Share

Chapter 5

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2021-12-27 14:17:57

"Jadi bagaimana, Tri? Apakah kamu menerima lamaran Sena ini?" Ayahnya menanyakan keputusannya atas lamaran Sena. Ruang tamu mendadak hening. Ia duduk di sebelah kakaknya. Kedua orang tuanya duduk saling bersebelahan di hadapannya. Disamping kanan dan kirinya duduk kedua orang tua Sena dan juga Sena sendiri. Semua pandangan kini tertuju padanya. Sudah pasti mereka semua penasaran akan jawaban yang akan diberikan olehnya.

Tria terdiam. Ia memandang wajah kedua orang tua Sena dengan perasaan tidak enak. Siapa pun yang ada dalam posisi mereka, pasti amat sangat malu apabila lamaran mereka ditolak mentah-mentah. Istimewa Pak Bratayudha adalah orang besar negeri ini. Pasti akan ada konsekuensi yang akan diterima oleh keluarganya nanti, sebagai akibat dari rasa malu dan sakit hati sang mentri. Ia benar-benar berada dalam situasi yang sangat sulit.

"Apakah kamu tahu Tri, kalau kita berdua menikah maka semua bisnis ayah dan kakakmu akan semakin berkembang pesat. Bersatunya dua keluarga besar kita, akan semakin menyukseskan semua usaha-usaha kedua belah pihak dalam segala hal. Perpaduan nama besar ayahmu, kakakmu dan juga saya sebagai pelaku bisnis akan semakin kuat bila ditopang oleh posisi ayah saya dalam bidang legitimasi dan birokrasi. Bagaimana pun ayah saya mempunyai pengaruh yang kuat dalam bidang pemerintahan." 

Si Sena ini rupanya pintar sekali memanfaatkan situasi.

"Selain masalah duniawian, bukankah kamu juga akan bisa membahagiakan ayahmu karena telah membebaskannya dari tanggung jawab atas dirimu kepada saya? Memindahkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah kepada saya sebagai sebagai imam kamu maksudnya. Kamu ingin membantu ayahmu menggapai surganya bukan?" 

Bener-bener tukang cari kesempatan!

Sena mulai mencoba menekan Tria dari sisi emosionalnya. Ia tahu orang seperti Tria ini tidak akan mempan jika kerasi, tetapi ia akan luluh jika dibujuk. Ia telah berpengalaman dalam menghadapi berbagai macam karakter dan sifat wanita.

"Tolong lo jangan mempengaruhi adek gue dalam mengambil keputusan ya, Sena? Ini masalah serius. Dia yang akan menjala--"

"Assalamualaikum Om Aksa, Tante Lia, semuanya." Akbar tiba di ruang tamu. Syukurlah, sepertinya ia belum terlambat. Tria masih tampak kebingungan dan tertekan. Pasti ia belum memberi jawaban apa-apa. 

"Walaikumsalam. Kamu ada keperluan dengan Om atau Tama, Akbar? Tapi maaf, saat ini kebetulan kami sedang ada tamu. Kamu tunggu saja di ruang kerja Om dulu ya, Bar?" Aksa sebenarnya heran melihat kemunculan tiba-tiba Akbar. Pasti ada sesuatu yang membuatnya tiba-tiba ada di sini. Hanya saja ia tidak bisa menebak apa "sesuatu-nya".

Akbar terdiam sejenak. Menarik nafas panjang panjang beberapa kali. Setelah mengucap bismillah dalam hati ia pun siap memulai aksinya.

"Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin telah mengacaukan acara Om hari ini. Tetapi ada baiknya kalau Om dan Tante melihat dulu hasil test urine Tria ini sebelum acara dilanjutkan."

Akbar merogoh saku depan jaket dan mengeluarkan amplop putih berlogo Rumah Sakit Ibu dan Anak pada Aksa. Setelahnya ia berdiri di samping kiri Om Aksa yang duduk bersebelahan dengan Tante Lia. Ia menarik nafas panjang berkali-kali sebagai persiapan apabila ia harus menerima konsekuensi atas segala perbuatannya. Ia tahu berita besar yang ia bawa ini mungkin akan membuat dirinya babak belur. Mudah-mudahan saja ia tidak harus opname di rumah sakit atas hajaran Om Aksa dan juga Tama. Akbar melihat Tama mendekati ayahnya dan juga Tante Lia yang menggerakkan kepala mendekati suaminya.

"Lo mau membuat kerusuhan apa lagi, gay sialan?!" Bisik Tria yang penasaran atas amplop yang dibawa oleh Akbar. Ia sampai berdiri dari duduknya dan menghampiri Akbar. Tapi si beruang dingin ini malah menggeser tubuhnya sedikit menjauhinya.

"Jangan deket-deket, bukan muhrim." Ketusnya. Eh si anying, berasa kecakepan banget ini laki sebatang.

"Halah bukan muhrim, bukan muhrim. Lupa kemarin siapa yang nyium siapa? Perasaan dicintai lo, blekok!" Tria hampir saja memberikan sebuah uppercut ke rahang Akbar, sebelum ia sadar kalau situasi dan kondisi sedang tidak memungkinkannya untuk bersikap sembarangan.

"Saya dan keluarga minta maaf sekali kepada Pak Bratayudha, Ibu dan juga Sena. Berhubung ada sesuatu yang telah terjadi di luar kehendak dan prediksi saya, maka saya dengan amat sangat terpaksa menolak lamaran Bapak dan Ibu sekalian. Ada kondisi yang tidak memungkinkan saya untuk melanjutkan acara ini. Saya harap Bapak, Ibu dan juga Sena mengerti." Tria mengucap syukur alhamdullilah dalam hati. Akhirnya doa dalam hatinya dijabah juga oleh Allah Subhanawata'ala. Hanya saja ada yang aneh di sini. Ekspresi ayah dan kakaknya tampak seperti orang yang sedang menahan emosi mati-matian. Pasti sesuatu hal buruk yang telah terjadi.

"Alhamdulillahi Robbil' Alamin." Tria mendengar Akbar juga ikut mengucap syukur atas ditolaknya lamaran Sena. Walaupun Akbar mengucapkannya hanya dalam sebuah bisikan. 

Sena tiba-tiba saja berdiri. Wajah tampannya yang tadi berlihat begitu teduh, dewasa dan penuh dengan rasa percaya diri, sekarang tampak menyeramkan. Ia tidak terima dengan pernyataan ayahnya. Sifat aslinya akhirnya keluar juga. Sena tidak bisa menerima penolakan.

"Saya bersedia menerima apapun keadaan Tria, Pak Aksa. Mau dia itu hamil, bahkan sakit kanker stadium 4 sekali pun tidak masalah bagi saya. Saya ikhlas menerima apa pun keadaannya. Izinkan saya memiliki putri Anda, Pak Aksa." Tria sampai meringis ngeri mendengar betapa frontalnya kata-kata Sena. Kata-kata Sena malah terdengar mengancam alih-alih memohon. Malah nyumpahin dia lagi ujung-ujungnya. Hamil atau terkena kanker stadium 4 katanya? Kurang ajar!

"Anda mengerti bahasa Indonesia bukan? Jadi saya kira, saya tidak perlu lagi mengulangi kalimat-kalimat saya. Lia, tolong kamu antar tamu-tamu kita keluar, sayang." Perintah ayahnya pada ibunga. Ayahnya sudah mulai menunjukkan taringnya. Terlihat sekali kalau suasana hati ayahnya sedang buruk. Dan itu semua karena sebuah amplop yang dibawa oleh si beruang galak di sampingnya ini!

Tria melihat Sena ingin kembali membantah kata-kata ayahnya, sebelum sang mentri menarik tangannya dan melayangkan tatapan tajam. Sepertinya sang mentri dengan cepat bisa memahami situasi dan juga bisa membawa diri. Tanpa banyak cincong lagi, mereka bertiga mengikuti langkah ibunya menuju teras. 

Begitu tubuh ibu dan ketiga tamunya menghilang dibalik koridor, Tria kaget saat ayah dan kakaknya menerjang ke arah Akbar. Mereka berdua seperti kesetanan dan terus saja memukuli Akbar yang hanya mencoba menangkis sebisanya. Ayahnya seorang praktisi bela diri. Kakaknya Tama apalagi. Satu kepalan tangan mereka berdua ibarat sepuluh kali kepalan tangan laki-laki biasa. Begitu juga Akbar. Sebagai orang yang juga memahami seluk beluk bela diri, Tria tahu sebenarnya mudah saja bagi Akbar untuk mengelak, menangkis atau bahkan balas memukul. Tetapi alih-alih membalas ia malah menjadikan dirinya sasaran empuk bagi ayah dan kakaknya. Ada apa ini sebenarnya? Tria bingung.

"Sudahhh! Sudah! Stop Mas Aksa... Tama! Kalian berdua tidak boleh main hakim sembarangan. Biarkan Akbar menjelaskan semua permasalahannya dulu, baru kita semua bisa menentukan sikap. Sudah Mas! Sudah! Ayo Tri, bantuin Ibu misahin Ayah dan Kakakmu. Ngapain kamu malah bengong kayak joki three in one lagi nungguin mobil penumpang ? Cepet bantuin Ibu!" 

Tria yang sempat bengong beberapa detik, seketika menarik lengan kakaknya. Mengalungkan tangan kanannya ke leher kakaknya dalam gerakan memiting, sehingga kakaknya kesulitan untuk menggapai tubuh Akbar yang sudah tergeletak di lantai.

Ibunya lebih ekstrem lagi. Ibunya menarik pinggang ramping ayahnya dari belakang dengan sekuat tenaga, sehingga ayahnya terjatuh dalam posisi duduk. Kemudian membalik tubuh ayahnya dan menduduki perutnya sekaligus. Gerakan berikutnya adalah menahan leher ayahnya dengan siku tangan kanan yang ditekuk. Kini ayahnya sudah tidak bisa bergerak lagi. Beginilah seharusnya cara yang efektif untuk memisahkan orang yang sedang berkelahi dibanding dengan berteriak-teriak menyuruh berhenti. 

"Sekarang semuanya pada cooling down dulu, baru kita bicara baik-baik. Dan kamu Tria, segera ambil kotak obat dan obati muka bengep Akbar." Tanpa banyak tanya lagi Tria segera melaksanakan semua titah ibunya. Kalau sedang marah ibunya memang menyeramkan.

Saat ia kembali dengan kotak obat di tangan, semua orang telah duduk di sofa. Tetapi suasana masih mencekam. Ayah dan kakaknya masih terus saja memandangi wajah bengep Akbar dengan penuh kemarahan. Mau tidak mau ia berjalan mengitari sofa dan duduk di sebelah Akbar. Ia mulai membersihkan luka-luka luar wajah Akbar dengan kapas yang telah di bubuhi dengan cairan alkohol.

"Selagi luka-luka kamu diobati, sekalian juga kamu ceritakan soal hasil test urine kehamilan yang kamu akui sebagai kepunyaan Tria itu, Akbar." Gerakan tangannya yang sedang membersihkan bercak-bercak darah di wajah Akbar seketika terhenti. Hasil test kehamilannya? Dengan cepat ia merangkai-rangkai kejadian tadi dan kesimpulannya telah membuatnya benar-benar naik marah. Si Beruang kutub ini memberikan hasil test lab tentang kehamilannya rupanya. Pantas saja ayah dan kakaknya mengamuk. Baru saja ia ingin memaki Akbar, ibunya mengangkat tangan kanannya. 

"Biar Akbar saja yang menjelaskan segalanya, Tria. Ada giliran kamu berbicara nanti. Sekarang ibu ingin mendengar penjelasan versi Akbar."

"Sebelumnya saya minta maaf atas segala kekacauan yang saya setting ini. Saya ingin mengatakan bahwa semua hasil yang tercetak di kertas laboratorium itu adalah palsu belaka. Saya yang memalsukan semuanya baik dari amplop maupun hasil akhirnya. Saya mengeprint semuanya melalui hasil lab kehamilan Michellia, adik saya." Tukas Akbar tegas. Mereka semua termangu. Tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu dari Akbar.

"Lalu untuk apa lo merekayasa semua itu? Untuk menggagalkan lamaran Sena pada gue?" Tanya Tria penasaran.

"Bener. Gue yakin banget lo juga nggak mau kan dilamar sama si Sena? Lo harusnya berterima kasih sama gue karena sudah menolong lo di saat yang tepat." Akbar menjawab kalem. Ia sedikit meringis saat Tria dengan sengaja menekan kuat luka si sudut bibirnya yang pecah.

"Kenapa kamu menolong Tria, Akbar? Kamu bahkan sampai rela bonyok begini untuk sesuatu yang tidak pernah kamu lakukan. Apa untungnya buat kamu? Kecuali... kalau kamu mencintai Tria. Apa kamu mencintai Tria, Akbar?" Pertanyaan Aksa membuat ruang tamu hening seketika. Mereka tahu, Akbar ini sifatnya persis sama dengan Dewa, ayahnya. Mereka adalah type laki-laki yang cuek dan nekadan. Apa pun yang mereka inginkan akan mereka raih bahkan dengan cara yang paling ekstrem sekalipun. Ayah dan anak ini sama-sama berpredikat sebagai orang-orang nekad. Dewa tidak pernah mengumbar kata cinta secara berlebihan pada Ory, istrinya. Sikapnya tetap saja cuek-cuek menyebalkan. Tetapi coba senggol istrinya. Ia pasti akan mengamuk persis seperti seekor banteng gila yang dikibari oleh kain merah. Kalau tidak percaya, coba saja. Dewa pernah mematahkan tangan Orlando Atmanegara dan juga menghajar habis-habisan Raven Artharwa Al Rasyid karena mencoba untuk mengusik istrinya.

"Saat ini belum. Entah kalau suatu hari nanti. Allah kan maha segala. Bisa saja suatu hari Dia akan membolak balikkan perasaan saya nanti. Wallahualam. Niat saya hanya sekedar ingin menolong. Sena itu seperti seorang psikopat dalam kerajaan kecilnya. Ia selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan dalam hidup ini. Reputasinya terhadap para wanita juga sangat tidak bagus. Ia mengambil apapun yang ditawarkan tanpa memikirkan konsekuensi. Saya hanya takut kalau ia akan menyia-nyiakan Tria setelah ia puas bermain-main dengannya. Itu saja. Niat saya pure ingin menolong. Tidak ada kepentingan apapun di dalamnya. Insya Allah." 

"Om yakin ada cara lain untuk memperingatkan Om dan Tria agar tidak menerima lamaran Sena bukan? Mengapa kamu malah memilih cara yang ekstrem seperti ini, Akbar." Tria tahu ayahnya tidak puas atas jawaban lugas dan penuh diplomasi Akbar. Sebenarnya ia juga tidak puas. Ia ingin tau alasan sebenarnya si beruang galak ini melindunginya sampai ia rela bonyok-bonyok begini dirame-ramein ayah dan kakaknya.

"Om benar. Memang banyak sekali cara lain. Tetapi orang seperti Sena itu harus ditegesin orangnya. Kalau saya hanya memperingati Om atau Tria, saya yakin Sena akan melakukan berbagai macam manuver untuk mematahkan segala alasan, Om. Dan jangan lupa, ia juga akan memberdayakan kedua orang tuanya untuk menekan om. Harus kita akui, ayahnya orang berpengaruh negeri ini. 

Akan tetapi kalau saya memakai cara yang secara terselubung mengisyaratkan kalau Tria sudah tidak akan mungkin lagi ia miliki, itu akan membuatnya memupus harapan untuk memiliki Tria lagi. Satu hal lagi, kedua orang tuanya pasti tidak akan mendukungnya lagi. Bagaimanapun sayangnya mereka pada Sena, pasti mereka ingin punya cucu dari darah dan daging mereka sendiri. Bukan dari benih orang lain. Inilah alasan saya melakukan rekayasa tentang kehamilan Tria."

Akbar menolehkan kepalanya kepada Tria yang saat ini telah selesai mengobati luka-lukanya sambil berkata," bukan karena saya mencintai kamu, preman pasar? Saya hanya menganggap kamu itu seperti adik saya sendiri, paham."

Nganggap adik sendiri tapi giliran sange diembat juga. Mana ada kakak normal yang semangat 45 kalo nyiumin adiknya? Ngeles aja ini si beruang buluk! 

"Om berterima kasih sekali karena sudah kamu tolong untuk menyelamatkan masa depan Tria, Bar. Tapi kamu melupakan satu hal. Nama Tria sudah tercemar karena dianggap telah hamil di luar nikah. Bagaimana pertanggung jawaban kamu akan hal ini?" Tria saling memandang sejenak dengan Akbar sebelum Akbar mengucapkan sebuat kalimat yang membuat Tria terdiam sejenak kehabisan kata-kata.

"Tidak masalah, Om. Sebelum saya melakukan hal ini saya juga sudah memikirkan konsekuensinya. Saya bersedia untuk menikahi Tria sebagai bentuk tanggung jawab saya yang sudah mencemari nama baiknya dan juga Om sekeluarga. Saya siap untuk bertanggung jawab kalau om mengizinkan tentu saja." Jawab Akbar tegas. Bola mata Tria membesar. Ini gay sebatang pasti pengen melakukan kamuflase untuk menutupi orientasi seksualnya yang menyimpang. Makanya ia mau menikahinya. Dasar kadal buntung!

"Eh lo laki apaan. Deket sama gue kagak. Pacaran juga kagak. Eh tetiba mau ngawinin gue aja. Lo sehat?" Sembur Tria gemas.

"Gue ini laki-laki sejati makanya gue niat nikahin bukan niat macarin. Laki-laki sejati itu nikahnya kagak pake pacaran-pacaran. Kalo laki-laki kw baru pacaran tapi kagak nikah-nikah. Inget itu. Lagian, pacaran juga nggak menjamin bahagianya suatu hubungan bukan? Buktinya gue pernah pacaran dua tahun, gagal. Lo pacaran setahun juga gagal. Nggak menjamin juga kan pacaran? Pikir pake otak lo yang segede--"

"Segede otak ayam maksud lo? Gue sunat dua kali baru tau lo!" Balas Tria kasar.

"Jangan. Kalo lo sunat gue dua kali yang rugi siapa? Lo juga kan?!" 

Related chapters

  • Wholehearted Love   Chapter 6

    "Noh liat si Tria makannya banyak beut kayak kuli. Apa ada ya orang yang patah hati tapi makannya selahap ini?" Decih Altan saat melihat Tria makan seperti orang yang sudah berhari-hari tidak melihat makanan.Tria nyengir saat melihat dua sahabat oroknya, Altan dan Bintang mendatanginya. Saat ini ia berada di cafe tempat nongkrong mereka SMA dulu. Seminggu telah berlalu sejak berita perselingkuhan Rapha dan Karin viral di dunia maya. Pada saat kejadian itu Altan tengah magang di luar kota sebagai syarat akhir tugas skripsinya. Sedangkan Bintang tengah diboyong Tian ke Surabaya. Tian terkadang suka membawa Bintang menemaninya bekerja kalau harus keluar kota dalam jangka waktu yang cukup lama. Makanya saat inilah mereka berdua baru bisa bertemu dengan Tria. Mereka bermaksud untuk membesarkan hati dan menghiburnya. Tetapi saat melihat kelakuan sahabat orok mereka ini, mereka berdua merasa sudah salah kaprah. Rugi sekali mereka khawatir berhari-hari sementara yang d

    Last Updated : 2021-12-27
  • Wholehearted Love   Chapter 7

    "Gue liat lo terobsesi banget ya sama gue, Bar? Minggu lalu lo ngaku-ngaku kalo udah buntingin gue. Terus lo juga berani-beraninya ngelamar gue. Udah gue tolak, sekarang lo masih usaha aja pengen ngekepin gue. Lo ini sebenernya pengen melakukan topik pengalihan issue atau bagaimana? Coba deh lo jelasin sama gue?" Tria melipat kedua tangannya ke dadanya. Memandang Akbar dengan tatapan skeptis. Sementara para nak muay farang yang tadi mengekorinya, memperhatikan perdebatannya dengan Akbar. Mungkin dalam benak mereka, Akbarlah coach di sini."Jangan menjawab pertanyaan gue dengan pertanyaan. Gue cuma mau lo jawab aja tantangan gue. Lo berani atau nggak? Kalo lo takut bilang aja. Manusiawi kok kalau manusia itu takut terhadap sesuatu. Apalagi kalau sesuatu itu ia yakini tidak dapat dihadapinya." Sahut Akbar santai.Wajah Tria memerah. Akbar secara tidak langsung ingin mengatakan kalau ia tidak yakin dapat mengalahkannya. Makanya ia takut.

    Last Updated : 2021-12-27
  • Wholehearted Love   Chapter 8

    "Ha--hallo Bi, gue bisa minta tolong kagak?" Tria berinisiatif untuk meminta kerjasama Bintang dalam membuat alasan atas ketidak pulangannya malam ini ke rumah. Saat ini ia ada di apartemen Akbar dan sang empunya apartemen sedang membersihkan diri di kamar mandi. Makanya ia bisa menelepon Bintang dengan bebas."Ck! Lo mau minta tolong apaan, Tri? Kalo bisa gue tolong, pasti lo gue tolongin lah. Sopan amat cara minta tolongnya. Pake nanya-nanya lagi. Ada apa sih emangnya? Serius amat, tapi kok suara lo lesu banget. Belum makan malem lo?""Iya belum. Gini, gue minta tolong ntar kalo nyokap, bokap atau kakak gue nelepon lo, lo bilang aja, iya gue nginep di rumah lo karena jabang bayi lo ngidam pengen barbeque. Gue minta tolongggg banget ya, Bi?" Dengan amat sangat terpaksa ia mengajak Bintang untuk berkonspirasi membohongi keluarganya. Kedua orang tuanya pasti curiga kalau dia tidak pulang ke rumah."Perasaan tadi siang ada

    Last Updated : 2021-12-27
  • Wholehearted Love   Chapter 9

    Tria merasa banyak sekali suara burung-burung yang sedang bercuitan di kepalanya. Hadeh ini burung siapa sih sekalinya bercuit berjamaah? Tapi tunggu... tunggu... sejak kapan kamarnya ada burung? Ia mengedip-ngedipkan matanya, sedikit silau oleh tirai yang sepertinya baru saja disibakkan. Hidung tajamnya mengendus-endus aroma parfum pria yang samar-samar ia kenali aromanya. Aroma parfum ini sepertinya berbahan dasar cengkeh dan musk. Ia seperti baru saja menghirup aroma parfum ini dari tubuh... Akbar! Astaghfirullahaladzim Allahuakbar, jangan-jangan dia ada di... di..."Selamat pagi, Tri. Sudah jam tujuh pagi lho ini. Ayo bangun dan sarapan. Nggak baik anak perawan bangun siang-siang. Eh sorry, lo kan udah nggak perawan lagi sekarang. Gue ulangi ya, nggak baik anak perempuan bangun siang-siang." Suara bariton Akbar membuat nyawanya yang masih separuh sadar langsung terkumpul semua. Ia ada di ranjang Akbar dalam keadaan acak-acakan. Bukan hanya dirinya yang lecek

    Last Updated : 2021-12-27
  • Wholehearted Love   Chapter 10

    "Anda ini siapa? Apakah kantor ini mempekerjakan karyawati dari rombongan sirkus musiman? Anda sepertinya sangat ahli melompat dan memanjat-manjat. Hanya kurang back sound ah uh ah, payung serta pisang saja sepertinya."Ia dengan cepat membalikkan posisinya dalam posisi siap sempurna.Pandangannya bertemu dengan tatapan tajam pria berahang persegi khas daerah Sumatera. Pasti ini auditor yang telah membuatnya ngos-ngosan mengangkut file-file lama yang bejibun. Hah, dikira ia takut apa? Apa pun ceritanya ia ini kan anak boss, sementara si tukang audit ini hanya orang gajian ayahnya. Si auditor ini bilang apa tadi? Karyawati dari sirkus musiman? Kurang suara ah uh ah payung dan pisang? Eh sianying,ia berani mengatai anak bossnya sendiri monyet!"Anda ini siapa? Mengapa Anda mengata-ngatai saya monyet?" Walaupun kesal Tria masih berusaha bersikap sopan. Bagaimana pun ini di kantor. Lain cerita kalau laki-laki ini menca

    Last Updated : 2021-12-27
  • Wholehearted Love   Chapter 11

    "Kalau saya tau kamu mau makan di sini ini juga, lebih baik tadi kita berangkatnya satu mobil saja dari kantor." Laki-laki sebesar pohon ini mendekati tempat duduknya dengan beberapa langkah panjang. Menarik kursi kosong di sampingnya dan duduk dengan santai. Tidak bernyata boleh atau tidak duduk di kursi itu. Barbarita ini memang selalu sepede ini.Akbar melirik Barita sekilas. Ia tetap diam sembari memainkan ponselnya. Tria menarik nafas panjang. Satu masalah belum kelar, eh satu masalah lagi sudah menghampiri. Inhale exhale... sabarrrr..."Eh rontokan gulali, lo jangan sembarangan ngakuin gue sebagai bini lo ya? Ngelamar kagak, ijab kagak, enak aja nyebut-nyebut gue bini lo. Tolong kondisikan mukut lo ya, Barbarita?" Tria merasa nafsu makannya menguap seketika karena bertemu dengan pria-pria aneh yang selalu saja nyrungsungin hidupnya. Untuk selanjutnya sepertinya duo Bar-Bar ini akan membuat hari-harinya semakin sulit saja.

    Last Updated : 2021-12-27
  • Wholehearted Love   Chapter 12

    Tria merasa ada yang aneh saat akan masuk ke dalam rumahnya. Bagaimana tidak aneh, ia melihat begitu banyak para pewarta dan awak media massa bergerombol di depan pagar rumahnya. Ada apakah gerangan? Ingatan tentang banyaknya orang-orang pers mengingatkan Tria pada skandal photo-photo dan video hot antara Tian dan Bintang beberapa bulan yang lalu. Saat itu ke mana pun Bintang melangkah, para pewarta yang mengenalinya akan terus mengejar-ngejar Bintang dengan alasan ingin melakukan wawancara exclusive. Padahal Tian dan Bintang sudah berkali-kali melakukan konfirmasi bahwa itu semua tidak benar. Tetapi nyamuk-nyamuk pers itu tetap saja merubunginya.Tok... tok... tok...Pintu kaca mobilnya diketuk beramai-ramai oleh para pewarta. Ia mendadak merasa seperti seorang selebritis yang sedang dikejar-kejar oleh paparazi. Ini sebenarnya ada apa sih?Untung saja Satpam rumahnya segera membukakan pintu gerbang sehingga ia bis

    Last Updated : 2021-12-29
  • Wholehearted Love   Chapter 13

    Drttt... drrttt... drttt...Tria menatap ponselnya yang bergetar di atas meja. Ada nama Sena sebagai pemanggilnya di sana. Sejenak, ia hanya menatap ponselnya yang ia letakkan di atas meja bernomor 8 itu dengan bimbang. Sesungguhnya ia sendiri juga tidak yakin dengan perbuatan nekadnya ini. Menemui Sena di salah satu restaurant pada saat jam istirahat di kantornya. Ia teringat kembali pada pembicaraan sesama staff ayahnya yang tidak sengaja ia dengar pagi tadi."Gue nggak tahu gimana cara ngasih makan anak bini gue kalau kantor kita ini sampai tutup karena bangkrut, Han. Mana bulan depan bini gue bakal lahiran anak kedua kami lagi. Apalagi nyokap gue kan lo tau sakit-sakitan melulu. Tiap bulan harus ada jadwal cek up lagi. Uang dari mana coba buat membiayai mereka semua? Gue suntuk banget, Han.""Ya sama, Gus. Gue juga kan harus membiayai anak bini gue. Belum lagi uang bulanan untuk biaya hidup kedua mertua gue yan

    Last Updated : 2021-12-29

Latest chapter

  • Wholehearted Love   Extra Part

    "Bang, Tri hamil lagi," Tria memberikan test pack pada Akbar dengan raut wajah lesu. Maira baru berusia tiga bulan dan ia sudah hamil lagi. Apa kata dunia coba? Rasanya baru kemarin ia merasakan sakitnya melahirkan, dan beberapa bulan lagi ia akan kembali merasakan sakit yang sama. Lama-lama ia merasa mirip dengan si Cikur. Kucingnya Bik Sari yang anaknya juga banyak."Alhamdullilah."Akbar mengucap doa syukur karena telah diberikan kepercayaan kembali olehAllahuntuk mengasuh seorang anak. Baginya tidak masalah seberapa anak yang dititipkanAllahpadanya. Selama ia mampu mendidik dan membesarkan mereka, ia akan menerima seberapa di kasihnya saja. Anak adalah rezeki."Kenapa kamu murung begitu sih, sayang? Kamu tidak bahagia diberi kepercayaan oleh Allah untuk dititipi seorang anak lagi?" Akbar menghampiri istrinya yang terduduk lemas di sofa kamar. Sepertinya is

  • Wholehearted Love   Chapter 45 (end)

    Tria membaringkan tubuh lelahnya yang berbalut bath rope di atas ranjang. Waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam. Hari ini adalah hari pernikahan ulangnya dengan Akbar. Dari pagi buta tadi ia sudah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dimulai dari make up, hingga persiapan mental dan spiritualnya dalam memulai hidup baru lagi sebagai sepasang suami istri dengan Akbar. Dan semua itu benar-benar menguras energinya. Ia dan Akbar memang tidak ingin menggelar acara pernikahan besar-besaran. Toh mereka hanya akan melaksanakan ijab nikah ulang. Lain dengan saat pernikahan mereka yang pertama kali pada enam tahun yang lalu. Waktu itu pernikahan mereka sangat megah, sakral dan meriah. Maklum saja pernikahan pertama kalinya.Para tamu undangan yang sebagian besar adalah keluarga dan kerabat dekat sudah membubarkan diri semua. Sebelum membubarkan diri mereka terus saja meledeknya dan Akbar dengan candaan-candaan berbau mesum. Papa Dewa mala

  • Wholehearted Love   Chapter 44

    Hari ini adalah hari ulang tahun mama mertuanya. Sedari pagi hari Azka sudah ribut ingin memberikan hadiah istimewa untuk oma tercintanya. Ia bahkan dengan rela memecahkan celengan ayamnya untuk memberikan hadiah yang spesial dari uangnya sendiri. Saat putranya bingung ingin memberikan hadiah apa karena uangnya tidak banyak, ia mengusulkan untuk membuat kue ulang tahun saja.Jadilah siang hari ini mereka sibuk berjibaku di dapur membuat cake yang bagus untuk mama mertuanya. Kemarin ia sudah resmi resign dari hotel dan akan segera kembali bekerja pada perusahaan ayahnya mulai senin depan. Jadi ia mempunyai waktu seminggu penuh untuk beristirahat dan leyeh-leyeh di rumah bersama dengan putra dan juga keluarga angkatnya. Mulai minggu depan ia dan Azka akan tinggal bersama dengan Akbar di rumah kedua orang tuanya setelah mereka berdua kembali menikah ulang. Ia tahu walaupun tidak ada ucapan talak, cerai atau pun pegat dari Akbar, tetapi mereka berdua telah ber

  • Wholehearted Love   Chapter 43

    "Bagaimana Dama? Kamu ini kan ratu drama. Mau merasakan bagimana rasanya jantung kamu kayak dicubit-cubit gemes gitu?" Tria menatap santai Dama yang seketika terdiam. Raut wajahnya serba salah. Inilah sifat manusia yang sebenar-benarnya. Giliran salah, dengan mudahnya berucap maaf. Tapi bila keadaannya dibalik, langsung diam seribu bahasa. Tria berdiri dari tempat duduknya. Hari ini ia ingin membuang semua kesakitan, ketakutan dan hantu masa lalu yang terus membayangi hidupnya selama enam tahun ini. Mumpung hantunya memang sedang ada di sini. Tria menghampiri tempat duduk Michael dan duduk tepat di sisinya. Ia kemudian memandangi Michael dengan mesra. Napas Mike terlihat tersangkut-sangkut di lehernya. Dama tidak bisa bersuara tetapi ia memandangi perbuatan Tria dengan tatapan marah dan tidak rela.Rasa sakit hati tingkat pertama, batin Tria. See?Baru juga berandai-andai si Dama ini sudah terlihat seperti iklan orang yang sedang sakit asma

  • Wholehearted Love   Chapter 42

    Semenjak tempat persembunyiannya ketahuan, kehidupan Tria yang selama enam tahun ini tenang, seketika riuh rendah. Dimulai dari kedatangan kedua orang tuanya beserta Tama dan Liz. Kedua mertuanya dan tentu saja sahabat oroknya Bintang dan Altan. Bintang nyaris mencekik lehernya karena kesal ditinggal kabur begitu saja selama enam tahun lamanya. Altan bahkan ingin menanamkan chips di tubuhnya agar ia bisa melacak jejaknya kalau-kalau suatu hari ia akan kabur lagi. Untuk pertama kali selama enam tahun hidup merananya, Tria tertawa. Dua sahabat oroknya emang gokil abis.Banyak orang yang mengata-ngatainya bodoh, terlalu idealis, hanya karena masalah kecil sampai kabur sebegitu lamanya. Ia tidak menyalahkan pemikiran mereka. Mereka bisa berkata seperti itu karena mereka belum mengalaminya sendiri. Apakah ia menyalahkan orang-orang yang menyebutnya bodoh dan lebay itu? Tidak sama sekali. Kondisi batin tiap orang itu berbeda-beda. Mereka yang mengatakannya bodoh

  • Wholehearted Love   Chapter 41

    Tria mendorong troley berisi kebutuhan untuk membersihkan kamar para tamu-tamu hotel saat suara bergetar sarat kerinduan memanggil lirih namanya. Tria sontak menoleh spontan.Adzan Akbar Dewangga dan Azka, putra kesayangannya! Bagaimana putranya bisa bersama dengan Akbar!Tanpa banyak bicara lagi, Tria meninggalkan begitu saja troleynya dan bermaksud untuk segera berlalu secepat mungkin dari tempat ini. Ia belum sanggup untuk bertatap mata kembali dengan suami pembohongnya. Suami. Bibir Tria terasa kebas saat menyebut kata suami."Room maid Rara. Apa seperti ini sikap seorang karyawan hotel bila sedang bertugas? Meninggalkan tamu begitu saja? Apakah seperti ini juga hasil briefing yang setiap pagi ditekankan oleh Bu Sari terhadap para bawahannya dalam house keeping departement? Tidak memberi salam pada tamu dan meninggalkan troley begitu saja di koridor? Begitu room maid Rara?" Langkah Tria terhenti.

  • Wholehearted Love   Chapter 40

    "Iya, Nak. Itu photo Ayah dan Bunda sewaktu menikah dulu. Kamu sudah sebesar ini sekarang ya, Nak?Alhamdullilah ya, Allah. Alhamdullilah. Alhamdullilah. Alhamdullilah." Akbar terus menerus mengucap syukur seraya memeluk erat putranya yang juga balas memeluk tak kalah erat. Akbar merasa kalau tangan kecil putranya sampai gemetaran. Mereka berdua menangis keras di sudut jalan. Suara sedu sedan mereka segera saja menarik minat pengguna jalan lainnya. Akbar dengan cepat menggendong putranya masuk ke dalam mobil. Ia tidak ingin menjadi tonton gratis dan akhirnya viral di dunia maya."Sini, Nak. Duduk dipangkuan ayah. Ayah masih rindu." Akbar mengangkat tubuh putranya ke atas pangkuan. Ia masih tidak percaya kalau putranya telah ia temukan. Eh salah, putranya lah yang menemukannya. Putranya ini begitu cerdas dan tampan. Tria telah merawatnya dengan baik."Kata Om Thomas, Azka tidak boleh lagi duduk dipangku depan di bawah stir mobil. Azka sudah be

  • Wholehearted Love   Chapter 39

    "Ka--kabar baik Se--Pak Sena." Tria menjawab tergagap pertanyaan Sena seraya terus mundur-mundur karena Sena terus maju mendekati tempatnya berdiri."Bapak tamu kamar ini ya? Saya--saya melihat kalau kamar ini sudah vacant clean, Pak Sena. Door entrance, skirting, desk table, chairs, window frame, coffee table, bed side table, wardrobe, semua sudah dalam keadaan clean. Bahkan wall, furnitures, paintings, lamps, floor, linen, dan ceiling pun dalam keadaan vacant clean. Saya tidak mengerti di mana letak ketidakrapiannya. Saya bahkan sudah double check dengan--""Kalau saya bilang tidak rapi ya tidak rapi, kan saya tamunya." Jawab Sena santai sambil terus maju. Tria sampai terduduk di ujung ranjang karena tidak bisa mundur lagi."Tapi ini sudah rapi semua Pak. Tidak ada lagi yang harus saya kerjakan di-- astaga! Apa yang Bapak lakukan?" Tria kaget saat Sena menariknya berdiri, dan meraih ujung duvet cover secara

  • Wholehearted Love   Chapter 38

    Enam tahun kemudian."Azkaaa... cepetan dong pakai sepatunya. Bunda sudah terlambat ini. Nanti kalau gaji Bunda dipotong kita nggak bisa beli puzzle lagi lho."Seorang wanita muda yang terlihat kerepotan membawa dua bungkus plastik besar yang berisi makanan, meneriaki seorang bocah TK yang terlihat buru-buru memakai sepatunya. Si wanita muda menyerahkan bungkusannya kepada seorang pria gagah berkaca mata yang menunggu ibu dan anak itu di atas sepeda motornya. Si pemuda gagah menerima bungkusan makanan dan menyusunnya rapi agar tidak tumpah atau terbalik-balik isinya. Ketika si ibu kembali berteriak memperingatkan putranya sekali lagi, si pemuda tersenyum geli. Ibu dan anak ini selalu saja ribut setiap pagi."Azka sudah siap kok ini, Nda. Ya sudah kalau kita nggak bisa beli puzzle lagi, kita beli lego aja kali, Nda. Gitu aja kok repot." Si anak TK balas berteriak seraya berlari-lari kecil menyusul om dan bundanya ya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status