Meskipun dalam keadaan badan masih kaku akibat balap lari bersama Kala dan ada bekas luka bakar dikakinya, tidak menyurutkan niat Almi untuk ikut liburan dengan kapal pesiar. Pagi-pagi sekali ia dijemput oleh supir kantor dan memutar untuk menjemput Reta, kemudian pergi ke pelabuhan. Kejadian kebakaran kemarin masih membuat Reta sedikit syok. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam bencana tersebut, hal tersebut membuat Almi dan Reta masih bisa menghadiri undangan ini.
“Lo udah baikan?” Tanya Almi sambil melirik perban dibetis Almi.
“Gue nggak pernah kenapa-kenapa,” sahut Almi. “It’s nothing.”
Reta menggelengkan kepalanya melihat ketabahan dan ketangguhan sahabatnya. Kalau hal itu menimpa dirinya, mungkin sekarang ia sedang berada di rumah sakit dan merengek ditemani Wilmar. Tidak aneh para mantan pacar Almi menganggap mereka tidak dibutuhkan.
“Kalo lo ngerasa nggak baik, lo nggak usah pergi aja,” kata Reta lagi, masih dengan nada cemas.
Almi melirik sinis, “terus lo bisa mingle dan pedekate ke the most eligible bachelor sendirian? No way!”
Reta mendengus lalu tertawa. “Elo tuh, ya... Masiiih aja kepikiran kesitu!”
Almi tersenyum sembari meregangkan lehernya. “Sialan badan gue kayak abis ditonjokin babon!”
Reta tergelak kencang. “Lagian lo aneh-aneh aja nantanginnya!”
“Yang penting gue menang dan orang sinting itu berhenti ngerendahin gue!” Sahut Almi dengan geram. “Huh, kalo aja gue nggak berkeperimanusiaan, gue pasti nyesel udah nyelametin ‘tu orang.”
“Dan lo sekarang keliatan kayak orang nyesel, Mi,” kata Reta geli.
Almi mendengus lagi. “Udah gue bilang, untung gue berkeperimanusiaan! Apa lo mau gue ngebiarin aja tuh si Kala jadi Kala panggang?”
“Jangan juga, sih... Nanti gue nggak bisa pedekate sama dia selama perjalanan ini, dong!”
Almi menoleh cepat pada Reta. Dia sama sekali nggak tahu menahu soal artis yang diundang dalam perjalanan ini.
“Kala diundang juga?”
“Pastilah... Dia bintang utamanya...” jawab Reta dengan nada sedikit bangga. Almi mencibir.
Almi merosot dalam duduknya. Sepertinya ini akan jadi perjalanan yang menyebalkan karena ada Kala. Ia harus sabar jika melihat sikap sok ganteng yang ditunjukkan cowok itu. Apalagi kemarin Kala bukannya berterima kasih malah ngeloyor pergi gitu aja! Benar-benar nggak tahu terima kasih! Harusnya ia biarkan saja artis sombong itu jadi daging panggang.
“Kenapa sih lo benci gitu sama Kala?” Tanya Reta.
Almi hanya mengendikkan bahu.
“Pasti ada alasannya... Nggak mungkin lo bisa benci sama orang secara tiba-tiba.”
Almi menelengkan kepalanya, mencoba mengingat alasannya membenci Kala. Karena Kala terlihat sombong dan sok ganteng? Padahal banyak juga orang yang lebih sombong dan sok ganteng.
“Mungkin membenci itu sama dengan mencintai. Lo nggak butuh alasan untuk mencintai seseorang, begitu juga dengan benci,” sahut Almi akhirnya.
“Heh... Analogi macam apa itu? Jelas cinta dan benci nggak bisa disamain!”
“Kenapa? Lo nggak pernah nonton TV atau baca buku, ya? Banyak banget film atau drama korea atau sinetron yang temanya benci jadi cinta. Cinta dan benci itu jaraknya tipis. Cinta bisa berubah jadi benci, begitu juga sebaliknya.”
“Berarti lo bisa berbalik jatuh cinta sama Kala, dong?” Goda Reta sambil mengedip-ngedipkan matanya genit ke arah Almi.
Almi mengibaskan tangannya kedepan wajah Reta. “Analogi itu nggak berlaku buat gue. Yang ada gue sama Kala memiliki hasrat saling bunuh bukannya saling cinta!”
Reta mencibir, “lihat aja nanti. Swaaaa~”
Almi mendelik sinis pada Reta yang menggerakkan tangannya seperti memantrainya.
*
Mereka tiba di pelabuhan saat matahari mulai bersinar. Beruntung cuaca hari ini cerah dan tidak ada tanda-tanda akan hujan. Almi dan Reta turun dari mobil dengan menggeret koper super besar plus carry on luggage yang cukup besar. Dasar wanita, nggak akan bisa cukup dengan satu tas jika berlibur. Kalau bisa, mungkin mereka akan membawa serta lemari pakaiannya.
Almi dan Reta tiba berbarengan dengan Kala. Cowok itu menoleh sekilas pada Almi lalu berjalan masuk menuju kapal super besar dan super mewah. Almi dan Reta sedikit terkagum-kagum. Meskipun Almi orang kaya, dia belum pernah sekalipun diajak berlibur dengan kapal pesiar mewah. Pandangan Almi tertuju lagi pada Kala yang pagi ini mengenakan celana kargo berwarna krem dan kaos bergaris berwarna cokelat-putih. Kala terlihat so fresh.
Almi tersentak dari lamunannya saat Reta menyikut tangannya untuk segera masuk ke kapal. Kekaguman mereka juga tidak berhenti saat memasuki kapal. Ruang rekreasinya sangat besar dan mewah dengan dilapisi karpet tebal berwarna merah. Kemudian mereka diantar ke kamar masing-masing, dimana setiap undangan mendapat kamarnya sendiri-sendiri.
Kondisi kamarnya pun tidak kalah mewah dengan ruangan lainnya. Dan kamarnya cukup besar dengan satu ruangan tidur yang diisi kasur ukuran rajadan ruang tv terpisah. Almi yang sudah terbiasa dengan kemewahan pun tidak bisa menahan decakan kagumnya.
Setelah meletakkan barangnya, para tamu disuruh ke ruang aula untuk acara pembukaan dan pelepasan jangkar. Almi keluar kamar berbarengan dengan Reta yang langsung berlari ke arahnya.
“Apa semua tamu dapet kamar sendiri-sendiri?” tanya Reta.
“Mungkin tamu VIP saja,” jawab Almi.
Keduanya berjalan menuju aula yang berada dilantai dua. Suasana sudah ramai, mereka duduk dikursi yang kosong. Terdengar suara riuh rendah para tamu yang sedang mengobrol. Almi disapa oleh direktur stasiun tv lain saat ia baru saja duduk, dan percakapan ringan pun terjadi.
Seorang laki-laki dan perempuan yang menjadi MC naik ke atas panggung dan menyapa para tamu. Seorang pria yang merupakan pemilik perusahaan yang memproduksi kapal di Jepang naik ke panggung setelah dipersilakan oleh MC, beliau memberi sedikit kata sambutan dalam bahasa Inggris yang cukup fasih namun dengan logat Jepang yang kental hingga agak sulit mencernanya, lalu meresmikan perjalanan ini. Para tamu dipersilakan mendekati jendela untuk dapat melihat ketika kapal menjauhi pelabuhan. Almi dan Reta pun tak mau ketinggalan. Keduanya melambaikan tangan pada orang-orang tidak dikenal yang menonton dari pelabuhan. Mereka jadi teringat film Titanic. Tapi semoga nasib mereka tidak seburuk kapal tersebut.
Setelah setengah jam menikmati matahari pagi, para tamu dipersilakan untuk menikmati sarapan yang telah disediakan dimeja prasmanan dipinggir ruangan. Almi dan Reta segera mengisi piring dengan aneka roti dan mengambil tempat duduk pada meja bulat besar yang telah disediakan. Keduanya duduk bergabung dengan para pejabat televisi lain dan bersama dengan Kala.
Almi melirik Kala yang juga sedang menoleh padanya. Keduanya saling memandang untuk beberapa detik hingga akhirnya Kala lebih dulu mengalihkan matanya dari Almi.
Grrr, dasar cowok sombong!, geram Almi dalam hati.
Lain lagi dengan Reta. Dia sangat senang bisa berkenalan secara langsung dengan Kala, dan sedikit melakukan flirting padanya. Almi sampai tidak tahan untuk tidak menendang kaki Reta di bawah meja untuk menyuruhnya behave.
Acara sarapan diiringi oleh pemusik dan panitia membagikan susunan acara selama seminggu, dan akan di update setiap minggunya. Beruntung jadwal selanjutnya adalah acara bebas, Reta mengajak Almi untuk berenang menggunakan bikini baru mereka. Almi yang tadinya ragu, namun setelah melihat bukan hanya mereka yang berenang menggunakan bikini, akhirnya setuju.
Almi mengenakan topi bulat dengan bagian sisi lebar duduk dikursi panjang dipinggir kolam. Ia menikmati sinar matahari yang menghangatkan tubuhnya, dan menghirup aroma asin dan lengket yang menjadi ciri khas laut. Burung camar beterbangan di atas kapal seolah mengiringi perjalanan mereka.
Reta sudah lebih dulu mencemplungkan diri ke kolam, sedangkan Almi memilih untuk mengoleskan sunscreen terlebih dahulu agar kulitnya tidak terbakar. Saat ia sedang mengoleskan lotion dikakinya, seseorang menghampirinya dan menawarkan bantuan.
“Perlu bantuan untuk mengolesi punggungmu?”
Kontan Almi menoleh setelah mendengar suara berat dan seksi dari pria yang berdiri dihadapannya. Oh my God! The most eligible bachelor ada didepannya!
“You must be the most eligible bachelorette in Indonesia, Almira Sekarayu! Am i right?”
“And you must be the most eligible bachelor in Indonesia, Fabian Ardante! Am i right?”
Fabian terkekeh. “Boleh duduk?”
Almi menurunkan kakinya yang terbalut kain pantai yang terbuka hingga bagian pahanya dan menyilakan Fabian untuk duduk.
“Finally i meet you, Miss Almira,” kata Fabian sambil mengasongkan tangannya untuk dijabat oleh Almi.
“Nice to meet you. Panggil saja Almi,” ujar Almi sambil tersenyum manis. Oho! Ia bisa melihat tatapan iri Reta dari seberang kolam.
*
Bukan hanya Reta yang memandang iri Almi, tetapi hampir seluruh wanita disekitar kolam memperhatikan mereka. Bahkan para pria pun memperhatikan. Yang wanita iri pada Almi, dan yang para pria iri pada Fabian. Mereka juga ingin mendekati Almi, hanya saja nyalinya tidak sebesar Fabian.
Berbeda dengan para pria lainnya, Kala memperhatian dua eligible person itu dengan penasaran. Diluar kemauannya, matanya terus memandang Almi. Memperhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Damn! She’s incredible hot!, batin Kala. Sebuah perban dibetis Almi membuat Kala teringat kejadian tempo hari. Pergelangan kakinya masih terasa sakit kalau digerakan. Saat kakinya terasa sakit, saat itulah Kala ingin mencekik wanita itu.
“Tertarik dengan cewek itu?” Reka datang dengan membawa dua gelas punch dan memberikan satu untuk Kala.
Kala hanya mengendikkan bahu sambil mengalihkan pandangannya dari Almi. “Who is she?” konyol, dia sudah benci setengah mati tapi belum tahu siapa wanita itu. Minimal namanya saja dia tidak tahu!
“Almira Sekarayu. Cucu pemilik I-Net TV. Julukannya The most eligible bachelorette in Indonesia,” sahut Reka sambil memperhatikan Almi dan Fabian. “Damn! And he’s the most eligible bachelor in Indonesia!”
Kala memandang aneh pada Reka. Bagaimana cewek ini bisa tahu hal seperti itu?
“Ada dimajalah lifestyle wanita,” kata Reka seolah mengerti arti tatapan Kala. “They’re perfect together, aren’t they? Tapi, bisa nggak ya gue dapetin perhatiannya Fabian?” Reka kemudian terkikik. Kala hanya menjulingkan matanya.
“Gimana bisa dia jadi the most eligible bachelorette in Indonesia?” tanya Kala. Ia jadi penasaran juga tentang Almi.
“Kaya, cerdas, mandiri, sexy, and single. Yah, kayak lagunya Super Junior lah... Sexy, free and single i’m ready for bingo...” sahut Reka sambil menyanyikan sebait lagu boyband Kpop yang sering didengarnya beberapa tahun lalu terkekeh geli dengan istilah yang digunakannya.
Kala memandang dengan tatapan datar. Masa sih belum apa-apa Reka sudah mabuk laut? Atau punch ini ada alkoholnya? Kala menyesap minumannya dengan penasaran. Tapi minuman ini murni soda dan buah, tidak ada alkoholnya sama sekali. Berarti Reka memang sedikit gila.
Mata Kala tertuju lagi pada Almi yang kini melepas topi bulatnya dan juga kain pantainya. Kala melotot melihat bikini berwarna cerah yang digunakan Almi. Matanya menilai dada Almi yang berukuran cukup besar dan kencang, lalu turun menilai bokong Almi yang juga kencang. Almi dan Fabian menyeburkan diri ke kolam dan melanjutkan obrolan mereka sambil berendam.
“You’re right, she’s hot!” aku Kala pada Reka. Meskipun dalam hati ia mati-matian ingin menyileti lidahnya yang sudah mengatakan hal itu.
“Tapi gosipnya ya, nggak ada cowok yang betah sama dia,” ibu-ibu gosip mode: on. Perhatian Kala teralih pada Reka saking penasarannya. “Soalnya dia luar biasa mandiri dan seolah-olah nggak butuh cowok. Gosipnya juga dia bisa ngebenerin pipa, AC, mobil sendiri! Dia nggak pernah meminta para mantan pacarnya buat bantuin.”
Kala menoleh lagi pada Almi yang sedang mengobrol dengan jarak yang semakin dekat dengan Fabian. Pikirannya mulai berkelana pada sebuah malam gelap dimana mobil Almi mogok dan gadis itu membetulkan mobilnya sendiri. Noda oli menempel dipipinya, lengan kemeja digulung hingga siku, kancing kemeja dibuka hingga batas dada, dan rok mininya terangkat ketika ia menunduk. Seketika Kala merasa tubuhnya menggeletar karena bergairah hanya dengan membayangkan Almi.
“Gue rasa lo tertarik sama dia,” tebak Reka. “Coba saja dekati kalau bisa. Dia bukan tipe perempuan yang gampang didekati. Yah, kecuali oleh the most eligible bachelor se-hot Fabian. Hahahaha!”
Kala melirik sinis pada Reka yang sedang tertawa. Perempuan ini benar-benar edan karena efek laut. Pasti karena mabuk laut, Kala yakin. Ia akan menyuruh Jerry memberikan obat antimo pada Reka.
“Lo curi start!” tuding Reta saat ia dan Almi berjalan berdua menuju kamar untuk bersiap makan siang. Almi tahu maksud Reta dan hanya tertawa puas. See? Dia bisa dengan mudah menggaet pria manapun, tapi yang susah adalah mempertahankan mereka untuk tetap di sampingnya. Tapi Fabian cukup menarik juga untuk menjadi teman selama perjalanan ini. “Fabian bener-bener ganteng, ya!” kata Reta sambil mengaitkan kedua tangannya didepan dada. “He is!” Almi mengangguk setuju. “Dia asyik diajak ngobrol juga. Wajar dia menyandang gelar itu, karena dia memang berwawasan luas.” Almi jadi teringat dengan lelaki bodoh yang pasrah akan dipanggang api kemarin. Buru-buru ia mengusir bayangan Kala karena tidak mau merusak bayangan sempurna Fabian di kepalanya. “I love smart guy.” “And i love his abs!” ujar Reta. Lalu keduanya terbahak. Keduanya masuk ke kamar masing-masing untuk bersiap makan siang. Almi keluar tepat jam
Almi berhasil naik ke sekoci dengan bantuan Kala. Ia telah melempar carry on luggage-nya ke dalam sekoci. Ombak masih cukup besar hingga sekoci pun terombang-ambing tidak stabil. Almi dan Kala terbatuk-batuk setelah berhasil naik ke sekoci. Rupanya cukup banyak air yang masuk ke hidung maupun mulut mereka. Almi berusaha memandang ke arah kapal pesiar mewah dikejauhan yang lampunya mulai padam. Beberapa kali terlihat letusan pistol tanda darurat ditembakkan ke langit. Almi berulang kali menyebut nama Tuhan dan mengagungkan kebesarannya. “Reta... Apa dia selamat?” Tanya Almi pada Kala yang juga sedang memandang pasrah pada kapal yang seolah siap tenggelam. Kala mengangguk meskipun tidak yakin, “dia sudah naik ke sekoci.” Almi menghela napas lalu dengan keseimbangan yang terganggu, ia membuka penutup sekoci agar bisa lebih bebas bergerak dan tidak duduk terlalu dekat dengan Kala. Kala bergerak membantu Almi. Hujan masih turun dengan deras, Almi
Hari ketiga Almi dan Kala terombang-ambing di lautan tanpa kejelasan nasib. Laut begitu tenang, tidak ada tanda-tanda kedatangan kapal sama sekali. Almi sudah hampir gila karena tidak ada yang bisa dilakukannya. Ponsel yang digunakannya untuk mendengarkan musik selama dua hari ini sudah mati karena baterainya habis. Jadi ia hanya merebahkan diri sambil sunbathing mumpung cuaca hari ini cerah. Namun karena matahari semakin panas dan kulitnya mulai merah-merah, Almi merangkak masuk ke dalam sekoci yang tertutup. Lain dengan Kala, laki-laki itu nampak serius dengan buku lagunya yang telah benar-benar kering dan siap untuk ditulisi lagi. Keduanya tidak saling bicara sejak pertengkaran mereka pada dua malam sebelumnya, hingga kini keduanya menjalani hari tanpa mengacuhkan satu sama lain. Hal ini cukup menyiksa Kala sebenarnya, karena terkadang dia bisa mendengar suara pakaian yang dilepas dan dipakai kembali dari bagian dalam sekoci yang tertutup. Kala membayangkan Almi
Kala terbangun ketika sinar matahari menyorot dirinya dengan terik. Kala perlahan membuka kelopak matanya karena silaunya sinar matahari cukup menyakiti pupil matanya. Kala akhirnya bisa melihat walaupun dengan mata menyipit. Ia memandang ke sekeliling dan menyadari bahwa dirinya sendiri di sekoci ini. Kala buru-buru bangkit dan menunduk melihat ke dalam bagian kapal yang ditutup. Kosong.“Almi!” teriak Kala. Tidak ada respon. “ALMIIIIIII!!!” Kala berteriak lebih keras.Kala menahan napas. Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Almi ketika tidur? Apa gadis itu terjatuh ke laut dan dimakan ikan hiu? Kala melongok keluar sekoci, mencoba melihat tanda-tanda keberadaan Almi. Jantungnya berdegup kencang, ia nggak bisa membayangkan jika ditinggalkan sendiri dengan cara seperti ini.“Hey, Kala!” Almi muncul kepermukaan di belakang sekoci. Ia menggerakkan lengan dan kakinya untuk mencapai sisi sekoci tempat Kala yang kini sedang melotot
Matahari sudah tinggi dan terik, namun Almi belum mau merangkak keluar meskipun keringatnya sudah mengalir deras membasahi kaosnya. Tapi karena udara semakin panas dan lengket, Almi akhirnya merangkak keluar sambil menguatkan hatinya jika berhadapan dengan Kala lagi. Saat Almi berada diluar, ia melihat Kala masih tertidur dengan wajah ditutupi jaket. Almi bersyukur karena Kala belum bangun, entah apa yang akan dilakukannya jika laki-laki itu sudah bangun.Almi mengedarkan pandangan pada sekelilingnya. Sudah lima hari ia dan Kala terdampar dilautan. Stok makanan dan minuman semakin menipis. Jika terus begini, ia dan Kala akan segera mati kelaparan. Almi teringat pada rencananya untuk mendayung. Tapi untuk menjalankan rencananya, ia harus membangunkan Kala. Almi ragu antara membangunkannya atau membiarkannya. Tapi Almi sadar dia nggak bisa mendayung sendirian karena sekoci ini cukup lebar hingga tidak mungkin dia mendayung kanan kiri dengan cepat tanpa berpindah tempat.
Sejak pagi Kala mengurung dirinya di studio untuk menyelesaikan lagu barunya yang liriknya ditulis saat di sekoci. Lagu yang diinspirasikan dari Almi yang saat itu begitu menarik dimatanya dan juga membuat ia ingin menjadi lebih dekat dengannya. Tapi yah... Almi sudah menolaknya mentah-mentah. Apakah harga diri Kala terluka? Jelas. Kalau saja ada perban atau band-aid untuk luka hati pasti hatinya sudah tertutup oleh plester luka tersebut. Pikiran Kala terus teralih pada Almi meskipun ia terus berusaha menciptakan nada demi nada untuk lagunya. Dan Kala berhasil, entah bagus atau tidak lagu ini ia tetap berhasil menyelesaikannya.Kala memainkan kembali lagu tersebut sambil merekamnya dengan menggunakan ponsel untuk memastikan apa lagu ini bagus atau tidak. Selesai merekam, Kala memanggil Reka dan Jerry yang kebetulan sedang ada di rumahnya. Ia menyuruh manajer dan asisten pribadinya untuk mendengarkan dan memberi komentar tentang lagunya.Jerry dan Reka saling l
Seperti yang sudah Almi duga, Reta bereaksi heboh saat diberitahu soal Fabian menciumnya semalam. Reta membelalakkan matanya, mulutnya terbuka, dan memandang Almi dengan pandangan bahagia seperti Nobita jika diberitahu bahwa dia mendapat nilai seratus. “How did it feel?” Reta bertanya sambil mencondongkan tubuhnya pada Almi yang berada diseberang meja. Almi menelengkan kepala, mencoba mengingat bagaimana rasanya bibir Fabian. Tapi yang terbayang di kepalanya justru saat Kala menciumnya. Almi memejamkan matanya seakan ingatan tentang bibir Kala di bibirnya menyakitkan. Almi membuka matanya dan memandang Reta yang memandangnya penuh minat, menanti jawaban darinya. Almi menghela napas. “Lo nggak nikmatin ciumannya, kan?” tebak Reta dengan pandangan penuh selidik. Oh God apakah Almi setransparan itu hingga sahabatnya akan tahu semua pikiran dan hatinya? Almi berdiri dari kursinya, berdiri menghadap jendela, membelakangi Reta. Matanya mem
Valentine. Siapa yang peduli dengan valentine? Kala mencibir sambil terus menggerakkan scroll laptopnya ke bawah, melihat artikel mengenai mini album-nya yang akan launch pada tanggal empat belas Februari yang berarti sebelas hari lagi. Kala mengecek berita tentang dirinya dan juga mini album-nya dan melihat tanggapan pendengar musik Indonesia terhadap mini album barunya ini. Sejauh ini belum ada tanggapan negatif yang berarti, kebanyakan mereka menunggu albumnya. Teaser video klipnya yang berjudul Missing You baru diunggah kemarin di youtube pun mendapat respon baik dan sudah mendapat satu juta lebih penonton. Kala hanya mengangguk-anggukkan kepala, puas dengan hasil kerjanya selama dua bulan ini. Dua bulan, ya? Kala menghela napas sambil melirik tabloid gosip di atas meja yang diberikan Reka tadi malam. Sebuah artikel lengkap dengan foto Almira dan Fabian yang akan melangsungka
Dua minggu kemudian... Kala dengan bosan membuka situs berita online untuk mengetahui berita terbaru yang terjadi di Indonesia selama dirinya berada di Amerika dua minggu ini untuk meeting dengan Ariana Grande mengenai proyek album kompilasi mereka. Kala menyelonjorkan kakinya disofa panjang diruang televisi dan harus pasrah Reka praktek padicuring kakinya. Cewek itu baru saja belajar manicure dan padicure dengan make up artist pribadi Ariana Grande saat di Amerika. “Kala! Jangan digerakin kakinya!” omel Reka saat Kala tiba-tiba menarik kakinya dan duduk bersila. “Ini,” Kala memperlihatkan layar tablet-nya yang sedang membuka sebuah artikel. “is it true?” “I guess so...” sahut Reka tidak yakin. Ia membaca artikel itu dengan seksama hingga selesai lalu berkomentar. “Waw... padahal mereka perfect together.” Reka melirik Kala yang sedang nampak bengon
“Saya terima nikah dan kawinnya Almira Sekarayu binti Bagas Wicaksana dengan mas kawin seperangkat alat solat dan seperangkat perhiasan emas dua belas karat dibayar tunai.” “Sah?” “Sah!” Terdengar suara riuh rendah tepukan tangan dari para keluarga dan teman yang menghadiri akad nikah Fabian dan Almi. Almi melirik Fabian yang juga sedang meliriknya sambil tersenyum. Gue jadi istri Fabian? Gue resmi jadi istri Fabian? Gue akan melayani Fabian, mengatur rumah tangga, memiliki anak-anak dari Fabian? Apa ini? Apa ini yang gue inginin? Apa gue mencintai Fabian? TIDAK!!! Almi membuka matanya lebar-lebar, memandang kegelapan yang terpetakan di hadapannya. Lama kelamaan matanya terbiasa dengan kegelapan yang menyesakkan itu dan ia bisa melihat langit-langit kamarnya, lalu perabotan familiar yang ada dikamarnya. Oh Tuhan... Itu barusan cuma mimpi. Almi beringsut dari tempat tidurnya dan melangkah menuju kulkas untuk mengambil sebotol air mineral dingin
Mobil Kala berhenti di depan apartemen Almi. Kala menoleh pada Almi yang sedang membuka seat belt-nya. Wajah wanita itu masih muram dan matanya sedikit sembab. Terbersit lagi kejadian saat mereka berbicara empat mata diatap hotel setelah acara peluk-pelukan sambil menangis. [“Kenapa hal kayak gini harus terjadi sama gue?” Almi mendesah. “Batalin pernikahan lo.” Almi mendesis, “lo pikir ngebatalin pernikahan kayak ngebatalin pesta ulang tahun?” Almi menggeleng. “Fabian akan setengah mati membenci gue, dan mungkin minta ganti rugi untuk semua biaya yang udah dikeluarin dalam persiapan pernikahan ini – “ Kala memotong cepat, “gue yang akan menanggung ganti ruginya!” Almi menggeleng lagi, “lo gak mikirin keluarga gue? Keluarganya Fabian? Bakal banyak yang dirugikan dan disakiti disini. Kita bukan hidup didunia sinetron ataupun drama Korea, Kala.” “Lo sendiri apa bahagia den
VALENTINE WITH KALA. Demi Naruto, Doraemon, Shinchan, Nobita, aaaarrrggghhh dan apapun di dunia ini! Dirinya pasti sudah gila karena rela diseret Reta ke CookieLuck, sebuah bar&lounge di bilangan Kemang, yang pada malam valentine ini menjadi tempat mini concert sekaligus launching mini album baru Kala. Almi bergerak-gerak gelisah disamping Reta yang sedang menikmati cocktail yang disediakan secara gratis. Acara diset seperti private party yang dibatasi pengunjungnya. Hanya tamu undangan yang memiliki undangan saja yang bisa masuk. Dan Almi bingung kenapa dirinya bisa mendapat undangan tersebut. Reta melirik Almi yang berdiri seperti cacing kepanasan disampingnya. Punggung mereka disandarkan pada meja bar dan kedua tangan mereka memegang gelas berisi cocktail. Segaris senyum membingkai wajahnya, kalau rencananya malam ini berhasil dia pasti akan merasa berdosa sekali pada semua orang. Tapi demi kebahagiaan Almi
Valentine. Siapa yang peduli dengan valentine? Kala mencibir sambil terus menggerakkan scroll laptopnya ke bawah, melihat artikel mengenai mini album-nya yang akan launch pada tanggal empat belas Februari yang berarti sebelas hari lagi. Kala mengecek berita tentang dirinya dan juga mini album-nya dan melihat tanggapan pendengar musik Indonesia terhadap mini album barunya ini. Sejauh ini belum ada tanggapan negatif yang berarti, kebanyakan mereka menunggu albumnya. Teaser video klipnya yang berjudul Missing You baru diunggah kemarin di youtube pun mendapat respon baik dan sudah mendapat satu juta lebih penonton. Kala hanya mengangguk-anggukkan kepala, puas dengan hasil kerjanya selama dua bulan ini. Dua bulan, ya? Kala menghela napas sambil melirik tabloid gosip di atas meja yang diberikan Reka tadi malam. Sebuah artikel lengkap dengan foto Almira dan Fabian yang akan melangsungka
Seperti yang sudah Almi duga, Reta bereaksi heboh saat diberitahu soal Fabian menciumnya semalam. Reta membelalakkan matanya, mulutnya terbuka, dan memandang Almi dengan pandangan bahagia seperti Nobita jika diberitahu bahwa dia mendapat nilai seratus. “How did it feel?” Reta bertanya sambil mencondongkan tubuhnya pada Almi yang berada diseberang meja. Almi menelengkan kepala, mencoba mengingat bagaimana rasanya bibir Fabian. Tapi yang terbayang di kepalanya justru saat Kala menciumnya. Almi memejamkan matanya seakan ingatan tentang bibir Kala di bibirnya menyakitkan. Almi membuka matanya dan memandang Reta yang memandangnya penuh minat, menanti jawaban darinya. Almi menghela napas. “Lo nggak nikmatin ciumannya, kan?” tebak Reta dengan pandangan penuh selidik. Oh God apakah Almi setransparan itu hingga sahabatnya akan tahu semua pikiran dan hatinya? Almi berdiri dari kursinya, berdiri menghadap jendela, membelakangi Reta. Matanya mem
Sejak pagi Kala mengurung dirinya di studio untuk menyelesaikan lagu barunya yang liriknya ditulis saat di sekoci. Lagu yang diinspirasikan dari Almi yang saat itu begitu menarik dimatanya dan juga membuat ia ingin menjadi lebih dekat dengannya. Tapi yah... Almi sudah menolaknya mentah-mentah. Apakah harga diri Kala terluka? Jelas. Kalau saja ada perban atau band-aid untuk luka hati pasti hatinya sudah tertutup oleh plester luka tersebut. Pikiran Kala terus teralih pada Almi meskipun ia terus berusaha menciptakan nada demi nada untuk lagunya. Dan Kala berhasil, entah bagus atau tidak lagu ini ia tetap berhasil menyelesaikannya.Kala memainkan kembali lagu tersebut sambil merekamnya dengan menggunakan ponsel untuk memastikan apa lagu ini bagus atau tidak. Selesai merekam, Kala memanggil Reka dan Jerry yang kebetulan sedang ada di rumahnya. Ia menyuruh manajer dan asisten pribadinya untuk mendengarkan dan memberi komentar tentang lagunya.Jerry dan Reka saling l
Matahari sudah tinggi dan terik, namun Almi belum mau merangkak keluar meskipun keringatnya sudah mengalir deras membasahi kaosnya. Tapi karena udara semakin panas dan lengket, Almi akhirnya merangkak keluar sambil menguatkan hatinya jika berhadapan dengan Kala lagi. Saat Almi berada diluar, ia melihat Kala masih tertidur dengan wajah ditutupi jaket. Almi bersyukur karena Kala belum bangun, entah apa yang akan dilakukannya jika laki-laki itu sudah bangun.Almi mengedarkan pandangan pada sekelilingnya. Sudah lima hari ia dan Kala terdampar dilautan. Stok makanan dan minuman semakin menipis. Jika terus begini, ia dan Kala akan segera mati kelaparan. Almi teringat pada rencananya untuk mendayung. Tapi untuk menjalankan rencananya, ia harus membangunkan Kala. Almi ragu antara membangunkannya atau membiarkannya. Tapi Almi sadar dia nggak bisa mendayung sendirian karena sekoci ini cukup lebar hingga tidak mungkin dia mendayung kanan kiri dengan cepat tanpa berpindah tempat.
Kala terbangun ketika sinar matahari menyorot dirinya dengan terik. Kala perlahan membuka kelopak matanya karena silaunya sinar matahari cukup menyakiti pupil matanya. Kala akhirnya bisa melihat walaupun dengan mata menyipit. Ia memandang ke sekeliling dan menyadari bahwa dirinya sendiri di sekoci ini. Kala buru-buru bangkit dan menunduk melihat ke dalam bagian kapal yang ditutup. Kosong.“Almi!” teriak Kala. Tidak ada respon. “ALMIIIIIII!!!” Kala berteriak lebih keras.Kala menahan napas. Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Almi ketika tidur? Apa gadis itu terjatuh ke laut dan dimakan ikan hiu? Kala melongok keluar sekoci, mencoba melihat tanda-tanda keberadaan Almi. Jantungnya berdegup kencang, ia nggak bisa membayangkan jika ditinggalkan sendiri dengan cara seperti ini.“Hey, Kala!” Almi muncul kepermukaan di belakang sekoci. Ia menggerakkan lengan dan kakinya untuk mencapai sisi sekoci tempat Kala yang kini sedang melotot