Share

Part 4

Author: rannty
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pagi itu, Kak Zao membawaku ke sebuah restoran. Dia duduk cukup jauh dari tempatku berada, posisinya sangat pas untuk mengawasi gerak-gerikku.

Kak Zao memintaku untuk menghampiri seorang pria di meja nomor 13, ternyata sebelumnya mereka telah janjian lebih dulu.

Wajah memang tampan, karir juga mapan, hanya satu yang kurang dari pria di hadapanku ini, dia bukanlah pria idaman.

Terlalu banyak bicara, senyumnya terlihat sekali dibuat-buat. Aku tidak menyukai pria yang seperti itu. Salah satu kreteria pria idamanku itu harus cuek dan dingin, tapi adakalanya bersikap romantis dan perhatian.

Tidak harus setiap hari, yang pasti pria itu bisa menempatkan suasana romance di situasi yang tepat.

"Hhh, sudah berapa jam sih ini? Mau sampai kapan dengerin ceramah?" keluhku dalam hati.

Kulirik Kak Zao yang terus mengawasi di belakang pria membosankan ini, tidak ada reaksi. Ingin sekali kuakhiri acara yang tidak jelas, tapi apa daya, Kak Zao pasti melapor pada nenek. Kalau si wanita tua mengetahui ulahku, beliau pasti akan terus mengomel sepanjang hari di rumah.

Kulihat Kak Zao memberikan kode, aku harus mendengarkan dan menanggapi pria ini? Astaga, Kak Zao benar-benar menyebalkan.

"Hmm-hhhhhh." Kutarik napas pelan, membuang dengan kasar.

"Xiaoyi, ada apa? Kamu lapar?" tanya pria di depanku.

Halooo, siapa dia? Berani banget panggil Xiaoyi.

"Iya lah, sudah satu jam dengerin ceramah," jawabku ketus.

Tanpa sengaja melihat ke arah Kak Zao yang memang duduk jauh di depanku, dia membelalakkan netra. Namun, tidak membuatku gentar. Aku justru membalas tingkahnya lebih tajam, semakin berani membuat ulah.

"Maaf, profesi kamu itu pendongeng atau penceramah?" tanyaku, sengaja membuat kesal.

"Maaf, bukan keduanya," elak pria itu.

"Jadi?"

"Direktur Utama di salah satu perusahaan ternama," ucap pria itu membenarkan.

"Ooo, begitu." Aku hanya membalas sekenanya, tidak berniat meneruskan lagi.

Pria di depanku bertanya, tipe pria yang aku sukai itu seperti apa?

"Simple saja. Cuek, dingin, sedikit berbicara, paham situasi kapan harus perhatian atau tidak. Satu lagi, tampan itu, bonus." Aku menjawab telak pertanyaan yang dia ajukan. Kupikir sudah berhenti bertanya, tapi justru semakin berani melanjutkan.

"Jadi, kamu tidak menyukai pria yang kaya, mapan juga tampan?" lanjut pria itu.

"Betul. Seperti yang aku bilang, tampan itu bonus. Kalau kaya, buat apa? Kekayaan keluarga Liu tidak akan pernah habis dimakan 10 keturunan, 2 tanjakan." Sengaja kubuat jawaban yang membuatnya kesal, tapi pria itu malah tertawa kecil.

Jujur, senyumnya memang manis. Saat dia menunjukkan tawa kecil seperti itu, tampak gigi gingsul di sebelah kanan yang membuat siapa pun yang melihatnya bakal kena penyakit gula-gula.

"Kenapa?" tanyaku.

"Kamu lucu, aku suka," jawabnya.

Deg.

Niat hati ingin membuat pria kandidat nenek lari terbirit-birit, malah jadi low spirit.

Mendengar jawabannya, mengapa ada rasa yang berbeda? Apa mungkin aku mulai jatuh hati?

"Tidak, tidak. Xiaoyi, kamu tidak boleh lengah," batinku.

Sesaat menutup netra, kenapa jadi terpesona? Kulihat pria di depanku masih menyimpulkan senyum, menyembunyikan gigi gingsul seakan membuatku ingin terus melihat tawa kecilnya tadi.

Setelah hampir 2 jam lamanya interogasi, akhirnya selesai juga. Pria itu meminta maaf karena harus pergi lebih awal, ada sesuatu yang mendesak di kantornya.

"Hmm-hhhhh." Aku menarik napas lega.

Jujur, sebenarnya bukan lega karena terbebas dari semua pertanyaan yang dia ajukan. Melainkan lega karena bebas dari gigi gingsul yang terus mengintip sejak tadi.

"Kamu lucu, aku suka." Pernyataan itu teringat begitu saja di dalam benak.

"Xiaoyi," panggil seseorang yang kukenal.

Suaranya menghilangkan sedikit senyum di hatiku.

"Kenapa?" tanyaku. Kak Zao duduk di depanku, tepat menggantikan posisi pria itu.

"Aku lihat, sepertinya dia pria baik-baik. Dilihat dari cara bicaranya, sangat meyakinkan," ucap Kak Zao mengambil kesimpulan sendiri.

"Lihat darimana? Orang yang Kak Zao lihat itu aku," kataku.

"Memang benar, yang ada dalam pandanganku cuma kamu, tapi ekspresi yang kamu tunjukkan mengisyaratkan seperti itu." Lagi-lagi Kak Zao mengambil kesimpulan yang tidak jelas.

"Sudahlah, lebih baik kita pulang sekarang," ajakku, berlalu meninggalkan restoran.

Aku duduk di kursi depan, samping Kak Zao. Memang seperti itu. Aku tidak mau duduk di belakang layaknya nona muda yang manja.

Kunyalakan radio untuk mengusir sepi. Sepanjang perjalanan dari restoran ke rumah nenek, lalu pulang ke rumah, Kak Zao hanya diam.

Sebenarnya aku membenci sikap cuek dan dinginnya Kak Zao, karena dulu dia tidak seperti itu. Terkadang, aku melihat seperti ada sosok ayah dalam diri Kak Zao. Mungkin karena aku terlalu merindukan ayah.

"Kita pergi ke makam ayah," ucapku tiba-tiba, lalu mematikan lagu sendu yang terdengar di radio.

Kak Zao tidak bertanya mengapa, atau menjawab ucapanku. Kulihat, dia memutar kemudi menuju jalan ke arah pemakaman.

Tanpa sengaja melihat ke arah kaca mobil, tampak bayanganku bersama ayah sewaktu kecil. Beliau selalu duduk di kursi belakang saat bersamaku, tidak pernah mengemudikan mobil sendiri. Ayah bilang, ingin selalu bermain denganku sepanjang perjalanan, ke mana pun tujuannya.

Aku tersenyum kecil, tapi sesuatu terasa menetes membasahi pipi. Aku menangis. Sudah 2 tahun sejak kepergian ayah, tidak pernah sekalipun aku meneteskan air mata.

Uluran tangan tampak menyodorkan selembar tisu. Kak Zao, dia tau saat di mana situasi harus memperhatikanku.

Aku mengambilnya, mengusap pelan pipi putih yang terbalut sedikit blush on.

Kucoba menahan tangis, tidak ingin pecah begitu saja.

"Ayah," lirihku, duduk bersimpuh di samping makam ayah.

Hiks-hiks.

"Maaf." Hanya kata itu yang mampu terucap. Meski sudah berjanji di depan ayah untuk tidak menangis, tapi kenyataannya sekarang. Air mata ini tidak sanggup kucegah, meski berusaha menguatkan hati sejak di perjalanan tadi.

Bayang wajah ayah saat berusaha menahan sakit di depanku, kembali teringat. Beliau bersimbah darah saat aku mengantarnya ke Rumah Sakit.

Ayah terkena beberapa tembakan, tampak luka di sekujur tubuh. Sakit, pasti sakit sekali. Namun, ayah tidak pernah mengeluhkannya. Ayah bahkan selalu tersenyum sepanjang perjalanan.

Berkali-kali mengingatkanku untuk mematuhi setiap perkataan nenek, karena ayah tau kami selalu berdebat setiap kali bertemu. Kak Zao, ayah juga memintanya untuk menjaga dan selalu ada di dekatku, kapan pun membutuhkannya.

Aku tidak menangis saat itu, sama sekali. Itu permintaan ayah dan harus kuturuti.

"Maaf." Lagi-lagi hanya kata itu yang mampu keluar. Tangis ini tidak sanggup aku tahan seperti waktu itu.

Kak Zao memelukku, pelukan pertama kali yang dia berikan. Karena saat ayah pergi, dia tidak melakukannya. Namun, ada perasaan hangat dan nyaman yang kurasakan, seperti pelukan ayah dulu.

Apa mungkin Kak Zao adalah sosok pengganti ayah untukku? Atau dia memang khusus ditakdirkan untuk selalu menemaniku sepanjang hidup ini?

bersambung...

Related chapters

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 5

    Kami berdua kembali ke rumah setelah mengunjungi makam ayah. Ada perasaan lega setelahnya."Bagaimana? Sudah lebih baik?" tanya Kak Zao, menghampiriku.Kubaringkan diriku di sofa ruang tengah, tidak ada perasaan tak nyaman atau malu saat Kak Zao melihat tingkahku. Cuek saja, tidak perlu menganggapnya benar-benar ada, karena dia sendiri juga begitu."Baik apanya? Aku masih kesal, kenapa Kak Zao bilang kalau pria itu adalah pria yang baik?" protesku, tidak setuju dengan kesimpulan yang diambil Kak Zao saat di rumah nenek tadi.Kak Zao langsung membawaku ke rumah nenek setelah menemui pria di restoran itu. Karena nenek sudah meminta Kak Zao untuk memberikan pendapatnya, sudah pasti langsung dilaporkan segera."Kenapa?" tanyanya."Kenapa Kak Zao bilang? Harusnya jawab saja dia bukan pria yang baik," kataku, merubah posisi menjadi duduk dan menyilangkan tangan di depan dada."Aku selalu berkata jujur. Lagipula, pria itu adalah cucu dari sa

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 6

    Meninggalkan ruangan Wakil Direktur dengan perasaan tak menentu. Beberapa orang masih berada di lobi, karena di sanalah mereka bekerja.Masih tersenyum dan menunduk hormat padaku, tak berniat mengindahkannya. Aku terus berjalan tanpa mempedulikan mereka, ataupun anggapan mereka nantinya.Melewati pintu utama, supir telah menyambutku di sana. Memberiku hak istimewa dengan membukakan pintu.Tidak tau mengapa ada perasaan kecewa dan sedih yang kurasakan. Aku memang menyukainya, tapi tidak tau akan seperti ini jika mendengar penolakan seperti itu dari Kak Zao.Sepanjang perjalanan, aku mencoba meyakinkan diri, tidak akan bergantung lagi pada Kak Zao mulai hari ini.Saat itu, netra menangkap sosok pria yang kukenal. Dia tengah berdiri di toko bunga. Pikiranku melayang, untuk siapa bunga itu?Kembali teringat ucapan Kak Zao akan adanya seseorang yang datang mengunjungiku malam ini. Mungkinkah dia orangnya? Astaga, bertemu pria itu lagi.Kul

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 7

    Langkah pun berhenti saat namaku dipanggil seorang pria. Tidak asing memang, karena baru beberapa jam aku mendengar suara itu. "Xiaoyi," panggilnya lagi, karena melihatku yang masih berdiam diri di tempat, tanpa menoleh ataupun melanjutkan langkah. "Silahkan duduk, akan kuambilkan minum dulu." Suara Kak Zao terdengar di tengah kebisuan. Saat Kak Zao pergi ke dapur, aku berjalan mengendap mulai menaiki anak tangga. Baru saja dua langkah, suara pria itu kembali memanggil namaku. "Duduk di sini, temani aku," pintanya. "Direktur Yi, maaf. Saya harus bersiap dulu," balasku bernada sopan. "Tidak perlu bersiap, aku harus terbiasa melihatmu dalam keadaan seperti ini," ucapnya, sukses membuatku bertanya dalam hati. Aku tak menggubris permintaannya tadi, segera melanjutkan langkah melewati semua anak tangga yang masih tersisa banyak. Namun, panggilan Kak Zao terpaksa membuatku duduk di samping pria itu beberapa menit kemudian. Wa

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 8

    Ekspresi bingung tergambar di wajah Yi Feilan. Dia tidak mengerti akan ucapanku tadi."Jadi, maksudnya? Kamu suka atau ... ""Suka," jawabku langsung dan singkat."Aku ... "Suara Kak Zao menghentikan percakapan kami. Entah apa yang tadi ingin Yi Feilan katakan. Dia langsung diam setelah Kak Zao berada di sana."Kak Zao," sapaku."Kak Zaoyan," ucap Yi Feilan, juga menyapa Kak Zao."Bagaimana? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Kak Zao, duduk di sebelah Yi Feilan."Tidak ada, hanya bicara hal biasa," jawab Yi Feilan. Kulihat wajahnya memerah saat menjawab pertanyaan Kak Zao. Apa yang dia pikirkan saat mengatakan hal itu?"Baiklah. Aku sudah menelfon Nyonya Chen, dia minta agar pernikahan kalian dipercepat," terang Kak Zao."Dipercepat? Maksudnya?" tanyaku. Tidak percaya nenek melakukan hal tersebut. Mengambil keputusan untuk mempercepat pernikahan cucunya sendiri.Oke, orang bilang rasa suka dan sayang itu bi

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 9. Kepergian Xiaolan

    Hari pernikahan tinggal beberapa jam lagi. Pengambilan cincin nikah, mencoba gaun pengantin juga foto pre-wedding sudah selesai dilakukan.Feilan mengantarku pulang ke rumah seperti biasa. Tidak ada yang terjadi, aku pun tidak merasa ada yang salah.Malam itu Feilan pulang setelah meminum teh di rumah. Pukul 8 malam tepatnya. Hari masih belum terlalu malam untuknya main sebentar. Namun, kami sudah lelah seharian kesana-kemari dengan berbagai acara.Dengan terpaksa, aku pun memintanya untuk pulang agar bisa beristirahat lebih awal."Aku pulang dulu ya," pamit Feilan."Iya, hati-hati di jalan. Telfon aku kalau sudah sampai rumah," balasku, mengulum senyum."Jangan tidur terlalu malam. Kalau ke taman belakang, jangan tiduran di kursi ayunan ya. Aku pulang, nanti kutelfon," ucap Feilan."Iya, iya. Dah," balasku, melambaikan tangan pada laki-laki yang esok hari akan resmi menjadi suamiku.Aku masih tidak menyangka, perjodohan yang a

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 10. Bisikan kejam

    Di hadapanku berbaring Feilan yang dimasukkan ke dalam peti. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia kami. Siang ini adalah hari pernikahanku dengan Feilan. Laki-laki yang dijodohkan, tanpa terasa menjadi pelabuhan.Feilan sangat tampan. Dia memakai setelan jas putih, yang seharusnya digunakan saat pengucapan janji pernikahan.Wajahnya tersenyum, sama seperti terakhir kali kami bertemu. Aku masih mengingatnya dengan jelas, saat dia berbalik menatapku, memberikan senyum khasnya lalu memelukku. Pelukan terakhir yang kurasakan dari kehangatan tubuhnya."Feilan," ucapku. Masih tidak rela meninggalkannya sendiri di dalam sana.Seharusnya tadi malam kuizinkan saja dia menginap di rumah. Dengan begitu, kecelakaan ini tidak akan pernah terjadi."Kasihan ya, seharusnya hari ini mereka menikah""Iya, tapi tau tidak? Katanya kalau wanita ditinggal pergi sebelum hari pernikahan, wanita itu akan membawa kesialan untuk keluarganya""Yang benar?"

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 11. Menguatkan Hati

    Kesedihan yang belum hilang, kini harus ditimpa lagi. Para dewan bahkan sampai membantah pendapat Kak Zao.Semua karenaku. Jika saja malam itu aku tidak menyuruhnya pulang, pasti tidak akan terjadi kecelakaan. Jika saja Feilan tidak meninggalkanku, nenek dan Kak Zao tidak akan mengalami kesulitan.Semua jelas karenaku.Aku bisa saja menelan mentah-mentah semua berita miring, maupun hinaan orang-orang, tapi tidak dengan nenek dan Kak Zao.Orang-orang tidak boleh kehilangan kepercayaan mereka pada nenek dan Kak Zao, hanya karenaku."Apa yang kalian mau? Apa yang harus saya lakukan agar peraturan perusahaan tidak tersentuh siapa pun?" tanyaku pada anggota dewan."Lepaskan jabatan direktur utama Annhua," jawab salah satu di antara mereka."Tidak. Liu Fannyi adalah kandidat sah atas perusahaan ini," tegas nenek membelaku."Jika anda tetap bersikeras menjadikannya direktur utama Annhua, maka kami mundur dari jabatan dewan," timpal an

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 12. Kak Zao

    Sangat berbeda dari biasanya. Kak Zao bersikap romantis padaku. Membukakan pintu, lalu menggandeng tanganku.Benar-benar bukan seperti Kak Zao. Apa dia berubah kepribadian lagi? Kembali pada Kak Zao yang hangat seperti dulu?Entahlah, aku sedang tidak mau banyak berpikir.Kak Zao membawaku masuk ke sebuah restoran mewah. Sepi. Hanya ada kami berdua.Kak Zao tampak memberikan kode. Detik kemudian, seorang pelayan masuk dengan membawa hidangan.Seseorang masuk dengan membawa biola, lalu memainkan musik. Mengherankan memang. Namun, aku merasa risih diperlakukan seperti ini."Kak Zao." Kuberanikan diri untuk bertanya padanya."Ssstt, diam saja. Ikuti apa yang yang kupinta," balas Kak Zao, semakin membuatku bingung.Kulihat Kak Zao tampak serius memotong-motong steik yang ada di hadapannya, lalu memberikan piring tersebut padaku."Hmm?" Aku diam saja, tanpa menerima piring yang dia berikan.Kak Zao membuat kode angguka

Latest chapter

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 16. Kecupan Singkat

    Tinggal bersama dalam satu rumah. Bukan sebagai nona besar dan asisten. Melainkan sebagai pasangan suami istri. Bahkan kami akan tinggal dalam satu kamar juga satu tempat tidur."Kalian berdua telah resmi menjadi suami istri. Untuk suami, silahkan mencium istrinya." Pendeta mengatakan hal itu setelah kami memasangkan cincin di jari pasangan.Apa yang harus kulakukan? Aku mencium Kak Zao, tradisi ini memang sangat sulit kulakukan, tapi tetap harus dilakukan. Karena memang seperti itulah tradisi yang sudah turun temurun.Pasangan pengantin yang telah resmi menjadi suami istri, harus melakukan adegan intim dengan penyatuan bibir. Orang dulu bilang, hal tersebut dilakukan sebagai ritual penyempurna prosesi pernikahan.Awal hidup baru. Di mana kedua mempelai akan jauh lebih intim lagi.Aku mempersiapkan diri. Memang sedikit gugup, kupejamkan mata dan bersiap menerima ciuman pertama se

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 15. Pernikahan

    Sepanjang perjalanan tadi Kak Zao terus diam, bahkan setelah sampai di rumah. Entah apa yang sedang dia pikirkan.Aku justru kembali teringat, akan ucapan Kak Zao yang memintaku untuk terus bersamanya sampai hari pernikahan.Apa maksud perkataannya? Ingin sekali kutanyakan, tapi takut Kak Zao marah.Mungkinkah Kak Zao takut, dengan apa yang menimpaku tepat beberapa jam sebelum menikah?Kak Zao takut meninggalkanku, atau aku yang meninggalkannya?"Istirahatlah, jangan mikir yang aneh-aneh. Aku masih ada urusan." Kak Zao langsung beranjak pergi menuju ruang kerja.Hah? Apa ini? Belum juga nanya, sudah disuruh istirahat.Baru saja pukul 9 pagi. Masih ada banyak waktu sebelum istirahat malam.Kulangkahkan kaki menuju taman belakang. Berniat membaca buku novel yang bertema pernikahan di sana.Dengan santai, duduk di kursi ayunan yang selalu kulakukan sejak dulu."Astaga, pemeran utama laki-lakinya dingin banget sih, ke

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 14. Sebelum Menikah

    Yitan sengaja mengajakku jalan-jalan. Katanya, agar aku tidak terlalu stress.Kami pergi shoping, makan, nonton. Semua kulakukan bersama mantan calon adik iparku.Lumayan. Kegiatan hari ini, membuatku jauh lebih tenang dan fress.Terakhir, sebelum kami pulang, Yitan mengajakku untuk memanjakan diri dengan cara mengikuti pijat relaksasi.Nyaman, sangat nyaman. Di mana semua badan terasa pegal, pijat relaksasi membuat badanku terasa lebih ringan, pikiran pun terasa damai."Yitan, terima kasih ya, kamu sudah membuatku segar kembali. Lain kali, kita ke sana lagi," ajakku, ketagihan.Yitan pulang setelah mengantarku pulang. Salah. Seharusnya aku yang mengantarnya pulang, kan? Kenapa jadi kebalik?Yitan mengantarku pulang karena memang kami pergi menggunakan mobilnya."Sama-sama, Kak. Yitan juga seneng bisa buat kakak seneng lagi," ucapnya, senyum manis terkembang dari bibir imutnya."O iya, Yitan juga mau sekalian pamit, Kak.

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 13. Menjadi Pengganti

    Sesuai perkataan Kak Zao, aku terpaksa harus pulang sendiri dengan menaiki taksi.Kak Zao dan nenek masih berada di gedung itu. Tidak tau apa yang mereka bahas hingga selama itu. Hingga menyuruhku untuk pulang lebih dulu."Jangan khawatir. Yang terpenting sekarang, Xiaoyan setuju untuk menikah denganmu." Ucapan nenek di acara tadi teringat kembali.Apa harus seperti ini? Beberapa minggu yang lalu, aku dipaksa mengenal seorang pria yang akan dijodohkan denganku dalam waktu singkat.Saat perjalanan pengenalan tersebut, aku mulai menyukai pria itu. Bahkan telah menyiapkan diri untuk menikah.Sehari sebelum pernikahan, aku harus kehilangan calon suami karena sebuah kecelakaan.Baru saja beberapa hari calon suamiku meninggal. Kini, aku kembali dijodohkan dengan seorang pria.Bedanya, pria itu telah lama kukenal. Pria yang menemaniku sejak kecil.Sebenarnya, apa arti hidupku ini? Haruskah mengalami kesedihan karena ditinggal orang te

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 12. Kak Zao

    Sangat berbeda dari biasanya. Kak Zao bersikap romantis padaku. Membukakan pintu, lalu menggandeng tanganku.Benar-benar bukan seperti Kak Zao. Apa dia berubah kepribadian lagi? Kembali pada Kak Zao yang hangat seperti dulu?Entahlah, aku sedang tidak mau banyak berpikir.Kak Zao membawaku masuk ke sebuah restoran mewah. Sepi. Hanya ada kami berdua.Kak Zao tampak memberikan kode. Detik kemudian, seorang pelayan masuk dengan membawa hidangan.Seseorang masuk dengan membawa biola, lalu memainkan musik. Mengherankan memang. Namun, aku merasa risih diperlakukan seperti ini."Kak Zao." Kuberanikan diri untuk bertanya padanya."Ssstt, diam saja. Ikuti apa yang yang kupinta," balas Kak Zao, semakin membuatku bingung.Kulihat Kak Zao tampak serius memotong-motong steik yang ada di hadapannya, lalu memberikan piring tersebut padaku."Hmm?" Aku diam saja, tanpa menerima piring yang dia berikan.Kak Zao membuat kode angguka

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 11. Menguatkan Hati

    Kesedihan yang belum hilang, kini harus ditimpa lagi. Para dewan bahkan sampai membantah pendapat Kak Zao.Semua karenaku. Jika saja malam itu aku tidak menyuruhnya pulang, pasti tidak akan terjadi kecelakaan. Jika saja Feilan tidak meninggalkanku, nenek dan Kak Zao tidak akan mengalami kesulitan.Semua jelas karenaku.Aku bisa saja menelan mentah-mentah semua berita miring, maupun hinaan orang-orang, tapi tidak dengan nenek dan Kak Zao.Orang-orang tidak boleh kehilangan kepercayaan mereka pada nenek dan Kak Zao, hanya karenaku."Apa yang kalian mau? Apa yang harus saya lakukan agar peraturan perusahaan tidak tersentuh siapa pun?" tanyaku pada anggota dewan."Lepaskan jabatan direktur utama Annhua," jawab salah satu di antara mereka."Tidak. Liu Fannyi adalah kandidat sah atas perusahaan ini," tegas nenek membelaku."Jika anda tetap bersikeras menjadikannya direktur utama Annhua, maka kami mundur dari jabatan dewan," timpal an

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 10. Bisikan kejam

    Di hadapanku berbaring Feilan yang dimasukkan ke dalam peti. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagia kami. Siang ini adalah hari pernikahanku dengan Feilan. Laki-laki yang dijodohkan, tanpa terasa menjadi pelabuhan.Feilan sangat tampan. Dia memakai setelan jas putih, yang seharusnya digunakan saat pengucapan janji pernikahan.Wajahnya tersenyum, sama seperti terakhir kali kami bertemu. Aku masih mengingatnya dengan jelas, saat dia berbalik menatapku, memberikan senyum khasnya lalu memelukku. Pelukan terakhir yang kurasakan dari kehangatan tubuhnya."Feilan," ucapku. Masih tidak rela meninggalkannya sendiri di dalam sana.Seharusnya tadi malam kuizinkan saja dia menginap di rumah. Dengan begitu, kecelakaan ini tidak akan pernah terjadi."Kasihan ya, seharusnya hari ini mereka menikah""Iya, tapi tau tidak? Katanya kalau wanita ditinggal pergi sebelum hari pernikahan, wanita itu akan membawa kesialan untuk keluarganya""Yang benar?"

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 9. Kepergian Xiaolan

    Hari pernikahan tinggal beberapa jam lagi. Pengambilan cincin nikah, mencoba gaun pengantin juga foto pre-wedding sudah selesai dilakukan.Feilan mengantarku pulang ke rumah seperti biasa. Tidak ada yang terjadi, aku pun tidak merasa ada yang salah.Malam itu Feilan pulang setelah meminum teh di rumah. Pukul 8 malam tepatnya. Hari masih belum terlalu malam untuknya main sebentar. Namun, kami sudah lelah seharian kesana-kemari dengan berbagai acara.Dengan terpaksa, aku pun memintanya untuk pulang agar bisa beristirahat lebih awal."Aku pulang dulu ya," pamit Feilan."Iya, hati-hati di jalan. Telfon aku kalau sudah sampai rumah," balasku, mengulum senyum."Jangan tidur terlalu malam. Kalau ke taman belakang, jangan tiduran di kursi ayunan ya. Aku pulang, nanti kutelfon," ucap Feilan."Iya, iya. Dah," balasku, melambaikan tangan pada laki-laki yang esok hari akan resmi menjadi suamiku.Aku masih tidak menyangka, perjodohan yang a

  • Xiaoyi Xiaoyan   Part 8

    Ekspresi bingung tergambar di wajah Yi Feilan. Dia tidak mengerti akan ucapanku tadi."Jadi, maksudnya? Kamu suka atau ... ""Suka," jawabku langsung dan singkat."Aku ... "Suara Kak Zao menghentikan percakapan kami. Entah apa yang tadi ingin Yi Feilan katakan. Dia langsung diam setelah Kak Zao berada di sana."Kak Zao," sapaku."Kak Zaoyan," ucap Yi Feilan, juga menyapa Kak Zao."Bagaimana? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Kak Zao, duduk di sebelah Yi Feilan."Tidak ada, hanya bicara hal biasa," jawab Yi Feilan. Kulihat wajahnya memerah saat menjawab pertanyaan Kak Zao. Apa yang dia pikirkan saat mengatakan hal itu?"Baiklah. Aku sudah menelfon Nyonya Chen, dia minta agar pernikahan kalian dipercepat," terang Kak Zao."Dipercepat? Maksudnya?" tanyaku. Tidak percaya nenek melakukan hal tersebut. Mengambil keputusan untuk mempercepat pernikahan cucunya sendiri.Oke, orang bilang rasa suka dan sayang itu bi

DMCA.com Protection Status