Ini kali pertama untukku," lirih Henri menutup sebagian wajahnya menggunakan tangan.Delna tak menyahut, tatapan matanya kosong, gadis itu merasa sedikit de'javu dengan keadaan ini. Seperti saat PKL dulu, pikirnya mulai meneteskan air mata. Dadanya terasa sesak sekarang, suara isakan kecil menyelimuti ruangan, membuat Henri menatap Delna bingung."Ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Henri mengelus kepala Delna, berniat menenangkan gadis itu."Aku gagal," lirih Delna memukul lantai dengan tangan kanan. "Aku gagal!" lanjut De

  • YOU AND US   Bahaya

    Potongan tangan manusia tergeletak begitu saja dilantai, walau mengetahui itu bukan tubuh asli, Delna tetap saja merasa ketakutan saat melihatnya. Air mata memenuhi penglihatan si gadis hingga pandangannya memburam. Rasa mual terasa satu detik kemudian, membuat Delna tak nyaman."Hm .. ?"Sautan pelan dengan suara serak membuat Delna tersentak, buru buru ia melihat ke atas, tepat ke arah wajah yang menyahutinya.Sosok hitam besar itu menyeringai ketika melihat Delna ketakutan, tubuh manusia ditangannya ia jatuhkan, bagai mainan yang sudah tak berguna lagi. Sosok itu lalu berjalan mendekat ke arah Delna, menatap si gadis dengan pandangan mengejek."Kau terlambat, gadis kecil!"Si sosok tertawa keras, semakin menakuti Delna. Perlahan, Delna memundurkan tubuhnya, berusaha menjauhi sosok menyeramkan itu. Namun usahanya terhenti kala sosok hitam kembali berbicara."Sia sia saja kau kemari, tetapi apakah kau tidak ingin melihat temanmu untuk terak

  • YOU AND US   Terlambat

    "Tak bisa memantuku? Kenapa?" tanya Delna mulai merasa panik, jantungnya berdebar secara perlahan.Henri menghela nafas pelan, melipat kaki sebelum berbicara."Maksudku adalah, aku tak bisa membantu secara keseluruhan, aku hanya bisa membantumu sebisaku," jelas Henri langsung mendapat jitakan agak kuat dari Delna.Henri mengerang sedangkan Delna mendengus kesal, "ck! Harusnya kau bilang dari awal!""Maaf, maaf, kuakui kata kataku sulit dipahami," ujar Henri menggaruk tengkuk yang tidak gatal sembari tertawa canggung."Baiklah, sekarang langkah apa yang harus kuambil agar bisa menyelamatkan mereka?" Delna kembali membawa topik serius, ia tidak mau basa basi.Henri juga memasang tampang serius. Berbekal ilmu yang selama ini ia pelajari secara otodidak, pria itu mulai berfikir.Beberapa detik kemudian suara jentikan jari terdengar, wajah Delna langsung sumringah mendengar suara itu. Artinya Henri telah menemukan jalan yang akan mem

  • YOU AND US   Ian

    Ian menghembuskan nafas lelah, baru pertama kali ia meragasukma seperti ini, wajar jika lelaki itu merasa kelelahan.Adengan ini adalah saat dimana Ian menghilang tanpa kabar di desa, sudah pasti temannya khawatir, pikir Ian sembari menatap sekeliling."Jadi seperti ini tempat para arwah?" gumam Ian mengangguk kecil, menatap posisi kacamata kemudian mulai berjalan ke arah depan.Baru beberapa langkah, Ian terhenti. Manik hitam bergulir ke bawah, melihat tangan. Bercahaya merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi tangan remaja itu."Kenapa bercahaya? Aku sungguh tak mengerti," gumam Ian lagi tak menatap tangannya, ia lanjut berjalan.Berjalan setapak demi setapak, Ian mulai melihat cahaya kebiruan dari lebatnya daun pohon. Remaja itu langsung bernafas lega, setidaknya ia tak akan menatap kegelapan lagi.Tangan kanan Ian gunakan untuk menyingkirkan ranting serta daun pohon, penglihatan sang remaja langsung terasa jelas.

  • YOU AND US   Masih Bisa Selamat

    Sintia melepaskan kedua tangannya dari pundak Delna, menatap sahabatnya kosong kemudian berjalan pergi meninggalkan gadis itu."Sintia?" panggil Delna memiringkan kepala, pikirannya sedikit tenang setelah Sintia meninggalkannya."Tunggu!" seru Delna langsung mengejar Sintia sebelum perempuan itu berjalan lebih jauh.Sintia menoleh kebelakang, dimana Delna tengah mengejarnya sambil terengah. Keringat dingin terlihat mengucur dari dahi gadis itu, namun hal tersebut tak cukup untuk membuat Sintia simpatik."Sudah tenang?" tanya Sintia setelah melihat nafas Delna mulai terlihat tenang.Delna mengangguk, "kau mau pergi?" tanya Delna menegakkan tubuh setelah beberapa menit membungkukan badan."Menurutmu?" tanya Sintia dingin, ia benar benar sudah tak peduli pada Delna.Menurut Sintia, Delna terlalu berlebihan menanggapi suatu hal, dan itu membuat Sintia terganggu."Pantas saja kau dijauhi," batin Sintia masih menatap Delna, melihhat

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status