Setelah Samira keluar dari kantor Nada, ia langsung menuju ke mobilnya dan menginstruksikan kepada supirnya untuk menuju ke alamat rumah Wisnuaji. Selama di perjalanan Samira sedikit gugup mengingat pertemuan pertama mereka yang tidak terlalu baik. Bahkan dari cara Wisnuaji membahas Pinar Defne kemarin, Samira sadar, jika Wisnuaji tidak berminat untuk bertatap muka lagi dengan mantan istrinya tersebut.
Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda Wisnuaji menerima telepon dari menantunya.
"Hallo, Nad."
"Hallo Pa. Papa ada di rumah enggak sekarang?"
"Ada. Kenapa?"
"Nanti Tante Samira ke rumah Papa bawain Gurame asam manisnya ya. Papa jangan pergi dulu."
"Enggak Nad, Papa lagi mandiin Alda di belakang. Kamu bilang sama dia suruh masuk saja nanti ke belakang."
"Ya Papa bilang sama ART Papa."
"Iya."
Lama Wisnuaji dan Nada saling diam dengan pikiran masing-masing. Nada dengan pikiran bagaimana cara menyampaikannya kepada Papa mertuanya bila Samira adalah gandengan Papa mertuanya untuk ke acara orang tuanya tanpa membuat Wisnuaji tersinggung. Sedangkan Wisnuaji sejak bertemu dengan Samira menjadi ingin mengetahui siapa wanita itu, hingga berani masuk ke ranah terlarang dengan membahas hubungannya dengan mantan istrinya yang sudah tutup buku hampir 30 tahun lalu.
"Pa," akhirnya Nada yang memecah keheningan di telepon tersebut.
"Hmm," kata Wisnuaji sambil menyikati batu kali hidupnya.
"Kan kemarin Papa minta Nada nyariin gandengan. Ingat nggak Pa?"
"Ingat."
"Nada sudah dapat Pa."
"Okay. Kamu sudah seleksi kan bukan istri, pacar atau tunangan orang?"
"Sudah aku seleksi dari KTP malahan."
"Good. Siapa namanya?"
"Nayla Samira Huri. Status Janda, usia 43 tahun sebentar lagi. Fisik, ya Papa bisa lihat sendiri cakep gitu kan dan kayanya sih wanita dari kalangan atas dilihat dari penampilan dan pembawaan dirinya."
Wisnuaji diam mendengar penuturan Nada. Dipikirannya sedang mencerna informasi tentang Samira. Samira berusia 43 tahun, ia hanya bisa tertawa getir, ternyata bukan hanya dirinya yang sering di nilai orang belum setua usia aslinya. Kini ia menemukan wanita yang bernasib sama dengan dirinya. Namun ia tidak mau memberi Samira harapan selain ia tidak berniat untuk menikah kembali, ia juga tidak akan bisa membiayai gaya hidup Samira, karena dia adalah pria pengangguran yang sedang menikmati hasil kerja kerasnya ketika muda, sebagian besar aset miliknya juga sudah ia berikan ke putranya.
"Ketinggian Nad kalo dia."
"Kalo ketinggian ya pakai tanggalah Papa ke sananya, biar nyampe," Kata Nada sambil tertawa.
"Beda kelas Nad. Papa ini cuma laki laki pengangguran berusia 56 tahun."
"Jangan bilang gitu, hilang nanti aset papa di bank Swiss."
"Kamu tau Nad?"
"Tau, Juna enggak pernah nyembunyiin apapun dari Nada Pa. Aset Papa sebanyak itu, bisalah buat masa tua sambil ongkang ongkang di rumah nikmatin hidup bareng istri baru."
"Papa enggak ada niatan kasih Juna emak tiri Nad."
Kini Nada tertawa di seberang telepon, itu juga membuat Wisnuaji tertawa. Hubungannya dengan anak dan menantunya memang dekat dan santai, layaknya teman sehingga mereka bisa bercanda dengan bebas dan lepas.
"Ya sudah Pa, Nada lanjut kerja dulu ya, soalnya habis lunch ada lanjut meeting sama Pak Raka."
"Okay. Have a nice day Nad."
"Have a nice day Papa. Good luck ya buat gebetan barunya."
Wisnuaji hanya mendengus mendengar kata kata terakhir Nada sebelum telepon itu di tutup oleh Nada terlebih dahulu.
Setelah perjalanan sekitar 30 menit dari kantor Nada berada, kini Samira telah tiba kembali di rumah Wisnuaji. Ketika ia sampai di depan pagar, sang satpam yang telah mendapatkan mandat dari si empunya rumah mempersilahkan Samira untuk masuk dan langsung saja menuju ke halaman belakang rumah.
Mau tidak mau Samira merasa canggung karena dirinya diminta langsung menuju area belakang yang biasanya tidak semua tamu yang awal bertandang ke rumah seseorang melakukan hal tersebut.
Ketika berjalan melewati setiap ruang yang ada di rumah Wisnuaji, ia merasa bahwa rumah itu hangat dengan banyak foto yang terpajang di dinding rumah, mulai dari foto keluarga hingga foto pernikahan anaknya.
"Ibu Samira ya?" Tanya seorang wanita berusia pertengahan 40 tahun
"Iya," jawab Samira ramah sambil tersenyum
"Mari saya antar ke tempat bapak. Tadi bapak pesan kalo ibu datang suruh antar ke belakang, karena bapak sedang sibuk sama Alda," Kata sang ART sambil berjalan di depan Samira, Samira hanya diam sambil mengikuti kemana arah ART ini berjalan.
Ketika ia sampai di halaman belakang yang cukup Luas ia melihat raksasa seperti dinosaurus besar berwarna hitam. Namun ketika ia perhatikan itu bukan dinosaurus, namun seekor kura kura raksasa yang tinggi tempurungnya saja setinggi pagar tempat kura kura itu tinggal.
"Pak, pak Ganteng, ini ada Bu Samira."
Hanya mendengar sang asisten rumah tangga Wisnuaji memanggil Wisnuaji "Pak Ganteng" saja bisa membuat Samira malu sendiri, bahkan wajahnya memerah.
Sedekat dan sesantai apa hubungan Wisnuaji dengan para pekerja di rumahnya hingga mereka memiliki panggilan sayang, itulah yang ada di benak Samira saat ini.
"Iya, Nah makasih ya," seru Wisnuaji sambil bangkit berdiri dari posisinya yang baru saja memandikan Alda dan itu membuat Samira kembali ke realita yang ada dari memikirkan yang tidak tidak.
Kini di depannya ada Wisnuaji yang sedang bertelanjang dada dengan celana pendeknya. Samira bahkan hanya bisa melongo melihat bentuk badan Wisnuaji yang menggiurkan ini. Dirinya wanita normal, dan sudah 12 tahun hidup tanpa belaian laki laki, jadi wajar saja reaksinya seperti ini bila melihat seorang duda hot, bertampang asia di depannya yang lebih parahnya lagi telah mengambil hatinya sejak 10 tahun yang lalu. Bahkan karena larut dalam pikirannya, Samira tidak sadar bila Wisnuaji sudah ada di depannya hingga dehaman Wisnuaji lah yang membuatnya menapaki dunia nyata lagi setelah larut dalam dunia pikirannya yang kacau hanya karena duda hot di depannya ini. Samira hanya tersenyum dan menyerahkan Tupperware yang di titipkan Nada padanya tadi.
"Ini titipan dari Nada," kata Samira sambil mengulurkan titipan Nada tersebut
"Makasih," kata Wisnuaji bersamaan dengan ia menerima titipan menantunya.
"Silahkan duduk dulu. Saya harus mandi setelah memandikan Alda tadi."
Samira hanya bisa diam mematung ketika mengetahui jika Alda bukanlah manusia, melainkan seekor kura kura raksasa.
Oh my God....
Samira kali ini benar benar iri terhadap reptil raksasa yang mampu hidup ratusan tahun tersebut karena ia begitu di sayangi oleh laki laki seperti Wisnuaji ini. Andai dia bisa, dia mau mengantikan posisi sang reptil tersebut."Sam?" Wisnuaji memanggilnya yang membuat Samira sadar kembali ke realitanya.
"Oh, maaf, baik saya tunggu di sini," kata Samira sambil berjalan ke kursi yang ada di teras belakang rumah Wisnuaji.
Wisnuaji hanya mengangguk dan la kemudian berlalu dari hadapan Samira.
Sekitar sepuluh menit ia menunggu Wisnuaji, tiba tiba suara seorang wanita membuatnya kaget dan terpaksa ia menoleh ke arah sumber suara tersebut.
"Kamu siapa bisa ada disini?"
Mendengar pertanyaan wanita itu Samira bangkit berdiri dari posisi duduknya dan tersenyum canggung. Kini ia bingung harus menerangkan siapa dirinya kepada wanita ini. Tidak mungkin ia mengatakan jika ia adalah pengagum rahasia Wisnuaji sejak 10 tahun yang lalu kepada wanita ini.
Ya Tuhan...
Tolong kirim Malaikat penolong saat ini, karena aku tidak tau harus menjawab apa sekarang.***
"Kamu siapa bisa ada disini?" Mendengar pertanyaan wanita itu Samira bangkit berdiri dari posisi duduknya dan tersenyum canggung. Kini ia bingung harus menerangkan siapa dirinya kepada wanita ini. Tidak mungkin ia mengatakan jika ia adalah pengagum rahasia Wisnuaji sejak 10 tahun yang lalu kepada wanita ini. Ya Tuhan...Tolong kirim Malaikat penolong saat ini, karena aku tidak tau harus menjawab apa sekarang.. "Saya, saya," Kata Samira dengan sedikit bingung harus berucap apa "Dia pasanganku. Siapa yang mengijinkanmu masuk ke sini?" "Satpam membukakan gerbang untuk aku tadi Mas." "Aku bukan Mas mu. Sudah cukup Retno kamu mencoba mengganggu kehidupanku sejak beberapa bulan ini. Sebaiknya kamu angkat kaki dari rumahku" Samira melihat wanita cantik yang berdandan dengan pakaian kurang bahan ini sambil menelan ludah. Ia yakin wanita ini berusia jauh di bawahnya. Mungkin kisaran 37 tahun. Jika wanita seperti ini saja di tolak Wisnuaji, apalagi dirinya yang sempurna saja tidak sebaga
PART 7Setelah menghampiri Wisnuaji dan Ibunya, mereka bertiga masuk ke Mall. Samira lebih memilih jalan di belakang Wisnuaji dan ibunya, karena ia sendiri sulit mengatur ritme irama jantungnya yang berdetak semakin cepat jika ia ada di dekat Wisnuaji. Seharusnya di usianya yang sudah kepala 4, ia tidak merasakan rasa bak anak remaja tujuh belas tahun yang sedang jatuh cinta dan naksir kepada kakak kelasnya seperti ini."Nduk, kamu kok jalan di belakang, sini sebelahan sama ibu," kata ibu Wisnuaji sambil memutar tubuhnya menghadap ke Samira dan tangannya langsung menggenggam tangan Samira untuk berjalan di sebelahnya.Kini justru Wisnuaji yang berjalan di belakang ibunya dan Samira. Bahkan Wisnuaji menghala nafasnya melihat ibunya yang bersemangat seperti ketika Juna dan Nada akan menikah."Kita mau beli apa Bu?" Tanya Samira yang berjalan di sebelah Ningrum"Apa ya, Kalo satu set perhiasan saja bagaimana?""Boleh.""Apa tidak berlebihan Bu?" Kini Wisnuaji sudah memotong pembicaraan S
PART 8Samira masuk ke sebuah toilet wanita dan ia akhirnya menumpahkan air matanya di tempat ini. Tempat di mana Wisnuaji tidak bisa melihat wajah kalahnya. Wajah yang selama ini ia sembunyikan. Memang Samira tidak pernah menyangka bila Redi sampai hati mengeluarkan kata kata itu terhadapnya setelah ia menolak Redi untuk rujuk setahun yang lalu. Karena bagi Samira, wanita baik baik tidak akan mau merusak kebahagiaan wanita lain. Dia juga tidak mau merebut kebahagiaan anak anak Redi, apalagi ia sudah tidak memiliki perasaan apapun kepada mantan suaminya itu.Diwaktu yang sama tempat yang berbeda. Ningrum dan Wisnuaji menatap Redi dengan pandangan tidak percayanya."Apa anda merasa bahagia setelah mengatakan hal itu kepada seseorang yang pernah anda cintai?" Kata Wisnuaji menahan emosinya melihat tingkah mantan suami Samira"Tidak, aku hanya ingin kalian tau kekurangannya agar kalian bisa mengambil keputusan yang tepat. Aku tidak ingin dia menjanda sampai dua kali""Wow, hanya karena d
PART 9Sepulang dari kediaman Juna dan Nada, Samira langsung di antar Wisnuaji menuju ke hotelnya. "Nduk, kamu kenapa enggak sewa rumah saja kalo di hotel kan boros?"Samira hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Ningrum."Belum ada waktu Bu untuk cari rumah.""Kamu di rumahnya Juna sama Nada saja. Rumah mereka di Jogja enggak di pakai.""Tidak usah Bu, rumah itu kan mereka pakai kalo mereka lelah harus pulang pergi Jogja temanggung.""Iya, tapi daripada boros uang. Hotel kamu nginap itu kan bisa puluhan juta semalam."Samira hanya tersenyum menanggapinya."Kebetulan sebagian besar saham hotel tersebut milik saya Bu.""Owalah, pantas saja. Tapi tetap saja nyaman di rumah daripada hotel. Benar tidak Wis?" Tanya Ningrum karena sejak tadi Wisnuaji hanya diam saja"Benar, tapi kalo Samira ada uangnya dan dia nyaman tinggal di hotel, kenapa tidak Bu?""Yowes kalo begitu, besok kamu pindahan saja ke rumah ibu Nduk. Ibu cuma di rumah sendiri kok."Samira membelalakkan matanya. Tidak per
Sudah tiga hari Samira tinggal bersama Ningrum di rumah Ningrum yang begitu nyaman ini dan malam ini adalah malam dimana acara ulang tahun pernikahan orang tua Nada yang tidak lain juga besan Wisnuaji akan digelar. Menurut Ningrum setelah acara ini mereka akan berlibur bersama di Villa milik keluarga Nada yang ada di Bali selama 3 hari. Ingin Samira menolak ajakan Ningrum karena dirinya merasa tidak pantas hadir di keluarga ini, karena dia bukan anggota keluarga, namun Ningrum memaksanya agar ikut serta untuk mendampingi Wisnuaji di acara ini sekaligus perkenalan ke khalayak ramai tentang status dirinya sebagai "calon" Wisnuaji. Ini sudah di luar kesepakatannya dengan Nada sehingga kini Samira mengajak Nada bertemu. Samira mengajak Nada untuk makan siang bersama dan ia memilih menjemput Nada di kantornya. Ketika Samira sampai di sana Nada sudah menunggunya di loby dan langsung Nada memasuki mobil Samira. "Assalamualaikum Tan," kata Nada sambil membuka pintu mobil penumpang belakang
Sepanjang jalannya acara, Samira beserta keluarga Wisnuaji duduk di dekat keluarga Nada yang menurut Wisnuaji begitu istimewa dan kini Samira baru membuktikan sendiri jika kata-kata Wisnuaji memang benar adanya. Karena keluarga Nada begitu ramai, sering saling menggoda, namun terlihat adanya kasih sayang di antara mereka. Jika hanya keluarga inti hal seperti ini sudah wajar, tetapi di keluarga besar bisa berinteraksi seperti ini sungguh sesuatu yang sangat jarang terjadi.Karena merasa ingin membetulkan make up nya, setelah acara makan malam bersama ini, Samira ijin kepada Wisnuaji untuk ke toilet."Mas, aku ke belakang dulu sebentar ya.""Okay"Setelah mendengar jawaban Wisnuaji, Samira bangkit berdiri dari posisi duduknya dan menuju ke toilet.Ketika ia baru saja keluar dari toilet dan berjalan memasuki ballroom hotel kembali, tiba tiba ia bertemu dengan Raka, atasan Nada yang di kenalkan kepadanya tadi siang."Mbak Samira ya?"Samira hanya tersenyum menanggapi panggilan Raka."Pang
Ketika Samira sampai di Bali, ia masih bingung bagaimana harus bersikap setelah perkataan Wisnuaji tadi ketika mereka berada di Yogyakarta internasional Airport. Padahal kini mereka semua sedang menaiki sebuah bus pariwisata yang telah di pesan oleh keluarga Nada untuk membawa mereka menuju villa milik Suryawan Raharja dan Gendis Adiratna. Setelah perjalanan sekitar satu jam dengan hiburan music karaoke amatiran dari keluarga Raharja yang silih berganti bernyanyi di dalam bus pariwisata di tambah keramaian mereka saling bercanda satu sama lain akhirnya mereka semua sampai. Samira cukup kagum dengan villa milik orang tua Nada yang begitu indah dan berada d tepi pantai. "Lebih baik di sini, villa kita sendiri, ouoo.... Segala nikmat dan anugerah yang Kuasa, semuanya di sini," Samira hanya menghela nafas pasrah ketika ia melihat Adam sudah bernyanyi dengan suara sumbangnya Lebih gilanya lagi kini sepupu Nada yang lain menyambung lagu yang yang dinyanyikan Adam. "Villa kita," Sambun
Semalam Samira tidur dengan Nada di kamar Nada dan Juna. Ketika Samira sudah akan menutup mata ia masih melihat Nada sibuk dengan HP nya. Hingga mau tidak mau Samira menanyakan kenapa Nada terlihat begitu senang hingga tertawa cekikikan."Kamu kenapa kaya seneng banget gitu?""Biasa deh Tan, lagi ngebully Robert."Samira ingat siapa Robert, karena kemarin ia sempat di kenalkan oleh Nada pada temannya itu."Kamu dekat banget kayanya sama Robert?""Nggak cuma sama Robert, aku juga dekat sama Deva dan Salma. Rasanya ya Tan, semakin kita dewasa semakin terseleksi mana teman yang sesungguhnya mana yang enggak dan aku beruntung karena punya mereka bertiga.""Hidup kamu terberkahi Nad. Iri Tante jadinya."Kini Nada tertawa di sebelah Samira."Apa yang di iriin. Tante kan lebih kaya, lebih cantik lagi.""Kamu punya yang enggak pernah bisa Tante miliki Nad.""Kalo suami, tenang saja Tan, lagi on process."Kini Samira tertawa sambil membetulkan posisi tidurnya diranjang."No, kamu punya keluarg
Hari-hari Samira dan Wisnuaji semakin bertambah semarak dengan kehadiran kedua cucu kembar mereka. Bahkan paling tidak 3 kali dalam seminggu mereka akan berkunjung ke rumah sang anak hanya untuk bermain dengan Edel dan Galen. Kini Edel dan Galen telah berusia hampir 6 bulan dan Nada sudah bersiap untuk memasuki dunia kerja kembali. Di karenakan kondisi tersebut Wisnuaji dan Samira benar-benar mencari baby sitter yang memiliki kredibilitas yang baik dan sudah pernah di pekerjakan oleh orang terdekat mereka. Pilihan mereka jatuh ke baby sitter yang pernah merawat anak Meinita dan Nuno. Atas rekomendasi mereka berdua, akhirnya Samira dan Wisnuaji mempekerjakan Sari dan Ana. "Sam, kamu yakin buat pakai Sari dan Ana untuk Edel dan Galen?" "Yakin. Mereka beneran bersertifikat, bahkan mereka fasih berbahasa asing. Aku rasa cocok untuk itu. Apalagi mereka telah menikah dan memiliki anak, amanlah Mas." "Ya sudah, besok kita tinggal bilang sama Juna dan Nada. Tapi aku tetep nggak akan lepas
Wisnuaji dan Samira baru saja mendarat di Yogyakarta internasional Airport. Ketika mereka baru saja keluar dari pintu keluar bandara. Tiba-tiba handphone Samira berbunyi yang menandakan ada pesan masuk. Ketika ia membuka pesan tersebut, ternyata Nada yang mengirimkan foto twins di group keluarga Widiatmaja. Nada : *sending picture* Nada : Eyang Ningrum, Mama Samira dan Papa Wisnu. Ini foto si kembar. Samira langsung tersenyum membaca pesan tersebut. Kemudian ia menyimpan foto si kembar ke dalam folder yang ada di handphonenya. "Kamu kenapa senyum-senyum begitu?" Tanya Wisnuaji kepada Samira ketika mereka baru saja masuk ke mobil. "Ini lagi lihat foto cucu kita. Bule banget ya, Mas? Kayanya gen-nya Pinar kuat sih di si kembar." Wisnuaji hanya menghela nafasnya dan meminjam handphone milik Samira. Ia tersenyum melihat cucunya. Rasa bangga dan bahagia bercampur menjadi satu di dalam dirinya. "Kamu kenapa kaya mau nangis gitu, Mas?" Tanya Samira ketika melihat sang suami berkaca-ka
Minggu pagi ini Samira telah bersiap siap untuk mengikuti acara wisata yang di selenggarakan oleh ibu-ibu dasawisma yang menaungi aster miliknya. Disebut dasawisma karena anggotanya hanya 10 KK. "Mas, ini cuma 10 keluarga aja yang ikut piknik?" Tanya Samira ketika mereka menunggu bus di depan gang perumahan. "Iya. Tapi mereka bawa anak-anaknya." "Lha kita cuma berdua aja. Aneh nggak sih Mas?" "Siapa bilang cuma berdua. Anak-anak masih di jalan. Bentar lagi mereka datang." Samira hanya sanggup melongo mendengar penuturan Wisnuaji. Karena kemarin Wisnuaji hanya mendaftarkan Samira dan dirinya sendiri. "Kemarin kamu cuma daftar dua lho, Mas. Apa masih ada slot kosong?" "Masih. Yang minta Bu ketua buat kita ajak anak-anak kemarin. Nah, itu mereka." Samira menoleh menuju arah telunjuk Wisnuaji. Terlihat Juna sudah menggendong tas ransel dan Nada membawa tas piknik Tupperware. Samira yakin menantunya sudah membawa perbekalan untuk makan siang mereka. "Assalamualaikum Ma, Pa," sapa
Samira menatap Wisnuaji yang sedang mempacking barang-barangnya kedalam travel bag kecil berwarna hitam. Setelah beberapa saat, Samira memutuskan untuk mendekati sang suami."Mas, kamu mau kemana lagi? Kita baru balik tadi pagi dari rumah Juna.""Aku mau touring Harley Davidson, di ajakin Adam. Kamu ikut aja, nanti naik mobil bareng Slamet.""Slamet ikut?""Ya gitu, dia bawa mobil ngintilin di belakang sama istri-istrinya temenku. Kamu ikut juga yuk?"Samira menghela nafasnya."Nggak deh Mas, kasian Nada. Juna sering ke luar kota, kalo enggak juga pulang kantor sudah malam. Aku mau temani dia aja sekalian belajar bikin kue.""Yakin nggak ikut?""Nggak Mas, yang penting kamu hati-hati ya. Nggak usah ngebut kalo di jalan. Sering sering kasih kabar."Wisnuaji hanya tersenyum dan memeluk sang istri."Makasih ya, sudah jadi istri yang mau mencoba memahami hoby suami tanpa ngedumel.""Iya Mas. Lagian itu juga kado dari aku, masa aku larang kamu buat ikut. Kan lucu kalo kaya gitu," kata Sami
Malam ini Samira harus tidur sendirian karena Wisnuaji memilih untuk mengikuti kegiatan Ronda lagi setelah mereka menikah. Walau di kompleks mereka tinggal memiliki satpam, tetapi kegiatan Ronda masih tetap di jalankan agar silaturahmi antar bapak-bapak tetap terjaga. Samira mengingat perdebatannya dengan sang suami tadi siang sewaktu mereka baru saja tiba di rumah setelah beberapa hari berada di Bali."Sam, nanti malam kamu tidur sendiri ya?""Memang Mas Wisnu mau kemana?""Aku mau ikut ronda lagi. Sudah sejak kita menikah, aku nggak pernah ikut ronda sama bapak-bapak. Arisan juga nggak pernah datang.""Kan sudah ada satpam yang keliling kompleks, bahkan kita punya satpam pribadi di depan Mas. Apa itu masih belum cukup?"Kini Wisnuaji hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Mungkin bagi Samira yang sejak lahir sudah tinggal di kawasan elite tidak pernah melihat sang ayah atau kakak laki-lakinya mengikuti kegiatan seperti ini sehingga ia kurang memiliki rasa guyup dengan lingk
Sepulang dari Bali beberapa hari lalu, Samira dan Wisnuaji masih belum bertemu lagi dengan anak serta menantunya."Mas, ke rumah anak-anak yuk?"Wisnuaji hanya menghela nafasnya dan memandang istrinya yang sedang duduk santai sambil menikmati wedang secang buatan Minah."Mereka lagi pulang ke Temanggung. Jauh Sam.""Iya, tapi kasian Nada hamil gini tapi Juna sering ke luar kota. Lagipula Nada itu barusan resign Mas. Biasanya orang yang sibuk tiba-tiba santai pasti bingung, jenuh nggak tau apa yang mesti di lakuin.""Terus kamu mau ngajakin Nada ngapain?""Beli perlengkapan buat twins. Lagipula sudah mau 6 bulan kan Mas, biar nggak ribet kalo dekat-dekat lahiran.""Biar Nada di jemput Slamet aja. Kamu coba telepon dia suruh ke sini.""Kita jemput saja, gimana Mas?""Nggak, lumayan waktu tiga jam bisa buat tidur atau istirahat.""Yowes Mas, aku coba telepon Nada dulu ya?"Wisnuaji hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Kini Samira langsung meraih handphonenya dan seger
"Sam, semuanya sudah selesai di packing?" Tanya Wisnuaji pada Samira. "Sudah Mas. Btw beneran ini kita dapat gratisan nginap di hotelnya Tom dan Salma?" Tanya Samira balik kepada sang suami. "Iya. Katanya jatah mereka sekarang soalnya kemarin sudah Fabian sama Deva yang bayarin." "Bayarin?" "Iya. Mereka kalo liburan bersama itu digilir siapa yang nanggung transportasi serta akomodasinya. Sekarang jatahnya mereka besok yang babymoon kayanya jadi jatahnya Nada sama Juna." Samira hanya menganggukkan kepalanya dan segera ia menuju ke depan meja riasnya untuk mempersiapkan diri karena Juna dan Nada sebentar lagi akan sampai bersama Ningrum. Satu jam setelahnya keluarga Widiatmaja sudah dalam formasi komplitnya yang terdiri dari Ningrum, Wisnuaji, Samira, Juna dan Nada. Kini mereka semua segera menaiki Toyota Vellfire hitam untuk menuju ke Yogyakarta internasional Airport di Kulon Progo. Di dalam mobil suasana yang santai namun tidak seterbuka biasanya karena Ningrum ada bersama merek
Alarm di handphone Samira bergetar, kemudian ia bangun dan melihatnya dengan tersenyum. Ketika ia menengok ke sisi sebelah kanan ranjangnya, tampak sang suami yang sedang tertidur dengan pulas. Segera ia bangun dari posisi tidurnya dan mencium bibir Wisnuaji dengan pelan hingga sang suami mengerjapkan matanya. Penglihatan Wisnuaji tanpa kacamata atau contact lens yang sedikit kurang fokus membuatnya menatap Samira dengan menyipitkan matanya. "Happy birthday Mas," kata Samira sambil tersenyum di depan wajah Wisnuaji. "Tanggal berapa sekarang?" "Tanggal tiga Mas." "Astagfirullah, aku lupa. Makasih ya," kata Wisnuaji sambil bangun dari posisi tidurnya untuk duduk di ranjang. "Sama-sama. Selamat ulang tahun ke 57 ya Mas. Semoga di usia...," Perkataan Samira terhenti ketika bibirnya secara tiba-tiba di lumat oleh Wisnuaji. Samira hanya sanggup menutup matanya dan menerima pemberian sang suami. Bahkan Samira terbawa suasana hingga ia mengalungkan tangannya ke leher Wisnuaji. Wisnuaj
Dua hari setelah singgah di Surabaya untuk melakukan RUPS, Samira dan Wisnuaji kembali ke Jogja menggunakan kereta sesuai keinginan Wisnuaji yang ingin menikmati perjalanan. Sepanjang perjalanan dari stasiun Gubeng hingga Stasiun Yogyakarta banyak hal yang mereka obrolkan berdua. "Mas," panggil Samira ketika mereka menyadari di gerbong ini hanya mereka berdua penghuninya. "Hmm." "Berasa naik gerbong pribadi ya, sepi begini." "Ya beginilah kalo bukan weekend, libur panjang rata-rata nggak terlalu ramai. Apalagi kereta pagi seperti ini." "Mas," panggil Samira lagi ketika Wisnuaji tidak banyak mengajaknya bicara. "Apa?" "Aku kemarin undang satu orang lagi untuk datang di acara tasyakuran yacht rent kita." "Siapa?" "Heni. Istrinya Redi." Satu detik.... Dua detik.... Tiga detik.... Samira masih menanti reaksi Wisnuaji yang ternyata tetap sama yaitu terbengong bengong di sampingnya. Mau tidak mau Samira harus menceritakan semuanya pada sang suami. "Iya Mas. Sepulang RUPS kemar