Mungkinkah kita bisa mencintai seseorang tanpa kita pernah bertemu dengannya, apalagi berkenalan dengannya. Namun inilah yang terjadi pada Nayla Samira Huri, ia telah mencintai Wisnuaji Widiatmaja tanpa pernah bertemu apalagi mengenalnya selama sepuluh tahun ini. Dia bisa mencintai Wisnuaji hanya dari cerita mantan istri Wisnuaji sendiri yang menjadi rekan bisnisnya selama 10 tahun lamanya dan masih terjalin hingga sekarang. Semakin seringnya Pinar Defne menceritakan bagaimana kehidupannya dulu dengan Wisnuaji, semakin Samira ingin menjadi istri Wisnuaji walau sehari saja. Karena Samira tau, jika Winsuaji tidak akan meninggalkan orang yang dicintainya dalam keadaan apapun, kecuali orang itu yang memintanya dan ingin pergi dari hidupnya.
Bagi Samira yang lebih sering di panggil Mira oleh orang orang terdekatnya, Wisnuaji adalah sosok laki laki baik yang rela mengorbankan hidupnya demi kebahagiaan orang lain. Ia lebih memilih melepas istrinya yang memilih selingkuhannya daripada dirinya. Bahkan Wisnuaji memilih membesarkan anak semata wayangnya yang kini Samira tau sudah berusia 30 tahun dan telah menikah hampir dua tahun yang lalu. Kini Wisnuaji hanya hidup seorang diri di rumahnya bersama hewan hewan reptil kesayangannya.
Seandainya Wisnuaji adalah laki laki yang sanggup ia gapai di hidupnya, namun ia telah sadar diri, bahwa dirinya bukanlah wanita sempurna. Ia adalah seorang wanita yang diceraikan oleh suaminya karena tidak bisa memberikan keturunan. Semua itu karena ia terpaksa harus mengangkat salah satu indung telur di rahimnya 12 tahun lalu. Kini, ia hanya menanti kapan dokter akan mengambil sisa indung telurnya dan ia akan menopause di usianya yang 43 tahun sebentar lagi.
Dua bulan lalu Pinar meminta bertemu dengannya di salah satu rumah sakit di London, dan Samira baru mengetahui bila Pinar Defne mengidap leukimia stadium akhir, dan meminta tolong kepadanya untuk meminta Wisnuaji membawa putra mereka agar dirinya bisa meminta maaf kepada putranya karena telah meninggalkan putranya sejak berusia 6 bulan. Suatu kesalahan yang diakui Pinar kepada Samira adalah salah satu kesalahan terbesar di hidupnya karena Wisnuaji lebih memilih pulang ke Indonesia membawa putra semata wayangnya. Bahkan Pinar sudah tidak mengetahui kabar mereka hingga sekarang.
Karena permintaan Pinar kepada dirinya, Samira yang sudah 12 tahun memilih untuk tinggal dimana pun asal tidak di Indonesia dan pulang ke keluarganya, terpaksa menyewa jasa seorang detektif untuk mencari dimana Wisnuaji Widiatmaja dan Arjuna Harvito Widiatmaja tinggal. Bila ia tidak mengenal baik Pinar Defne, Samira memilih tidak ikut campur, namun itu semua adalah permintaan Pinar Defne kepadanya. Bahkan Pinar Defne berencana memberikan seluruh aset miliknya kepada putranya Arjuna. Yang Samira sebenarnya yakin pasti akan ditolaknya, apalagi ketika Samira membaca salah satu majalah bisnis bahwa Arjuna adalah salah satu pengusaha muda sukses dengan satu orang istri.
Setelah mendapatkan alamat dimana Wisnuaji tinggal, Samira menguatkan hati dan diri untuk bertemu dengan Wisnuaji. Oleh karena itu ia kini sudah menginjakkan kakinya di Yogyakarta internasional Airport setelah penerbangannya dari Den Haag, Belanda.
Ketika sampai di bandara dirinya telah di jemput oleh supir dari perusahaan miliknya. Menjadi seorang pengusaha wanita yang berawal dari hanya memiliki perusahaan kosmetika, kini dirinya telah melebarkan sayap bisnisnya ke beberapa sektor usaha, mulai dari perhotelan hingga fintech. Banyak pria yang mencoba mendekatinya, namun Samira tau, kebanyakan dari para pria itu tidak tulus kepada dirinya dan hanya mengejar harta yang ia miliki. Selain itu, Samira memang telah memiliki rasa suka kepada Wisnuaji, yang Samira tau jika saja itu Wisnuaji, maka Wisnuaji tidak akan melihat dirinya dari apa yang ia miliki. Karena Wisnuaji merupakan salah satu pengusaha yang cukup sukses namun memiliki kehidupan yang sederhana, bahkan kini Wisnuaji mulai menarik dirinya dari dunia bisnis dan hampir semua pekerjaannya dilimpahkan kepada putranya, Arjuna.
Setelah perjalanan hampir satu jam dari bandara, Samira sampai di sebuah rumah beratap unik dan rumah itu tidak terlalu mewah seperti rumahnya. Ketika ia menanyakan kepada Satpam apakah Wisnuaji aja di rumah, sang satpam hanya mengatakan jika Wisnuaji sedang menginap di rumah putranya yang berada di Temanggung. Samira hanya bisa menghela nafasnya pasrah, kemudian ia meminta alamat Arjuna tinggal, yang untungnya sang satpam tidak pelit untuk memberikannya. Setelah mendapatkan alamat rumah Arjuna, Samira segera meminta supir untuk mengantarnya kesana. Ia tidak berniat beristirahat karena kini ia berpacu dengan waktu, waktu Pinar Defne yang tidak akan lama lagi merasakan indahnya dunia.
Selama perjalanan dua jam lamanya ini, Samira cukup menikmati pemandangan di sekitar jalan, karena ia melihat deretan sawah yang mulai banyak di bangun rumah di beberapa bagiannya , gunung tinggi menjulang di sana sini. Sungguh benar benar suasana pedesaan yang ia rindukan dari tanah airnya.
Akhirnya Samira sampai di sebuah rumah mewah dengan halaman luas dan memiliki pemandangan gunung yang kini Samira tau bernama gunung Sindoro dan Sumbing. Dengan sisa keberaniannya, Samira mencoba mengetuk pintu dan seketika Samira kaget karena pintu itu di buka oleh seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahunan dengan tubuh tinggi semampai bak model internasional dan berkulit eksotis.
"Permisi, benar ini rumah Arjuna Widiatmaja?" Samira mencoba bertanya dengan sisa keberanian di dirinya.
"Benar, maaf anda siapa?" Tanya perempuan itu kepada Samira.
"Oh, saya Nayla Samira Huri," kata Samira sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Wanita yang ada di depan Samira tersenyum dan menjabat tangan Samira sambil memperkenalkan diri.
"Saya Nada, istrinya Juna. Mari masuk ke rumah."
Setelah Nada mengajak Samira masuk, Samira dapat merasakan rumah anak Wisnuaji yang begitu hangat suasananya. Samira dapat melihat beberapa foto di meja yang begitu memperlihatkan keromantisan pasangan muda itu saat sedang berlibur atau mendaki gunung.
"Silahkan duduk, mau minum apa Mbak?"
"Terima kasih, apa saja boleh."
"Kalo begitu sebentar saya ke dalam dulu."
Nada meninggalkan Samira di ruang tamu rumahnya, dan Samira semakin memiliki waktu untuk melihat lihat rumah itu. Tampak foto pernikahan Juna dan Nada dalam balutan paes Ageng basahan Jogja terpampang besar di ruang keluarga. Dan kini Samira tau, jika Juna lebih dominan memiliki darah Turki dari ibunya daripada darah Indonesia dari ayahnya.
"Ini mbak, saya tadi bikin wedang bajigur. Mari dicicipi."
"terima kasih," kata Samira sambil tersenyum
"Maaf, ada keperluan apa mencari suami saya?"
"Sebenarnya saya mencari Wisnuaji."
Dan Samira melihat Nada begitu shock mendengar kata katanya.
"Apa Wisnuaji ada di sini?"
"Papa sejak kemarin sama Juna sedang naik ke Sindoro mbak."
"Kira kira kapan baliknya ya? soalnya ini masalah penting."
"Mungkin nanti malam baru pulang, tapi coba saya telponkan ya, siapa tau mereka bisa pulang lebih cepat."
Nada beranjak ke dapur dan segera mengambil HPnya untuk menghubungi Juna.
Tuttt...
Tuttt ...
Tuttt......
"Hallo istri, ada apa?"
"Halah tumben manggil istri."
Nada mendengar Juna tertawa di sana dan sepertinya Juna sudah berada di basecamp karena suasana yang terdengar berisik di telepon.
"Jun, pulang kapan?"
"Kenapa?"
"Ada yang nyari papa."
"Siapa?"
"Cewek, cantik, penampilannya mewah."
"Hah?!, Serius kamu, namanya siapa, terus nayariin papa ngapain?"
"Bisa enggak tanyanya satu satu?"
Juna terkekeh di seberang sana mendengar Nada mengomel.
"Iya iya maaf ."
Nada menghela nafas mendengar permintaan maaf Juna yang masih di selingi suara tawanya.
"Iya serius, namanya Nayla Samira Huri, katanya urusan pribadi."
"Waduh, jangan jangan Papa punya pacar tapi enggak bilang lagi sama kita."
"Ya kamu tanya aja sama papa, kan kamu lagi sama papa."
"Papa lagi di toilet."
"Ya sudah buruan pulang, soalnya mbak nya bilang urusannya penting. Aku juga sudah bikinin wedang bajigur kesukaan kamu."
"Maksih sayang, makin cinta."
"Prett....udah ya, aku tutup. Bye Juna."
"Bye Nada. I love you."
"me too."
Setelah menutup teleponnya, Nada kembali ke luar dan ia menemukan Samira sedang menutup matanya, sepertinya wajah Samira cukup lelah. Nada berdeham dan Samira membuka matanya.
"Maaf ."
"Nggak papa mbak, kalo mbak mau istirahat dulu silahkan, papa sama Juna sudah di basecamp, dan sudah saya suruh pulang secepatnya."
"Terimakasih ya."
"Sama-sama."
Tidak lama setelahnya Nada mendengar suara telepon rumahnya berdering, dan ia segera pamit kepada Samira untuk mengangkatnya.
Dan kini ketika Samira sendiri di ruangan ini, dirinya sedang menyiapkan mentalnya untuk menghadapi Wisnuaji, laki laki yang 10 tahun ini telah mengisi imajinasinya tentang suami idaman di hidupnya.
***
Seperti kebiasaan Wisnuaji setiap weekend sejak dirinya menarik diri dari dunia bisnis 3 bulan lalu, ia akan mengunjungi rumah putranya. Baginya menghabiskan waktu bersama anak dan menantunya sanggup mengisi kehidupannya yang hidup tanpa pasangan ini. Ia selalu berharap agar Juna dan Nada akan segera memiliki anak, apalagi mereka hampir dua tahun menikah. Namun sampai saat ini dirinya hanya berani menagih cucu saat keadaan santai dan di selingi canda gurau. Ia tidak mau membuat PR memberikan cucu menjadi beban mental bagi Juna dan Nada. Baginya melihat Juna bahagia serta bisa menikah dengan wanita yang tulus mencintainya adalah suatu keajaiban. Akhirnya setelah pulang dari honeymoon dulu, Juna mengatakan kepada Wisnuaji bahwa ia telah mencintai istrinya dengan tulus dan ia akan berusaha berjuang untuk keutuhan rumah tangganya walau ia harus benar benar tertatih nantinya. Saat itu Wisnuaji hanya sanggup tersenyum dan menepuk pelan bahu anaknya. Dan ia hanya berpesan kepada Juna, mau s
Satu jam kemudian Wisnuaji telah sampai di rumah anaknya. Dan ia memarkirkan mobilnya di halaman rumah Juna yang luas kemudian ia berjalan menaiki tangga untuk masuk ke dalam rumah. Dalam hatinya ia bertanya tanya siapa wanita yang mencarinya hingga nekad sampai di rumah anaknya. "Assalamualaikum," Teriak Juna dari tangga depan sebelum memasuki rumah yang membuat Nada cepat cepat keluar rumah. "Waalaikum Salam," Kata Nada sambil berjalan ke arah suami dan Papa mertuanya. Kemudian ia menjabat tangan suami dan papa mertuanya. "Tumben kamu jadi istri manis banget." Nada hanya nyengir dan menginjak kaki Juna yang di balut dengan sepatu gunung itu. Sejujurnya ia malu ketika Papa mertuanya tau jika hubungannya dan sang suami seperti Tom and Jerry. "Sudah Nad, Papa tau kalian seperti apa hubungannya." "Ya malu, Pa, enggak ada romantis romantisnya gini sama Janaidi." "Buat apa romantis kalo kalian tidak bisa jadi diri sendiri. Oh ya, yang nyari papa masih di sini?" "Masih, Pa." Kemud
Dengan perasaan campur aduk di hatinya Wisnuaji memanggil Juna untuk berbicara berdua di halaman belakang rumah Juna yang luas dan di penuhi pepohonan rindang. "Ada apa Pa, kayanya serius banget mukanya?" kata Juna sambil mulai duduk di kursi yang ada di halaman belakang rumahnya. "Iya, Papa mau membicarakan hal yang serius sebentar sama kamu." "Perihal apa?" "Mama kamu." Wisnuaji melihat ekspresi Juna yang tiba tiba berubah tegang dan wajahnya memerah. "Ada apa dengan dia?" "Dia ingin bertemu dengan kamu." Juna diam memandang Wisnuaji didepannya. Beberapa saat kemudian ia akhirnya bersuara. "Sampaikan padanya sampai bertemu di akhirat ya Pa. Juna masuk dulu." Wisnuaji hanya bisa menghela nafasnya. Ia tidak bisa memaksakan Juna karena Juna telah dewasa dan bisa mengambil sikap serta keputusan apapun sendiri tanpa intervensi darinya. Ia cukup memahami sikap Juna yang menolak untuk bertemu dengan Pinar Defne karena rasa sakit di hatinya. Bagaimana bisa seorang ibu lebih mement
Setelah Samira keluar dari kantor Nada, ia langsung menuju ke mobilnya dan menginstruksikan kepada supirnya untuk menuju ke alamat rumah Wisnuaji. Selama di perjalanan Samira sedikit gugup mengingat pertemuan pertama mereka yang tidak terlalu baik. Bahkan dari cara Wisnuaji membahas Pinar Defne kemarin, Samira sadar, jika Wisnuaji tidak berminat untuk bertatap muka lagi dengan mantan istrinya tersebut. Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda Wisnuaji menerima telepon dari menantunya. "Hallo, Nad." "Hallo Pa. Papa ada di rumah enggak sekarang?" "Ada. Kenapa?" "Nanti Tante Samira ke rumah Papa bawain Gurame asam manisnya ya. Papa jangan pergi dulu." "Enggak Nad, Papa lagi mandiin Alda di belakang. Kamu bilang sama dia suruh masuk saja nanti ke belakang." "Ya Papa bilang sama ART Papa." "Iya." Lama Wisnuaji dan Nada saling diam dengan pikiran masing-masing. Nada dengan pikiran bagaimana cara menyampaikannya kepada Papa mertuanya bila Samira adalah gandengan Papa mertuanya unt
"Kamu siapa bisa ada disini?" Mendengar pertanyaan wanita itu Samira bangkit berdiri dari posisi duduknya dan tersenyum canggung. Kini ia bingung harus menerangkan siapa dirinya kepada wanita ini. Tidak mungkin ia mengatakan jika ia adalah pengagum rahasia Wisnuaji sejak 10 tahun yang lalu kepada wanita ini. Ya Tuhan...Tolong kirim Malaikat penolong saat ini, karena aku tidak tau harus menjawab apa sekarang.. "Saya, saya," Kata Samira dengan sedikit bingung harus berucap apa "Dia pasanganku. Siapa yang mengijinkanmu masuk ke sini?" "Satpam membukakan gerbang untuk aku tadi Mas." "Aku bukan Mas mu. Sudah cukup Retno kamu mencoba mengganggu kehidupanku sejak beberapa bulan ini. Sebaiknya kamu angkat kaki dari rumahku" Samira melihat wanita cantik yang berdandan dengan pakaian kurang bahan ini sambil menelan ludah. Ia yakin wanita ini berusia jauh di bawahnya. Mungkin kisaran 37 tahun. Jika wanita seperti ini saja di tolak Wisnuaji, apalagi dirinya yang sempurna saja tidak sebaga
PART 7Setelah menghampiri Wisnuaji dan Ibunya, mereka bertiga masuk ke Mall. Samira lebih memilih jalan di belakang Wisnuaji dan ibunya, karena ia sendiri sulit mengatur ritme irama jantungnya yang berdetak semakin cepat jika ia ada di dekat Wisnuaji. Seharusnya di usianya yang sudah kepala 4, ia tidak merasakan rasa bak anak remaja tujuh belas tahun yang sedang jatuh cinta dan naksir kepada kakak kelasnya seperti ini."Nduk, kamu kok jalan di belakang, sini sebelahan sama ibu," kata ibu Wisnuaji sambil memutar tubuhnya menghadap ke Samira dan tangannya langsung menggenggam tangan Samira untuk berjalan di sebelahnya.Kini justru Wisnuaji yang berjalan di belakang ibunya dan Samira. Bahkan Wisnuaji menghala nafasnya melihat ibunya yang bersemangat seperti ketika Juna dan Nada akan menikah."Kita mau beli apa Bu?" Tanya Samira yang berjalan di sebelah Ningrum"Apa ya, Kalo satu set perhiasan saja bagaimana?""Boleh.""Apa tidak berlebihan Bu?" Kini Wisnuaji sudah memotong pembicaraan S
PART 8Samira masuk ke sebuah toilet wanita dan ia akhirnya menumpahkan air matanya di tempat ini. Tempat di mana Wisnuaji tidak bisa melihat wajah kalahnya. Wajah yang selama ini ia sembunyikan. Memang Samira tidak pernah menyangka bila Redi sampai hati mengeluarkan kata kata itu terhadapnya setelah ia menolak Redi untuk rujuk setahun yang lalu. Karena bagi Samira, wanita baik baik tidak akan mau merusak kebahagiaan wanita lain. Dia juga tidak mau merebut kebahagiaan anak anak Redi, apalagi ia sudah tidak memiliki perasaan apapun kepada mantan suaminya itu.Diwaktu yang sama tempat yang berbeda. Ningrum dan Wisnuaji menatap Redi dengan pandangan tidak percayanya."Apa anda merasa bahagia setelah mengatakan hal itu kepada seseorang yang pernah anda cintai?" Kata Wisnuaji menahan emosinya melihat tingkah mantan suami Samira"Tidak, aku hanya ingin kalian tau kekurangannya agar kalian bisa mengambil keputusan yang tepat. Aku tidak ingin dia menjanda sampai dua kali""Wow, hanya karena d
PART 9Sepulang dari kediaman Juna dan Nada, Samira langsung di antar Wisnuaji menuju ke hotelnya. "Nduk, kamu kenapa enggak sewa rumah saja kalo di hotel kan boros?"Samira hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Ningrum."Belum ada waktu Bu untuk cari rumah.""Kamu di rumahnya Juna sama Nada saja. Rumah mereka di Jogja enggak di pakai.""Tidak usah Bu, rumah itu kan mereka pakai kalo mereka lelah harus pulang pergi Jogja temanggung.""Iya, tapi daripada boros uang. Hotel kamu nginap itu kan bisa puluhan juta semalam."Samira hanya tersenyum menanggapinya."Kebetulan sebagian besar saham hotel tersebut milik saya Bu.""Owalah, pantas saja. Tapi tetap saja nyaman di rumah daripada hotel. Benar tidak Wis?" Tanya Ningrum karena sejak tadi Wisnuaji hanya diam saja"Benar, tapi kalo Samira ada uangnya dan dia nyaman tinggal di hotel, kenapa tidak Bu?""Yowes kalo begitu, besok kamu pindahan saja ke rumah ibu Nduk. Ibu cuma di rumah sendiri kok."Samira membelalakkan matanya. Tidak per
Hari-hari Samira dan Wisnuaji semakin bertambah semarak dengan kehadiran kedua cucu kembar mereka. Bahkan paling tidak 3 kali dalam seminggu mereka akan berkunjung ke rumah sang anak hanya untuk bermain dengan Edel dan Galen. Kini Edel dan Galen telah berusia hampir 6 bulan dan Nada sudah bersiap untuk memasuki dunia kerja kembali. Di karenakan kondisi tersebut Wisnuaji dan Samira benar-benar mencari baby sitter yang memiliki kredibilitas yang baik dan sudah pernah di pekerjakan oleh orang terdekat mereka. Pilihan mereka jatuh ke baby sitter yang pernah merawat anak Meinita dan Nuno. Atas rekomendasi mereka berdua, akhirnya Samira dan Wisnuaji mempekerjakan Sari dan Ana. "Sam, kamu yakin buat pakai Sari dan Ana untuk Edel dan Galen?" "Yakin. Mereka beneran bersertifikat, bahkan mereka fasih berbahasa asing. Aku rasa cocok untuk itu. Apalagi mereka telah menikah dan memiliki anak, amanlah Mas." "Ya sudah, besok kita tinggal bilang sama Juna dan Nada. Tapi aku tetep nggak akan lepas
Wisnuaji dan Samira baru saja mendarat di Yogyakarta internasional Airport. Ketika mereka baru saja keluar dari pintu keluar bandara. Tiba-tiba handphone Samira berbunyi yang menandakan ada pesan masuk. Ketika ia membuka pesan tersebut, ternyata Nada yang mengirimkan foto twins di group keluarga Widiatmaja. Nada : *sending picture* Nada : Eyang Ningrum, Mama Samira dan Papa Wisnu. Ini foto si kembar. Samira langsung tersenyum membaca pesan tersebut. Kemudian ia menyimpan foto si kembar ke dalam folder yang ada di handphonenya. "Kamu kenapa senyum-senyum begitu?" Tanya Wisnuaji kepada Samira ketika mereka baru saja masuk ke mobil. "Ini lagi lihat foto cucu kita. Bule banget ya, Mas? Kayanya gen-nya Pinar kuat sih di si kembar." Wisnuaji hanya menghela nafasnya dan meminjam handphone milik Samira. Ia tersenyum melihat cucunya. Rasa bangga dan bahagia bercampur menjadi satu di dalam dirinya. "Kamu kenapa kaya mau nangis gitu, Mas?" Tanya Samira ketika melihat sang suami berkaca-ka
Minggu pagi ini Samira telah bersiap siap untuk mengikuti acara wisata yang di selenggarakan oleh ibu-ibu dasawisma yang menaungi aster miliknya. Disebut dasawisma karena anggotanya hanya 10 KK. "Mas, ini cuma 10 keluarga aja yang ikut piknik?" Tanya Samira ketika mereka menunggu bus di depan gang perumahan. "Iya. Tapi mereka bawa anak-anaknya." "Lha kita cuma berdua aja. Aneh nggak sih Mas?" "Siapa bilang cuma berdua. Anak-anak masih di jalan. Bentar lagi mereka datang." Samira hanya sanggup melongo mendengar penuturan Wisnuaji. Karena kemarin Wisnuaji hanya mendaftarkan Samira dan dirinya sendiri. "Kemarin kamu cuma daftar dua lho, Mas. Apa masih ada slot kosong?" "Masih. Yang minta Bu ketua buat kita ajak anak-anak kemarin. Nah, itu mereka." Samira menoleh menuju arah telunjuk Wisnuaji. Terlihat Juna sudah menggendong tas ransel dan Nada membawa tas piknik Tupperware. Samira yakin menantunya sudah membawa perbekalan untuk makan siang mereka. "Assalamualaikum Ma, Pa," sapa
Samira menatap Wisnuaji yang sedang mempacking barang-barangnya kedalam travel bag kecil berwarna hitam. Setelah beberapa saat, Samira memutuskan untuk mendekati sang suami."Mas, kamu mau kemana lagi? Kita baru balik tadi pagi dari rumah Juna.""Aku mau touring Harley Davidson, di ajakin Adam. Kamu ikut aja, nanti naik mobil bareng Slamet.""Slamet ikut?""Ya gitu, dia bawa mobil ngintilin di belakang sama istri-istrinya temenku. Kamu ikut juga yuk?"Samira menghela nafasnya."Nggak deh Mas, kasian Nada. Juna sering ke luar kota, kalo enggak juga pulang kantor sudah malam. Aku mau temani dia aja sekalian belajar bikin kue.""Yakin nggak ikut?""Nggak Mas, yang penting kamu hati-hati ya. Nggak usah ngebut kalo di jalan. Sering sering kasih kabar."Wisnuaji hanya tersenyum dan memeluk sang istri."Makasih ya, sudah jadi istri yang mau mencoba memahami hoby suami tanpa ngedumel.""Iya Mas. Lagian itu juga kado dari aku, masa aku larang kamu buat ikut. Kan lucu kalo kaya gitu," kata Sami
Malam ini Samira harus tidur sendirian karena Wisnuaji memilih untuk mengikuti kegiatan Ronda lagi setelah mereka menikah. Walau di kompleks mereka tinggal memiliki satpam, tetapi kegiatan Ronda masih tetap di jalankan agar silaturahmi antar bapak-bapak tetap terjaga. Samira mengingat perdebatannya dengan sang suami tadi siang sewaktu mereka baru saja tiba di rumah setelah beberapa hari berada di Bali."Sam, nanti malam kamu tidur sendiri ya?""Memang Mas Wisnu mau kemana?""Aku mau ikut ronda lagi. Sudah sejak kita menikah, aku nggak pernah ikut ronda sama bapak-bapak. Arisan juga nggak pernah datang.""Kan sudah ada satpam yang keliling kompleks, bahkan kita punya satpam pribadi di depan Mas. Apa itu masih belum cukup?"Kini Wisnuaji hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Mungkin bagi Samira yang sejak lahir sudah tinggal di kawasan elite tidak pernah melihat sang ayah atau kakak laki-lakinya mengikuti kegiatan seperti ini sehingga ia kurang memiliki rasa guyup dengan lingk
Sepulang dari Bali beberapa hari lalu, Samira dan Wisnuaji masih belum bertemu lagi dengan anak serta menantunya."Mas, ke rumah anak-anak yuk?"Wisnuaji hanya menghela nafasnya dan memandang istrinya yang sedang duduk santai sambil menikmati wedang secang buatan Minah."Mereka lagi pulang ke Temanggung. Jauh Sam.""Iya, tapi kasian Nada hamil gini tapi Juna sering ke luar kota. Lagipula Nada itu barusan resign Mas. Biasanya orang yang sibuk tiba-tiba santai pasti bingung, jenuh nggak tau apa yang mesti di lakuin.""Terus kamu mau ngajakin Nada ngapain?""Beli perlengkapan buat twins. Lagipula sudah mau 6 bulan kan Mas, biar nggak ribet kalo dekat-dekat lahiran.""Biar Nada di jemput Slamet aja. Kamu coba telepon dia suruh ke sini.""Kita jemput saja, gimana Mas?""Nggak, lumayan waktu tiga jam bisa buat tidur atau istirahat.""Yowes Mas, aku coba telepon Nada dulu ya?"Wisnuaji hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Kini Samira langsung meraih handphonenya dan seger
"Sam, semuanya sudah selesai di packing?" Tanya Wisnuaji pada Samira. "Sudah Mas. Btw beneran ini kita dapat gratisan nginap di hotelnya Tom dan Salma?" Tanya Samira balik kepada sang suami. "Iya. Katanya jatah mereka sekarang soalnya kemarin sudah Fabian sama Deva yang bayarin." "Bayarin?" "Iya. Mereka kalo liburan bersama itu digilir siapa yang nanggung transportasi serta akomodasinya. Sekarang jatahnya mereka besok yang babymoon kayanya jadi jatahnya Nada sama Juna." Samira hanya menganggukkan kepalanya dan segera ia menuju ke depan meja riasnya untuk mempersiapkan diri karena Juna dan Nada sebentar lagi akan sampai bersama Ningrum. Satu jam setelahnya keluarga Widiatmaja sudah dalam formasi komplitnya yang terdiri dari Ningrum, Wisnuaji, Samira, Juna dan Nada. Kini mereka semua segera menaiki Toyota Vellfire hitam untuk menuju ke Yogyakarta internasional Airport di Kulon Progo. Di dalam mobil suasana yang santai namun tidak seterbuka biasanya karena Ningrum ada bersama merek
Alarm di handphone Samira bergetar, kemudian ia bangun dan melihatnya dengan tersenyum. Ketika ia menengok ke sisi sebelah kanan ranjangnya, tampak sang suami yang sedang tertidur dengan pulas. Segera ia bangun dari posisi tidurnya dan mencium bibir Wisnuaji dengan pelan hingga sang suami mengerjapkan matanya. Penglihatan Wisnuaji tanpa kacamata atau contact lens yang sedikit kurang fokus membuatnya menatap Samira dengan menyipitkan matanya. "Happy birthday Mas," kata Samira sambil tersenyum di depan wajah Wisnuaji. "Tanggal berapa sekarang?" "Tanggal tiga Mas." "Astagfirullah, aku lupa. Makasih ya," kata Wisnuaji sambil bangun dari posisi tidurnya untuk duduk di ranjang. "Sama-sama. Selamat ulang tahun ke 57 ya Mas. Semoga di usia...," Perkataan Samira terhenti ketika bibirnya secara tiba-tiba di lumat oleh Wisnuaji. Samira hanya sanggup menutup matanya dan menerima pemberian sang suami. Bahkan Samira terbawa suasana hingga ia mengalungkan tangannya ke leher Wisnuaji. Wisnuaj
Dua hari setelah singgah di Surabaya untuk melakukan RUPS, Samira dan Wisnuaji kembali ke Jogja menggunakan kereta sesuai keinginan Wisnuaji yang ingin menikmati perjalanan. Sepanjang perjalanan dari stasiun Gubeng hingga Stasiun Yogyakarta banyak hal yang mereka obrolkan berdua. "Mas," panggil Samira ketika mereka menyadari di gerbong ini hanya mereka berdua penghuninya. "Hmm." "Berasa naik gerbong pribadi ya, sepi begini." "Ya beginilah kalo bukan weekend, libur panjang rata-rata nggak terlalu ramai. Apalagi kereta pagi seperti ini." "Mas," panggil Samira lagi ketika Wisnuaji tidak banyak mengajaknya bicara. "Apa?" "Aku kemarin undang satu orang lagi untuk datang di acara tasyakuran yacht rent kita." "Siapa?" "Heni. Istrinya Redi." Satu detik.... Dua detik.... Tiga detik.... Samira masih menanti reaksi Wisnuaji yang ternyata tetap sama yaitu terbengong bengong di sampingnya. Mau tidak mau Samira harus menceritakan semuanya pada sang suami. "Iya Mas. Sepulang RUPS kemar