Home / Romansa / When We Lost / THE MOST ELIGIBLE BACHELORETTE IN INDONESIA

Share

THE MOST ELIGIBLE BACHELORETTE IN INDONESIA

Author: Sehunata
last update Last Updated: 2021-10-02 22:19:43

Almi melangkah anggun menuju ruangannya, sebelah tangan memegang cup cappuccino panas mengepul, kedua telinganya disumbat oleh earpod yang terhubung dengan ponselnya yang mengalunkan lagu bernada semangat. Kantor masih sepi, hanya beberapa orang dari bagian produksi yang sedang menyelesaikan pekerjaan mereka dengan wajah letih. Sepertinya mereka sudah bekerja lebih dari dua puluh empat jam. Almi tersenyum saat anak buahnya menyapa. Ia kasihan juga pada mereka, tapi mau bagaimana lagi, itu adalah resiko pekerjaan mereka.

Almi masuk ke ruangannya yang wangi melati efek dari pot poury yang selalu ada di ruangannya. Ia meletakkan cup cappuccino dan tasnya di atas meja. Bibirnya kini ikut menyenandungkan lagu Way Back Into Love yang diputar. Lagu lawas yang selalu menjadi favoritnya.

Reta, sahabat sekaligus manajer produksi, buru-buru menghampiri Almi di ruangannya karena ia punya berita bagus untuk Almi. Reta mengetuk dua kali pintu kaca ruangan bosnya lalu membukanya dan masuk menghampiri Almi yang sedang meneteskan aromaterapi pada pot poury-nya. Benar-benar seperti ruangan dukun, pikir Reta.

“Kalau aja gue nggak tahu kebiasaan lo, pasti gue udah ngira kalo ruangan ini horor!”

Almi melepas sebelah earpod-nya karena melihat sosok sahabat sekaligus anak buahnya masuk. Almi menoleh pada Reta yang duduk disofa kecil ditengah ruangannya dan langsung menghampirinya.

“OB baru yang membersihkan ruangan ini malah bikin gosip katanya ruangan lo bau menyan,” kata Reta lagi.

Almi terkekeh. Ia mematikan musiknya dan melepas sebelah earpod lagi dari telinganya.

“Wangi ini selalu bikin gue rileks,” ujar Almi.

“Lama-lama kayaknya lo bisa makan melati, ya,” canda Reta.

“Haha! Gue nggak semaniak itu juga kali!”

“Oiya!” Reta teringat maksudnya datang ke ruangan Almi. “Kita dapet undangan keren, nih!”

“Apa?”

“Sekretaris lo belum ngasiin undangannya, ya?” – Almi menggeleng. “Kita akan berlayar ke Kanada dengan kapal pesiar mewah!”

“Wow! How come?” tanya Almi penuh minat. Berlayar denga kapal pesiar mewah ke Kanada adalah pengalaman pertamanya.

“Stasiun TV kita diundang dalam rangka nyobain kapal pesiar yang baru dibeli salah satu perusahaan transportasi di Indonesia. Mereka juga ngundang stasiun TV besar lainnya,” Reta menjawab dengan antusias. “Dan kita akan diberikan layanan VVIP dipesiar itu. Selain para pejabat dan stasiun TV yang diundang, ada beberapa artis juga yang diundang baik sebagai undangan maupun pengisi acara. Asyik, kan?”

“Dari kita siapa yang berangkat?” tanya Almi.

“Tentu aja elo, beberapa kru, dan please ajak gue, ya!”

Almi tersenyum lebar, “of course!

Reta bertepuk tangan girang. “Ah, thanks to you dear!

Almi hanya tersenyum. Tangannya meraih remot TV dan menyalakannya. Sebuah acara infotainmen pagi disiarkan oleh stasiun tv milik keluarganya yang kini dipimpinnya, I-Net TV. Sebuah berita tentang si jenius musik Indonesia yang sudah seminggu ini terus ditayangkan, membuat Almi mendengus dan memindahkan kesaluran lain.

“Eh! Kenapa dipindahin?” Protes Reta.

“Males ah! Beritanya tentang dia mulu! Nggak ada berita lain, apa? Reporternya nanti gue tegur, deh!”

Reta memukul lengan Almi dengan gemas. “Kalanda Ryan memang lagi jadi hot issue saat ini karena dia sukses kolaborasi dengan siapa tuh namanya? Ah, BTS! Boyband Korea kesukaan lo itu! Keren, kan?”

Almi mengangkat sebelah alisnya, “Ah, pasti dia bayar mahal ke BTS tuh biar mau duet sama dia! Heran deh! Dia pake dukun mana, sih, sampe bisa bikin cewek klepek-klepek kayak lo gitu? Dasar fakboi!” Almi menggeram gemas.

Reta si penggemar berat Kala nggak terima idolanya dijelek-jelekkan dan langsung membela idolanya tanpa ampun. “Lo liat dong senyumnya Kala... So adorable! Gue aja melting kalo liat senyumnya itu... Duh!”

Almi mencibir melihat Reta yang berusia setahun dibawahnya, dan dua tahun diatas Kala, mengedip-ngedipkan matanya genit seperti ABG yang lagi jatuh cinta pada idolanya. Almi jadi inget jaman-jaman dia ngidolain Westlife jaman dulu. Tapi kekecewaan memenuhi hatinya lagi saat ingat idolanya, Mark Westlife, mengaku kalau dirinya gay.

“Kayaknya si Kala ini sok playboy untuk menutupi bahwa dia homo, deh!” Almi berkata pedas, yang langsung disambar oleh tatapan penuh laser dari Reta yang bisa membuat gosong dirinya seketika.

“Awas lho! Gue kutuk lo naksir berat sama Kala! Bener-bener gue sumpahin! Swaaaa~,” Reta menggerakkan kelima jari tangan kirinya seolah-olah sedang memantrai Almi. Almi hanya terkekeh sambil mengibaskan tangannya dan berkata kalau itu tidak mungkin. Ia tidak suka lelaki yang lebih muda darinya apalagi yang sok kegantengan seperti Kala. “Dan semoga kutukan gue ini berlaku sama lo hari ini,” lanjut Reta. “Karena Kala akan datang ke studio untuk jadi bintang tamu variety show! Asyik... Gue bisa ketemu Kala!”

Almi menjulingkan matanya melihat gaya kecentilan Reta. Almi nggak mungkin naksir dengan Kala, rekor pacarannya tidak pernah dengan laki-laki yang lebih muda. Dan dia nggak ada keinginan untuk memecahkan rekornya itu.

Pintu ruangan Almi diketuk dari luar, kemudian Shelly – sekretarisnya – membuka pintu dan masuk ke ruangan.

“Selamat pagi Bu Almi, Bu Reta,” sapa Shelly.

“Pagi, Shelly!” balas Reta. Ia bangkit berdiri dan merapikan rok mininya, “gue balik ke ruangan dulu ya, Al! See you! Swaaaaa~,” tidak lupa ia mengutuk Almi sebelum keluar ruangan. Dasar edan!

“Ada apa, Shel?” tanya Almi begitu Reta sudah keluar dari ruangannya.

“Ini Bu, ada undangan. Pasti Bu Reta sudah cerita, kan?” Shelly menyerahkan selembar undangan cantik berwarna cokelat pada Almi.

Almi menerimanya sambil mengangguk. “Terima kasih, ya. Oya, hari ini saya ada pertemuan penting nggak?”

“Oh, tidak ada Bu. Hari ini Ibu hanya perlu menghadiri acara pembagian hadiah undian yang diadakan stasiun TV kita. Itu pun nanti jam tiga sore,” jawab Shelly.

Almi mengangguk. Kemudian Shelly undur diri keluar dari ruangan. Sepeninggal Shelly, Almi membuka undangan tersebut dan membacanya dengan jantung yang berdebar. Dua puluh dua hari lagi sebelum tanggal keberangkatannya. Oh, Almi benar-benar tidak sabar!

*

Almi sedang serius membalasi chat Reta yang tak henti-hentinya menggodanya soal Kala ketika Shelly mengetuk pintu ruangan Almi dan masuk ketika Almi mempersilakan. Gadis muda itu membawa sebuah majalah gaya hidup wanita dan menaruhnya di atas meja kerja, wajahnya tersenyum lebar memandang bosnya. Ia selalu kagum dengan bosnya ini, sudah cantik, pintar, mandiri, dan keren! Shelly selalu ingin bisa se-tough Almi dalam hal pekerjaan dan juga mencari pasangan hidup. Ia tahu bahwa hingga usia Almi kini tiga puluh dua tahun dan belum juga memiliki pasangan hidup, itu karena Almi ingin mendapatkan pria yang benar-benar dapat menjadi kepala keluarga yang bertanggungjawab dan mencintainya apa adanya. Shelly juga tahu kalau bosnya ini sangat mensakralkan pernikahan hingga tidak ingin pernikahannya jika kandas ditengah jalan seperti artis ataupun pejabat yang dengan mudahnya kawin-cerai.

“Kok kamu senyum-senyum gitu ngeliat saya, Shel?” tegur Almi, membuat Shelly terhenyak dan malu karena kepergok sedang memperhatikan.

“Tidak Bu. Ini, wawancara Ibu tempo hari sudah terbit,” sahut Shelly.

Almi melirik majalah dengan cover seorang top model Indonesia bernama Hellen, yang Almi tahu gosipnya adalah mantan pacar Kala, yang ada di atas meja. Almi mengatakan terima kasih pada Shelly, setelah ditinggalkan Shelly sendiri ia meraih majalah itu dan mencari halaman yang ada artikel tentang dirinya. Almi tersenyum puas saat melihat foto yang dimuat dalam artikel tersebut. Ia terlihat sangat-sangat luar biasa! Apalagi dengan judul yang menguatkan kesan superb fotonya.

THE MOST ELIGIBLE BACHELORETTE IN INDONESIA

Judulnya saja membuat dada Almi yang memiliki ukuran cukup besar semakin membusung. Ia bangga akan dirinya sendiri. Pengorbanannya selama ini tidak sia-sia. Ia membayangkan bagaimana ekspresi teman-temannya yang dulu ketika SMA selalu memandangnya sebelah mata karena ia anak orang kaya, cerdas, tapi di cap sombong, dianggap tidak bisa melakukan apapun sendiri, dan berkepribadian jelek. Well, sebenarnya bukan berkepribadian jelek, hanya saja Almi yang tidak terlalu pandai berteman membuatnya seolah memiliki sifat pilih-pilih teman. Tapi toh, semakin ia dewasa, kepribadiannya semakin terasah dengan baik.

Tapi rupanya kebanggaannya itu membuat ego para mantan pacarnya sedikit terluka. Menurut mereka Almi terlalu mandiri, terlalu hebat dalam segala hal, dan mereka merasa tidak dibutuhkan. Almi menghela napas berat saat mengingatnya. Tidak ada yang tahu bahwa terkadang disaat ia kelelahan ia butuh seseorang untuk memeluknya. Walaupun dia terlalu gengsi untuk mengakuinya.

Almi tersenyum geli saat ingat kutukan yang diberikan oleh Reta. Yang benar saja, pria yang lebih dewasa saja tidak cukup dewasa dalam menghadapinya, apalagi dengan yang lebih muda, yang notabene egonya masih cukup tinggi.

Telepon di atas meja berbunyi. Ia mengangkatnya dan Shelly menyambungkan teleponnya dengan sipenelepon yang ternyata adalah Reta.

“Hai the most eligible bachelorette in Indonesia!” Sapanya setengah menyindir.

“Asem! Diem lo!” Maki Almi.

Reta tertawa puas. “Gue nggak apa-apa deh dapet julukan the more eligible bachelorette in Indonesia juga,” khayal Reta, cukup konyol hingga membuat Almi terbahak. “Puas banget lo ketawanya!”

“Lagian lo aneh-aneh aja. Mana ada julukan kayak gitu!” Cibir Almi. “Eh, Shelly udah ngasih undangannya nih ke gue, lo siap-siap ya.”

“Oke Bu bos!” Seru Reta semangat. “Gue perlu bawa bikini nggak?”

Almi memutar bola matanya, “emang lo mau nyemplung ke laut?”

“Yah, kan bisa berenang bareng si lumba-lumba pake kacamata hitam sambil nyanyiin lagu ‘si lumba-lumba! Ayo makan dulu!’, terus pura-pura tenggelam dan ditolong sama the most eligible bachelor in Indonesia!”

Almi terbahak lagi. “Dasar sableng! Apa hubungannya lagu Bondan Prakoso sama ditolong the most eligible bachelor?”

Bicara dengan Reta memang kebanyakan hal-hal nggak penting yang cukup menghibur. Memang edan sahabatnya yang satu ini. Almi jadi ikutan kepikiran dengan lelaki penyandang julukan itu, apa dia akan datang juga? Wah, bisa cuci mata nih. Asyik...

“Lo juga pasti lagi ngebayangin si the most eligible bachelor in Indonesia juga, deh...” tuding Reta.

“Tapi nggak segila pikiran lo!” Sembur Almi, membuat Reta terkikik. “Udah, ah! Ngomong sama lo bisa bikin gila!”

“Tapi suka, kaaannn?”

“Gilaaaaaaaaaa!” Pekik Almi, berakting dia stres.

Reta terbahak. “Oiya, mau ikut gue nggak jam sepuluh nanti?”

“Kemana?”

“Ke dalam usaha membuat kutukan gue terwujud,” sahut Reta.

Almi tahu maksud Reta adalah menonton Kala syuting variety show. “Aduh, gimana ya... si the most eligible bachelorette ini sibuk, nih!”

“Ih najong! Pokoknya gue seret lo nanti ya! Beware... Beware...” Kata Reta sebelum akhirnya menutup telepon. Almi menghela napas, mencoba menahan kegeliannya. Tapi selalu menyenangkan setelah berbicara dengan Reta, beruntung ia mempunyai sahabat seperti Reta. Pertemanannya dengan Reta cukup unik karena jarang sekali mereka membicarakan orang lain – terutama perempuan. Kalau membicarakan laki-laki sih sering banget! – apalagi membiacarakan kejelekan orang alias gibah. Mereka lebih sering membahas idola Kpop mereka dan gosip terbaru seputar selebriti Hallyu itu. Memang cukup gila dan labil mengingat diusianya yang tiga puluhan tapi masih mengidolakan artis boyband negara ginseng itu.

Pernah suatu hari Reta dan Almi saling menghina dengan mengatakan bahwa sampai kapanpun mereka tidak akan mendapatkan lelaki untuk dinikahi selama standar lelaki mereka adalah Kim Seon Ho dan Ji Chang Wook (untuk Almi) dan Song Jong Ki dan Suga BTS (untuk Reta).

Dan benar saja, pukul sepuluh kurang sepuluh, Reta masuk ke ruangan Almi dan menyeretnya menuju studio yang berada digedung lain lingkungan kantor. Almi protes tapi tetap saja mengikuti Reta yang terus menarik tangannya. Anak buah mereka menyapa begitu mereka memasuki ruang studio yang sedang persiapan untuk mulai syuting off air. Saat ini panggung yang diset untuk syuting sedang mempersiapkan sang pembawa acara yang adalah empat orang artis dan juga komedian yang menjadi host tetap acara ini. Para penonton yang sepertinya anggota fans club Kala sudah duduk rapi di depan panggung untuk menonton syuting idolanya.

Almi menggelengkan kepala melihat para ABG itu membawa-bawa poster Kala dan karton besar bertuliskan ‘KALA I LOVE YOU’. Reta menyeret Almi hingga disebelah camera person. Reta tidak kalah hebohnya dengan ABG itu menunggu Kala muncul. Almi celingukan mencari sosok Kala yang sangat diidolakan itu, tetapi laki-laki itu tidak ada, kemungkinan sudah berada di backstage.

Jam sepuluh tepat, syuting dimulai. Para penggemar disuruh tidak terlalu ribut, dan hanya berkomentar seperlunya. Jika dilanggar, maka para penggemar akan dikeluarkan dari studio dan mendapat hukuman untuk tidak boleh menonton setiap Kala syuting di I-net TV. Dan it works. Para penggemar tersebut menuruti permintaan PD[1]. Acara pun dimulai dengan pembukaan dari para host kemudian Kala pun muncul. Reta memekik tertahan saat melihat Kala muncul dengan senyumannya yang mendapat predikat the most adorable smile itu. Almi mengakui kalau senyum Kala memang begitu... Memesona.

Almi mendengus saat hatinya mengakui pesona Kala. Jangan sampai kutukan Reta benar-benar terjadi padanya. Ia akan sangat gengsi mengakuinya pada Reta nanti.

[1] Singkatan dari Program Director

Related chapters

  • When We Lost   INDONESIAN GENIUS MUSICIAN

    Ada satu sesi ketika para host menanyakan apa sihir yang dimiliki Kala. Kala menelengkan kepalanya untuk memikirkan jawaban untuk pertanyaan tersebut. Sihir? Sulap saja dia tidak bisa, apalagi sihir! Ah, Kala menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut.“Everytime i blink my eyes, every songs that i have made became hits,” jawabnya, dikuti dengan sorakan dari para penonton. Kala tersenyum malu dengan jawabannya sendiri. Ia tidak bermaksud menyombong, tapi itulah kenyataannya. Kala melemparkan senyum pada para host yang juga bersorak untuknya.Pertanyaan pun kembali diberikan untuknya. Dari soal kolaborasinya dengan BTS hingga masalah pribadi seputar perempuan yang sedang dekat dengannya. Kala paling malas menajawab pertanyaan yang menurutnya pribadi. Soal perempuan dan soal predikat playboy yang disandangnya. Rasanya siapapun yang sedang dekat dengannya tidak ada urusan apapun dengan oranglain, tapi ia sadar it

    Last Updated : 2021-10-02
  • When We Lost   THE FACTS

    Hari Minggu adalah hari yang sempurna untuk bermalas-malasan dan bercumbu dengan kasur. Almi mematikan semua alat telekomunikasinya dan memenuhi hasrat tidurnya yang selalu kurang di hari biasa. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, dan Almi sudah tidak bisa tidur lagi. Akhirnya ia meraih remot TV dan menyalakannya tanpa menontonnya. Ia malah meraih novel yang belum sempat diselesaikannya, dan mulai membacanya.Tiba-tiba ia teringat dengan jawaban sombong Kala saat diwawancara tempo hari. Seketika itu juga Almi menjadi sebal dan makin tidak menyukai Kala. Rasanya kutukan Reta tidak pernah akan terwujud karena setelah melihat penampilan dan senyum Kala pun, Almi sama sekali tidak tertarik dengannya. Karena tulisan-tulisan dalam buku novelnya tidak ada yang dapat dicerna, Almi akhirnya beringsut menuju kamar mandi dan membasahi seluruh tubuhnya dengan air yang meluncur dari shower. Ia membiarkan pancuran air memijat kepala dan punggungnya, melepas stres bekerja dan jug

    Last Updated : 2021-10-02
  • When We Lost   HATE FOR VERY FIRST SIGHT

    Satu minggu sebelum berlayar, Kala memiliki jadwal untuk perform di I-net TV dalam acara musik mingguan yang dilakukan di dalam ruang studio. Penonton sudah berkumpul ketika Kala tiba bersama manajer dan krunya. Mereka langsung menuju backstage untuk bersiap perform.Tiba saatnya Kala untuk naik ke panggung. Ia menyapa para penonton yang histeris melihatnya. Kala menyanyikan lagu pertama dan kedua dengan lancar. Tetapi saat lagu ketiga dimainkan, entah bagaimana bisa terjadi, kabel-kabel disisi panggung mengeluarkan percikan api hingga akhirnya lampu padam dan api muncul.Kebakaran!Kala mencoba untuk tenang, tapi kepanikan segera menguasai dirinya hingga dia tidak bisa melakukan apapun, bahkan untuk bergerak pun tidak bisa. Api dengan cepat menjalar di karpet panggung dan mengepung Kala yang berdiri ditengah bersama band pengiringnya.“Kala! Apa kita akan mati sekarang?” tanya Josh panik sambil menutupi hidungnya ag

    Last Updated : 2021-10-02
  • When We Lost   THE DAY

    Meskipun dalam keadaan badan masih kaku akibat balap lari bersama Kala dan ada bekas luka bakar dikakinya, tidak menyurutkan niat Almi untuk ikut liburan dengan kapal pesiar. Pagi-pagi sekali ia dijemput oleh supir kantor dan memutar untuk menjemput Reta, kemudian pergi ke pelabuhan. Kejadian kebakaran kemarin masih membuat Reta sedikit syok. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam bencana tersebut, hal tersebut membuat Almi dan Reta masih bisa menghadiri undangan ini.“Lo udah baikan?” Tanya Almi sambil melirik perban dibetis Almi.“Gue nggak pernah kenapa-kenapa,” sahut Almi. “It’s nothing.”Reta menggelengkan kepalanya melihat ketabahan dan ketangguhan sahabatnya. Kalau hal itu menimpa dirinya, mungkin sekarang ia sedang berada di rumah sakit dan merengek ditemani Wilmar. Tidak aneh para mantan pacar Almi menganggap mereka tidak dibutuhkan.“Kalo lo ngerasa nggak baik, lo nggak usah pergi aja,&rdqu

    Last Updated : 2021-10-02
  • When We Lost   BAD FEELING

    “Lo curi start!” tuding Reta saat ia dan Almi berjalan berdua menuju kamar untuk bersiap makan siang. Almi tahu maksud Reta dan hanya tertawa puas. See? Dia bisa dengan mudah menggaet pria manapun, tapi yang susah adalah mempertahankan mereka untuk tetap di sampingnya. Tapi Fabian cukup menarik juga untuk menjadi teman selama perjalanan ini. “Fabian bener-bener ganteng, ya!” kata Reta sambil mengaitkan kedua tangannya didepan dada. “He is!” Almi mengangguk setuju. “Dia asyik diajak ngobrol juga. Wajar dia menyandang gelar itu, karena dia memang berwawasan luas.” Almi jadi teringat dengan lelaki bodoh yang pasrah akan dipanggang api kemarin. Buru-buru ia mengusir bayangan Kala karena tidak mau merusak bayangan sempurna Fabian di kepalanya. “I love smart guy.” “And i love his abs!” ujar Reta. Lalu keduanya terbahak. Keduanya masuk ke kamar masing-masing untuk bersiap makan siang. Almi keluar tepat jam

    Last Updated : 2021-10-24
  • When We Lost   LOST

    Almi berhasil naik ke sekoci dengan bantuan Kala. Ia telah melempar carry on luggage-nya ke dalam sekoci. Ombak masih cukup besar hingga sekoci pun terombang-ambing tidak stabil. Almi dan Kala terbatuk-batuk setelah berhasil naik ke sekoci. Rupanya cukup banyak air yang masuk ke hidung maupun mulut mereka. Almi berusaha memandang ke arah kapal pesiar mewah dikejauhan yang lampunya mulai padam. Beberapa kali terlihat letusan pistol tanda darurat ditembakkan ke langit. Almi berulang kali menyebut nama Tuhan dan mengagungkan kebesarannya. “Reta... Apa dia selamat?” Tanya Almi pada Kala yang juga sedang memandang pasrah pada kapal yang seolah siap tenggelam. Kala mengangguk meskipun tidak yakin, “dia sudah naik ke sekoci.” Almi menghela napas lalu dengan keseimbangan yang terganggu, ia membuka penutup sekoci agar bisa lebih bebas bergerak dan tidak duduk terlalu dekat dengan Kala. Kala bergerak membantu Almi. Hujan masih turun dengan deras, Almi

    Last Updated : 2021-10-24
  • When We Lost   IN EMERGENCY TIME

    Hari ketiga Almi dan Kala terombang-ambing di lautan tanpa kejelasan nasib. Laut begitu tenang, tidak ada tanda-tanda kedatangan kapal sama sekali. Almi sudah hampir gila karena tidak ada yang bisa dilakukannya. Ponsel yang digunakannya untuk mendengarkan musik selama dua hari ini sudah mati karena baterainya habis. Jadi ia hanya merebahkan diri sambil sunbathing mumpung cuaca hari ini cerah. Namun karena matahari semakin panas dan kulitnya mulai merah-merah, Almi merangkak masuk ke dalam sekoci yang tertutup. Lain dengan Kala, laki-laki itu nampak serius dengan buku lagunya yang telah benar-benar kering dan siap untuk ditulisi lagi. Keduanya tidak saling bicara sejak pertengkaran mereka pada dua malam sebelumnya, hingga kini keduanya menjalani hari tanpa mengacuhkan satu sama lain. Hal ini cukup menyiksa Kala sebenarnya, karena terkadang dia bisa mendengar suara pakaian yang dilepas dan dipakai kembali dari bagian dalam sekoci yang tertutup. Kala membayangkan Almi

    Last Updated : 2021-10-24
  • When We Lost   A KISS

    Kala terbangun ketika sinar matahari menyorot dirinya dengan terik. Kala perlahan membuka kelopak matanya karena silaunya sinar matahari cukup menyakiti pupil matanya. Kala akhirnya bisa melihat walaupun dengan mata menyipit. Ia memandang ke sekeliling dan menyadari bahwa dirinya sendiri di sekoci ini. Kala buru-buru bangkit dan menunduk melihat ke dalam bagian kapal yang ditutup. Kosong.“Almi!” teriak Kala. Tidak ada respon. “ALMIIIIIII!!!” Kala berteriak lebih keras.Kala menahan napas. Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Almi ketika tidur? Apa gadis itu terjatuh ke laut dan dimakan ikan hiu? Kala melongok keluar sekoci, mencoba melihat tanda-tanda keberadaan Almi. Jantungnya berdegup kencang, ia nggak bisa membayangkan jika ditinggalkan sendiri dengan cara seperti ini.“Hey, Kala!” Almi muncul kepermukaan di belakang sekoci. Ia menggerakkan lengan dan kakinya untuk mencapai sisi sekoci tempat Kala yang kini sedang melotot

    Last Updated : 2021-12-14

Latest chapter

  • When We Lost   EPILOG

    Dua minggu kemudian... Kala dengan bosan membuka situs berita online untuk mengetahui berita terbaru yang terjadi di Indonesia selama dirinya berada di Amerika dua minggu ini untuk meeting dengan Ariana Grande mengenai proyek album kompilasi mereka. Kala menyelonjorkan kakinya disofa panjang diruang televisi dan harus pasrah Reka praktek padicuring kakinya. Cewek itu baru saja belajar manicure dan padicure dengan make up artist pribadi Ariana Grande saat di Amerika. “Kala! Jangan digerakin kakinya!” omel Reka saat Kala tiba-tiba menarik kakinya dan duduk bersila. “Ini,” Kala memperlihatkan layar tablet-nya yang sedang membuka sebuah artikel. “is it true?” “I guess so...” sahut Reka tidak yakin. Ia membaca artikel itu dengan seksama hingga selesai lalu berkomentar. “Waw... padahal mereka perfect together.” Reka melirik Kala yang sedang nampak bengon

  • When We Lost   DOUBTFULL

    “Saya terima nikah dan kawinnya Almira Sekarayu binti Bagas Wicaksana dengan mas kawin seperangkat alat solat dan seperangkat perhiasan emas dua belas karat dibayar tunai.” “Sah?” “Sah!” Terdengar suara riuh rendah tepukan tangan dari para keluarga dan teman yang menghadiri akad nikah Fabian dan Almi. Almi melirik Fabian yang juga sedang meliriknya sambil tersenyum. Gue jadi istri Fabian? Gue resmi jadi istri Fabian? Gue akan melayani Fabian, mengatur rumah tangga, memiliki anak-anak dari Fabian? Apa ini? Apa ini yang gue inginin? Apa gue mencintai Fabian? TIDAK!!! Almi membuka matanya lebar-lebar, memandang kegelapan yang terpetakan di hadapannya. Lama kelamaan matanya terbiasa dengan kegelapan yang menyesakkan itu dan ia bisa melihat langit-langit kamarnya, lalu perabotan familiar yang ada dikamarnya. Oh Tuhan... Itu barusan cuma mimpi. Almi beringsut dari tempat tidurnya dan melangkah menuju kulkas untuk mengambil sebotol air mineral dingin

  • When We Lost   GOODBYE

    Mobil Kala berhenti di depan apartemen Almi. Kala menoleh pada Almi yang sedang membuka seat belt-nya. Wajah wanita itu masih muram dan matanya sedikit sembab. Terbersit lagi kejadian saat mereka berbicara empat mata diatap hotel setelah acara peluk-pelukan sambil menangis. [“Kenapa hal kayak gini harus terjadi sama gue?” Almi mendesah. “Batalin pernikahan lo.” Almi mendesis, “lo pikir ngebatalin pernikahan kayak ngebatalin pesta ulang tahun?” Almi menggeleng. “Fabian akan setengah mati membenci gue, dan mungkin minta ganti rugi untuk semua biaya yang udah dikeluarin dalam persiapan pernikahan ini – “ Kala memotong cepat, “gue yang akan menanggung ganti ruginya!” Almi menggeleng lagi, “lo gak mikirin keluarga gue? Keluarganya Fabian? Bakal banyak yang dirugikan dan disakiti disini. Kita bukan hidup didunia sinetron ataupun drama Korea, Kala.” “Lo sendiri apa bahagia den

  • When We Lost   VALENTINE WITH KALA

    VALENTINE WITH KALA. Demi Naruto, Doraemon, Shinchan, Nobita, aaaarrrggghhh dan apapun di dunia ini! Dirinya pasti sudah gila karena rela diseret Reta ke CookieLuck, sebuah bar&lounge di bilangan Kemang, yang pada malam valentine ini menjadi tempat mini concert sekaligus launching mini album baru Kala. Almi bergerak-gerak gelisah disamping Reta yang sedang menikmati cocktail yang disediakan secara gratis. Acara diset seperti private party yang dibatasi pengunjungnya. Hanya tamu undangan yang memiliki undangan saja yang bisa masuk. Dan Almi bingung kenapa dirinya bisa mendapat undangan tersebut. Reta melirik Almi yang berdiri seperti cacing kepanasan disampingnya. Punggung mereka disandarkan pada meja bar dan kedua tangan mereka memegang gelas berisi cocktail. Segaris senyum membingkai wajahnya, kalau rencananya malam ini berhasil dia pasti akan merasa berdosa sekali pada semua orang. Tapi demi kebahagiaan Almi

  • When We Lost   MISSING YOU

    Valentine. Siapa yang peduli dengan valentine? Kala mencibir sambil terus menggerakkan scroll laptopnya ke bawah, melihat artikel mengenai mini album-nya yang akan launch pada tanggal empat belas Februari yang berarti sebelas hari lagi. Kala mengecek berita tentang dirinya dan juga mini albu­m-nya dan melihat tanggapan pendengar musik Indonesia terhadap mini album barunya ini. Sejauh ini belum ada tanggapan negatif yang berarti, kebanyakan mereka menunggu albumnya. Teaser video klipnya yang berjudul Missing You baru diunggah kemarin di youtube pun mendapat respon baik dan sudah mendapat satu juta lebih penonton. Kala hanya mengangguk-anggukkan kepala, puas dengan hasil kerjanya selama dua bulan ini. Dua bulan, ya? Kala menghela napas sambil melirik tabloid gosip di atas meja yang diberikan Reka tadi malam. Sebuah artikel lengkap dengan foto Almira dan Fabian yang akan melangsungka

  • When We Lost   MARRY ME

    Seperti yang sudah Almi duga, Reta bereaksi heboh saat diberitahu soal Fabian menciumnya semalam. Reta membelalakkan matanya, mulutnya terbuka, dan memandang Almi dengan pandangan bahagia seperti Nobita jika diberitahu bahwa dia mendapat nilai seratus. “How did it feel?” Reta bertanya sambil mencondongkan tubuhnya pada Almi yang berada diseberang meja. Almi menelengkan kepala, mencoba mengingat bagaimana rasanya bibir Fabian. Tapi yang terbayang di kepalanya justru saat Kala menciumnya. Almi memejamkan matanya seakan ingatan tentang bibir Kala di bibirnya menyakitkan. Almi membuka matanya dan memandang Reta yang memandangnya penuh minat, menanti jawaban darinya. Almi menghela napas. “Lo nggak nikmatin ciumannya, kan?” tebak Reta dengan pandangan penuh selidik. Oh God apakah Almi setransparan itu hingga sahabatnya akan tahu semua pikiran dan hatinya? Almi berdiri dari kursinya, berdiri menghadap jendela, membelakangi Reta. Matanya mem

  • When We Lost   PILLOW TALK

    Sejak pagi Kala mengurung dirinya di studio untuk menyelesaikan lagu barunya yang liriknya ditulis saat di sekoci. Lagu yang diinspirasikan dari Almi yang saat itu begitu menarik dimatanya dan juga membuat ia ingin menjadi lebih dekat dengannya. Tapi yah... Almi sudah menolaknya mentah-mentah. Apakah harga diri Kala terluka? Jelas. Kalau saja ada perban atau band-aid untuk luka hati pasti hatinya sudah tertutup oleh plester luka tersebut. Pikiran Kala terus teralih pada Almi meskipun ia terus berusaha menciptakan nada demi nada untuk lagunya. Dan Kala berhasil, entah bagus atau tidak lagu ini ia tetap berhasil menyelesaikannya.Kala memainkan kembali lagu tersebut sambil merekamnya dengan menggunakan ponsel untuk memastikan apa lagu ini bagus atau tidak. Selesai merekam, Kala memanggil Reka dan Jerry yang kebetulan sedang ada di rumahnya. Ia menyuruh manajer dan asisten pribadinya untuk mendengarkan dan memberi komentar tentang lagunya.Jerry dan Reka saling l

  • When We Lost   THE SURVIVOR

    Matahari sudah tinggi dan terik, namun Almi belum mau merangkak keluar meskipun keringatnya sudah mengalir deras membasahi kaosnya. Tapi karena udara semakin panas dan lengket, Almi akhirnya merangkak keluar sambil menguatkan hatinya jika berhadapan dengan Kala lagi. Saat Almi berada diluar, ia melihat Kala masih tertidur dengan wajah ditutupi jaket. Almi bersyukur karena Kala belum bangun, entah apa yang akan dilakukannya jika laki-laki itu sudah bangun.Almi mengedarkan pandangan pada sekelilingnya. Sudah lima hari ia dan Kala terdampar dilautan. Stok makanan dan minuman semakin menipis. Jika terus begini, ia dan Kala akan segera mati kelaparan. Almi teringat pada rencananya untuk mendayung. Tapi untuk menjalankan rencananya, ia harus membangunkan Kala. Almi ragu antara membangunkannya atau membiarkannya. Tapi Almi sadar dia nggak bisa mendayung sendirian karena sekoci ini cukup lebar hingga tidak mungkin dia mendayung kanan kiri dengan cepat tanpa berpindah tempat.

  • When We Lost   A KISS

    Kala terbangun ketika sinar matahari menyorot dirinya dengan terik. Kala perlahan membuka kelopak matanya karena silaunya sinar matahari cukup menyakiti pupil matanya. Kala akhirnya bisa melihat walaupun dengan mata menyipit. Ia memandang ke sekeliling dan menyadari bahwa dirinya sendiri di sekoci ini. Kala buru-buru bangkit dan menunduk melihat ke dalam bagian kapal yang ditutup. Kosong.“Almi!” teriak Kala. Tidak ada respon. “ALMIIIIIII!!!” Kala berteriak lebih keras.Kala menahan napas. Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Almi ketika tidur? Apa gadis itu terjatuh ke laut dan dimakan ikan hiu? Kala melongok keluar sekoci, mencoba melihat tanda-tanda keberadaan Almi. Jantungnya berdegup kencang, ia nggak bisa membayangkan jika ditinggalkan sendiri dengan cara seperti ini.“Hey, Kala!” Almi muncul kepermukaan di belakang sekoci. Ia menggerakkan lengan dan kakinya untuk mencapai sisi sekoci tempat Kala yang kini sedang melotot

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status