Mulai Bimbang
Setelah mendengar penuturan Dokter Jaden, Rafael dan Alya keluar dari ruangan serba putih itu. Langkah Rafael begitu berat, ketika ia mengingat perkataan Dokter Jaden tentang keadaan Aina istrinya.
Beruntung ada Alya yang menyanggah tubuh Rafael, terlihat pria tampan itu tidak bisa menerima jika Aina sang istri koma dan juga lumpuh pada kedua kakinya.
"Kenapa! Kenapa Aina bisa terluka parah seperti itu, Alya? Sesungguhnya apa yang terjadi, hingga dia bisa terluka dengan luka parah di tubuhnya," tanya Rafael, seraya menoleh ke arah wanita yang mengisi hatinya selama dua tahun ini.
Meskipun ia sadar jika Alya tidak akan bisa menggantikan tempat Aina, sebab sang istri mempunyai tempat spesial di hatinya.
"Aku juga tidak tahu, Rafa. 'Kan semalaman kita bersama, dan menghabiskan malam indah dengan memadu kasih hingga hampir pagi. Ah, bukan bahkan sampai pagi," jawab Alya sok polos, karena ia ingin menunjukkan bahwa ia telah mengambil hati Rafael. Hingga pria tampan di hadapannya seolah lupa pada sang istri.
Degh!
Rafael terkejut, begitu ia diingatkan akan perbuatannya semalam dengan kakak iparnya sendiri. Ia seolah tertampar, dikala sang istri berjuang antara hidup dan mati, ia malah menghabiskan malam panas bercinta dengan Alya kakak istrinya sendiri. Ia pun mulai bimbang dengan perasaannya sendiri.
'Apakah aku masih pantas disebut seorang suami, aku selalu saja menyakiti hati Aina. Bahkan saat masih pacaran pun, aku selalu menduakan cinta Aina bersama wanita lain. Bahkan sekarang lebih parah, tanpa berdosanya aku malah menjalin hubungan terlarang dengan Alya, Kakak Aina sendiri,' sisi baik dalam hati Rafael menyalahkan perbuatannya selama ini.
'Kecelakaan yang dialami Aina bukan salahmu, Rafael. Itu sudah takdir, dan kamu tidak perlu menyalahkan dirimu. Kamu menjalin hubungan dengan wanita lain juga bukan salahmu, tapi salah Aina yang tidak bisa memuaskanmu. Dia hanya menjadi wanita polos, tanpa tahuenyenangkan hati pasangannya,' sisi gelap dalam diri Rafael mempengaruhi.
"Bisa tidak! Kamu tidak membahas tentang kita semalam, yang katamu menghabiskan waktu dengan bercinta. Aina sedang kecelakaan, dan dia koma. Kamu masih dengan enteng bicara begitu? Kakak macam apa kamu, Alya!" kesal Rafael, dengan alibi menyalahkan Alya.
"Kok kamu menyalahkan aku saja, Rafael! Bukankah kamu juga menikmati malam panas kita semalam, bahkan kamu selalu meminta lagi dan lagi. Aku ini kamu anggap apa, sih, dalam kehidupanmu. Jangan bilang, aku hanya pelampiasan napsumu saja, berengsek!" marah Alya dengan memukul dada Rafael.
Greepp!
Tanpa banyak bicara, Rafael membawa tubuh Alya ke dalam dekapannya, ia tidak bisa menyalahkan wanita dalam dekapannya karena Aina kecelakaan. Ia menjalin hubungan dengan Alya juga bukan karena paksaan, melainkan karena ia juga menaruh hati pada kakak iparnya itu. Ya, ia telah jatuh cinta pada Alya. Namun, apakah itu benar-benar cinta atau tidak ia pun tidak tahu. Yang ia tahu, hanya Alya yang bisa memenuhi hasrat besarnya.
"Hiks ... Kamu jahat, Rafael. Bukanya kata kamu mencintaiku, tapi kenapa saat Aina dalam masalah atau apa pun. Kamu selalu menyalahkan aku," tangis Alya pecah, di dalam dekapan pria yang ia cintai.
Namun, detik berikutnya ia tersenyum samar dan itu ia lakukan masih dalam dekapan Rafael tanpa Rafael tahu. Ia hanya menangis pura-pura, agar ia selalu mendapatkan perhatian dari pria yang tengah mendekapnya saat ini, ia juga ingin pria yang dicintainya menyalahkan dirinya sendiri. Karena bila itu terjadi, ia pasti akan terkena imbasnya. Rafael pasti akan menjauhinya, ia tidak mau itu terjadi.
"Sstt ... maafkan aku, Sayang. Aku minta maaf karena tanpa sadar menyalahkanmu, semua bukan salahmu. Hanya saja, saat ini aku merasa tidak terima kalau Aina koma dan saat dia sadar nanti kakinya juga tidak sempurna lagi."
"Aku berpikir, bagaimana kehidupanku ke depannya nanti. Lalu bagaimana saat aku membutuhkan dia, atau saat aku ingin mengajaknya ke pesta dan bertemu dengan rekan bisnis atau pun di acara lainnya. Aku akan merasa malu, Alya," keluh Rafael tanpa sadar, ia menunjukkan sifat aslinya. Apabila ia kecewa dengan keadaan sang istri yang tidak bisa berjalan, dan lumpuh.
"Masih ada aku, Sayang. Aku yang akan menemanimu, ke mana pun kamu pergi. Aku akan mendampingimu, jika itu yang kamu khawatirkan," ucap Alya dengan menegadah, memandang pria yang sedikit tinggi darinya.
"Kamu tenang saja, aku cantik dan sempurna. Rekan bisnismu pasti akan senang bila aku yang mendampingimu, dari pada Aina yang cacat itu," sombong Alya dengan membingkai wajah Rafael, tanpa sungkan dan tanpa rasa malu lagi.
Karena ia merasa lebih segalanya dari Aina adiknya sendiri saat ini. Sungguh ia telah buta akan cinta, karena dengan teganya ia malah senang saat adiknya dalam kondisi lumpuh.
"Ahh ... kamu benar juga, Sayang. Maaf, sesaat aku melupakanmu. Aku senang sekarang, di saat sedih seperti sekarang ini masih ada kamu yang menghiburku," senang Rafael dan tanpa sungkan memberikan kecupan singkat di bibir Alya.
Setelah membicarakan keadaan Aina, Rafael dan Alya pun pergi menuju ruang ICU. Tanpa mereka sadari jika di belakang mereka ada sepang mata dan telinga mendengar percakapan mereka, yang sama sekali tidak punya empati pada Aina. Wanita tengah terbaring di ruang ICU.
***
Ya, saat Alya dan Rafael tengah berbicara bahkan diselingi adegan romantis. Tepatnya di tengah lorong dekat ruang Dokter Jaden, tanpa mereka sadari percakapan itu di dengar oleh pria berkemeja hitam, yang tidak lain adalah Dokter Jaden ketika berniat pulang.
Dokter Jaden berpikir kalau Aina sudah ada yang menunggu, maka ia pun memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Karena percuma saja saat ia berada di rumah sakit, sudah ada suaminya yang menunggu.
Namun, baru saja ia melangkah keluar dari ruangan kerjanya ia dikejutkan dengan mendengar semua percakapan Rafael dan Alya, seketika itu membuatnya marah. Bahkan tanpa sadar ia meninju dinding yang berada di sisi kanannya, untuk meluapkan rasa kesal hampir memenuhi rongga dadanya.
"Berengsek kalian! Bagaimana bisa ada manusia seperti kalian di dunia ini, ketika melihat keluarga kalian bahkan orang yang kalian sayangi itu terbaring sakit. Tapi, kalian sama sekali tidak ada empati sedikit pun," marah Dokter Jaden dengan meninju dinding berwarna putih itu, hingga punggung tangannya mengeluarkan darah.
Bugh! Bugh!
Dokter Jaden terus meninju dinding, dan sama sekali ia tidak merasakan sakit di tangannya, karena dalam hatinya ia merasa marah, dan kasihan dengan kehidupan Aina kedepannya nanti.
'Kasihan sekali kamu, Aina. Kamu orang baik, tapi kenapa kamu di kelilingi orang-orang jahat, dan menusukmu dari belakang. Semoga kamu nanti kuat, dan tabah. Hanya doa baik itu yang bisa kupanjatkan untukmu, aku pun berharap kamu cepat sadar biar melihat sendiri kebusukan mereka,' batin Dokter Jaden, dengan mengepalkan kedua tangannya.
Saat Dokter Jaden melangkah, luka di punggung tangannya masih mengeluarkan darah. Bahkan darah itu menetes di lantai, setiap Dokter Jaden melewati. Kebetulan dari arah berlawanan ada salah satu dokter tidak kalah tampan darinya, pria itu tidak lain adalah sahabatnya sendiri.
"Hai ... Kamu mau pulang, Jaden?" tanya Dokter Samuel, masih belum mengetahui luka di tangan sahabatnya.
"Hmmm ...," jawab Dokter Jaden tanpa minat.
"Kamu ini! Setiap ngobrol denganku selalu datar, tapi pada yang lain tidak. Kamu kenapa, sih, sama aku. Apa aku berbuat salah denganmu?" tanya Dokter Samuel merajuk.
"Kalau tidak ada hal penting aku pergi," jawab Dokter Jaden tanpa repot menjawab pertanyaan sahabatnya.
Namun, langkah Dokter Jaden di hentikan Dokter Samuel ketika ia melihat noda darah di lantai yang berasal dari tangan sahabatnya.
"Berhenti kamu, Jaden! Apa kamu gila, hah! Kamu mengabaikan luka di tanganmu, apa kamu pantas di sebut seorang dokter, hah!" panik sekaligus marah Dokter Samuel, ketika melihat punggung tangan Dokter Jaden yang terkoyak karena luka.
"Aku tidak apa-apa, Sam. Berhentilah khawatir seperti ibu-ibu di pasar," kekeh Dokter Jaden, saat melihat kepanikan di wajah sahabatnya.
"Berhenti tertawa, Jaden! Atau aku akan melakban itu mulut, sekarang ayo ke ruanganku biar kuobati lukamu itu. Apa kamu mau tanganmu infeksi lalu di amputasi, hmm," Dokter Samuel tanpa sadar menakut-nakuti Dokter Jaden, seraya menarik Dokter Jaden ke ruangannya yang kebetulan tidak jauh.
"Aku bukan anak kecil, Sam. Aku ini dokter, sama sepertimu. Jadi berhentilah menakutiku, karena aku tidak takut dengan omonganmu itu," kekeh Dokter Jaden, yang pasrah mengikuti ke mana sahabatnya membawanya pergi.
Dokter Samuel hanya diam, ia terlalu kesal pada sang sahabat. Ia tahu betul sifat Dokter Jaden, yang ketika marah akan melampiaskan kemarahan dengan menyakiti dirinya sendiri.
Cekelek!
Dokter Samuel dan Dokter Jaden melangkah masuk menuju meja, dan tanpa rasa takut Dokter Samuel memerintahkan sahabatnya duduk di kursi depan meja kerjanya.
"Duduk!" perintah Dokter Samuel datar, dan langsung berlari mencari kotak P3K. Lalu dengan langkah cepat ia kembali menuju meja kerjanya, yang telah ada Dokter Jaden.
Dokter Jaden hanya menurut, ia duduk dengan tenang dan ia sama sekali tidak merasakan luka di tangannya.
"Ulurkan tanganmu yang luka," pinta Dokter Samuel dengan raut wajah serius.
"Aku tidak apa-apa, Sam," kekeh Dokter Jaden, dengan ogah mengulurkan tangannya.
"Aku tahu kamu tidak apa-apa, tapi tanganmu tidak. Cepat berikan tanganmu itu, Jaden! Sebelum aku memberitahu seseorang, yang paling kamu takuti!" ancam Dokter Samuel, dan membuat Dokter Jaden tidak berkutik.
"Jangan menghubungi pria tua itu, aku tidak mau dia datang hanya luka kecil ini," pasrah Jaden dengan mengulurkan tangannya, detik berikutnya Dokter Samuel pun mulai membersihkan luka dan mengobati.
''Katakan! Apa yang membuatmu melukai dirimu seperti ini, rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah melihatmu melakukan kegilaanmu lagi. Ya, setelah kamu pindah sekolah ke America waktu itu," tanya Dokter Samuel, setelah membalut luka Dokter Jaden.
Dokter Jaden menerawang, mengingat saat-saat ia merasa dalam titik terendah ketika harus pindah sekolah. Ya, ketika ia tidak bisa meneruskan sekolah di SMA Garuda waktu itu. Karena ia seperti merasa kehilangan seseorang begitu dalam, dan tanpa sadar ia menyakiti dirinya sendiri saat ia tidak bisa menahan rasa sesak di dadanya karena tidak bisa menemui seseorang.
Dokter Jaden ketika itu merasa kehilangan sosok wanita, yang membuatnya seperti dihargai. Wanita itu tidak lain adalah Aina, dan hanya wanita itu yang bisa menjadikan ia sosok lemah sekaligus kuat dalam hitungan detik.
Dokter Samuel yang menyadari perubahan sahabatnya seketika mengerti, hanya satu wanita yang bisa membuat sahabatnya itu kembali menyakiti dirinya sendiri.
"Apa karena wanita itu lagi, Jaden? Demi Tuhan, Jaden. Ini sudah 9 tahun, apa kamu tidak bisa melupakan wanita itu, toh, dia itu bukan siapamu. Sadarlah, kamu sudah punya Sania yang saat ini tengah menyelesaikan kuliahnya di Belanda. Apa kamu tidak pernah mencintai wanitamu itu, hmm?" kesal Dokter Samuel, dan rasa gemasnya pada sang sahabat.
"Aku tidak tahu, Sam. Soal Sania, aku menyanyanginya. Bahkan aku selalu menjaga hatiku untuknya, dan aku tidak pernah berselingkuh dengan wanita mana pun saat dia kuliah di Belanda.''
"Tapi, saat wanita itu datang. Dengan luka yang sangat parah, bahkan detak jantungnya hampir berhenti berdetak. Perasaanku jadi kacau, apalagi saat melihat kedua orang itu yang dengan seenak hatinya menyakiti wanita itu. Membuatku marah, dan rasanya tangan ini ingin sekali menghajar kedua orang itu," keluh Dokter Jaden, dengan ekspresi marah. Bahkan sorot matanya memancarkan kebencian saat mengingat Rafael dan Alya.
"Wanita! Dua orang itu? Siapa mereka, Jaden?" tanya Dokter Samuel, mulai penasaran dengan apa yang dikatakan sahabatnya.
"Aina, Rafael dan Kakak Aina," jelas Dokter Jaden jujur.
"Oh, pantesan saja kamu melakukan hal bodoh ini. Semua karena wanita itu lagi, ckck!" ejek Dokter Samuel, dengan menekan luka Dokter Jaden dengan kekuatannya.
"Akhh ... apa yang kamu lakukan, Sam! Ini sakit," keluh Dokter Jaden, mengaduh dan langsung meniup lukanya yang sudah diperban.
"Wah ... sakit ternyata, ya, kukira tidak sakit. Bukannya tadi kamu bilang lukamu itu tidak sakit. Setelah kamu berkata jujur padaku sekarang kamu merasa kesakitan, dasar pria aneh. Hahaha,'' ejek Dokter Samuel dengan tawa memenuhi ruang kerjanya.
"Stop! Aku mau pulang, tapi aku serahkan wanita itu padamu. Rawat dia, sekarang dia berada di ruang ICU, karena aku tidak akan masuk selama tiga hari. Lakukan dengan benar, dan jangan mengabaikannya barang sedikit pun," perintah Dokter Jaden tanpa menunggu jawaban sahabatnya.
"Hai ... aku sudah punya pasien yang tidak bisa kutinggalkan, aku tidak mau!" tolak Dokter Samuel keras, tapi tidak dihiraukan oleh Dokter Jaden.
'Sial! Seenaknya saja dia menyuruhku merawat wanita itu, tapi ini juga kesempatanku untuk melihat seperti apa wanita yang membuat Jaden hingga hampir depresi waktu itu,' pasrah Dokter Samuel, dengan rasa penasaran ingin melihat wajah Aina.
Bersambung
Tidak Tenang'Apakah aku harus memeriksa keadaannya terlebih dahulu, sebelum aku pulang?' batin Dokter Jaden, setelah keluar dari ruangan Dokter samuel.'Tapi, di sana ada Rafael. Apakah aku bisa menahan diri lagi, saat bertemu dengannya? Namun, kalau aku tidak melihat Aina sebelum pulang. Aku tidak akan tenang,' monolog Dokter Jaden bimbang.Langkah Dokter Jaden terasa berat, ketika ia ingin melangkah keluar dari rumah sakit. Ia pun merasa tidak tenang, dan tidak tega meninggalkan Aina saat bersama Rafael dan Alya.Padahal Dokter Jaden sudah berada di lobby rumah sakit, dan ia berniat ke parkiran untuk mengambil mobilnya. Namun, urung ia memutuskan kembali. Karena ia memang tidak akan bisa tenang bila belum memastikan keadaan Aina baik-baik saja. Meskipun ia tahu, kalau wanita yang tengah terbaring koma itu memang sudah tidak apa-apa, dan dalam kondisi stabil.Tap ... tap ... tap!
Rayuan AlyaTing!Terdengar suara pesan dari ponsel milik Rafael, ia terlihat malas merogoh saku celananya, lalu bertanya-tanya siapakah gerangan yang mengirim pesan di tengah malam begini.Ia pun hanya berpikiran satu wanita yang berani mengirim pesan padanya selarut ini, tidak lain dan tidak bukan adalah kakak iparnya sendiri Alya.'Pasti Alya yang mengirim pesan, apa dia tidak capek mengirim pesan terus sedari tadi,' gumam Rafael, lalu membuka aplikasi berwarna hijau.Degh!Terlihat foto dengan pose erotis, dan sangat menggoda dari kakak iparnya. Ya, setelah semua pesan diabaikan oleh Rafael. Namun, Alya tidak kehilangan akal untuk menarik perhatian pria yang sangat ia cintai.'Apa ini, Alya! Apa kamu berniat menggodaku, demi Tuhan! Aku saat ini menahan diri agar tidak lari pulang, lalu menyerangmu. Karena di sini masih ada Aina yang harus kujaga dan
Terkuaknya Identitas Jaden"Kenapa lama sekali, Sayang?" tanya Devan begitu melihat Sania kembali dari toilet."Di toilet sedikit ramai, jadi aku menunggu giliran masuk ke toilet dulu," jelas Sania, dan langsung duduk di samping Devan. Devan dengan senyuman langsung merangkul mesra Sania, tapi sebelum itu ia mengambil minuman di meja untuk Sania.''Ini, minumlah. Kamu pasti haus 'kan dari toilet, setelah kamu minum ini kita berdansa," rayu Devan dan memberikan gelas yang sudah ia bubuhi dengan obat perangsang.Sania tanpa curiga langsung menerima gelas pemberian kekasihnya, setelah itu ia meneguk minuman itu hingga tandas.Devan yang melihat itu merasa senang, apalagi saat melihat Sania menghabiskan semua minuman dalam gelas tanpa sisa."Ayo kita berdansa sekarang, Sayang. Kita habiskan malam ini untuk bersenang-senang, karena setelah ini kita sudah kembali ke Indonesia. P
Sadar Dari KomaMasih di dalam pesawat jet pribadi keluarga Tamawijaya, terlihat Jaden tengah menyantap makan siangnya. Meskipun ia hanya menyuapkan sedikit makanan ke dalam perutnya, setidaknya ia memakan sesuatu. Mengingat sedari pagi ia belum makan apa-apa.Setelah ia menyuapkan makanan terakhir ke dalam mulutnya, ia memerintahkan sesuatu pada Martin tangan kanannya untuk mengajaga keamanannya sebaik mungkin selama dalam perjalanan ke rumah sakit nanti. Bukan ia takut penjahat, atau musuhnya. Tapi, ia tidak mau identitasnya cepat diketahui khalayak umum.Sebab ia tidak mau wartawan mengendus keberadaan, dan identitasnya yang bekerja sebagai seorang dokter. Apalagi saat ini di rumah sakit ada Aina, dan Aina akan menjadi prioritas utamanya mulai dari sekarang.Jaden sudah tidak percaya lagi pada siapa pun, mengingat sahabatnya sendiri yang diberikan amanah bisa saja lalai dan tidak melaksanakan apa yang ia minta.
Tangisan Ainahuk ... uhuk!"Aina tiba-tiba terbatuk, seketika membuat Jaden yang berada di samping Aina merasa khawatir."Nona! Nona, kamu tidak apa-apa? Apa ada yang sakit, di mana? Cepat katakan, Aina?!" tanya Jaden dengan tidak sabaran, hingga ia memanggil Aina dengan sebutan nama saja dan tidak berkata formal."Saya tidak apa-apa, Dokter. Hanya saja, mulut saya kering," keluh Aina dengan memegangi lehernya.Tanpa menjawab Jaden dengan sigap mengambil minuman yang berada di atas meja, dan langsung memberikan pada Aina. Namun, gerakkannya terhenti ketika ia melihat Aina masih terbaring di tempat tidur."Apa Nona mau minum menggunakan dengan sedotan, atau duduk saja?" tanya Jaden, seraya menunjukkan air putih dalam gelas ke arah Aina."Saya ingin minum dengan duduk saja, bisakah Dokter membantu saya. Karena saya tidak kuasa untuk bangun sendiri," jawab Aina
Berniat Mengakhiri Hidup"Hiks ... hiks, hiks."Terlihat Aina masih menangis meratapi kondisi kakinya yang lumpuh, Jaden masih setia berada di samping Aina. Meskipun ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, selain kata penenang berharap wanita dihadapannya berhenti menangis."Kenapa saya bisa seperti ini, Dokter? Kenapa saya bisa terluka parah seperti ini, apa salah saya hingga Allah menghukum saya seperti ini?" tangis Aina pecah kembali, meratapi nasib dan juga kakinya.Jaden yang mendengar penuturan dari Aina mengeryit heran, kenapa bisa Aina bertanya seperti itu. Seharusnya dialah yang lebih tahu, kenapa dia bisa sampai terluka."Apa kamu tidak ingat sesuatu, di mana Nona bisa kecelakaan tepatnya 5 hari yang lalu?" tanya Jaden dengan nada herannya."Apa! Saya kecelakaan, Dokter? Tapi, saya tidak mengingat apa-apa, selain ingat di mana saya saat itu tengah mempersiapkan kado untuk
Obsesi AlyaSeperti yang dipinta Big Bosnya, Martin keluar dari rumah sakit. Lalu mulai menghubungi beberapa rekannya melalui earphone, untuk melakukan misi mencari keberadaan Rafael dan juga Alya."Kerahkan beberapa orang kita untuk mencari seseorang bernama Raditia Rafael, dan Alya Adriana dimana pun mereka berada. Cari, dan pastikan malam ini kalian menemukan mereka. Karena Big Bos, tidak suka kata gagal. Apa kalian mengerti," tegas Martin saat ia memberikan arahan pada rekannya, dan langsung tersambung ke beberapa rekannya yang tidak lain anak buah Jaden juga."Aku akan mengirimkan data mereka, pastikan jika kedua orang itu masih berada di Jakarta ataukah keduanya telah berada di luar kota Jakarta. Jadi, periksa data mereka baik itu lewat jalur darat, mau pun udara agar kita lebih mudah melacak keberadaan mereka," sambung Martin."Baik, kami mengerti!" jawab serentek beberapa rekan Martin secara
Hilangnya Kesucian SaniaTidak jauh berbeda dengan rencana jahat Alya, di negara berbeda tepatnya di Negara Belanda.Terlihat di dalam apartemen, ada sepasang pria dan wanita tanpa busana berada di atas ranjang. Sang wanita terus saja menangis, dan tidak berhenti memberikan pukulan kecil pada sang pria.Ya, sesuai rencana Devan yang tidak lain kekasih gelap Sania telah mengambil kesucian Sania. Ia telah berhasil melakukan niatnya untuk menodai Sania, dengan cara memberikan obat perangsang pada Sania terlebih dahulu."Kamu jahat, Devan! Jahat sekali, hiks, hiks," Sania terus saja menangis, ketika ia telah sadar, dan terbangun dari tidurnya ia telah dalam kondisi tanpa busana.Kemudian saat ia melihat di bagian bawah, ada bercak merah. Intinya juga merasakan sakit, ia mengerti satu hal jika sang kekasih telah mengambil kesuciannya yang selama ini ia jaga. Karena ia berharap hanya suaminya
Bahagia BersamamuMalam semakin larut, setelah mandi dan mengganti gaun pengantin yang tadi Aina kenakan.Kini ia telah memakai baju tidur, terlihat baju itu begitu tipis dan ia merasa tidak nyaman mengenakannya. Ia merasa malu apabila nanti dilihat oleh Jaden, meskipun ia telah resmi menjadi istrinya tetap saja rasa malu menghinggapi hatinya.'Siapa, sih, yang memesan pakaian ini?' tanya Aina dalam batinnya, seraya menghela napas ketika melihat pantulan tubuhnya di cermin.'Jika Mas Jaden melihatku memakai pakaian ini, bagaimana reaksinya. Aku takut dia mengira kalau aku ingin menggodanya, padahal di sini memang tidak ada pakaian yang lebih pantas dipandang,' gumam Aina sedikit kesal.Jaden yang baru saja keluar dari kamar mandi samar-samar mendengar keluhan sang istri, ia tahu betul sifat Aina dan ia membenarkan jika sang istri tidak akan mungkin mau menggodanya terlebih dahulu. Mengingat Aina bukanlah wanita seperti di luaran sana, tapi untuk k
Bersatunya Dalam Mahligai PernikahanHari yang ditunggu Aina dan Jaden kini telah tiba, di mana keduanya telah resmi menjadi pasangan suami-istri dalam mahligai pernikahan.Ya, pagi tadi seorang Kieran Jaden Tamawijaya telah resmi mempersunting janda muda bernama Aina Anindya.Meskipun Aina dalam status janda, tapi tidak mengurungkan niat Jaden untuk mempersunting wanita cantik nan mungil itu sebagai istrinya.Mengingat begitu besar rasa cinta Jaden pada Aina, membuat ia memantapkan niatnya menjadikan Aina sebagai istri. Apalagi setelah ia mendapatkan restu dari sang kakek, membuat ia begitu semangat membawa Aina ke tengah-tengah keluarganya besarnya.Tidak hanya Jaden yang bahagia hari ini, tapi Aina juga turut merasakan perasaan sama. Begitu pula orang-orang di sekitar Aina dan Jaden, juga turut merasakan kebahagiaan mereka.Mengingat selama setahun belakangan Aina pernah merasakan namanya luka karena pengkhianatan dari orang-o
🍂 Kondisi Alya yang Memprihatinkan'Kak Alya?' gumam Aina yang bisa di dengar semua orang di dalam ruang tamu.Aina masih saja memperhatikan foto sang kakak kini berada dalam tangannya, ia terkejut sekaligus bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi pada Alya Kakaknya.Polisi yang melihat Aina terpaku seraya melihat foto sang kakak, tidak bisa membendung rasa ingin tahunya. Karena tujuan kedua polisi itu memang ingin tahu, jika Aina adalah salah satu keluarga Alya. Mengingat dua polisi itu mendapatkan tugas untuk mencari tahu, sebab pemilik rumah sakit merasa tidak enak hati bila datang sendiri ke kediaman keluarga Tamawijaya."Apa Anda mengenal wanita di dalam foto itu, Nona?" tanya polisi ingin tahu."Iya, saya mengenalnya. Dia adalah kakak kandung saya, Alya. Kenapa dengannya, Pak?""Tolong katakan padaku, apa yang terjadi dengan Kak Alya?" tanya Aina bertubi, dan mulai mengkhawatirkan keadaan sang kakak."Wanita yang berada
Rasa SyukurSetelah pulang dari menyelamatkan Aina, kini Jaden membawa wanitanya ke kamar Aina sendiri. Terlihat pria tampan itu sama sekali tidak meninggalkaan Aina barang sebentar saja, ia setia menanti calon istrinya sadar dari pengaruh obat bius yang diberikan Rafael saat mau menculik Aina.Waktu sudah menunjukkan pukul enam malam, terlihat Aina mulai membuka matanya. Sesaat ia dihinggapi rasa ketakutan, ketika teringat mantan suaminya berniat menculiknya."Aku tidak mau ... lepaskan aku, Rafael!" teriak Aina seraya terbangun, dan langsung terduduk dengan seluruh badan bergetar karena ketakutan.Jaden yang terkejut mendengar suara wanitanya, seketika berdiri dan berusaha menenangkan Aina dari rasa ketakutannya."Sstt, tenanglah. Kamu sudah aman, Sayang," gumam Jaden, dan langsung memberikan pelukan dan membelai punggung Aina pelan."Aku takut sekali, Mas.""Aku takut kalau Rafael akan menculikku, tadi aku masih ingat kalau dia mene
Penyelamatan AinaIring-iringan mobil yang dikendarain oleh preman suruhan Rafael, kini tengah melaju dengan kecepatan tinggi. Karena Rafael baru teringat kalau koper, beserta isinya masih berada di rumahnya. Apalagi ada paspor yang harus iya bawa mengingat ia akan membawa Aina pergi dari kota Jakarta, sebelum Jaden menyadari kalau ia-lah dalang dalam penculikan Aina."Cepat kendarai mobil ini, kita ke rumahku terlebih dulu," perintah Rafael seraya merangkul Aina di kursi penumpang.Terlihat Aina tengah menutup matanya, karena pengaruh obat bius yang diberikan Rafael padanya."Baik, Pak," jawab salah satu preman yang tengah mengendarai mobil Rafael, terlihat satu mobil di belakang mobil Rafael terdapat beberapa preman yang sengaja Rafael bayar untuk membantunya melancarkan aksinya dalam menculik mantan istrinya itu.'Semoga saja anak buahnya Jaden tidak menyadari kalau Aina tengah kuculik,' batin Rafael, seraya mengecup puncak kepala Aina.
Niat Rafael Menculik AinaAina telah sampai di mall, ia pun berjalan ke stand tempat aneka perlengkapan bahan kue. Saat ia tengah asyik memilih bahan, tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil.Aina pun bergegas mencari letak di mana toilet berada, Martin dan Rio hanya bisa mengawal calon istri bosnya dari jauh. Mengingat Aina merasa tidak nyaman saat dilihatin banyak orang, makanya ia menyuruh dua orang suruhan Jaden mengawalnya sedikit jauh."Bisa kalian sedikit menjaga jarak, aku janji tidak akan pergi jauh selama di mall," ucap Aina sedikit merasa tidak nyaman, saat Martin dan Rio begitu ketat mengawalnya.''Tapi, Nona. Saya takut Tuan marah pada kami, karena kami tidak bisa menjaga Nona dengan baik," jawab Martin jujur."Tenang saja, pasti Mas Jaden tidak akan marah pada kalian. Selama kalian tidak mengatakannya,'' kekeh Aina.''Aku akan ke toilet sebentar, bisa kalian berdua berada di sini saja. Jangan mengikutiku, karena akueras
Firasat JadenHampir seminggu waktu berlalu, dan Aina kini telah resmi menjadi tunangan seoarang Kieran Jaden Tamawijaya. Segala sesuatu bagi Aina kini terasa indah, serta membahagiakan dalam hidupnya.Setelah begitu banyak Aina melewati rasa sakit dalam diri akan pengkhianatan, yang dilakukan oleh mantan suami dan kakaknya sendiri.Meskipun begitu, Aina tidak menaruh dendam pada orang-orang yang telah menyakitinya, ia hanya percaya keadilan Allah itu jauh lebih adil dan ia percaya setiap perbuatan pasti suatu saat akan mendapatkan balasan sesuai takaran perbuatan yang pernah dilakukan.Saat Aina merasakan syukur akan kebahagiaan dalam hidupnya, dalam lamunannya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh calon suaminya yang memeluknya dari belakang."Sedang apa kamu di sini, aku mencarimu sedari tadi," gumam Jaden seraya memeluk wanitanya yang tengah berdiri di dekat taman bunga, sengaja taman di belakang rumah Jaden ia buat taman karena wanitanya begitu menyukai bu
Kemarahan Rafael dan Juga ObsesinyaSetelah menyeret Alya dekat dengan mobilnya, kini Rafael mencoba menanyakan sebuah kebenaran bahwa Alya yang berada di balik perceraian dengan sang istri Aina."Katakan, apa benar kamu dibalik perceraianku dengan Aina?" tanya Rafael dengan menyengkeram mulut Alya. hingga Alya mengaduh kesakitan."Akkhh ... sakit, Rafael," adu Alya dengan netra mulai berkaca-kaca."Rasa sakitmu tidak seberapa dibandingkan aku kehilangan Aina dari hidupku sekarang, bukankah kamu sudah tahu seberapa besar aku mencintai dia, hah!" bentak Rafael.Alya mendengar kata cinta untuk Aina dari mulut pria yang sangat dicintai seketika merasa cemburu, dengan percaya diri ia menatap netra Rafael tanpa rasa takut."Cih, cinta katamu. Lalu kenapa kamu berselingkuh denganku, bahkan istrimu sendiri melihat adegan panas kita, dan itu saat kita bercinta. kemudian dia pergi meninggalkanmu, apakah itu semua salahku?"Degh!Merasa
Penyesalan yang Terlambat"Apa maksudmu kita sudah bercerai, Sayang?" tanya Rafael seraya ingin mendekati Aina, tapi Kakek Mark langsung menghadan langkahnya.Merasa kesal karena ulah Rafael mengganggu acara pertunangan cucunya, Kakek Mark mulai tegas."Berhenti di tempatmu anak muda, sebelum orang-orangku menyeretmu keluar dari pesta pertunangan cucuku!" tekan Kakek Mark dengan nada rendah dan dingin.Rafael yang mendapatkan kemarahan dari Kakek Mark bukannya takut malah menantang, dan ia berniat menyingkirkan Kakek Mark. Namun, Jaden yang tahu jika tangan Rafael berniat mendorong sang kakek dengan kemarahannya ia maju melindungi kakeknya tepat di depan Kakek Mark."Jangan berani-berani menyentuh Kakekku, dengan tangan kotormu ini. Jika, kamu berani menyentuhnya aku tidak segan untuk mematahkan tanganmu ini," ucap Jaden dingin."Memangnya aku takut ancamanmu, Pria Cupu!Jawabannya, tidak! aku sama sekali tidak takut padamu, dan lagi wanita c