"Gue liat lo terobsesi banget ya sama gue, Bar? Minggu lalu lo ngaku-ngaku kalo udah buntingin gue. Terus lo juga berani-beraninya ngelamar gue. Udah gue tolak, sekarang lo masih usaha aja pengen ngekepin gue. Lo ini sebenernya pengen melakukan topik pengalihan issue atau bagaimana? Coba deh lo jelasin sama gue?" Tria melipat kedua tangannya ke dadanya. Memandang Akbar dengan tatapan skeptis. Sementara para nak muay farang yang tadi mengekorinya, memperhatikan perdebatannya dengan Akbar. Mungkin dalam benak mereka, Akbarlah coach di sini.
"Jangan menjawab pertanyaan gue dengan pertanyaan. Gue cuma mau lo jawab aja tantangan gue. Lo berani atau nggak? Kalo lo takut bilang aja. Manusiawi kok kalau manusia itu takut terhadap sesuatu. Apalagi kalau sesuatu itu ia yakini tidak dapat dihadapinya." Sahut Akbar santai.
Wajah Tria memerah. Akbar secara tidak langsung ingin mengatakan kalau ia tidak yakin dapat mengalahkannya. Makanya ia takut. Ia memelototi Akbar. Berusaha mencari jawaban netral dengan resiko seminim mungkin. Tapi ia belum menemukan kalimat yang pas. Sementara para petarung-petarung eksmud yang berdiri di belakangnya mulai tidak sabar. Mereka pasti ingin segera menjajal kemampuannya dan mendapatkan upahnya.
Melihat keadaan Tria yang terjepit, Akbar maju selangkah dan berbisik pelan di telinga Tria. "Kalo lo nggak berani menjawab tantangan gue. Itu artinya lo itu pecundang sejati. Karena hanya berani main aman aja. Lo tahu kalo lo pasti bakalan menang melawan anak-anak pemula itu, makanya lo ambil tantangan mereka. Tapi lo keok saat menerima tantangan dari gue. Menurut gue, lo sama sekali nggak cocok disebut sebagai seorang praktisi seni ilmu bela diri. Lo tau kenapa? Karena lo itu nggak sportif. Maunya main aman aja. Bacul! Ya sudah, sana main-main sama anak-anak yang masih ikan ikan itu. Pengecut!" Ejek Akbar di telinganya sembari melangkah menuju ruang ganti pakaian. Sepertinya Akbar juga akan ikut latihan di sini. Tapi mau bagaimana lagi. Sasana ini punya Om Saka dan terbuka untuk umum. Ia tidak bisa sesuka hati melarang-larang orang latihan di sini. Hanya saja hatinya panas sekali mendengar ejekan Akbar tadi.
"Tunggu! Gue terima tantangan lo. Kalo gue kalah, gue akan menjadi milik lo dalam semalam. Tapi kalo lo yang kalah, lo harus menari streaptease di hadapan gue semalaman. Deal?" Akbar membalikkan tubuhnya.
Kena juga dia!
"Deal. Setelah semua anak-anak pulang, kita akan bertarung bersih. Ya sudah, sekarang silahkan lo unjuk gigi di hadapan semua anak-anak baru itu. Inget jangan terlalu bersemangat coaching-nya. Gue nggak mau lo kecapean dan akhirnya nanti malah jadi nggak maksimal saat lo harus ngelayanin gue." Tria hanya mendengus kasar dan berjalan menuju matras bersama dengan para anak-anak didik barunya. Dalam hati ia bertekad kalau ia harus menang!
Para rombongan eksmud yang tadi menantangnya mengerutkan kening saat mereka melihatnya tidak ikut berbaris dengan mereka. Ia malah berdiri sendirian di hadapan mereka dan beberapa petarung senior lainnya. Berbagai macam dugaan pun berseliweran di kepala mereka. Tria kemudian menepuk tangannya tiga kali. Kini semua anak-anak baru memandangnya dengan penuh tanda tanya. Menunggu apa yang akan di katakan oleh Tria.
"Selamat malam para petarung-petarung baru sekalian. Kenalkan nama saya Naratria Abiyaksa. Keponakan dari Arshaka Abiyaksa, coach kalian selama ini. Karena hari ini Om Saka ada keperluan di rumah sakit, maka saya lah yang akan menggantikan tugas beliau untuk melatih kalian semua." Suasana mendadak hening. Gerombolan yang tadinya ingin menantangnya langsung kicep. Mereka tahu bahwa Saka mempunyai dua orang keponakan yang sangat jago bela diri. Hanya saja mereka tidak tahu kalau Tria adalah salah satu dari keponakannya yang mumpuni itu. Mereka telah salah mengemop orang.
"Oh ya kata Om Saka di sini juga ada adik-adik pelajar yang masih SMA ya? Kabarnya juga kalian sangat suka tawuran. Nah dari pada kalian menyalurkan energi berlebih kalian untuk tawuran, maka saya mengajak kalian semua untuk menyalurkan hobby berantem kalian kearah yang lebih positif, yaitu dengan berlatih ilmu bela diri. Apakah ada pertanyaan?" Setelah acara perkenalan Tria memberikan mereka waktu untuk bertanya padanya.
"Saya ingin bertanya Kak Tria. Perkenalkan, nama saya Thomas. Saya tahu kita berlatih bela diri ini bukan untuk menjadi sok jagoan. Tapi kejahatan kan ada di mana-mana. Seandainya kita amat sangat harus berkelahi karena di serang oleh gang lain, apa tips-tips yang harus kita lakukan agar kita tidak mati konyol." Seorang remaja abege berpenampilan nerd terlihat sangat serius ingin mendengar jawabannya.
"Bagus sekali pertanyaan kamu, Thomas. Dengar, jika kita sangat terpaksa harus berkelahi, maka hal-hal yang harus kita perhatikan adalah, pertama; usahakan untuk melindungi bagian belakang tubuh kita agar tubuh belakang kita tidak terserang saat kita tengah fokus dengan musuh yang ada di depan kita.
Jadi arahkan bagian belakang tubuh kita pada tembok atau pun bangunan ada tepat di belakang kita. Jangan ruang lapang. Karena sekalipun dalam duel one by one, pasti akan selalu ada kecurangan di dalam perkelahian tanpa wasit. Ingat yang menghantam tubuh kita dari belakang tidak selalu harus musuh. Bisa saja itu driver gojek atau bus TRANSJAKARTA. Kita kan tidak akan pernah tau, namanya saja musibah."
Gelak tawa terdengar membahana di balik penjelasannya yang tepat namun juga lucu. Akbar tersenyum geli. Si preman pasar ini memang gokil abis.
"Nah yang kedua ; tidak ada kata adil dalam perkelahian. Selama tidak ada surat bermaterai dan ditanda tangani oleh kedua pihak yang berlawanan, akan selalu ada kecurangan. Jadi tidak ada kata adil di sini. Jadi, jangan membawa timbangan. Tapi bawalah obeng, linggis, golok, cangkul dan sejenisnya. Ingat gunakanlah alat yang bisa kita gunakan untuk bela diri sekaligus kerja bakti jika tawuran batal atau diundur oleh pihak panitia." Gemuruh gelak tawa kembali memenuhi sasana. Kata-kata Tria membuat suasana menjadi rileks dan penuh canda tawa.
"Nah yang ketiga adalah ; kenali lawanmu dan senjata yang dipakainya. Ingat ini adalah poin yang tidak kalah penting. Lihat dan amati lambang, senjata maupun tatto perguruannya. Jika banyak terdapat lambang bekas kerokan atau bekam di sekujur tubuhnya, artinya dia adalah dari perguruan elemen angin. Cukup lemparkan saja jamu tolak angin pada mereka. Masalah pun selesai sudah." Tawa geli makin riuh saat Tria malah bercanda padahal para petarung sudah serius mendengar semua tips- tipsnya.
"Lihat juga senjata yang mereka gunakan. Jika senjata mereka adalah kunci inggris, maka kita serang balik saja dengan kunci T. Tapi jika lawan kita membawa tabung gas, maka berhati-hatilah. Kemungkinan besar mereka itu dari Taliban, ISIS, dan organisasi radikal lainnya. Saran saya adalah gunakan jurus terlarang dari saolin aja untuk menghadapi mereka, yaitu jurus langkah seribu. Ya, hanya teknik legendaris inilah yang mampu menyelamatkan kita semua dari kekalahan dan kematian. Kaburlah sejauh mungkin dari TKP.
Nah Thomas dan adik-adik pelajar sekalian. Itulah tips -tips dari saya untuk menghadapi tawuran kalau kita sudah kepepet. Tapi ingatlah, sebaiknya kalau masih bisa dibicarakan, hindarilah perselisihan apalagi tawuran. Damai itu indah, adik-adik dan saudara-saudara sekalian. Kalau semua masalah bisa kita hadapi dengan bersalaman, ngapain juga kita musti tonjok-tonjokkan? Berkelahilah dalam dunia game saja, hindari dalam dunia nyata. We are human not barbarian KING. Kita ini manusia bukan COC yang sedikit-sedikit main bacok dan serang pake massa atau golongan.
Gunakanlah IQ kita daripada EQ kita.
Nah sekarang kita bisa memulai sesi latihan kita. Kepada gerombolan yang tadi mau menantang saya, ayo sini." Tria melambaikan tangannya pada para eksmud yang tadi begitu bersemangat menantangnya. Tria melakukan sedikit pamer kebolehan dengan melakukan sedikit gerakan hook, jab, swing bahkan cobra.
Akbar tersenyum kecil. Ia ingin sedikit berbaik hati pada preman pasar ini. Ia melihat ada sebuah kayu balok dan juga botol-botol yang berjajar rapi di sana. Balok, batu bata, botol bahkan es balok, kadang dijadikan sebagai media latihan oleh Om Saka. Ia mengambil sebuah balok dan melintangkannya pada dadanya. Tria menatapnya sejenak sebelum akhirnya melakukan tendangan memutar dan mematahkan balok itu menjadi dua bagian. Ia kembali mengambil dua botol kaca dan menyerahkannya pada Tria. Tria memotong botol itu dengan cepat melalui punggung tangannya dengan gerakan membacok. Melihat dua botol itu pecah dengan rata oleh tebasan punggung tangan Tria, membuat gerombolan eksmud itu memandang Tria dengan ngeri. Akbar menutup sesi pamer kekuatan itu dengan meraih sebuah balok yang agak panjang. Ia kemudian mematahan balok itu dengan tebasan tangannya sendiri dalam tiga ruas yang merata. Semua petarung yang menyaksikan peragaannya ternganga. Mereka sepertinya terkesima melihat keganasannya dan juga Tria.
Para gerombolan eksmud yang tadi menantang Tria, kini merangkapkan kedua tangan didada sambil menggelengkan kepala sebagai tanda kalau mereka semua sudah menyerah.
Akbar tersenyum sumir. Para eksmud ini tidak ada yang pantas untuk si preman pasar, Tria. Laki-laki cantik dan menye-menye begini tidak cocok sama sekali untuk Tria. Sejurus kemudian Akbar melihat Tria sudah sibuk untuk melatih para anak didik yang masih baru. Ia datang ke sini sebenarnya juga adalah atas permintaan Om Saka. Om Saka ingin agar ia membantu Tria melatih anak-anak baru. Om Saka terpaksa meminta bantuannya karena Tama yang biasanya dimintai tolong sedang sibuk memodusi Merlyn. Ingatan akan pertarungan pribadinya bersama Tria nanti membuatnya juga bergegas melaksanakan tugasnya melatih dengan secepat mungkin. Dia tidak sabar untuk menanti acara puncaknya dengan Tria nanti. Dia sudah tidak sabar untuk menjadikan Tria itu miliknya sebenarnya. Hehehe...
==================================
Suasana club mulai sepi. Tujuh sasana ring tempat anak-anak bertarung sudah kosong semua. Yang ramai saat ini adalah ruang ganti pakaian. Semuanya seperti tidak sabar ingin segera menyalin pakaian dan beristirahat di rumah. Wajah-wajah yang pada saat datang tadi begitu bersemangat dan sumringah. Sekarang terlihat begitu lelah dan lesu. Tria memang selalu all out dalam melatih.
Apalagi murid-murid baru yang ia latih. Ia membuat anak-anak baru yang ditanganinya tepar karena stamina mereka kedodoran. Ia yakin, nanti malam semua anak-anak didiknya ini pasti akan tiduk nyenyak karena kelelahan.
Tria duduk di pinggir sasana. Memperhatikan kesibukan orang-orang yang berlalu lalang sebelum pulang. Ia sendiripun sebenarnya juga lelah sekali. Tapi ingatan akan adanya pertarungan hidup matinya dengan Akbar kembali membuatnya bersemangat. Ia harus menang kalau tidak ingin menjadi boneka mainan Akbar. Sepanjang ia melatih tadi, benaknya telah dipenuhi oleh berbagai tips and triks yang bisa ia maksimalkan jikalau ia ingin menang.
"Jadi gimana Tri, apa sudah bisa kita mulai jajal? Ring sudah kosong semua. Kasihan si mamang kalau kita kelamaan di sini. Beliau kan ingin pulang dan istirahat juga." Tanpa menoleh pun Tria sudah tahu siapa ini yang berbicara. Inilah saatnya!
"Boleh saja. Kita gunakan ring pribadi Om Saka saja agar pertarungan kita sifatnya private dan tidak mengundang kericuhan dari petarung yang lain. Gue ingin kita tarung bebas tanpa sarung tinju. Ayo ikut gue. Semakin cepat gue selesaikan masalah taik kucing ini, semakin cepat juga gue bisa pulang dan istirahat."
"Atau semakin cepat juga lo ada dalam kekuasaan gue. Hehehe." Akbar dengan sengaja memancing emosi si preman pasar. Si Tria ini semakin ia emosi, maka semakin kacau saja konsentrasinya. Itulah sebenarnya tujuan utamanya. Ya, ia ingin agar Tria tidak fokus dan akhirnya bisa dengan mudah dimilikinya.
Mereka berhenti saat tiba pada ring pribadi Om Saka yang terletak di ujung ruangan. Dekat dengan kamar pribadi Om Saka. Om Saka memang mempunyai kamar di sini. Terkadang jika terlalu letih Om Saka suka beristirahat di sini. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa masuk ke sayap kanan daerah privacy Om Saka ini. Tria terlebih dahulu naik ke ring dan disusul oleh Akbar.
"Peraturannya siapa yang kalah ditentukan dengan tehnik kuncian. Jika salah satu dari kita tidak bisa bergerak lebih dari satu menit, berarti kalah. Ingat ya Tri, peraturan kalahnya adalah salah satu dari kita terkunci selama satu menit, bukan salah satu dari kita dalam keadaan mati. Deal?"
Tria menggeleng, ia tidak setuju dengan peraturan yang dibuat oleh Akbar. Orang yang bertubuh lebih besar dan kuat seperti Akbar cenderung akan memaksa musuhnya yang lebih kecil untuk bergulat. Dan bila itu sampai terjadi, ia pasti akan kalah tenaga. Ia akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengalahkan Akbar jika ia bertarung dengan cara berdiri. Teknik seperti itulah yang selalu digunakan oleh Bruce Lee.
"Gue mau siapa yang lebih dulu jatuh, dia yang kalah. Deal?" Tria menawar. Hah, dia pikir gampang apa membodohinya!
Akbar menaikkan satu sudut bibirnya. Preman pasar ini memang pintar. Karena bertubuh kecil, pasti ia akan lebih leluasa untuk mengelak. Tria ingin mengunakan teknik menari di ring seperti Chris Jhon. Pukul lari, pukul lari. Sampai ia mempunyai kesempatan untuk menjatuhkannya. Pintar sekali si Tria ini. Baiklah, tidak masalah. Apa pun teknik yang ia maui akan ia penuhi. Asal si preman pasar ini puas.
"Oke. Deal. Mari kita mulai." Akbar membuat gerakan memancing Tria ke depan dengan memberikan pancingan jab kanan. Tria memposisikan tangan di atas untuk melindungi kepala setiap saat. Lengannya ia tempatkan secara vertikal dan paralel dengan telapak tangan menghadap ke dalam, ke arah pipi. Dan ia pun mulai menari.
Akbar tersenyum. Benar saja perkiraannya bukan? Tria akan melakukan teknik pukul lari. Baiklah, ia terpaksa akan sedikit menyakiti si preman pasar ini. Ia melayangkan satu uppercut pada pelipis kanan Tria. Dan hebatnya, Tria bahkan tidak goyah sama sekali. Gadis ini kuat! Ia kembali melayangkan dua kali hook kanan dan kiri untuk memecah konsentrasi Tria dan memaksa Tria membalas serangannya. Dan benar saja, Tria langsung panas dan mencoba membalas dengan ganas. Ini adalah kesempatan emas untuk menjatuhkannya. Tepat pada saat memberi satu jab lagi ke arah rahang Tria, gadis itu segera menjauh. Akbar tersenyum kembali. Tria ini pintar sekali. Ia tidak mau menangkis serangannya, tetapi ia hanya berupaya mengelak saja dengan lincah.
Sambil terus mengelakkan pukulan Akbar, Tria juga berpikir keras bagaimana caranya agar ia bisa segera menjatuhkan Akbar. Tidak bisa dipungkiri, walaupun ia terus menari, tetapi beberapa bagian wajahnya sudah mulai berdenyut terkena pukulan sesekali Akbar. Saat ini Akbar terlihat berupaya menarik tangannya agar ia jatuh dan terkunci. Tria menggelengkan kepalanya, mencoba menjernihkan pikirannya. Ia terus berkonsentrasi menghindari cengkraman tangan Akbar. Sekali saja gerakannya salah, pasti ia akan kalah.
Akbar mulai bosan untuk bermain-main dengan Tria. Ia merasa sudah cukup untuk menyenangkan hati si preman pasar ini. Saat Tria ingin menendang sendi-sendi lututnya agar ia terjatuh, Akbar menarik kuat tangan kanan Tria sampai ia terjatuh dalam posisi terlentang dan membawa tubuh besarnya ikut terjatuh di atas tubuh empuk dan berlekuk-lekuk Tria.
"Kamu kalah, Tria!"
"Ha--hallo Bi, gue bisa minta tolong kagak?" Tria berinisiatif untuk meminta kerjasama Bintang dalam membuat alasan atas ketidak pulangannya malam ini ke rumah. Saat ini ia ada di apartemen Akbar dan sang empunya apartemen sedang membersihkan diri di kamar mandi. Makanya ia bisa menelepon Bintang dengan bebas."Ck! Lo mau minta tolong apaan, Tri? Kalo bisa gue tolong, pasti lo gue tolongin lah. Sopan amat cara minta tolongnya. Pake nanya-nanya lagi. Ada apa sih emangnya? Serius amat, tapi kok suara lo lesu banget. Belum makan malem lo?""Iya belum. Gini, gue minta tolong ntar kalo nyokap, bokap atau kakak gue nelepon lo, lo bilang aja, iya gue nginep di rumah lo karena jabang bayi lo ngidam pengen barbeque. Gue minta tolongggg banget ya, Bi?" Dengan amat sangat terpaksa ia mengajak Bintang untuk berkonspirasi membohongi keluarganya. Kedua orang tuanya pasti curiga kalau dia tidak pulang ke rumah."Perasaan tadi siang ada
Tria merasa banyak sekali suara burung-burung yang sedang bercuitan di kepalanya. Hadeh ini burung siapa sih sekalinya bercuit berjamaah? Tapi tunggu... tunggu... sejak kapan kamarnya ada burung? Ia mengedip-ngedipkan matanya, sedikit silau oleh tirai yang sepertinya baru saja disibakkan. Hidung tajamnya mengendus-endus aroma parfum pria yang samar-samar ia kenali aromanya. Aroma parfum ini sepertinya berbahan dasar cengkeh dan musk. Ia seperti baru saja menghirup aroma parfum ini dari tubuh... Akbar! Astaghfirullahaladzim Allahuakbar, jangan-jangan dia ada di... di..."Selamat pagi, Tri. Sudah jam tujuh pagi lho ini. Ayo bangun dan sarapan. Nggak baik anak perawan bangun siang-siang. Eh sorry, lo kan udah nggak perawan lagi sekarang. Gue ulangi ya, nggak baik anak perempuan bangun siang-siang." Suara bariton Akbar membuat nyawanya yang masih separuh sadar langsung terkumpul semua. Ia ada di ranjang Akbar dalam keadaan acak-acakan. Bukan hanya dirinya yang lecek
"Anda ini siapa? Apakah kantor ini mempekerjakan karyawati dari rombongan sirkus musiman? Anda sepertinya sangat ahli melompat dan memanjat-manjat. Hanya kurang back sound ah uh ah, payung serta pisang saja sepertinya."Ia dengan cepat membalikkan posisinya dalam posisi siap sempurna.Pandangannya bertemu dengan tatapan tajam pria berahang persegi khas daerah Sumatera. Pasti ini auditor yang telah membuatnya ngos-ngosan mengangkut file-file lama yang bejibun. Hah, dikira ia takut apa? Apa pun ceritanya ia ini kan anak boss, sementara si tukang audit ini hanya orang gajian ayahnya. Si auditor ini bilang apa tadi? Karyawati dari sirkus musiman? Kurang suara ah uh ah payung dan pisang? Eh sianying,ia berani mengatai anak bossnya sendiri monyet!"Anda ini siapa? Mengapa Anda mengata-ngatai saya monyet?" Walaupun kesal Tria masih berusaha bersikap sopan. Bagaimana pun ini di kantor. Lain cerita kalau laki-laki ini menca
"Kalau saya tau kamu mau makan di sini ini juga, lebih baik tadi kita berangkatnya satu mobil saja dari kantor." Laki-laki sebesar pohon ini mendekati tempat duduknya dengan beberapa langkah panjang. Menarik kursi kosong di sampingnya dan duduk dengan santai. Tidak bernyata boleh atau tidak duduk di kursi itu. Barbarita ini memang selalu sepede ini.Akbar melirik Barita sekilas. Ia tetap diam sembari memainkan ponselnya. Tria menarik nafas panjang. Satu masalah belum kelar, eh satu masalah lagi sudah menghampiri. Inhale exhale... sabarrrr..."Eh rontokan gulali, lo jangan sembarangan ngakuin gue sebagai bini lo ya? Ngelamar kagak, ijab kagak, enak aja nyebut-nyebut gue bini lo. Tolong kondisikan mukut lo ya, Barbarita?" Tria merasa nafsu makannya menguap seketika karena bertemu dengan pria-pria aneh yang selalu saja nyrungsungin hidupnya. Untuk selanjutnya sepertinya duo Bar-Bar ini akan membuat hari-harinya semakin sulit saja.
Tria merasa ada yang aneh saat akan masuk ke dalam rumahnya. Bagaimana tidak aneh, ia melihat begitu banyak para pewarta dan awak media massa bergerombol di depan pagar rumahnya. Ada apakah gerangan? Ingatan tentang banyaknya orang-orang pers mengingatkan Tria pada skandal photo-photo dan video hot antara Tian dan Bintang beberapa bulan yang lalu. Saat itu ke mana pun Bintang melangkah, para pewarta yang mengenalinya akan terus mengejar-ngejar Bintang dengan alasan ingin melakukan wawancara exclusive. Padahal Tian dan Bintang sudah berkali-kali melakukan konfirmasi bahwa itu semua tidak benar. Tetapi nyamuk-nyamuk pers itu tetap saja merubunginya.Tok... tok... tok...Pintu kaca mobilnya diketuk beramai-ramai oleh para pewarta. Ia mendadak merasa seperti seorang selebritis yang sedang dikejar-kejar oleh paparazi. Ini sebenarnya ada apa sih?Untung saja Satpam rumahnya segera membukakan pintu gerbang sehingga ia bis
Drttt... drrttt... drttt...Tria menatap ponselnya yang bergetar di atas meja. Ada nama Sena sebagai pemanggilnya di sana. Sejenak, ia hanya menatap ponselnya yang ia letakkan di atas meja bernomor 8 itu dengan bimbang. Sesungguhnya ia sendiri juga tidak yakin dengan perbuatan nekadnya ini. Menemui Sena di salah satu restaurant pada saat jam istirahat di kantornya. Ia teringat kembali pada pembicaraan sesama staff ayahnya yang tidak sengaja ia dengar pagi tadi."Gue nggak tahu gimana cara ngasih makan anak bini gue kalau kantor kita ini sampai tutup karena bangkrut, Han. Mana bulan depan bini gue bakal lahiran anak kedua kami lagi. Apalagi nyokap gue kan lo tau sakit-sakitan melulu. Tiap bulan harus ada jadwal cek up lagi. Uang dari mana coba buat membiayai mereka semua? Gue suntuk banget, Han.""Ya sama, Gus. Gue juga kan harus membiayai anak bini gue. Belum lagi uang bulanan untuk biaya hidup kedua mertua gue yan
"Tri, gue emang bukan siapa-siapa lo. Tapi gue tahu masalah apa yang sedang terjadi pada keluarga lo. Sebagai teman yang tumbuh bersama sedari kecil, gue cuma mau bilang, jangan berbuat bodoh hanya karena lo mencoba untuk menjadi seorang pahlawan. Jangan pernah terlintas sedikit pun di kepala lo niat untuk berperang sendirian. Apalagi lo sama sekali nggak punya senjata. Itu namanya lo nyerahin diri untuk dibantai musuh. Mati konyol. Ingat itu baik-baik Tri."Akbar menatap tajam mata Tria yang kini berdiri saling berhadapan dengannya. Akbar bahkan menunjuk kening Tria demi untuk memperjelas maksud dan tujuan dari kata-katanya."Atas dasar apa lo ngomong begitu sama gue? Tahu apa lo soal perasaan gue? Lo itu cuma orang luar, Bar. Lo nggak ada kontribusi apa pun dalam keluarga gue, hidup gue. Kalo pun besok-besok keluarga gue bangkrut, yang ngerasain susah itu siapa? Gue dan keluarga gue kan? Bukan lo Bar! Bukan lo. Lo dan semua orang pal
"Sebelum Anda menanda tangani draft perjanjian ini, saya harap Anda membaca terlebih dahulu poin-poin pentingnya. Tanyakan kepada saya, bagian mana yang tidak Anda mengerti." Ethan Hartomo Putranto, anak pengacara gaek Hartomo Putranto menatap gadis tomboy yang duduk di hadapannya dengan pandangan skeptis. Ia merasa tidak percaya kalau seorang Naratria Abiyaksa mau melakukan perjanjian sebodoh ini."Udah lo nggak usah anda-andaan sama gue, Tan. Geli kuping gue ngedengernya. Gue udah paham poin-poinnya. Intinya gue sebagai pihak pertama dalam waktu tiga bulan ke depan terhitung setelah surat perjanjian ini dibuat, menyatakan bersedia untuk menikah dengan Sena yang disebut sebagai pihak kedua, tanpa paksaan dari pihak mana pun juga. Dan apabila kami bercerai kelak di kemudian hari, maka gue sama sekali tidak boleh menuntut soal harta gono gini terhadap pihak kedua. Begitu kan poin-poinnya? Gue udah ngerti. Siniin pena lo, biar gue tanda tanganin berkasnya." Sahut
"Bang, Tri hamil lagi," Tria memberikan test pack pada Akbar dengan raut wajah lesu. Maira baru berusia tiga bulan dan ia sudah hamil lagi. Apa kata dunia coba? Rasanya baru kemarin ia merasakan sakitnya melahirkan, dan beberapa bulan lagi ia akan kembali merasakan sakit yang sama. Lama-lama ia merasa mirip dengan si Cikur. Kucingnya Bik Sari yang anaknya juga banyak."Alhamdullilah."Akbar mengucap doa syukur karena telah diberikan kepercayaan kembali olehAllahuntuk mengasuh seorang anak. Baginya tidak masalah seberapa anak yang dititipkanAllahpadanya. Selama ia mampu mendidik dan membesarkan mereka, ia akan menerima seberapa di kasihnya saja. Anak adalah rezeki."Kenapa kamu murung begitu sih, sayang? Kamu tidak bahagia diberi kepercayaan oleh Allah untuk dititipi seorang anak lagi?" Akbar menghampiri istrinya yang terduduk lemas di sofa kamar. Sepertinya is
Tria membaringkan tubuh lelahnya yang berbalut bath rope di atas ranjang. Waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam. Hari ini adalah hari pernikahan ulangnya dengan Akbar. Dari pagi buta tadi ia sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dimulai dari make up, hingga persiapan mental dan spiritualnya dalam memulai hidup baru lagi sebagai sepasang suami istri dengan Akbar. Dan semua itu benar-benar menguras energinya. Ia dan Akbar memang tidak ingin menggelar acara pernikahan besar-besaran. Toh mereka hanya akan melaksanakan ijab nikah ulang. Lain dengan saat pernikahan mereka yang pertama kali pada enam tahun yang lalu. Waktu itu pernikahan mereka sangat megah, sakral dan meriah. Maklum saja pernikahan pertama kalinya.Para tamu undangan yang sebagian besar adalah keluarga dan kerabat dekat sudah membubarkan diri semua. Sebelum membubarkan diri mereka terus saja meledeknya dan Akbar dengan candaan-candaan berbau mesum. Papa Dewa mala
Hari ini adalah hari ulang tahun mama mertuanya. Sedari pagi hari Azka sudah ribut ingin memberikan hadiah istimewa untuk oma tercintanya. Ia bahkan dengan rela memecahkan celengan ayamnya untuk memberikan hadiah yang spesial dari uangnya sendiri. Saat putranya bingung ingin memberikan hadiah apa karena uangnya tidak banyak, ia mengusulkan untuk membuat kue ulang tahun saja.Jadilah siang hari ini mereka sibuk berjibaku di dapur membuat cake yang bagus untuk mama mertuanya. Kemarin ia sudah resmi resign dari hotel dan akan segera kembali bekerja pada perusahaan ayahnya mulai senin depan. Jadi ia mempunyai waktu seminggu penuh untuk beristirahat dan leyeh-leyeh di rumah bersama dengan putra dan juga keluarga angkatnya. Mulai minggu depan ia dan Azka akan tinggal bersama dengan Akbar di rumah kedua orang tuanya setelah mereka berdua kembali menikah ulang. Ia tahu walaupun tidak ada ucapan talak, cerai atau pun pegat dari Akbar, tetapi mereka berdua telah ber
"Bagaimana Dama? Kamu ini kan ratu drama. Mau merasakan bagimana rasanya jantung kamu kayak dicubit-cubit gemes gitu?" Tria menatap santai Dama yang seketika terdiam. Raut wajahnya serba salah. Inilah sifat manusia yang sebenar-benarnya. Giliran salah, dengan mudahnya berucap maaf. Tapi bila keadaannya dibalik, langsung diam seribu bahasa. Tria berdiri dari tempat duduknya. Hari ini ia ingin membuang semua kesakitan, ketakutan dan hantu masa lalu yang terus membayangi hidupnya selama enam tahun ini. Mumpung hantunya memang sedang ada di sini. Tria menghampiri tempat duduk Michael dan duduk tepat di sisinya. Ia kemudian memandangi Michael dengan mesra. Napas Mike terlihat tersangkut-sangkut di lehernya. Dama tidak bisa bersuara tetapi ia memandangi perbuatan Tria dengan tatapan marah dan tidak rela.Rasa sakit hati tingkat pertama, batin Tria. See?Baru juga berandai-andai si Dama ini sudah terlihat seperti iklan orang yang sedang sakit asma
Semenjak tempat persembunyiannya ketahuan, kehidupan Tria yang selama enam tahun ini tenang, seketika riuh rendah. Dimulai dari kedatangan kedua orang tuanya beserta Tama dan Liz. Kedua mertuanya dan tentu saja sahabat oroknya Bintang dan Altan. Bintang nyaris mencekik lehernya karena kesal ditinggal kabur begitu saja selama enam tahun lamanya. Altan bahkan ingin menanamkan chips di tubuhnya agar ia bisa melacak jejaknya kalau-kalau suatu hari ia akan kabur lagi. Untuk pertama kali selama enam tahun hidup merananya, Tria tertawa. Dua sahabat oroknya emang gokil abis.Banyak orang yang mengata-ngatainya bodoh, terlalu idealis, hanya karena masalah kecil sampai kabur sebegitu lamanya. Ia tidak menyalahkan pemikiran mereka. Mereka bisa berkata seperti itu karena mereka belum mengalaminya sendiri. Apakah ia menyalahkan orang-orang yang menyebutnya bodoh dan lebay itu? Tidak sama sekali. Kondisi batin tiap orang itu berbeda-beda. Mereka yang mengatakannya bodoh
Tria mendorong troley berisi kebutuhan untuk membersihkan kamar para tamu-tamu hotel saat suara bergetar sarat kerinduan memanggil lirih namanya. Tria sontak menoleh spontan.Adzan Akbar Dewangga dan Azka, putra kesayangannya! Bagaimana putranya bisa bersama dengan Akbar!Tanpa banyak bicara lagi, Tria meninggalkan begitu saja troleynya dan bermaksud untuk segera berlalu secepat mungkin dari tempat ini. Ia belum sanggup untuk bertatap mata kembali dengan suami pembohongnya. Suami. Bibir Tria terasa kebas saat menyebut kata suami."Room maid Rara. Apa seperti ini sikap seorang karyawan hotel bila sedang bertugas? Meninggalkan tamu begitu saja? Apakah seperti ini juga hasil briefing yang setiap pagi ditekankan oleh Bu Sari terhadap para bawahannya dalam house keeping departement? Tidak memberi salam pada tamu dan meninggalkan troley begitu saja di koridor? Begitu room maid Rara?" Langkah Tria terhenti.
"Iya, Nak. Itu photo Ayah dan Bunda sewaktu menikah dulu. Kamu sudah sebesar ini sekarang ya, Nak?Alhamdullilah ya, Allah. Alhamdullilah. Alhamdullilah. Alhamdullilah." Akbar terus menerus mengucap syukur seraya memeluk erat putranya yang juga balas memeluk tak kalah erat. Akbar merasa kalau tangan kecil putranya sampai gemetaran. Mereka berdua menangis keras di sudut jalan. Suara sedu sedan mereka segera saja menarik minat pengguna jalan lainnya. Akbar dengan cepat menggendong putranya masuk ke dalam mobil. Ia tidak ingin menjadi tonton gratis dan akhirnya viral di dunia maya."Sini, Nak. Duduk dipangkuan ayah. Ayah masih rindu." Akbar mengangkat tubuh putranya ke atas pangkuan. Ia masih tidak percaya kalau putranya telah ia temukan. Eh salah, putranya lah yang menemukannya. Putranya ini begitu cerdas dan tampan. Tria telah merawatnya dengan baik."Kata Om Thomas, Azka tidak boleh lagi duduk dipangku depan di bawah stir mobil. Azka sudah be
"Ka--kabar baik Se--Pak Sena." Tria menjawab tergagap pertanyaan Sena seraya terus mundur-mundur karena Sena terus maju mendekati tempatnya berdiri."Bapak tamu kamar ini ya? Saya--saya melihat kalau kamar ini sudah vacant clean, Pak Sena. Door entrance, skirting, desk table, chairs, window frame, coffee table, bed side table, wardrobe, semua sudah dalam keadaan clean. Bahkan wall, furnitures, paintings, lamps, floor, linen, dan ceiling pun dalam keadaan vacant clean. Saya tidak mengerti di mana letak ketidakrapiannya. Saya bahkan sudah double check dengan--""Kalau saya bilang tidak rapi ya tidak rapi, kan saya tamunya." Jawab Sena santai sambil terus maju. Tria sampai terduduk di ujung ranjang karena tidak bisa mundur lagi."Tapi ini sudah rapi semua Pak. Tidak ada lagi yang harus saya kerjakan di-- astaga! Apa yang Bapak lakukan?" Tria kaget saat Sena menariknya berdiri, dan meraih ujung duvet cover secara
Enam tahun kemudian."Azkaaa... cepetan dong pakai sepatunya. Bunda sudah terlambat ini. Nanti kalau gaji Bunda dipotong kita nggak bisa beli puzzle lagi lho."Seorang wanita muda yang terlihat kerepotan membawa dua bungkus plastik besar yang berisi makanan, meneriaki seorang bocah TK yang terlihat buru-buru memakai sepatunya. Si wanita muda menyerahkan bungkusannya kepada seorang pria gagah berkaca mata yang menunggu ibu dan anak itu di atas sepeda motornya. Si pemuda gagah menerima bungkusan makanan dan menyusunnya rapi agar tidak tumpah atau terbalik-balik isinya. Ketika si ibu kembali berteriak memperingatkan putranya sekali lagi, si pemuda tersenyum geli. Ibu dan anak ini selalu saja ribut setiap pagi."Azka sudah siap kok ini, Nda. Ya sudah kalau kita nggak bisa beli puzzle lagi, kita beli lego aja kali, Nda. Gitu aja kok repot." Si anak TK balas berteriak seraya berlari-lari kecil menyusul om dan bundanya ya