Share

Menolak

Penulis: Saskia Indah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-17 23:04:55

Sebenarnya, sudah sejak pertemuan pertama kami, aku terang-terangan menolak Erwin. Alasan yang aku buat untuk menolaknya adalah aku mengatakan padanya bahwa aku bukanlah wanita yang baik.

Alasan klise, menurut Erwin pada saat itu. Tetapi, aku tetap dengan pendirianku. Tanpa menceritakan detailnya, aku beralasan bahwa selama hampir tiga puluh tahun aku hidup di dunia, aku tak pernah dekat dengan laki-laki. Sekali dekat, aku akan menolaknya dan laki-laki itu akan mundur pelan-pelan. Aku adalah wanita yang tak gampang bersosialisasi dengan orang lain.

Terlebih, saat itu aku mengatakan, untuk bersosialisasi dengan keluarga besar Erwin. Aku tak pernah bisa beramah-tamah. Dan seperti keluarga yang lainnya, jelas, keluarga Erwin sangat menjunjung keramah tamahan. Dan aku tak suka itu.

Lalu, senjata terakhir untuk membuat Erwin mundur adalah, aku mengatakan bahwa aku tak memiliki keluarga yang seharmonis keluarganya. Sudut kecil hatiku ingin mengatakan bahwa aku adalah anak yatim piatu. Tetapi, aku masih memiliki otak yang tak seemosional hati. Karena kenyataannya, orangtuaku masih ada. Benar, kan?

Tetapi, entahlah aku tak tahu kabarnya. Dan tak akan pernah ingin tahu. Mereka sering menghubungiku. Untuk meminta -menagih, lebih tepatnya- uang dan semacamnya. Terkadang, kuberikan. Hanya karena agar urusanku dengan mereka berjalan cepat saja.

Selain itu, aku tak pernah melakukan hal lain lagi. Mereka tak peduli padaku. Tak ada drama seorang ibu yang merindukan anak perempuannya karena tak pernah pulang ke rumah atau seorang ayah yang ingin mengetahui keberadaan putri kecilnya, dimana pun putrinya berada. Tidak ada semua itu di hidupku. Hampa. Kosong. Tanpa ada apa-apa.

Namun, Erwin tak dengan mudahnya percaya. Ia pikir bahwa aku yang menjauhkan diri dari orangtuaku. Walaupun memang benar. Tetapi, semua itu tidak hanya sampai disitu saja. Aku memiliki permasalahan yang rumit.

Kecemasanku yang berlebih ini disebabkan karena satu hal yang enggan aku ceritakan pada siapa pun. Termasuk pada Erwin, orang yang sedang gencar mendekatiku.

"Halo, Sayang?" panggil Erwin memecah lamunanku. Beranjak dari kursi, aku memilih untuk beranjak. Menghampiri jendela besar dengan pemandangan gedung pencakar langit yang sukses membuatku selalu terpana.

"Ya, Mas?"

"Nah, kalo dipanggil calon suami itu balasnya mesra gitu, kan, aku jadi semangat."

Dari sekian banyak laki-laki yang mendekatiku, Erwin adalah yang paling pantang menyerah. Begitu banyak penolakan yang sudah aku lakukan padanya, namun ia tetap tak gentar sedikit pun. Barangkali, dia di dukung oleh ibunya. Entahlah.

"Mas, aku mohon jangan ganggu aku lagi. Aku harus mengatakan ini berapa kali supaya Mas Erwin tahu bahwa aku sangat terganggu dengan perlakuan Mas Erwin selama ini padaku?" tanyaku dengan nada penuh emosi.

Aku sudah muak dengan rayuannya -yang sudah jelas akan kembali dilontarkannya- dan sudah tak peduli dengan apa yang ia lakukan sore nanti, jadi aku tutup telepon kami secara sepihak. Tanpa sadar melempar ponsel Rini ke sofa yang tak jauh dari tempatku berdiri.

Ah, semua ini gara-gara Erwin dan ingatanku mengenai 'hal' itu.

Semua hal tentangku saat ini, adalah bentuk dari rasa kecewa, takut, serta kalut di masa lalu.

***

"Maaf aku nggak sengaja banting ponsel kamu, tadi."

Rini tampak menunjukkan ekspresi kaget. Tetapi, karena canggung berhadapan denganku, ia hanya mengangguk sambil tersenyum menenangkanku.

Begitu ponselnya aku serahkan pada Rini, ia langsung cepat-cepat mengecek kondisi ponsel tersebut. Barangkali tak menemukan apa pun yang 'rusak', ia menghela napas dengan lega.

Aku mengedikkan bahu tak peduli. Lalu, memilih untuk kembali ke ruanganku. Setengah berpikir bagaimana agar aku tak bertemu dengan Erwin, sore nanti.

"Beritahu aku kalau ada sesuatu yang rusak di ponselmu." ucapku pada Rini yang kembali memastikan keadaan ponselnya, yang kuketahui baru saja ia beli di bulan lalu, saat menerima tunjangan hari raya dariku.

"Siap, Mbak!"

"Tolong, kalau ada gangguan lain, aku mohon kamu yang atasi, ya? Hari ini aku lagi nggak dalam kondisi yang baik untuk beramah tamah, Rin." peringatku sekali lagi.

"I-iya, Mbak."

Setelah memastikan bahwa sudah tidak ada yang perlu kuatasi, aku melanjutkan langkah untuk kembali ke ruanganku.

***

Bab terkait

  • With Kalanaya    'Dia' Datang

    Sebenarnya, aku jarang tidak profesional seperti ini. Maksudku, jarang sekali aku menjadikan kantorku sebagai tempat untuk bermalas-malasan. Aku tahu dengan pasti bahwa ketika aku menginjakkan kaki ke kantorku ini -ya, aku menganggap butikku ini sebagai kantor- aku harus menjalankan pekerjaanku. Mengesampingkan terlebih dahulu masalah pribadiku dan berkutat dengan kegemaran yang sudah aku jadikan pekerjaan. Aku adalah lulusan dari jurusan fashion design di salah satu universitas swasta di Jakarta. Sejak dulu, aku sudah sangat senang sekali menggambar mecam-macam fashion. Seolah bisa menciptakan suatu produk dengan hasil gambaranku, aku pernah mendapatkan ejekan dari temanku bahwa aku sangat bercita-cita tinggi. Padahal, menurut mereka aku tak bisa menggambar dengan baik. Yeah, waktu itu aku sering menangis karena ejekan itu. Tetapi, semakin lama, aku berhasil menguatkan diri sendiri bahwa aku pasti mampu menghadapi semuanya. Tentunya sendiri. Pasang surut kehidupan, jelas kuhadapi

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • With Kalanaya    Awal - Bayangan Masa Lalu

    "Orang gila.. orang gila...." Aku menutup telinga dan juga mata saat seruan nada penuh ejekan itu terdengar ditelingaku. Aku berharap segera ditolong oleh ibu guru, namun di waktu istirahat seperti ini, biasanya semua guru sedang ada di ruangannya masing-masing. Beristirahat seraya bercengkerama mengenai kondisi terkini anak didiknya, dan membiarkan kami -anak didik mereka- bermain di taman bersama-sama. Tetapi, perkiraan mereka salah. Sebab, kali ini sebagian anak didik mereka tak bermain selayaknya anak-anak pada umumnya, melainkan sedang mengolok-olokku yang sudah tampak pasrah. Berteriak pun rasanya percuma, karena mereka akan semakin mengejekku habis-habisan. Mengatakan selain cengeng, aku juga tukang ngadu. Ya, seruan dan ejekan itu berasal dari teman-temanku di taman kanak-kanak. Tak berlagak seperti anak kecil yang penyayang dan ingin berteman dengan siapa pun, teman-temanku justru sangat nakal padaku dan membenciku. Semua hal yang aku lakukan selalu salah di mata mereka.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • With Kalanaya    Bayangan Masa Lalu (2)

    Selama bersekolah di sini, aku tak pernah melakukan hal serupa yang dilakukan teman-temanku selama ini padaku. Aku tak pernah mengejek mereka, pun tak pernah tertawa saat salah seorang temanku menangis kencang. Karena yang aku lakukan justru menenangkan mereka. Mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Tetapi balasan mereka sungguh diluar dugaan. Aku kembali dibuat ketakutan. Bukan hanya karena perkara pisau, melainkan ejekan mereka padaku yang sungguh menurunkan semangatku untuk bersekolah.Tetapi, jika tak bersekolah, aku akan ke mana? Setiap hari ayah dan ibu akan pergi. Entah kemana, aku tak boleh tahu. Dan di rumah, aku hanya bersama dengan pembantu, yang juga akan kembali pulang ke rumahnya di sore hari. Aku tak memiliki teman, karena aku tak pintar bergaul. Bila tak di sekolah, aku jarang berbicara. Aku lebih banyak diam dan ketakutan, karena sumber masalahku adalah di rumah. Ketakutanku adalah berada di sana. Namun, aku tak bisa pergi dari sana. Astaga, ini benar-benar me

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • With Kalanaya    Mendapatkan Mimpi Buruk

    Aku terengah-engah saat sudah berhasil membuka mata lebar-lebar. Langsung beranjak duduk, aku mataku mengerling ke semua arah kamar. Memastikan bahwa aku masih ada di dalam kamarku yang nyaman, kamar masih dalam keadaan baik dan aku sudah tidak berada dalam kondisi menyakitkan itu. Mengacak rambutku frustasi, sungguh aku lelah dengan keadaan ini. Mimpi sialann yang entah sampai kapan akan terus menghantuiku. Aku, Kalanaya Indah Ayuningtyas, akan bereaksi berlebihan seperti ini bila mendapatkan mimpi dari masa laluku. Dan baru bisa tenang saat pandangan mataku sudah berhasil memastikan bahwa aku sudah tak berada dalam labirin menyakitkan itu. Aku sudah berada dalam tempat yang aman, tempat yang kupilih sebagai tempat menenangkan diri sekaligus tempat tinggalku selama lebih dari lima tahun lamanya. Tempat yang jauh dari kata mewah, namun aku nyaman berada di dalamnya. Tak seperti tempat mewah yang kusebut sebagai rumah neraka, yang sampai kapan pun tak bisa sedikit pun terlupa dari in

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • With Kalanaya    Dunia Baru

    Lupakan masalah masa lalu, mari kita ceritakan hal yang membuatku bahagia saja. Contohnya hari ini. Hari ini aku akan mengunjungi divisi konveksi. Memastikan bahwa gaun rancanganku akan selesai dalam waktu satu minggu ke depan. Dan akan segera aku pasarkan di satu bulan ke depan. Untuk satu alasan yang pasti, aku bahagia untuk hal besar ini. Rancangan gaunku yang kelima sudah akan berhasil diluncurkan ke publik. Setelah sebelumnya terkendala karena butikku yang lain, yang ada di Bandung. Belum sempat aku membuka pintu kamarku, ponselku berbunyi nyaring. Ternyata salah satu dari karyawanku di butik. Rini. Mahasiswa semester akhir yang melamar pekerjaan di butikku. Aku langsung menerimanya kala itu. Selain karena alasan aku sedang sangat membutuhkan staff, aku juga sangat mengerti sekali kondisi Rini yang kala itu sangat membutuhkan pekerjaan. Karena aku pernah merasakannya. Berada di posisi Rini atau pun mahasiswa-mahasiswi lain. Menjadi mahasiswa dengan uang pas-pasan, namun kebutuh

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • With Kalanaya    Telepon dari 'Kekasih'

    "Pagi, Mbak Aya!" Aku tersenyum, lalu menganggukkan kepala sebelum berhenti sebentar di depan resepsionis untuk mengatakan sesuatu pada seseorang yang bekerja di balik meja resepsionis. "Rin, nanti kalau ada yang cari saya, sementara tolong kamu handle dulu, ya." Rini tampak kebingungan, namun aku yakin ia tahu maksudku. Walau, dia juga tahu pasti bahwa ada beberapa agenda yang harus aku laksanakan hari ini. Setelah beberapa detik terdiam, dia akhirnya mengangguk. "Baik, Mbak. Nanti pasti aku hadapin." candanya sambil menggerakkan tanda hormat. Aku hanya tertawa saja. Kebiasaanku setelah bermimpi buruk atau sedang mengalami mood yang juga sama buruknya adalah berdiam diri di ruangan kerjaku. Sebenarnya aku bisa memaksakan diri untuk tetap menajalnkan agendaku hari ini. Namun, aku tahu itu sangat sia-sia. Karena jelas, aku tak bisa seproduktif ketika aku dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana tidak, bila aku sedang dalam keadaan tak baik-baik saja. Hal yang hanya aku lakukan ad

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17

Bab terbaru

  • With Kalanaya    'Dia' Datang

    Sebenarnya, aku jarang tidak profesional seperti ini. Maksudku, jarang sekali aku menjadikan kantorku sebagai tempat untuk bermalas-malasan. Aku tahu dengan pasti bahwa ketika aku menginjakkan kaki ke kantorku ini -ya, aku menganggap butikku ini sebagai kantor- aku harus menjalankan pekerjaanku. Mengesampingkan terlebih dahulu masalah pribadiku dan berkutat dengan kegemaran yang sudah aku jadikan pekerjaan. Aku adalah lulusan dari jurusan fashion design di salah satu universitas swasta di Jakarta. Sejak dulu, aku sudah sangat senang sekali menggambar mecam-macam fashion. Seolah bisa menciptakan suatu produk dengan hasil gambaranku, aku pernah mendapatkan ejekan dari temanku bahwa aku sangat bercita-cita tinggi. Padahal, menurut mereka aku tak bisa menggambar dengan baik. Yeah, waktu itu aku sering menangis karena ejekan itu. Tetapi, semakin lama, aku berhasil menguatkan diri sendiri bahwa aku pasti mampu menghadapi semuanya. Tentunya sendiri. Pasang surut kehidupan, jelas kuhadapi

  • With Kalanaya    Menolak

    Sebenarnya, sudah sejak pertemuan pertama kami, aku terang-terangan menolak Erwin. Alasan yang aku buat untuk menolaknya adalah aku mengatakan padanya bahwa aku bukanlah wanita yang baik. Alasan klise, menurut Erwin pada saat itu. Tetapi, aku tetap dengan pendirianku. Tanpa menceritakan detailnya, aku beralasan bahwa selama hampir tiga puluh tahun aku hidup di dunia, aku tak pernah dekat dengan laki-laki. Sekali dekat, aku akan menolaknya dan laki-laki itu akan mundur pelan-pelan. Aku adalah wanita yang tak gampang bersosialisasi dengan orang lain. Terlebih, saat itu aku mengatakan, untuk bersosialisasi dengan keluarga besar Erwin. Aku tak pernah bisa beramah-tamah. Dan seperti keluarga yang lainnya, jelas, keluarga Erwin sangat menjunjung keramah tamahan. Dan aku tak suka itu.Lalu, senjata terakhir untuk membuat Erwin mundur adalah, aku mengatakan bahwa aku tak memiliki keluarga yang seharmonis keluarganya. Sudut kecil hatiku ingin mengatakan bahwa aku adalah anak yatim piatu. Tet

  • With Kalanaya    Telepon dari 'Kekasih'

    "Pagi, Mbak Aya!" Aku tersenyum, lalu menganggukkan kepala sebelum berhenti sebentar di depan resepsionis untuk mengatakan sesuatu pada seseorang yang bekerja di balik meja resepsionis. "Rin, nanti kalau ada yang cari saya, sementara tolong kamu handle dulu, ya." Rini tampak kebingungan, namun aku yakin ia tahu maksudku. Walau, dia juga tahu pasti bahwa ada beberapa agenda yang harus aku laksanakan hari ini. Setelah beberapa detik terdiam, dia akhirnya mengangguk. "Baik, Mbak. Nanti pasti aku hadapin." candanya sambil menggerakkan tanda hormat. Aku hanya tertawa saja. Kebiasaanku setelah bermimpi buruk atau sedang mengalami mood yang juga sama buruknya adalah berdiam diri di ruangan kerjaku. Sebenarnya aku bisa memaksakan diri untuk tetap menajalnkan agendaku hari ini. Namun, aku tahu itu sangat sia-sia. Karena jelas, aku tak bisa seproduktif ketika aku dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana tidak, bila aku sedang dalam keadaan tak baik-baik saja. Hal yang hanya aku lakukan ad

  • With Kalanaya    Dunia Baru

    Lupakan masalah masa lalu, mari kita ceritakan hal yang membuatku bahagia saja. Contohnya hari ini. Hari ini aku akan mengunjungi divisi konveksi. Memastikan bahwa gaun rancanganku akan selesai dalam waktu satu minggu ke depan. Dan akan segera aku pasarkan di satu bulan ke depan. Untuk satu alasan yang pasti, aku bahagia untuk hal besar ini. Rancangan gaunku yang kelima sudah akan berhasil diluncurkan ke publik. Setelah sebelumnya terkendala karena butikku yang lain, yang ada di Bandung. Belum sempat aku membuka pintu kamarku, ponselku berbunyi nyaring. Ternyata salah satu dari karyawanku di butik. Rini. Mahasiswa semester akhir yang melamar pekerjaan di butikku. Aku langsung menerimanya kala itu. Selain karena alasan aku sedang sangat membutuhkan staff, aku juga sangat mengerti sekali kondisi Rini yang kala itu sangat membutuhkan pekerjaan. Karena aku pernah merasakannya. Berada di posisi Rini atau pun mahasiswa-mahasiswi lain. Menjadi mahasiswa dengan uang pas-pasan, namun kebutuh

  • With Kalanaya    Mendapatkan Mimpi Buruk

    Aku terengah-engah saat sudah berhasil membuka mata lebar-lebar. Langsung beranjak duduk, aku mataku mengerling ke semua arah kamar. Memastikan bahwa aku masih ada di dalam kamarku yang nyaman, kamar masih dalam keadaan baik dan aku sudah tidak berada dalam kondisi menyakitkan itu. Mengacak rambutku frustasi, sungguh aku lelah dengan keadaan ini. Mimpi sialann yang entah sampai kapan akan terus menghantuiku. Aku, Kalanaya Indah Ayuningtyas, akan bereaksi berlebihan seperti ini bila mendapatkan mimpi dari masa laluku. Dan baru bisa tenang saat pandangan mataku sudah berhasil memastikan bahwa aku sudah tak berada dalam labirin menyakitkan itu. Aku sudah berada dalam tempat yang aman, tempat yang kupilih sebagai tempat menenangkan diri sekaligus tempat tinggalku selama lebih dari lima tahun lamanya. Tempat yang jauh dari kata mewah, namun aku nyaman berada di dalamnya. Tak seperti tempat mewah yang kusebut sebagai rumah neraka, yang sampai kapan pun tak bisa sedikit pun terlupa dari in

  • With Kalanaya    Bayangan Masa Lalu (2)

    Selama bersekolah di sini, aku tak pernah melakukan hal serupa yang dilakukan teman-temanku selama ini padaku. Aku tak pernah mengejek mereka, pun tak pernah tertawa saat salah seorang temanku menangis kencang. Karena yang aku lakukan justru menenangkan mereka. Mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Tetapi balasan mereka sungguh diluar dugaan. Aku kembali dibuat ketakutan. Bukan hanya karena perkara pisau, melainkan ejekan mereka padaku yang sungguh menurunkan semangatku untuk bersekolah.Tetapi, jika tak bersekolah, aku akan ke mana? Setiap hari ayah dan ibu akan pergi. Entah kemana, aku tak boleh tahu. Dan di rumah, aku hanya bersama dengan pembantu, yang juga akan kembali pulang ke rumahnya di sore hari. Aku tak memiliki teman, karena aku tak pintar bergaul. Bila tak di sekolah, aku jarang berbicara. Aku lebih banyak diam dan ketakutan, karena sumber masalahku adalah di rumah. Ketakutanku adalah berada di sana. Namun, aku tak bisa pergi dari sana. Astaga, ini benar-benar me

  • With Kalanaya    Awal - Bayangan Masa Lalu

    "Orang gila.. orang gila...." Aku menutup telinga dan juga mata saat seruan nada penuh ejekan itu terdengar ditelingaku. Aku berharap segera ditolong oleh ibu guru, namun di waktu istirahat seperti ini, biasanya semua guru sedang ada di ruangannya masing-masing. Beristirahat seraya bercengkerama mengenai kondisi terkini anak didiknya, dan membiarkan kami -anak didik mereka- bermain di taman bersama-sama. Tetapi, perkiraan mereka salah. Sebab, kali ini sebagian anak didik mereka tak bermain selayaknya anak-anak pada umumnya, melainkan sedang mengolok-olokku yang sudah tampak pasrah. Berteriak pun rasanya percuma, karena mereka akan semakin mengejekku habis-habisan. Mengatakan selain cengeng, aku juga tukang ngadu. Ya, seruan dan ejekan itu berasal dari teman-temanku di taman kanak-kanak. Tak berlagak seperti anak kecil yang penyayang dan ingin berteman dengan siapa pun, teman-temanku justru sangat nakal padaku dan membenciku. Semua hal yang aku lakukan selalu salah di mata mereka.

DMCA.com Protection Status