Share

Kalut

Author: Mimosa
last update Last Updated: 2021-09-01 23:13:24

Di saat semua menyiapkan diri untuk berpetualang, keliling tempat wisata yang ada di daerah sana, Erland justru terlihat tengah mengemasi pakaiannya. Ia memutuskan untuk pulang ke Jakarta hari ini juga.

Sebelumnya lelaki itu telah berusaha memaafkan istrinya, tapi tiba-tiba saja pagi buta ia mendengar Renata sedang berbicara via telepon dengan seseorang. Seseorang yang sangat Erland benci. Suasana hatinya hancur seketika.

"Lan, kamu kok malah berkemas? Bukannya kita mau pergi ke peternakan sapi perah itu?"

"Ada kerjaan mendesak. Gak bisa ditunda. Kalian lanjut aja liburannya," sahut Erland dengan nada dingin. Tentu saja Erland berbohong, tak ada pekerjaan mendesak seperti yang disebutkannya. Ia hanya ingin menenangkan diri, jauh dari semuanya, termasuk istrinya.

"Bukan karena hal lain?"

"Hmm."

"Kalau gitu aku ikut kamu pulang ke Jakarta."

"Gak usah."

"Tapi, Lan ...."

"Aku bilang gak usah, ya, gak usah!" sentaknya.

Renata terhenyak. Setelah sekian lama, baru kali ini Erland membentaknya. Ia tidak mengerti apa yang salah hingga tiba-tiba Erland terlihat sedemikian marah.

"Sorry," sesal Erland masih dengan nada suara yang tak bisa dibilang ramah. "Aku pergi dulu," pamit lelaki itu seraya menyeret kopernya. Erland menemui keluarga juga sahabatnya untuk berpamitan.

"Loh Aa mau kemana?" tanya Reina bingung.

"Pulang ke Jakarta. Ada kerjaan penting."

"Gak bisa diwakilkan, A?" Arlan ikut bertanya.

"Gak bisa, Yah. Mereka minta aku langsung yang menanganinya."

"Ah, gak asik disusulin malah pergi!" Hana menimpali.

"Maaf banget, Kak. Asli ini penting."

"Susah deh kalau bos besar."

Erland hanya tersenyum kecil mendengar celetukkan Alvin. "Aku pamit, ya, semua. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Eh, A, ini kunci mobilnya." Reina berjalan cepat mengejar sang kakak, kemudian menyodorkan kunci mobil dalam genggamannya.

"Gak usah, Rei. Aa naik bus aja. Mobil biar nanti buat kalian pulang."

Elena menghampiri putranya. "Ya udah hati-hati di sana. Jangan lupa makan dan jangan makan yang aneh-aneh. Ingat lambung kamu loh, A."

"Iya, Bunda."

Erland pergi dengan rasa kecewa, padahal Erland berharap hari ia dan keluarga kecilnya akan bersenang-senang, tapi ternyata tidak. Dalam sekali pijak Renata berhasil mematahkan harapannya. Terkadang ada yang lebih mengerikan dari hal-hal yang mengerikan; marahnya orang pendiam dan kecewanya orang setia.

🎬🎬🎬

Haikal mempersiapkan banyak hal untuk pertemuannya dengan Renata, meskipun mereka baru akan bertemu lusa. Awalnya perasaan yang ia miliki memang hanya sebatas perasaan sayang kakak pada adiknya, tidak lebih. Namun seiring berjalannya waktu, perasaan itu berubah. Lalu apa yang salah? Satu-satunya yang salah di sini adalah ia mencintai istri orang. Haikal menyesal mengapa dirinya tidak buru-buru mempersunting Renata setelah perempuan itu ditinggalkan oleh suaminya. Dulu ia pergi ke luar negeri untuk menuntaskan pendidikannya, jadi terpaksa harus meninggalkan Renata.

Sekarang di saat ia kembali, Renata justru sudah menyandang status sebagai seorang istri. Haikal tidak akan menyerah. Ia akan membuat Renata jadi miliknya. Haikal bisa memanfaatkan sifat pemarah, egois, dan cemburuan Erland untuk bisa menghancurkan lelaki itu. Mengapa ia tahu banyak hal tentang lelaki itu? Karena dulu Renata begitu sering membahas tentang Erland.

Salah memang, tapi bukankah cinta harus diperjuangkan? Haikal hanya sedang berusaha melakukan itu. Ia mencintai Renata dan akan berusaha mendapatkannya.

🎬🎬🎬

Sudah tengah malam, tetapi Erland tak juga menghubunginya. Renata cemas bukan main, terlebih tadi Erland pulang ke Jakarta naik bus. Renata takut kalau terjadi sesuatu pada suaminya. Sedari tadi Reka pun terus menangis entah apa penyebabnya, padahal Renata sudah melalukan apa pun; menyusui, menggendong, bersenandung untuknya, tetapi Reka tetap menangis.

Suara ketukan pintu menyadarkan Renata dari lamunannya. "Sebentar," katanya sembari berjalan ke arah pintu lantas membuka pintu dengan segera.

"Reka kenapa?" tanya orang itu yang ternyata Hana.

"Gak tahu, dari tadi rewel terus."

Hana berjalan mendekati putra sahabatnya lalu menggendong bayi mungil itu. "Uh, Sayang, kenapa nangis terus, Nak?"

Reka terus menangis tak mengindahkan Hana yang kini berusaha membuatnya diam.

"Mungkin dia tahu kalau Papanya gak baik-baik aja," ujar Hana lagi.

Renata mengernyit. "Maksudnya?"

"Buka i*******m dan lihat apa yang diposting suami lo. Gue rasa dia tahu sesuatu yang bahkan gak kita kasih tahu."

Renata buru-buru mengambil ponselnya hendak mencari kebenaran dari ucapan Hana. Matanya membulat sempurna begitu melihat foto yang baru saja diposting suaminya. Namun bukan itu yang menjadi fokusnya saat ini melainkan kata-katanya.

Benar kata Hana, Erland seolah mengetahui sesuatu. Sikap dingin Erland sejak semalam pun sedikit banyak menjelaskan bahwa Erland sedang marah. "Han, apa jangan-jangan Erland tahu kalau gue sama Bang Haikal mau ketemu?"

Hana menggedikan bahunya. Ingin mengiyakan, tapi ia pun tidak yakin karena dirinya tidak merasa memberitahu Erland dan Renata pun pasti memilih bungkam. "Lihat postingan selanjutnya. Dia minum minuman beralkohol. Lo ingat gimana menderitanya Erland dulu karena lambungnya? Lihat sekarang apa yang dia lakukan? Dia minum. Lo tahu, bahkan dengan kadar alkohol yang hanya sedikit pun bisa berbahaya buat mereka yang punya riwayat sakit lambung."

"Gue harus gimana, Han?"

"Gue gak tahu," jawab Hana sembari meletakan kembali Reka di tempat tidur setelah anak itu terlelap. "Lo belum memulai, tapi lo udah berhasil bikin dia menyiksa diri. Jangan lupa tipe orang seperti apa Erland."

Renata mengusap wajahnya dengan kasar. Bodoh. Mengapa ia baru sadar sekarang kalau Erland tengah benar-benar marah? Renata yakin kalau kepulangan Erland ke Jakarta yang sangat mendadak itu tidak semata-mata karena pekerjaan, kemungkinan besar justru karena dirinya. Tapi, apa? Apakah Erland sebenarnya sudah tahu kalau ia punya rencana bertemu dengan Haikal.

🎬🎬🎬

"Minum lagi, woy!" Erland berteriak pada seorang bartender yang kini melayaninya. Ia bahkan sudah sangat mabuk karena bergelas-gelas minuman beralkohol yang diminumnya. Tentang mengapa ia memutuskan untuk menyambangi tempat laknat ini, jelas karena pikirannya sedang benar-benar kalut, kacau, tidak tahu harus melakukan apa.

"Mas sudah sangat mabuk. Lebih baik berhenti minum."

"GUE MASIH PUNYA DUIT, BANGSAT! GUE BAHKAN BISA BELI SEMUA YANG ADA DI SINI. JADI, TURUTIN APA YANG GUE MINTA!"

Orang itu hanya geleng-geleng kemudian menyerahkan satu gelas kecil minuman lagi pada Erland.

Ponselnya yang sedari tadi terus berdering membuat Erland kesal. "Gue banting juga lo!" sentaknya.

Seorang perempuan berpakaian super mini menghampiri lelaki itu, memberikan sentuhan-sentuhan kecil dengan harapan laki-laki itu akan tergoda. "Hai, Mas. Main sama saya, yuk."

Erland melepaskan tatapan mengejek. "Najis. Lo bau!"

"Yakin Mas? Padahal beli satu gratis satu loh. Saya sepaket sama teman saya."

Erland mengambil dompetnya, kemudian melemparkan beberapa lembar uang berwarna merah. "AMBIL! DAN JANGAN GANGGU GUE CEWEK KOTOR!"

Walaupun mendapat hinaan, wanita itu tersenyum senang seraya memunguti uang yang Erland lemparkan. Memang tujuannya datang kemari untuk mencari uang, jadi tak masalah jika harus mendengar caci maki dari orang——toh itu hal biasa. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Erland lalu berbisik, "Saya kotor? Masnya juga kotor loh, kan datang ke tempat kotor."

Erland menggeram kesal, tetapi ia sudah tak bisa berdebat. Kepalanya pusing bukan main, hingga akhirnya ia menjatuhkan kepalanya ke meja bar. "Lo jahat, Ren ...," gumamnya begitu lirih sebelum benar-benar tak sadarkan diri.

Bersambung...

Related chapters

  • Without You   Akumulasi Rasa Takut

    Reina tak tahu kenapa semenjak kepergian sang kakak kemarin dirinya diliputi rasa cemas. Anehnya semua orang justru terlihat biasa saja, padahal Reina sadar betul kalau ada yang tidak beres dengan kepergian kakaknya yang tiba-tiba. Reka pun rewel. Mungkinkah hanya anak kecil sepertinya dan Reka saja yang menyadari keganjilan itu?Masih sangat pagi. Reina mengambil ponselnya berniat menghubungi Erland. Hanya nada sambung yang terdengar, kakaknya itu tak juga mengangkat teleponnya."Aa kenapa sih? Angkat kek!" gerutunya."Hallo."Akhirnya suara serak itu menyapa gendang telinganya. "Kenapa lama angkatnya, A? Aa baru bangun tidur?""Hm.""Aa di mana sekarang?""Hotel.""Loh kok? Bukannya kemarin Aa bilang mau pulang ada kerjaan? Kok sekarang di hotel?""Aa langsung ke luar kota."

    Last Updated : 2021-09-01
  • Without You   Baik-baik saja

    Suasana hening menyelimuti makan malam kali ini. Reina yang biasanya terus berceloteh mendadak jadi sangat diam. Mana mungkin ia bisa bercanda seperti biasa setelah meninggalkan kakaknya dalam keadaan sakit. Reina takut terjadi apa-apa."Reina," panggil Arlan, tetapi gadis itu tak menyahuti. "Reina, Sayang?""Eh, iya, A?"Semua yang ada di sana serempak menoleh seraya menautkan alis."Aa?" tanya Elena.Reina gelagapan. Kenapa ia bisa sampai keceplosan menyebut kakaknya. Erland sudah berpesan agar Reina tidak dulu memberitahukan keberadaannya pada ayah, bunda, apalagi Renata. Erland ingin menenangkan diri sekarang. "Ehm ... itu, Bunda, aku tuh lagi ingat-ingat pesan Aa. Kata Aa, mungkin Aa baru bisa pulang besok, soalnya sekarang Aa masih di Bogor. Ada pertemuan apa gitu aku gak ngerti."Arlan dan Elena langsung percaya, tapi tidak dengan Renata. Perempuan itu ragu pada per

    Last Updated : 2021-09-01
  • Without You   Bingung

    "Sel-sel itu sudah menyebar ke kelenjar getah bening. Bahkan, ke lapisan otot pada dinding lambung. Kita harus melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui bisa atau tidaknya dilakukan operasi. Kita hanya akan menyisakan lambung yang sehat. Kamu harus cepat, Erland, jika tidak ingin terjadi sesuatu yang lebih buruk."Erland terus memikirkan ucapan Dokter Fabian di rumah sakit tempo hari. Sudah masuk pada tahap serius. Tak bergejala atau ... Erland saja yang selama ini tak terlalu ambil pusing dengan kondisinya?Mata sendu lelaki itu menatap nanar sosok mungil Reka yang kini ada dalam gendongannya. Jangankan menjadi ayah yang baik, melihat Reka tumbuh dewasa saja rasanya sangat tidak mungkin mengingat kondisinya sekarang. Dikecupnya lembut dahi bayi mungilnya kemudian bertutur lirih, "Reka, kalau Papa gak ada, kamu jaga Mama sama adik, ya? Maaf karena Papa belum bisa jadi Papa yang baik, tapi Papa sayang kok sama Reka. Sayang banget."

    Last Updated : 2021-09-05
  • Without You   Prolog

    Sore yang tampak sepi. Kediaman Erland yang biasanya ramai tiba-tiba sunyi senyap seperti tak ada tanda-tanda kehidupa, hanya terdengar bunyi jarum jam yang terus bekerja berputar sesuai porosnya. Semua itu tentu saja terjadi karena seluruh penghuninya sedang pergi berlibur meninggalkan hiruk pikuk ibu kota. Itu semua karena Erland baru saja memenangkan proyek besar.Erland sekeluarga pergi ke Bandung dengan tujuan meluruskan sejenak pikiran yang semrawut karena berbagai hal di Jakarta. Sulit sekali menemui waktu kosong seperti saat ini. Helaan napas berat terdengar. Reka sudah rewel, Reina juga, tapi kemacetan ini benar-benar sukar ditembus. Renata sudah kebingungan membujuk putranya untuk diam."Kasih susu coba, Ren," ujar Elena."Rekanya gak mau Bunda.""Sini biar Bunda yang gendong. Reka ikut Oma yuk, Nak," kata wanita itu lagi sembari mengambil alih Reka dari pangkuan Renata.

    Last Updated : 2021-09-01
  • Without You   Cederanya rasa percaya

    "Lebay lo, Kak. Segala bilang lama gak ngobrol, padahal tadi aja teleponan janjian mau ketemu."Pernyataan Erland memaksa Hana menyeret Renata menjauh dari keluarganya. Janjian mau ketemu. Sebelum keberangkatannya ke Bandung, Hana dan Renata tidak ada pembicaraan apa pun. Alvin yang meminta izin pada Erland untuk menyusul ke sini. Hana tak habis pikir, memang siapa orang yang hendak Renata temui sampai-sampai harus berbohong pada Erland? Untung saja Hana berbaik hati dengan tidak menyangkal apa yang Erland katakan. Bukan berbohong demi Renata, ia hanya tidak ingin Erland terluka."Ren, sekarang jelasin ke gue, apa maksud omongan Erland tadi? Lo lagi bohongin Erland?"Seketika Renata terdiam berusaha mencari jawaban yang tepat dan masuk akal untuk membungkam pertanyaan beruntun dari sahabatnya. "Hmm ... gue gak sengaja.""Gak sengaja? Inget Ren, kita sahabatan gak cuma setahun, dua tahun. G

    Last Updated : 2021-09-01

Latest chapter

  • Without You   Bingung

    "Sel-sel itu sudah menyebar ke kelenjar getah bening. Bahkan, ke lapisan otot pada dinding lambung. Kita harus melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui bisa atau tidaknya dilakukan operasi. Kita hanya akan menyisakan lambung yang sehat. Kamu harus cepat, Erland, jika tidak ingin terjadi sesuatu yang lebih buruk."Erland terus memikirkan ucapan Dokter Fabian di rumah sakit tempo hari. Sudah masuk pada tahap serius. Tak bergejala atau ... Erland saja yang selama ini tak terlalu ambil pusing dengan kondisinya?Mata sendu lelaki itu menatap nanar sosok mungil Reka yang kini ada dalam gendongannya. Jangankan menjadi ayah yang baik, melihat Reka tumbuh dewasa saja rasanya sangat tidak mungkin mengingat kondisinya sekarang. Dikecupnya lembut dahi bayi mungilnya kemudian bertutur lirih, "Reka, kalau Papa gak ada, kamu jaga Mama sama adik, ya? Maaf karena Papa belum bisa jadi Papa yang baik, tapi Papa sayang kok sama Reka. Sayang banget."

  • Without You   Baik-baik saja

    Suasana hening menyelimuti makan malam kali ini. Reina yang biasanya terus berceloteh mendadak jadi sangat diam. Mana mungkin ia bisa bercanda seperti biasa setelah meninggalkan kakaknya dalam keadaan sakit. Reina takut terjadi apa-apa."Reina," panggil Arlan, tetapi gadis itu tak menyahuti. "Reina, Sayang?""Eh, iya, A?"Semua yang ada di sana serempak menoleh seraya menautkan alis."Aa?" tanya Elena.Reina gelagapan. Kenapa ia bisa sampai keceplosan menyebut kakaknya. Erland sudah berpesan agar Reina tidak dulu memberitahukan keberadaannya pada ayah, bunda, apalagi Renata. Erland ingin menenangkan diri sekarang. "Ehm ... itu, Bunda, aku tuh lagi ingat-ingat pesan Aa. Kata Aa, mungkin Aa baru bisa pulang besok, soalnya sekarang Aa masih di Bogor. Ada pertemuan apa gitu aku gak ngerti."Arlan dan Elena langsung percaya, tapi tidak dengan Renata. Perempuan itu ragu pada per

  • Without You   Akumulasi Rasa Takut

    Reina tak tahu kenapa semenjak kepergian sang kakak kemarin dirinya diliputi rasa cemas. Anehnya semua orang justru terlihat biasa saja, padahal Reina sadar betul kalau ada yang tidak beres dengan kepergian kakaknya yang tiba-tiba. Reka pun rewel. Mungkinkah hanya anak kecil sepertinya dan Reka saja yang menyadari keganjilan itu?Masih sangat pagi. Reina mengambil ponselnya berniat menghubungi Erland. Hanya nada sambung yang terdengar, kakaknya itu tak juga mengangkat teleponnya."Aa kenapa sih? Angkat kek!" gerutunya."Hallo."Akhirnya suara serak itu menyapa gendang telinganya. "Kenapa lama angkatnya, A? Aa baru bangun tidur?""Hm.""Aa di mana sekarang?""Hotel.""Loh kok? Bukannya kemarin Aa bilang mau pulang ada kerjaan? Kok sekarang di hotel?""Aa langsung ke luar kota."

  • Without You   Kalut

    Di saat semua menyiapkan diri untuk berpetualang, keliling tempat wisata yang ada di daerah sana, Erland justru terlihat tengah mengemasi pakaiannya. Ia memutuskan untuk pulang ke Jakarta hari ini juga.Sebelumnya lelaki itu telah berusaha memaafkan istrinya, tapi tiba-tiba saja pagi buta ia mendengar Renata sedang berbicara via telepon dengan seseorang. Seseorang yang sangat Erland benci. Suasana hatinya hancur seketika."Lan, kamu kok malah berkemas? Bukannya kita mau pergi ke peternakan sapi perah itu?""Ada kerjaan mendesak. Gak bisa ditunda. Kalian lanjut aja liburannya," sahut Erland dengan nada dingin. Tentu saja Erland berbohong, tak ada pekerjaan mendesak seperti yang disebutkannya. Ia hanya ingin menenangkan diri, jauh dari semuanya, termasuk istrinya."Bukan karena hal lain?""Hmm.""Kalau gitu aku ikut kamu pulang ke Jakarta.""Gak usah."

  • Without You   Cederanya rasa percaya

    "Lebay lo, Kak. Segala bilang lama gak ngobrol, padahal tadi aja teleponan janjian mau ketemu."Pernyataan Erland memaksa Hana menyeret Renata menjauh dari keluarganya. Janjian mau ketemu. Sebelum keberangkatannya ke Bandung, Hana dan Renata tidak ada pembicaraan apa pun. Alvin yang meminta izin pada Erland untuk menyusul ke sini. Hana tak habis pikir, memang siapa orang yang hendak Renata temui sampai-sampai harus berbohong pada Erland? Untung saja Hana berbaik hati dengan tidak menyangkal apa yang Erland katakan. Bukan berbohong demi Renata, ia hanya tidak ingin Erland terluka."Ren, sekarang jelasin ke gue, apa maksud omongan Erland tadi? Lo lagi bohongin Erland?"Seketika Renata terdiam berusaha mencari jawaban yang tepat dan masuk akal untuk membungkam pertanyaan beruntun dari sahabatnya. "Hmm ... gue gak sengaja.""Gak sengaja? Inget Ren, kita sahabatan gak cuma setahun, dua tahun. G

  • Without You   Prolog

    Sore yang tampak sepi. Kediaman Erland yang biasanya ramai tiba-tiba sunyi senyap seperti tak ada tanda-tanda kehidupa, hanya terdengar bunyi jarum jam yang terus bekerja berputar sesuai porosnya. Semua itu tentu saja terjadi karena seluruh penghuninya sedang pergi berlibur meninggalkan hiruk pikuk ibu kota. Itu semua karena Erland baru saja memenangkan proyek besar.Erland sekeluarga pergi ke Bandung dengan tujuan meluruskan sejenak pikiran yang semrawut karena berbagai hal di Jakarta. Sulit sekali menemui waktu kosong seperti saat ini. Helaan napas berat terdengar. Reka sudah rewel, Reina juga, tapi kemacetan ini benar-benar sukar ditembus. Renata sudah kebingungan membujuk putranya untuk diam."Kasih susu coba, Ren," ujar Elena."Rekanya gak mau Bunda.""Sini biar Bunda yang gendong. Reka ikut Oma yuk, Nak," kata wanita itu lagi sembari mengambil alih Reka dari pangkuan Renata.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status