"Tri... Tria... bangun Tri!" Tria merasa tubuhnya terguncang-guncang saat mengikuti ajang balap liar di medan yang berat. Sesaat kemuadian ia merasa terlempar ke laut lepas karena mulutnya mencecap rasa asin yang seketika membuat matanya terbuka. Ya salam, ternyata ia sedang bermimpi. Parahnya lagi, ibunya membangunkannya dengan cara menyiramkan segelas air ke wajahnya. Bukan itu saja, ibunya juga mencekoki mulutnya dengan garam dapur! Ia tengah dibangunkan paksa rupanya sodara-sodara. Bukannya sedang mengikuti ajang bali, apalagi terlempar ke laut lepas.
"Ahelah Bu, cara banguninnya B aja kali. Nggak usah pake cara ekstrem disembur-sembur air kayak mbah dukun segala. Basah 'kan Tria jadinya? Lagian ini kan hari minggu. Biarkan Tria berkencan sedikit lebih lama dengan bantal dan guling dulu kenapa sih?"
Tria mengucek-ngucek matanya yang basah dengan gerakan malas-malasan. Namun tak urung ia bangkit juga dan berjalan ke kamar mandi sambil meludah berkali-kali. Saoloh bibirnya bisa jontor ini. Uasin tenan mulutnya.
"Gimana ibu nggak ngebangunin kamu dengan cara ekstrem kalo sekarang di ruang tamu kita udah heboh aja pagi-pagi. Sebenernya kamu ini pacarannya sama Rapha atau sama itu si anak mentri? Eh tunggu... tunggu... bukannya kamu semalem baru putus sama Rapha gara-gara dia selingkuh dengan Karin?"
"Ya iya dong, Bu. Kan videonya udah Tria share ke Kak Tama dan sebentar lagi pasti bakal viral minimal seIndonesia raya. Emangnya kenapa sih, Bu? Apa ada hal yang Tria lewati?" Tria menyambar sehelai handuk dari kamar mandi untuk menyeka wajah basahnya.
"Oh jelas ada yang kamu lewatkan dan tidak kamu ceritakan pada Ibu sepertinya. Sekarang sebaiknya kamu jawab dulu pertanyaan Ibu dengan jujur sebelum masalah malah melebar kemana-mana." Air muka ibunya sekarang berubah serius. Saoloh serius amat sih ini pagi-pagi? Mana nyawanya belum terkumpul semua lagi.
"Kamu selama ini sudah pacaran hampir setahun lamanya dengan Raphael Danutirta. Betul?" Tanya ibunya.
"Betul." Jawab Tria.
"Kemarin malam kamu putus karena kamu memergokinya sedang nananina dengan Karin di apartemennya. Betul?"
"Betul sekali. Pas banget. Begitulah kronologis kejadian ketangkulnya Jaka Gendeng dan Bunga Bangkai." Tria menunjukkan jempolnya kepada ibunya.
"Terus kenapa sekarang di ruang tamu ada keluarga besar Bratayudha Pangestu dan Sri Sinta Pangestu yang konon katanya mau melamar kamu untuk Bratasena Pangestu? Cerita kamu ini nggak bisa dipertanggungjawabkan karena penuh dengan plot hole di mana-mana. Coba revisi dulu cerita kamu yang sebenarnya. Jangan di skip-skip sampai alurnya menjadi tidak jelas seperti ini." Sembur ibunya kesal.
Ahelah cara berbicara ibunya sudah mirip dengan editor saja. Masa pagi-pagi ia sudah dilamar orang? Eh tapi tunggu... tunggu... sepertinya ia melewatkan sesuatu juga di sini. Huapah? Ia dilamar? Tria melakukan gerakan salto beberapa kali. Berusaha menjernihkan pikirannya sambil menunggu aliran darahnya lancar kembali.
"Ada orang yang melamar? Maksudnya melamar Tria gitu, Bu?" Tria kebingungan sendiri. Perasaan pacaran cuma sekali, malah sudah putus lagi. Masa tiba-tiba saja ia dilamar orang? Kan aneh!
"Ya iyalah melamar kamu? Masak melamar ibu?" Ibunya berkacak pinggang di depannya.
"Ah, salah orang kali. Jangan-jangan mereka mau ngelamar Mpok Lela anaknya Pak Haji Muchtar tetangga kita, noh. Sudah Ibu tanyain bener-bener alamat rumah yang mereka tuju?" Tria masih bingung perkara ia yang dilamar orang pagi-pagi. Perasaan selama ini tidak ada laki-laki yang mengagumi kecantikan gantengnya yang hakiki. Apalagi merindukan kasih sayangnya seperti di novel-novel atau drama korea? Bagaimana ia tidak bingung coba? Mana ibunya mondar mandir terus lagi. Persis seperti orang yang ingin menyeberang jalan tetapi kendaraannya tidak habis-habis.
"Jangan maju mundur cantik kayak orang mau menyebrang jalan begitu dong, Bu. Awas ntar ketabrak truk gandeng, lho!" Tria mencandai ibunya yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Atau sebenarnya selama ini diam-diam kamu juga berselingkuh di belakang Rapha ya, dengan ini si anak mentri?" Gerakan maju mundur ibunya terhenti mendadak. Nyaris menabrak tubuhnya yang berdiri di sampingnya.
"Apa? Tria selingkuh?" Tria memasang ekspresi wajah seperti wanita yang terzholimi. Selingkuh apaan? Lha wong punya pacar sebatang aja ribet banget urusannya, apalagi mau nambah satu lagi dari hasil selingkuh? Hah, yang benar saja. Eh tapi, bentar... bentar... ibunya ngomong apa tadi? Anak mentri? Jangan... jangan...? Tria berlari keluar kamar untuk menegaskan dugaannya. Ia lupa kalau saat ini ia hanya mengenakan "kaus tempurnya". Ia memang suka memakai kaus gombrong tanpa bawahan dan no bra saat tidur. Lega dan lapang rasanya.
"Astaghfirullahaladzim! Tria... Tri... ganti dulu pakaianmu, Nak!" Camelia berlari menyusul putrinya setelah terlebih dahulu menyambar bathrope dari kamar mandi. Camelia tidak bisa membayangkan bagaimana suasana ruang tamunya sebentar lagi akibat penampakkan spektakuler putrinya.
Tria berlari kencang menuruni dua anak tangga sekaligus. Ia tidak sabar melihat penampakan orang yang sudah berani melamarnya tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Bayangan seseorang singgah di kepalanya? Jangan... jangan...
Dan benar saja! Si anak mentri Bratasena Pangestu lah yang sedang duduk manis di ruang tamunya pada pukul 07.30 pagi. Di samping kanan dan kirinya, duduk sang mentri Bratayudha Pangestu dan istrinya Sri Sinta Pangestu. Mereka bertiga terlihat berbincang-bincang dengan ayah dan kakaknya.
Kemunculan tiba-tibanya sambil berlari-lari membuat perbincangan mereka seketika terhenti. Ia bahkan nyaris menabrak lemari pajangan kalau saja laju tubuhnya tidak ditahan oleh Sena. Sena memang refleks berlari ke arah tangga saat melihat tubuh Tria meluncur tidak terkendali dari lantai dua.
Pandangan Sena terpaku pada satu titik saat memandang tubuh yang ada dalam rangkulannya. Penampakan dada sekal Tria yang hanya dilapisi kaos putih tipis sepaha, membuat darah kelelakiannya berdesir. Suara tarikan nafasnya menyadarkan Tria akan keadaannya. Ia segera menyilangkan kedua tangannya dengan cepat ke dadanya. Untung saja ibunya kemudian muncul dan memakaikan bathrope sembarang ke tubuhnya. Detik berikutnya ia telah didorong ibunya ke dapur.
"Kamu bikin malu saja!" Camelia menjewer telinga putrinya.
"Sekarang mandi dan berpakaian yang rapi sebelum kamu menemui keluarga Pangestu. Apapun jawaban kamu, Ayah dan Ibu akan menyetujui karena kamu lah yang akan menjalani. Inget! Jangan memakai jeans sobek-sobek apalagi jaket stud-mu. Berpakaianlah yang normal. Kami semua menunggu kamu di depan. Satu lagi, nggak pakai lama!"
==================================
"Apa Lia? Tria dilamar orang pagi-pagi begini? Masyaallah, jodoh memang nggak bisa diprediksi ya? Baru aja lo semalem sesengukan bilang kalo anak-anak lo diselingkuhin sama calon mantu-mantu lo. Eh sekarang tiba-tiba anak perawan lo udah dilamar orang. Selamet ya Lia, bisa besanan sama mentri. Hehehe."
Akbar yang baru saja selesai mandi menghentikan langkahnya saat mencuri dengar pembicaraan mamanya di telepon. Si preman pasar dilamar anak mentri? Jangan-jangan si bajingan Sena. Anak mentri yang doyan balap liar di arena sekitaran sini kan memang cuma dia. Kalau Om Aksa dan Tante Lia sampai menerima lamaran itu si penikmat selangkangan, maka nasib Tria tidak akan jauh berbeda walau pun seandainya Tria menikah dengan Raphael Danutirta. Bukannya ia menyamaratakan semua anak-anak racing. Hanya saja 90 % anak-anak racing itu mirip dengan anak band. Kehidupan mereka tidak akan jauh-jauh dari yang namanya make, main dan minum. Memang tidak semuanya seperti itu. Tetapi sebagian besar begitulah keadaannya.
Seperti istilah cabe-cabean misalnya. Sebelum istilah itu booming sekarang-sekarang ini, sebenarnya istilah itu sudah lebih dulu populer di kalangan anak racing pada awal tahun 2010. Para anak racing menyebut fans mereka yang rata-rata abege siap pakai itu dengan istilah cabe-cabean. Sama seperti sebutan groupie untuk para fans anak band yang memang bisa dipakai. Suka atau tidak suka fenomena seperti ini memang ada dan benar adanya.
Ia tahu bahwa Sena memiliki nilai plus dibandingkan dengan anak-anak racing lainnya karena tiga hal, yaitu tampan, kaya dan anak pejabat. Hal itu membuat Sena merasa sah-sah saja kalau ia mengambil kesempatan yang ditawarkan oleh para cabe-cabean padanya. Secara cuma-cuma lagi. Sena memang sudah menjadi raja kecil sejak ia dilahirkan. Sebagai anak tunggal, Sena terbiasa mendapatkan apapun yang ia inginkan. Kedua orang tuanya begitu mendewakan putra tunggal mereka. Apapun akan mereka berikan asal putra kesayangan mereka itu senang. Bukan berarti Sena itu jahat. Hanya salah ia salah asuhan. Akbar tahu semua ini karena ia mempunyai teman yang sama dengan Sena. Minggu lalu Sena baru saja "menghabisi" perusahaan temannya sendiri hanya karena kalah dalam bermain game. Seorang raja kecil seperti Sena ini tidak bisa menerima kekalahan.
Jika Sena tiba-tiba ingin melamar Tria pasti ada satu kejadian sebelumnya. Mungkin saja Tria mencuil harga dirinya makanya si raja kecil itu langsung ingin membelinya. Itu artinya Sena ingin memilikinya, bukan mencintainya. Sama seperti ia memiliki mobil mewahnya, koleksi jamnya atau sepatu-sepatu mahalnya. Orang seperti Sena tidak akan mengerti defenisi dari sebuah kata cinta.
Dan ia ingin menolong Tria. Ia kasihan melihat Tria yang ibarat keluar dari mulut buaya putih hanya untuk masuk lagi ke dalam mulut buaya bercorak. Hanya beda motif saja. Tetapi buayanya sama. Ia tahu kemungkinan besar kedua orang tua Tria akan menerima lamaran keluarga besar Pangestu. Keluarga ini bisa di bilang sempurna bila dipandang oleh mata telanjang. Tidak salah memang jika Om Aksa dan Tante Lia menyukai calon suami Tria ini. Karena seluruh negeri ini juga tahu nama besar Bratasena ini. Orang tua mana pun di dunia pasti ingin agar kelangsungan hidup anak-anaknya terjamin lahir batin bukan? Mereka tidak salah. Hanya saja mereka berdua pasti tidak tahu betapa bajingannya tingkah laku sang raja kecil ini sebenarnya. Tetapi ia tahu. Oleh karena itu ia akan berusaha untuk menolong Tria dengan caranya sendiri.
Diam-diam ia masuk ke dalam kamar lama adiknya, Michellia. Mich telah menikah dan saat ini ia tinggal di luar negeri bersama dengan suami dan dua anak kembarnya. Kamar ini baru akan ia tempatinya saat adiknya itu pulang ke tanah air. Ia membuka beberapa laci meja rias adiknya sebelum akhirnya menemukan apa yang ia cari. Sebuah amplop putih berlogo salah satu rumah sakit terkenal negeri ini. Ia membawa amplop putih itu ke ruang kerjanya. Dengan cepat ia membuka amplop putih dan mengeluarkan isinya. Ia mengeluarkan laptop dan mengetik beberapa kalimat di sana sebelum memprint-nya. Amplop kemudian dibuka dengan hati-hati hingga semua perekatnya terbuka dan menjadi kerangka amplop. Ia mengetik beberapa kata lagi di laptop dan mem-printnya sekali lagi.
Hasil print kedua, Akbar mengambil gunting dan mengunting sisi-sisi hasil print seperti amplop pertama. Ia kemudian merekatkan sisi-sisi amplop hingga menyerupai sebuah amplop baru dengan logo rumah sakit yang sama. Setelah memasukkan hasil pertama print-annya ke dalam amplop, ia menyambar jaket dan kunci motornya. Untuk mempersingkat waktu, ia akan ke rumah Tria dengan mengendarai motor saja. Toh rumah mereka hanya berjarak beberapa blok saja. Semoga saja semuanya belum terlambat.
==================================
Tria mandi ala bebek yang sedang mandi bebek. Istilah mandi bebek adalah orang yang mandi dengan hitungan menit saking buru-burunya. Itu orang ya? Bayangkan saja jika bebek yang mandi bebek, pasti kecepatan mandinya akan melebihi cahaya. Tidak heran dengan waktu kurang dari 15 menit Tria telah rapi jali persis seperti anak perawan yang sedang dilamar orang. Eh kan ia memang sekarang sedang dilamar ya? Cocok sekali perumpamaannya.
Ting!
Ada SMS masuk. Hah, paling juga dari provider ponsel yang tidak pernah bosan-bosannya menawarkan paket ini itu. Coba sekali-sekali mereka menawarkan mobil gratis tanpa syarat dan ketentuan, pasti para penggunanya akan ramai-ramai sujud syukur berjamaah. Dan ia jamin, selepas itu orang-orang akan tersenyum bahagia apabila di SMS oleh provider ponsel.
Drttt... drttt... drttt...
Kali ini ponsel khususnya bergetar dan menampilkan sederet nomor yang tidak ia kenal. Nomor ponsel yang ada di ponsel khususnya ini memang hanya keluarga dan teman dekat saja yang tahu. Ia tidak akan pernah mau mengangkat panggilan dari nomor yang tidak dia kenal. Bukan apa-apa, nanti ujung-ujungnya mereka malah menawarkan saham atau berbagai macam prospekan. Bukannya ia tidak menghargai profesi orang lain. Hanya saja ia juga ingin agar para marketing itu juga menghargai privacy orang lain. Minimal kalau sudah dijawab, maaf saya tidak tertarik seharusnya sudah bisa membuat mereka berhenti. Bukannya malah tambah beringas dan terus mengejar-ngejar sampai ia merasa seolah-olah punya hutang terhadap mereka semua.
Ting! Ting! Ting!
Ai mak, SMS-nya kian bertubi-tubi. Ia jadi penasaran. Wuih nomornya sama dengan nomor yang missed call tadi. Penasaran, Tria pun membuka isi SMSnya.
0812500677*
Gue Sena. SMS nggak dibales, telepon nggak diangkat, berasa kita kayak pasangan yang lagi berantem aja. Padahal jadian aja belum. Gue cuma mau bilang, gue jawab tantangan lo. Gue tunggu lo di depan dengan jawaban YA. Ibu gue udah ngebet banget pengen punya cucu banyak.
Wah ngajak gelud ini laki sebatang. Ia tidak mau menjadi istri ini si anak mentri. Kagak ada nyetrum-nyetrumnya, Coeg! Ia hanya ingin menikah dengan laki-laki yang bisa membuatnya merasakan apa yang namanya getaran cinta. Tsehhh! Misalnya pada saat dicium, harus nyetrum. Ada rasa senang, deg-deg-an, panas dingin sampai meriang. Bukannya kalau dicium berasa cuma lagi ngemut daging mentah. Itu sudah terlalu mainstream bukan?
0819301234*
Maaf ya, Bro. Rahim gue limited edition. Lagian udah ada yang panjar mau nitip anaknya tiap tahun di sini.
Eh, ngomong apa sih gue! Tria menggeplak kepalanya sendiri. Kenapa dia jadi terbayang-bayang dengan ucapan dan tatapan penuh janji Akbar ya? Ah mungkin gue lagi lelah.
Ia mempercepat langkahnya ke ruang tamu. Kehadirannya kali ini juga membuat pembicaraan kedua belah pihak keluarga yang sepertinya mulai akrab itu kembali terhenti. Jika yang pertama tadi diakibatkan oleh cara berpakaian serampangannya, maka kali ini karenakan jawaban yang akan diberikannya. Ragu-ragu ia berjalan menghampiri ruang tamu. Tatapan tajam mata Sena menyambut kehadirannya di sana. Dengan sopan Tria menyalim tangan kedua orang tua Sena. Saat Sena dengan iseng turut mengulurkan punggung tangannya agar dicium juga oleh Tria, Tria mendelikkan matanya dan menepis kasar tangan Sena begitu saja. Perbuatan Tria membuat kedua orang tua Sena saling bertatapan sejenak. Sekarang mereka mengerti mengapa putra mereka mati-matian memaksa mereka berdua untuk melamar Tria pagi ini juga. Putra mereka ternyata masih tidak bisa menerima penolakan rupanya.
"Jadi bagaimana, Tri? Apakah kamu menerima lamaran Sena ini?" Ayahnya menanyakan keputusannya atas lamaran Sena. Ruang tamu mendadak hening. Ia duduk di sebelah kakaknya. Kedua orang tuanya duduk saling bersebelahan di hadapannya. Disamping kanan dan kirinya duduk kedua orang tua Sena dan juga Sena sendiri. Semua pandangan kini tertuju padanya. Sudah pasti mereka semua penasaran akan jawaban yang akan diberikan olehnya.Tria terdiam. Ia memandang wajah kedua orang tua Sena dengan perasaan tidak enak. Siapa pun yang ada dalam posisi mereka, pasti amat sangat malu apabila lamaran mereka ditolak mentah-mentah. Istimewa Pak Bratayudha adalah orang besar negeri ini. Pasti akan ada konsekuensi yang akan diterima oleh keluarganya nanti, sebagai akibat dari rasa malu dan sakit hati sang mentri. Ia benar-benar berada dalam situasi yang sangat sulit."Apakah kamu tahu Tri, kalau kita berdua menikah maka semua bisnis ayah dan kakakmu akan semakin berke
"Noh liat si Tria makannya banyak beut kayak kuli. Apa ada ya orang yang patah hati tapi makannya selahap ini?" Decih Altan saat melihat Tria makan seperti orang yang sudah berhari-hari tidak melihat makanan.Tria nyengir saat melihat dua sahabat oroknya, Altan dan Bintang mendatanginya. Saat ini ia berada di cafe tempat nongkrong mereka SMA dulu. Seminggu telah berlalu sejak berita perselingkuhan Rapha dan Karin viral di dunia maya. Pada saat kejadian itu Altan tengah magang di luar kota sebagai syarat akhir tugas skripsinya. Sedangkan Bintang tengah diboyong Tian ke Surabaya. Tian terkadang suka membawa Bintang menemaninya bekerja kalau harus keluar kota dalam jangka waktu yang cukup lama. Makanya saat inilah mereka berdua baru bisa bertemu dengan Tria. Mereka bermaksud untuk membesarkan hati dan menghiburnya. Tetapi saat melihat kelakuan sahabat orok mereka ini, mereka berdua merasa sudah salah kaprah. Rugi sekali mereka khawatir berhari-hari sementara yang d
"Gue liat lo terobsesi banget ya sama gue, Bar? Minggu lalu lo ngaku-ngaku kalo udah buntingin gue. Terus lo juga berani-beraninya ngelamar gue. Udah gue tolak, sekarang lo masih usaha aja pengen ngekepin gue. Lo ini sebenernya pengen melakukan topik pengalihan issue atau bagaimana? Coba deh lo jelasin sama gue?" Tria melipat kedua tangannya ke dadanya. Memandang Akbar dengan tatapan skeptis. Sementara para nak muay farang yang tadi mengekorinya, memperhatikan perdebatannya dengan Akbar. Mungkin dalam benak mereka, Akbarlah coach di sini."Jangan menjawab pertanyaan gue dengan pertanyaan. Gue cuma mau lo jawab aja tantangan gue. Lo berani atau nggak? Kalo lo takut bilang aja. Manusiawi kok kalau manusia itu takut terhadap sesuatu. Apalagi kalau sesuatu itu ia yakini tidak dapat dihadapinya." Sahut Akbar santai.Wajah Tria memerah. Akbar secara tidak langsung ingin mengatakan kalau ia tidak yakin dapat mengalahkannya. Makanya ia takut.
"Ha--hallo Bi, gue bisa minta tolong kagak?" Tria berinisiatif untuk meminta kerjasama Bintang dalam membuat alasan atas ketidak pulangannya malam ini ke rumah. Saat ini ia ada di apartemen Akbar dan sang empunya apartemen sedang membersihkan diri di kamar mandi. Makanya ia bisa menelepon Bintang dengan bebas."Ck! Lo mau minta tolong apaan, Tri? Kalo bisa gue tolong, pasti lo gue tolongin lah. Sopan amat cara minta tolongnya. Pake nanya-nanya lagi. Ada apa sih emangnya? Serius amat, tapi kok suara lo lesu banget. Belum makan malem lo?""Iya belum. Gini, gue minta tolong ntar kalo nyokap, bokap atau kakak gue nelepon lo, lo bilang aja, iya gue nginep di rumah lo karena jabang bayi lo ngidam pengen barbeque. Gue minta tolongggg banget ya, Bi?" Dengan amat sangat terpaksa ia mengajak Bintang untuk berkonspirasi membohongi keluarganya. Kedua orang tuanya pasti curiga kalau dia tidak pulang ke rumah."Perasaan tadi siang ada
Tria merasa banyak sekali suara burung-burung yang sedang bercuitan di kepalanya. Hadeh ini burung siapa sih sekalinya bercuit berjamaah? Tapi tunggu... tunggu... sejak kapan kamarnya ada burung? Ia mengedip-ngedipkan matanya, sedikit silau oleh tirai yang sepertinya baru saja disibakkan. Hidung tajamnya mengendus-endus aroma parfum pria yang samar-samar ia kenali aromanya. Aroma parfum ini sepertinya berbahan dasar cengkeh dan musk. Ia seperti baru saja menghirup aroma parfum ini dari tubuh... Akbar! Astaghfirullahaladzim Allahuakbar, jangan-jangan dia ada di... di..."Selamat pagi, Tri. Sudah jam tujuh pagi lho ini. Ayo bangun dan sarapan. Nggak baik anak perawan bangun siang-siang. Eh sorry, lo kan udah nggak perawan lagi sekarang. Gue ulangi ya, nggak baik anak perempuan bangun siang-siang." Suara bariton Akbar membuat nyawanya yang masih separuh sadar langsung terkumpul semua. Ia ada di ranjang Akbar dalam keadaan acak-acakan. Bukan hanya dirinya yang lecek
"Anda ini siapa? Apakah kantor ini mempekerjakan karyawati dari rombongan sirkus musiman? Anda sepertinya sangat ahli melompat dan memanjat-manjat. Hanya kurang back sound ah uh ah, payung serta pisang saja sepertinya."Ia dengan cepat membalikkan posisinya dalam posisi siap sempurna.Pandangannya bertemu dengan tatapan tajam pria berahang persegi khas daerah Sumatera. Pasti ini auditor yang telah membuatnya ngos-ngosan mengangkut file-file lama yang bejibun. Hah, dikira ia takut apa? Apa pun ceritanya ia ini kan anak boss, sementara si tukang audit ini hanya orang gajian ayahnya. Si auditor ini bilang apa tadi? Karyawati dari sirkus musiman? Kurang suara ah uh ah payung dan pisang? Eh sianying,ia berani mengatai anak bossnya sendiri monyet!"Anda ini siapa? Mengapa Anda mengata-ngatai saya monyet?" Walaupun kesal Tria masih berusaha bersikap sopan. Bagaimana pun ini di kantor. Lain cerita kalau laki-laki ini menca
"Kalau saya tau kamu mau makan di sini ini juga, lebih baik tadi kita berangkatnya satu mobil saja dari kantor." Laki-laki sebesar pohon ini mendekati tempat duduknya dengan beberapa langkah panjang. Menarik kursi kosong di sampingnya dan duduk dengan santai. Tidak bernyata boleh atau tidak duduk di kursi itu. Barbarita ini memang selalu sepede ini.Akbar melirik Barita sekilas. Ia tetap diam sembari memainkan ponselnya. Tria menarik nafas panjang. Satu masalah belum kelar, eh satu masalah lagi sudah menghampiri. Inhale exhale... sabarrrr..."Eh rontokan gulali, lo jangan sembarangan ngakuin gue sebagai bini lo ya? Ngelamar kagak, ijab kagak, enak aja nyebut-nyebut gue bini lo. Tolong kondisikan mukut lo ya, Barbarita?" Tria merasa nafsu makannya menguap seketika karena bertemu dengan pria-pria aneh yang selalu saja nyrungsungin hidupnya. Untuk selanjutnya sepertinya duo Bar-Bar ini akan membuat hari-harinya semakin sulit saja.
Tria merasa ada yang aneh saat akan masuk ke dalam rumahnya. Bagaimana tidak aneh, ia melihat begitu banyak para pewarta dan awak media massa bergerombol di depan pagar rumahnya. Ada apakah gerangan? Ingatan tentang banyaknya orang-orang pers mengingatkan Tria pada skandal photo-photo dan video hot antara Tian dan Bintang beberapa bulan yang lalu. Saat itu ke mana pun Bintang melangkah, para pewarta yang mengenalinya akan terus mengejar-ngejar Bintang dengan alasan ingin melakukan wawancara exclusive. Padahal Tian dan Bintang sudah berkali-kali melakukan konfirmasi bahwa itu semua tidak benar. Tetapi nyamuk-nyamuk pers itu tetap saja merubunginya.Tok... tok... tok...Pintu kaca mobilnya diketuk beramai-ramai oleh para pewarta. Ia mendadak merasa seperti seorang selebritis yang sedang dikejar-kejar oleh paparazi. Ini sebenarnya ada apa sih?Untung saja Satpam rumahnya segera membukakan pintu gerbang sehingga ia bis
"Bang, Tri hamil lagi," Tria memberikan test pack pada Akbar dengan raut wajah lesu. Maira baru berusia tiga bulan dan ia sudah hamil lagi. Apa kata dunia coba? Rasanya baru kemarin ia merasakan sakitnya melahirkan, dan beberapa bulan lagi ia akan kembali merasakan sakit yang sama. Lama-lama ia merasa mirip dengan si Cikur. Kucingnya Bik Sari yang anaknya juga banyak."Alhamdullilah."Akbar mengucap doa syukur karena telah diberikan kepercayaan kembali olehAllahuntuk mengasuh seorang anak. Baginya tidak masalah seberapa anak yang dititipkanAllahpadanya. Selama ia mampu mendidik dan membesarkan mereka, ia akan menerima seberapa di kasihnya saja. Anak adalah rezeki."Kenapa kamu murung begitu sih, sayang? Kamu tidak bahagia diberi kepercayaan oleh Allah untuk dititipi seorang anak lagi?" Akbar menghampiri istrinya yang terduduk lemas di sofa kamar. Sepertinya is
Tria membaringkan tubuh lelahnya yang berbalut bath rope di atas ranjang. Waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam. Hari ini adalah hari pernikahan ulangnya dengan Akbar. Dari pagi buta tadi ia sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dimulai dari make up, hingga persiapan mental dan spiritualnya dalam memulai hidup baru lagi sebagai sepasang suami istri dengan Akbar. Dan semua itu benar-benar menguras energinya. Ia dan Akbar memang tidak ingin menggelar acara pernikahan besar-besaran. Toh mereka hanya akan melaksanakan ijab nikah ulang. Lain dengan saat pernikahan mereka yang pertama kali pada enam tahun yang lalu. Waktu itu pernikahan mereka sangat megah, sakral dan meriah. Maklum saja pernikahan pertama kalinya.Para tamu undangan yang sebagian besar adalah keluarga dan kerabat dekat sudah membubarkan diri semua. Sebelum membubarkan diri mereka terus saja meledeknya dan Akbar dengan candaan-candaan berbau mesum. Papa Dewa mala
Hari ini adalah hari ulang tahun mama mertuanya. Sedari pagi hari Azka sudah ribut ingin memberikan hadiah istimewa untuk oma tercintanya. Ia bahkan dengan rela memecahkan celengan ayamnya untuk memberikan hadiah yang spesial dari uangnya sendiri. Saat putranya bingung ingin memberikan hadiah apa karena uangnya tidak banyak, ia mengusulkan untuk membuat kue ulang tahun saja.Jadilah siang hari ini mereka sibuk berjibaku di dapur membuat cake yang bagus untuk mama mertuanya. Kemarin ia sudah resmi resign dari hotel dan akan segera kembali bekerja pada perusahaan ayahnya mulai senin depan. Jadi ia mempunyai waktu seminggu penuh untuk beristirahat dan leyeh-leyeh di rumah bersama dengan putra dan juga keluarga angkatnya. Mulai minggu depan ia dan Azka akan tinggal bersama dengan Akbar di rumah kedua orang tuanya setelah mereka berdua kembali menikah ulang. Ia tahu walaupun tidak ada ucapan talak, cerai atau pun pegat dari Akbar, tetapi mereka berdua telah ber
"Bagaimana Dama? Kamu ini kan ratu drama. Mau merasakan bagimana rasanya jantung kamu kayak dicubit-cubit gemes gitu?" Tria menatap santai Dama yang seketika terdiam. Raut wajahnya serba salah. Inilah sifat manusia yang sebenar-benarnya. Giliran salah, dengan mudahnya berucap maaf. Tapi bila keadaannya dibalik, langsung diam seribu bahasa. Tria berdiri dari tempat duduknya. Hari ini ia ingin membuang semua kesakitan, ketakutan dan hantu masa lalu yang terus membayangi hidupnya selama enam tahun ini. Mumpung hantunya memang sedang ada di sini. Tria menghampiri tempat duduk Michael dan duduk tepat di sisinya. Ia kemudian memandangi Michael dengan mesra. Napas Mike terlihat tersangkut-sangkut di lehernya. Dama tidak bisa bersuara tetapi ia memandangi perbuatan Tria dengan tatapan marah dan tidak rela.Rasa sakit hati tingkat pertama, batin Tria. See?Baru juga berandai-andai si Dama ini sudah terlihat seperti iklan orang yang sedang sakit asma
Semenjak tempat persembunyiannya ketahuan, kehidupan Tria yang selama enam tahun ini tenang, seketika riuh rendah. Dimulai dari kedatangan kedua orang tuanya beserta Tama dan Liz. Kedua mertuanya dan tentu saja sahabat oroknya Bintang dan Altan. Bintang nyaris mencekik lehernya karena kesal ditinggal kabur begitu saja selama enam tahun lamanya. Altan bahkan ingin menanamkan chips di tubuhnya agar ia bisa melacak jejaknya kalau-kalau suatu hari ia akan kabur lagi. Untuk pertama kali selama enam tahun hidup merananya, Tria tertawa. Dua sahabat oroknya emang gokil abis.Banyak orang yang mengata-ngatainya bodoh, terlalu idealis, hanya karena masalah kecil sampai kabur sebegitu lamanya. Ia tidak menyalahkan pemikiran mereka. Mereka bisa berkata seperti itu karena mereka belum mengalaminya sendiri. Apakah ia menyalahkan orang-orang yang menyebutnya bodoh dan lebay itu? Tidak sama sekali. Kondisi batin tiap orang itu berbeda-beda. Mereka yang mengatakannya bodoh
Tria mendorong troley berisi kebutuhan untuk membersihkan kamar para tamu-tamu hotel saat suara bergetar sarat kerinduan memanggil lirih namanya. Tria sontak menoleh spontan.Adzan Akbar Dewangga dan Azka, putra kesayangannya! Bagaimana putranya bisa bersama dengan Akbar!Tanpa banyak bicara lagi, Tria meninggalkan begitu saja troleynya dan bermaksud untuk segera berlalu secepat mungkin dari tempat ini. Ia belum sanggup untuk bertatap mata kembali dengan suami pembohongnya. Suami. Bibir Tria terasa kebas saat menyebut kata suami."Room maid Rara. Apa seperti ini sikap seorang karyawan hotel bila sedang bertugas? Meninggalkan tamu begitu saja? Apakah seperti ini juga hasil briefing yang setiap pagi ditekankan oleh Bu Sari terhadap para bawahannya dalam house keeping departement? Tidak memberi salam pada tamu dan meninggalkan troley begitu saja di koridor? Begitu room maid Rara?" Langkah Tria terhenti.
"Iya, Nak. Itu photo Ayah dan Bunda sewaktu menikah dulu. Kamu sudah sebesar ini sekarang ya, Nak?Alhamdullilah ya, Allah. Alhamdullilah. Alhamdullilah. Alhamdullilah." Akbar terus menerus mengucap syukur seraya memeluk erat putranya yang juga balas memeluk tak kalah erat. Akbar merasa kalau tangan kecil putranya sampai gemetaran. Mereka berdua menangis keras di sudut jalan. Suara sedu sedan mereka segera saja menarik minat pengguna jalan lainnya. Akbar dengan cepat menggendong putranya masuk ke dalam mobil. Ia tidak ingin menjadi tonton gratis dan akhirnya viral di dunia maya."Sini, Nak. Duduk dipangkuan ayah. Ayah masih rindu." Akbar mengangkat tubuh putranya ke atas pangkuan. Ia masih tidak percaya kalau putranya telah ia temukan. Eh salah, putranya lah yang menemukannya. Putranya ini begitu cerdas dan tampan. Tria telah merawatnya dengan baik."Kata Om Thomas, Azka tidak boleh lagi duduk dipangku depan di bawah stir mobil. Azka sudah be
"Ka--kabar baik Se--Pak Sena." Tria menjawab tergagap pertanyaan Sena seraya terus mundur-mundur karena Sena terus maju mendekati tempatnya berdiri."Bapak tamu kamar ini ya? Saya--saya melihat kalau kamar ini sudah vacant clean, Pak Sena. Door entrance, skirting, desk table, chairs, window frame, coffee table, bed side table, wardrobe, semua sudah dalam keadaan clean. Bahkan wall, furnitures, paintings, lamps, floor, linen, dan ceiling pun dalam keadaan vacant clean. Saya tidak mengerti di mana letak ketidakrapiannya. Saya bahkan sudah double check dengan--""Kalau saya bilang tidak rapi ya tidak rapi, kan saya tamunya." Jawab Sena santai sambil terus maju. Tria sampai terduduk di ujung ranjang karena tidak bisa mundur lagi."Tapi ini sudah rapi semua Pak. Tidak ada lagi yang harus saya kerjakan di-- astaga! Apa yang Bapak lakukan?" Tria kaget saat Sena menariknya berdiri, dan meraih ujung duvet cover secara
Enam tahun kemudian."Azkaaa... cepetan dong pakai sepatunya. Bunda sudah terlambat ini. Nanti kalau gaji Bunda dipotong kita nggak bisa beli puzzle lagi lho."Seorang wanita muda yang terlihat kerepotan membawa dua bungkus plastik besar yang berisi makanan, meneriaki seorang bocah TK yang terlihat buru-buru memakai sepatunya. Si wanita muda menyerahkan bungkusannya kepada seorang pria gagah berkaca mata yang menunggu ibu dan anak itu di atas sepeda motornya. Si pemuda gagah menerima bungkusan makanan dan menyusunnya rapi agar tidak tumpah atau terbalik-balik isinya. Ketika si ibu kembali berteriak memperingatkan putranya sekali lagi, si pemuda tersenyum geli. Ibu dan anak ini selalu saja ribut setiap pagi."Azka sudah siap kok ini, Nda. Ya sudah kalau kita nggak bisa beli puzzle lagi, kita beli lego aja kali, Nda. Gitu aja kok repot." Si anak TK balas berteriak seraya berlari-lari kecil menyusul om dan bundanya ya